Sikap Seorang Mukmin Ketika di Puncak Kesulitan (Bag. 4)

Sikap keempat: Memperbanyak istigfar kepada Allah dan meminta maaf kepada orang lain yang mungkin pernah dizalimi atau disakiti

Sikap keempat yang hendaknya dilakukan ketika seseorang berada dalam puncak kesulitan adalah memperbanyak istigfar kepada Allah Ta’ala. Mengapa demikian? Karena Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa musibah itu disebabkan oleh dosa dan kesalahan kita sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Perhatikanlah ayat di atas, yang menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Apabila Allah menghukum dan menimpakan musibah atas setiap dosa dan kesalahan kita, niscaya kita akan binasa. Akan tetapi, Allah memaafkan sebagian besar dari dosa dan kesalahan tersebut.

Oleh karena itu, apabila kita tertimpa suatu musibah yang berat atau berada dalam problematika hidup yang pelik, mohon ampunlah kepada Allah dan bertobatlah kepada Allah. Renungkanlah bagaimanakah perkataan Nabi Nuh ‘alaihis salam kepada kaumnya,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)

“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)

Ketika mendapatkan musibah, segeralah memohon ampunan kepada Allah Ta’ala. Allah pun menurunkan karunia berupa hujan dari langit, juga harta dan anak keturunan.

Senada dengan ayat di atas, terdapat sebuah atsar dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah yang menunjukkan bagaimana faedah istigfar yang luar biasa.

أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْب فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر الْفَقْر فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر جَفَاف بُسْتَانه فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر عَدَم الْوَلَد فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَة

“Sesungguhnya seseorang pernah mengadukan kepada Al-Hasan tentang musim paceklik yang sedang terjadi. Lalu Al-Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah kepada Allah.” Ada orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinan yang dia alami. Lalu Al-Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah kepada Allah.” Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kekeringan pada lahan (kebunnya). Lalu Al-Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah kepada Allah.” Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau karena belum dikaruniai anak. Al-Hasan pun menasehatkan, “Beristigfarlah kepada Allah.” Setelah itu, Al-Hasan Al-Bashri pun membacakan surah Nuh di atas. (Fathul Bari, 11: 98)

Juga terdapat riwayat dari sahabat Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu berkaitan dengan ayat di surah Nuh di atas. Dari Asy-Sya’bi, ia berkata, “Suatu ketika, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu meminta diturunkannya hujan, namun beliau hanya beristigfar hingga beliau kembali. Lalu ada yang mengatakan kepadanya, ”Kami tidak melihatmu meminta hujan?” Umar pun mengatakan, “Aku sebenarnya sudah meminta diturunkannya hujan dari langit”. Umar pun membaca ayat,

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا, يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”

Umar kemudian mengatakan,

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

“Wahai kaumku, mintalah ampun kepada Rabb kalian. Kemudian bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan menurunkan pada kalian hujan lebat dari langit.” (HR. Al-Baihaqi 3: 352)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dari dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula, datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.” (Al-Jawabul Kaafi, hal. 87)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ

“Tidaklah musibah turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah musibah tersebut bisa hilang, melainkan dengan tobat.” (Al-Jawabul Kaafi, hal. 87)

Dari uraian di atas, maka hendaknya ketika suatu musibah dan kesulitan sedang menimpa diri kita, segeralah meminta ampun dan bertobat kepada Allah Ta’ala. Kita pun memperbaiki diri dengan berusaha bertakwa kepada Allah Ta’ala. Karena sebagaimana penjelasan di seri sebelumnya, Allah berjanji akan memberikan solusi (jalan keluar) kepada hamba yang bertakwa kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq: 4)

Seorang hamba hendaknya merenung dan introspeksi diri, jika belum ada solusi dari masalah yang sedang dia hadapi, jangan-jangan dia belum bertakwa kepada Allah? Dengan cara inilah dia akan terus memperbaiki diri.

Perkara penting lainnya adalah hendaknya seorang hamba juga meminta maaf atas kezaliman yang mungkin pernah dia lakukan kepada orang lain. Bisa jadi, musibah yang dia alami saat ini adalah karena dia pernah menzalimi orang lain, lalu orang tersebut berdoa kepada Allah agar kita ditimpakan kesusahan. Oleh karena itu, seringan atau sesepele apapun masalah atau kezaliman yang pernah kita lakukan kepada orang lain, baik sahabat/ kolega/ saudara dekat ataupun jauh, mintalah maaf kepadanya.

Inilah empat hal yang bisa penulis sarikan tentang apa yang hendaknya seorang mukmin lakukan apabila kita sedang tertimpa suatu kesulitan yang berat. Semoga Allah Ta’ala memudahkan urusan-urusan kita dan mengampuni dosa dan kesalahan kita.

[Selesai]

***

@Kantor Pogung, 11 Sya’ban 1445/ 21 Februari 2024

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/91963-sikap-seorang-mukmin-ketika-di-puncak-kesulitan-bag-4.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Khutbah Jumat: Taubat dan Istighfar, Sumber Kekuatan dan Keberkahan

Di antara sebab terpenting diturunkannya rezeki dan ampunan adalah istighfar dan taubat kepada Allah. Inilah kutipan Khutbah Jumat kali ini

BARANGSIAPA memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah jadikan setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan.

Di bawah ini naskah lengkah khutbah Jumat kali ini;

Khutbah Jumat Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Khutbah Pertama

Puji syukur ke hadirat Allah ﷻ yang telah memberikan banyak kenikmatan kepada kita, yang mana kenikmatan tersebut melebihi ujian-Nya. Karena sejatinya, kenikmatan yang datang dari Allah ﷻ ibarat samudra tak bertepi sedangkan ujian-Nya hanyalah seujung kuku yang mampir dalam teras kehidupan kita.

Oleh sebab itu, mari bersama-sama mensyukuri kenikmatan yang Allah ﷻ berikan kepada kita.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, contoh dan suri tauladan dalam seluruh dimensi kehidupan, yakini Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan siapa saja yang masih istiqamah berjalan diatas ajaran yang beliau ajarkan hingga hari kiamat kelak.

Tak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Salah satu hal yang paling sering menyibukkan hati seorang muslim di dunia ini adalah mencari rezeki. Menurut pengamatan, sebagian kaum muslimin memandang bahwa berpegang dengan Islam secara totalitas akan mengurangi rezeki mereka.

Tidak sebatas itu, ironisnya bahkan terdapat sejumlah orang yang menganggap bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya menutup mata dari hukum-hukum Islam, terutama yang berkaitan dengan hukum halal dan haram.

Mereka itu lupa atau berpura-pura lupa bahwa Allah ﷻ tidak mensyariatkan agama-Nya hanya sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam perkara-perkara kebahagiaan di akhirat saja.

Akan tetapi Allah ﷻ mensyariatkan agama ini juga untuk menunjukkan kepada manusia tata cara bagaimana dia menjalani urusan kehidupan dan mencapai kebahagiaan di dunia ini.

Sebagaimana Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya doa yang sering diucapkan Nabi ﷺ adalah, “Wahai Tuhan Kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka.” (Shahih Al-Bukhari no. 6389, II/191)

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Allah ﷻ dan Rasul-Nya tidak meninggalkan umat Islam begitu saja tanpa petunjuk. Manusia tidak dibiarkan berkubang dalam kegelapan dan keraguan pada usaha mereka untuk mencari penghidupan. Tapi sebaliknya, sebab-sebab mendapat rezeki telah diatur dan dijelaskan dengan rinci dan jelas.

Sekiranya umat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah ﷻ akan memudahkan jalan untuk mendapatkan rezeki dari setiap arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi.

Oleh karena itu pada kesempatan kali ini khatib ingin mengingatkan kembali kepada jamaah sekalian tentang berbagai sebab turunnya rezeki yang berkah dan meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha mencari rezeki.

Di antara sebab terpenting diturunkannya rezeki adalah istighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah.

Sebagaimana firman Allah ﷻ tentang Nuh ‘alaihissalam yang berkata kepada kaumnya;

فَقُلۡتُ اسۡتَغۡفِرُوۡا رَبَّكُمۡؕ اِنَّهٗ كَانَ غَفَّارًا ۙ‏ ١٠ يُّرۡسِلِ السَّمَآءَ عَلَيۡكُمۡ مِّدۡرَارًا ۙ‏ ١١ وَّيُمۡدِدۡكُمۡ بِاَمۡوَالٍ وَّبَنِيۡنَ وَيَجۡعَلۡ لَّـكُمۡ جَنّٰتٍ وَّيَجۡعَلۡ لَّـكُمۡ اَنۡهٰرًا ؕ‏ ١٢

“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohon ampunlah kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS: Nuh: 11-12)

Adapun maksud istighfar dan taubat di sini bukan hanya sekedar diucapkan di lisan saja, tidak membekas di dalam hati sama sekali, bahkan tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan.

Tetapi yang dimaksud dengan istighfar di sini adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah “Meminta (ampun) dengan disertai ucapan dan perbuatan dan bukan sekedar lisan semata.”

Sedangkan makna taubat sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti). Jika keempat hal itu telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ أَكْثَرَ اْلاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rezeki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Al-Mustadrak, 4/262)

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa para ulama berkata, “Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga:

1. Hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut.

2. Hendaknya ia menyesali perbuatan (maksiat) nya.

3. Hendaknya ia berupaya untuk tidak mengulanginya lagi.

Jika salah satu syarat hilang, maka taubatnya tidak sah.

Jika taubatnya berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas kemudian ditambah dengan satu syarat lagi yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain.

Jika berupa harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya, dan jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Hasan Al-Bashri berkata, “Wahai anak Adam, jangan membebani kegelisahan rezeki satu tahun di dalam satu hari. Cukup hari ini dengan apa yang kamu miliki pada hari ini. Jika memang tahun ini kamu masih diberi umur, Allah pasti akan mengaruniakan rezeki-Nya kepadamu. Namun, jika umurmu tidak mencapai tahun ini, menurutku, kamu telah menuntut apa yang bukan hakmu.”

Rezeki yang cukup dan berkah menjadi sarana memenuhi kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Oleh karena itu, surah Yasin kita jadikan sebagai wasilah (sarana) memohon kepada Allah SWT agar kita diberi rezeki yang sarat berkah. Rasulullah ﷺ bersabda :

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim)

Mari bersama kita memohon kepada Allah SWT agar menganugerahkan sifat qana’ah, menjadikan kita rida dengan segala apa yang Dia berikan kepada kita. Kita berlindung kepada Allah SWT agar tidak menjadi manusia yang lebih lebih sibuk dalam urusan dunia hingga lupa kehidupan di akhirat.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat Kedua

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

فياأيها الناس اتقوالله. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

وَمَنْ يَتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Pada khutbah yang kedua ini, khatib kembali mengajak diri khatib pribadi dan jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan iman dan takwa kepada Allah ﷻ dengan segenap daya dan upaya.

Kemudian dari khutbah yang pertama tadi dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwasannya telah disyariatkan oleh Allah ﷻ kepada kita untuk senantiasa beristighfar dan bertaubat dengan lisan yang disertai perbuatan. Karena istighfar dan taubat dengan lisan semata tanpa disertai dengan perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.

2. Bahwasannya dengan istighfar dan taubat, Allah ﷻ akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya, Allah ﷻ akan menurunkan hujan yang lebat, Allah ﷻ akan memperbanyak harta dan anak-anak, Allah ﷻ akan menjadikan untuknya kebun yang di dalamnya mengalir sungai-sungai.

Jadi dengan istighfar dan taubat, Allah ﷻ akan membukakan pintu-pintu rizki dan keberkahan baik dari langit maupun dari bumi.

Karena itu, marilah pada kesempatan ini kita berdoa kepada Allah ﷻ, memohon ampunan atas segala dosa dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang pandai beristighfar agar Allah ﷻ senantiasa membukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ

اَللَّهُمَّ أَعْتِقْ رِقَابَنَا مِنَ النَّارِ وَأَوْسِعْ لَنَا مِنَ الرِّزْقِ فِي الْحَلاَلِ، وَاصْرِفْ عَنَّا فَسَقَةَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ

اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ 

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI. Artikel lain tentang keislaman bisa dibuka www.hidayatullah.com.  Naskah ditulis Tim Ulin Nuha Ma’had Aly An-Nuur

Suara Tidak Seperti Harapan, Caleg Tarik Bantuan Semen dari Masjid

Pemilihan Umum (Pemilu) meninggalkan berbagai cerita, mulai dari anggota KPPS yang mengenakan pakaian tradisional, calon anggota legislatif yang menggunakan poto dengan pakaian tokoh di film hingga calon anggota legislatif yang menarik kembali bantuanya setelah mengetahui suaranya tidak berbanding lurus dengan apa yang diharapkan, kejadian penarikan kembali bantuan tidak sepenuhnya inisiatif calon karena di posisi caleg terdapat timses yang menemani dan memberikan masukan.

Dilansir dari laman detik.com Calon anggota legislatif (caleg) DPRD NTB dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bernama Baiq Sri Ratna Puspa Riani angkat bicara perihal pengambilan kembali bantuan 30 sak semen ke masjid di Dusun Selebung 1, Desa Selebung, Lombok Tengah. Baiq Ratna mengaku bukan dia yang mengambil semen tersebut, melainkan tim suksesnya.
Ia mengeklaim tim sukses menarik kembali sumbangan semen tersebut lantaran dihubungi terlebih dahulu oleh warga setempat. Wargalah yang pertama kali berinisiatif mengembalikan semen lantaran suara Baiq Ratna di tempat pemungutan suara (TPS) daerah setempat rendah.

“Jadi bukan caleg yang ambil, tim sukses. Karena memang awalnya mereka (warga) sendiri yang mau mengembalikan. Mereka sendiri pengurusnya yang telepon untuk mengembalikan,” kata Baiq Ratna saat dihubungi detikBali, Rabu (21/2/2024).

“Pengurus masjid di sana yang nyuruh mengambil (semen) berdasarkan kesepakatan sama masyarakat mereka,” sambungnya.

Saat timses Baiq Ratna baru mengambil tiga dari 30 sak semen, mereka kemudian berhenti mengambilnya. Hal itu dilakukan karena banyak masyarakat yang menonton dan tak ingin memicu kegaduhan.

Baiq Ratna menyebut hanya memperoleh tiga suara di TPS yang tak jauh dari masjid tersebut. Namun, Baiq Ratna mengaku legawa dan ikhlas menyumbang semen.

Ia juga menjelaskan sumbangan semen tersebut mulanya diperuntukkan kepada warga, bukan ke masjid. Namun, warga memilih menempatkan sebagai sumbangan ke masjid.

“Kami legawa saja. Kami akan koordinasi lagi, kalau beramal itu untuk jemaah di sana bukan saya nyumbang ke masjid,” jelasnya.

Baiq Ratna mengatakan perolehan suara di TPS tersebut tidak sesuai yang diharapkan dan komitmen warga. Padahal sebelumnya warga melalui kepala dusun (kadus) juga sepakat akan mendukungnya.

Baiq Ratna bakal menerima semen tersebut jika warga yang langsung mengembalikannya. “Namun itu apa kata tim sukses karena semen itu bukan punya tiang (saya). Semen itu modal tim sukses yang punya iuran. Jadi nggak bisa mengembalikan ke saya langsung. Mereka harus kerja sama dengan tim,” pungkasnya.

Sebelumnya, Baiq Sri Ratna Puspa Riani disebut-sebut mengambil kembali bantuan semen ke masjid di Dusun Selebung 1, Senin (19/2/2024) malam. Pemicunya diduga karena suara caleg DPRD Provinsi NTB di daerah itu kecil.

Timses caleg PKS diketahui mengambil kembali bantuan semen sebanyak 30 sak. Dalam video tersebut, tampak dua orang timses caleg PKS mengangkut kembali bantuan semen yang telah berada di masjid menggunakan mobil pikap hitam.

Peristiwa tersebut juga disaksikan puluhan warga sekitar masjid. Sejumlah warga tampak kesal dengan aksi timses tersebut yang dianggap tidak ikhlas memberikan bantuan ke masjid.

ISLAMKAFFAH

Kandungan Hadis: Keutamaan Menunjukkan Kebaikan

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه

Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan (kepada orang lain), maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya. (HR. Muslim)

Penjelasan hadis

Hadis ini jika ditinjau dari tiga sisi, maka mengandung pertanyaan: Bagaimana cara menunjukkan kepada kebaikan? Siapa yang ditunjuki kebaikan? Dan apa wujud dari kebaikan yang diajarkan tersebut?

Pertama, bagaimana cara menunjukkan kebaikan?

Menunjukkan kebaikan itu cakupannya luas dan tidak hanya dengan ceramah saja. Ia bisa menunjukkan kebaikan dengan lisan, tulisan, atau perbuatan. Dengan lisan, misalnya ia mengajarkan membaca Al-Qur’an, menghafal surah-surah pendek, atau mengajak kepada kebaikan dan ketaatan, serta mencegah dari kemungkaran.

Umat Islam disebut oleh Allah Ta’ala sebagai umat yang terbaik karena adanya ibadah amar makruf nahi munkar (saling mengajak kepada kebaikan dan melarang dari perbuatan keburukan).

Allah Ta’ala berfirman,

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …” (QS. Ali Imron: 110)

Ketika mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka yang perlu diperhatikan adalah nasihat tersebut disampaikan dengan ilmu, lemah lembut, adil, dan melihat kondisi orang yang akan diberikan nasihat. Kemudian, cara menunjukkan kebaikan dengan tulisan atau perbuatan, misalnya dengan menulis nasihat-nasihat yang kemudian dibagikan ke media sosial, mencetak poster ilmu agama dan ditempel ke masjid atau majalah dinding, senyum, salam, sapa, teladan yang baik, dan akhlak yang santun (jujur, tanggung jawab, adil, dan sebagainya).

Kedua, siapa yang ditunjuki kebaikan?

Nabi shallallahu ’alaihi wasallam dalam hadis ini tidak membatasi siapa yang harus ditunjukkan kepada kebaikan. Maka, objek yang akan ditunjuki kebaikan adalah semua orang, sekalipun ia atheis atau manusia yang paling jahat (misal: Fir’aun).

Allah Ta’ala berpesan kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam,

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى. فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka, berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. Mudah-mudahan ia ingat atau takut. (QS. Thaha: 43-44)

Fir’aun saja yang mengakui diri sebagai Tuhan, Allah perintahkan untuk menasihatinya dengan lemah lembut. Apalagi kepada sesama muslim?

Dari sekian banyak manusia yang hidup di muka bumi ini, maka ada prioritas siapa saja yang didahulukan untuk ditunjuki kepada kebaikan. Yang paling utama didahulukan adalah keluarga. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ ٱلْأَقْرَبِينَ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara: 214)

Begitu ayat ini turun, Abu Hurairah berkata bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mengumpulkan keluarganya dari satu suku, satu buyut, satu kakek, hingga istri dan anak beliau yang ada di kota Makkah. Lalu, beliau bersabda,

يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا

“Wahai orang-orang Quraisy, atau ucapan yang serupa dengannya, belilah diri kalian dari Allah. Saya tidak mampu menolong kalian sedikit pun dari Allah. Wahai Bani Abd Manaf, saya tidak mampu menolong kalian sedikit pun dari Allah. Wahai Abbas bin Abdul Muththalib, saya tidak mampu menolong kamu sedikit pun dari Allah. Wahai Shafiyah bibi Rasulullah, saya tidak mampu menolong kamu sedikit pun dari Allah. Wahai Fathimah binti Muhammad, mintalah kepadaku apa yang engkau inginkan dari hartaku, tetapi saya tidak mampu menolong kamu sedikit pun dari Allah (di hari kiamat kelak jika engkau tidak beriman).” (HR. Bukhari)

Nabi  shallallahu ’alaihi wasallam sangat memprioritaskan dakwah dan mengajak kepada kebaikan dalam keluarga. Oleh karenanya, orang-orang yang pertama masuk Islam kebanyakan dari keluarga beliau. Dan dakwah kepada keluarga hukumnya adalah fardhu ‘ain (wajib).

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6)

Kemudian, setelah keluarga, baru menunjukkan kebaikan tersebut kepada tetangga, teman, lalu orang yang dikenal maupun tidak dikenal.

Ketiga, apa wujud dari kebaikan yang diajarkan?

Kebaikan itu ada yang dalam urusan agama (ilmu syar’i) dan ada yang perihal dunia. Ketika kita menunjukkan suatu ilmu agama kepada orang lain, walaupun kita tidak melakukannya (karena lupa, sakit, atau tidak mampu), maka saat orang lain mengamalkannya, maka kita akan mendapatkan pahalanya. Sehingga, ilmu agama menjadi prioritas utama untuk kita berikan dan tunjukkan kepada orang lain.

Ilmu agama yang diajarkan bisa dari yang paling sederhana seperti adab dan akhlak sehari-hari.

Umar bin Abi Salamah berkata, Rasulullah  shallallahu ’alaihi wasallam bersabda kepadaku,

يا غُلامُ، سمِّ اَلله، وكُلْ بِيَمِينِك، وكُلْ ممَّا يَلِيكَ فما زَالَتْ تِلك طِعْمَتِي بَعْدُ

“Wahai anak kecil! Ucapkanlah, ‘Bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang terdekat darimu! Maka, hal ini senantiasa menjadi kebiasaan makanku setelah itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, juga dapat berupa hal dasar, semisal tata cara beribadah, membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar (tahsin), prinsip-prinsip beragama (akidah), dan cara mengenal dan mengesakan Allah (tauhid).

Kemudian, menunjukkan kebaikan dari sisi duniawi, semisal ilmu kedokteran modern atau tradisional, ilmu-ilmu teknik, resep masakan, dan sebagainya. Ada banyak sekali manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain dengan ilmu-ilmu dunia yang kita miliki.

Semoga bermanfaat

***

Penulis: Arif Muhammad N.

Sumber: https://muslim.or.id/91654-keutamaan-menunjukkan-kebaikan.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Saat Usia Mencapai 40 Tahun, Apa yang Perlu Dilakukan?

Betapa banyak dari kita yang terperdaya oleh dunia dan jauh dari mengingat kematian. Kita sibuk dengan berbagai aktivitas keduniawian, detik demi detik terlena dengan gemerlap dan kesibukan dunia. Kita mengerjakan ibadah wajib sekenanya, apalagi ibadah yang sunah, akan mudah untuk ditinggalkan, toh hanya sekedar ibadah sunah. Secara tidak sadar kita pun merasa bahwa kematian itu masih jauh dari hidup kita? Bagaimana tidak, kita merasa fisik kita masih baik, akal pikiran masih belum menua, dan belum ada tanda-tanda keriput di badan. Sadar atau tidak, kita asosiasikan kematian itu dengan usia lanjut, atau ketika kita terbaring di ICU, atau ketika sudah berjalan memakai tongkat. Adapun sekarang, maka belum saatnya mati.

Kita diajarkan bahwa hidup ini butuh “jeda”, jeda untuk introspeksi diri terhadap apa yang telah kita perbuat di kehidupan ini. Jeda untuk menghisab amal perbuatan kita, menghitung-hitung dosa dan kesalahan kita, lalu berusaha untuk memperbaiki kualitas diri dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Kita menjauh sejenak dari gemerlap kehidupan dunia, untuk menyendiri, menghadap Allah Ta’ala, memohon ampunan dan bertobat kepada-Nya. Dan di antara “jeda” itu adalah di saat usia kita telah mencapai 40 tahun. Namun, perlu diketahui bahwa “40 tahun” yang dimaksud dalam artikel ini adalah berdasarkan perhitungan Hijriyah, bukan Masehi.

Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia pun berdoa,

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaf: 15).

Imam Malik rahimahullah berkata,

أَدْرَكْتُ أَهْلَ العِلْمِ بِبَلَدِنَا وَهُمْ يَطْلُبُوْنَ الدُّنْيَا ، وَيُخَالِطُوْنَ النَّاسَ ، حَتَّى يَأْتِيَ لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً ، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمْ اِعْتَزَلُوْا النَّاسَ

“Aku mendapati para ulama di berbagai negeri, mereka sibuk dengan aktivitas dunia dan pergaulan dengan sesama manusia. Ketika mereka sampai usia 40 tahun, mereka pun menjauh dari manusia.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, 14: 218)

Abdullah bin Dawud rahimahullah berkata, “Kaum salaf, apabila di antara mereka ada yang sudah berumur 40 tahun, ia mulai melipat kasur, yakni tidak akan tidur lagi sepanjang malam, selalu melakukan salat, bertasbih, dan beristigfar. Lalu mereka mengejar segala ketertinggalan pada usia sebelumnya dengan amal-amal (saleh) di hari sesudahnya.” (Ihya Ulumiddin, 4: 410)

Oleh karena itu, apabila usia kita telah mencapai 40 tahun, hendaknya kita mulai sibuk dengan ibadah dan amal saleh. Karena usia 40 tahun adalah di antara tanda peringatan, bahwa kita tidak akan lama lagi hidup di dunia. Bukankah kita telah mengetahui, Nabi shallallahu shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur umatku adalah antara 60 hingga 70 tahun, dan hanya sedikit yang umurnya lebih dari itu.” (HR. Ibnu Majah no. 4236, Syekh Al-Albani mengatakan: hasan shahih)

Jadi, usia 40 tahun itu ibarat pertengahan dan persimpangan jalan, yang ujungnya adalah surga atau neraka. Masa itu adalah masa untuk berbenah memperbaiki diri, bukan sebaliknya, justru semakin berambisi mengejar dunia, semakin sibuk hura-hura dan foya-foya, lalai dalam beribadah, dan tenggelam dalam hal-hal lainnya yang tidak bermanfaat kebaikan bagi kehidupan akhiratnya.

Usia 40 tahun ini juga ibarat ujian untuk memperbaiki diri. Apabila lulus, maka insya Allah hari-hari berikutnya akan dimudahkan untuk beramal saleh. Apabila tidak lulus, maka semakin tua akan semakin menjadi (dalam maksiat), kecuali yang Allah Ta’ala berikan taufik dan hidayah. Sampai-sampai Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Siapa saja yang telah mencapai usia 40 tahun dan amal kebaikannya belum mengalahkan keburukannya, maka hendaknya ia bersiap-siap ke neraka.” (Bahrud Dumuu’, hal. 57)

Apabila belum juga bertobat dan terus menumpuk dosa, bisa jadi dampak dari dosa tersebut akan segera dia rasakan, cepat atau lambat. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

لا تغتر إذا لم تر أثر ذنبك في حينه .فقد تجد أثره بعد أربعين سنة

“Janganlah tertipu ketika engkau tidak melihat efek dosa pada saat engkau melakukannya. Terkadang efek dosa tersebut engkau rasakan setelah 40 tahun.” (Ad-Daa’ wad Dawa’, hal. 130)

Semoga Allah Ta’ala mengampuni segala dosa dan kesalahan kita, dan memberikan kita taufik untuk senantiasa bertakwa kepada-Nya.

***

@Kantor Pogung, 11 Sya’ban 1445/ 21 Februari 2024

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/91969-saat-usia-mencapai-40-tahun-apa-yang-perlu-dilakukan.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Polemik Umrah Backpacker Diperbolehkan Pemerintah Arab Saudi dan MUI, tapi Jangan Tinggal di Masjid

Ibadah Umrah merupakan dambaan setiap muslim untuk datang ke Madinatul Munawwarah berziarah ke Rasulullah dan bersimpun di Ka’bah yang berada di Makkah Al Mukarramah. Beberapa tahun yang lalu ibadah umrah hanya dapat dilaksanakan dengan melalui travel Haji dan Umrah namun sejak pemerintah Arab Saudi membuka Umrah dapat dilakukan dengan visa turis maupun bisnis sehingga banyak dari muslim yang dapat umrah sendirian tanpa melalui pihak travel yang disebut sebagai umrah backpacker. Kebijakan pemerintah Arab Saudi tidak sejalan dengan Kementerian Agama (Kemenag) yang tetap menginginkan jamaah berangkat melalui travel umrah dan haji.

Dilansir dari laman detik.com Kementerian Agama melarang umrah backpacker dan umrah mandiri. Tetapi, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis justru mengijinkannya.
Umrah backpacker tengah menjadi polemik. Kiai Cholil menilai kini akses semakin mudah untuk keliling dunia, termasuk umrah.

“Saya pikir ke depan memang kita makin mudah untuk akses keliling di dunia, apalagi cuma umrah gitu kan, lebih dekat dari kita, orang bisa berangkat sendiri, melaksanakan, apalagi ibadahnya ibadah sunah,” kata Kiai Cholil seperti dikutip dari detikHikmah, Rabu (21/2/2024).

Kiai Cholil menjelaskan umrah backpacker pas dilakukan oleh mereka yang menyukai bepergian sendirian. Pesawat dan transportasi umum sudah mendukung jemaah untuk bisa mendatangi tempat-tempat umrah.

Meski demikian, ia mengimbau agar masyarakat Indonesia tetap menjaga nama baik negara ketika umrah backpacker. Jangan sampai bisa pergi sendiri namun tidak bisa pulang.

“Saya berharap meminta kepada masyarakat yang ingin umrah backpacker berangkat sendiri silakan dicoba. Saya sudah pernah mencobanya asyik dan nyaman. Yang kedua, tapi perhatikan, tolong bawa nama Indonesia yang baik, jangan sampai pergi ke sana, tidak bisa pulang,” kata Kiai Cholil.

Ia juga menuturkan agar masyarakat memastikan tempat tinggal yang baik selama melakukan umrah backpacker.

“Karena barangkali ada backpacker, tidak ada tempat tinggalnya. Jangan sampai tinggal di masjid,” kata dia.

Kiai Cholil juga menegaskan masyarakat yang ingin melakukan umrah backpacker menjaga etika dan berlaku baik.

“Itu harga diri orang Indonesia ya, jangan sampai berangkat ke sana hanya tidur, balik-balik dari masjid. Mungkin sampai ya ganti-ganti baju dan mandi di masjid itu saya pikir tidak baik. Siapkan minimal, ada tempat tinggal, sehingga ke masjid dalam keadaan bersih dan tidak kotori masjid,” ujar dia.

Pemerintah Arab Saudi juga sudah mempermudah penerbitan visa elektronik dan informasi umrah. Mereka merilis aplikasi Nusuk. Visa wisata dan bisnis juga sudah bisa digunakan untuk umrah sekaligus.

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) juga menyarankan agar kemenag tanggap terhadap tren umrah backpacker. Semestinya, kemenag tidak perlu melarang umrah backpacker, tetapi membuat regulasi dan aplikasi sehingga bisa memantau jemaah Indonesia yang melakukan umrah backpacker atau umrah mandiri.

Ketua MPR Bambang Soesatyo juga menyarankan agar kemenag mengkaji tren baru itu. Dia tetap mengingatkan keselamatan dan kenyamanan jemaah harus diutamakan.

Sebelumnya, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) Jaja Jaelani melarang umrah backpacker dan umrah mandiri. Dia menyebut umrah backpacker bertentangan dengan regulasi yang ada di Indonesia. Dia juga menduga ada orang dalam Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) meloloskan jemaah dengan umrah backpacker.

ISLAMKAFFAH

Kisah Detil Prof Jeffrey Lang Menjadi Mualaf, Awalnya Sangat tidak Percaya Tuhan

Prof Jeffrey Lang menjadi mualaf setelah berinteraksi dengan Alquran.

Rasa ketidak percayaan Jeffrey Lang akan Tuhan bukan lahir secara tiba-tiba. Masa kecil yang sulit, penderitaan yang tak berkesudahan yang dialami ibunya membuatnya tidak percaya akan kehadiran Tuhan. Ditambah lagi dengan kekerasan dan pembunuhan, yang dengan mudah ia jumpai di depan mata, membuatnya yakin, tidak ada Tuhan di dunia ini.

“Mengapa harus terjadi kekerasan? Mengapa Tuhan menciptakan dunia yang cacat dan kejam?” Pertanyaan-pertanyaan itu terus mengganggu pikirannya. 

Jika memang Tuhan ada, kata Lang, Tuhan seharusnya tidak membiarkan ibunya, seumur hidupnya menderita karena harus menikah dengan seorang laki-laki yang bengis. Ibu adalah seorang perempuan berhati lembut, hingga orang-orang menyebutnya sebagai orang suci.

Pertanyaan—pertanyaan dan keraguan akan Tuhan, semakin menumpuk dalam diri Jeffrey Lang. Mengapa Tuhan membiarkan yang kuat menganiaya dan menindas yang lemah? Mengapa Dia diam saja melihat kekerasan sedemikian hebat?

“Aku ingin tahu mengapa, dan aku menuntut sebuah jawaban. Aku tak peduli apakah jawaban itu datang dari surga atau neraka, dari malaikat atau setan, dari paus atau charles Manson. Aku hanya menginginkan sebuah penjelasan yang meyakinkan dan logis. Aku hanya ingin mengetahuinya kebenaran yang sebenar-benarnya.” ujar Lang dalam bukunya, ‘Aku Beriman, Maka Aku Bertanya’

Jeffrey Lang adalah seorang pakar Matematika, seorang guru besar di Universitas San Fransisco.  Jeffrey dilahirkan dalam sebuah keluarga penganut paham Katolik Roma di Bridgeport, Connecticut pada 30 Januari 1954. Namun memutuskan menjadi seorang ateis ketika berusia 16 tahun. Jika Tuhan itu ada, dan Dia punya belas kasih dan sayang, lalu kenapa ada begitu banyak penderitaan di atas bumi ini? Kenapa Dia tidak masukkan saja kita semua ke dalam surga? Kenapa juga dia menciptakan orang-orang di atas bumi ini dengan berbagai penderitaan?” 

Kisah pertemuannya dengan Islam dimulai saat dia pindah ke San Fransisco di tahun 1982 dan menjadi pengajar di sana, di usia yang masih terbilang muda, 28 tahun, Jeffrey bekerja di Universitas San Francisco (USF).

“Segera setelah bekerja di sini, aku menjalin persahabatan yang akrab dengan sebuah keluarga muslim, tiga bersaudara dari Arab Saudi. Mereka adalah mahasiswa-mahasiswa USF, Mahmoud, Umar, dan Regina Qandeel dua lelaki dan seorang perempuan yang semuanya berumur dua puluhan tahun,” ujar Jeffrey.

Kepada keluarga Muslim itu, Jeffrey banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang keraguannya pada keberadaan Tuhan. Hingga pada suatu ketika, salah satu dari tiga bersaudara itu, Qandeel meninggalkan sebuah buku tebal bersampul hijau bertuliskan The Holy Qur’an di mejanya.  “Aku menangkap maksudnya, agar aku membacanya sendiri bila masih mempunyai banyak pertanyaan-pertanyaan yang lain tentang Islam.” Kata Jeffrey.

Jeffrey mulai membaca Terjemahan Alquran dalam bahasa inggris tersebut. Ia membacanya perlahan dan menganggap bahwa semua Alquran berisi sama, pujian-pujian terhadap Tuhan. Kemudian mulai membuka surat kedua, Al Baqarah dan membacanya secara perlahan. Namun ketika sampai pada ayat ke 30-39, yakni kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan bagaimana dia ditunjuk menjadi Khalifah di Bumi,  Jeffrey terus mengulang-ulangnya. Dalam kitab suci agama lain, penurunan Adam ke bumi adalah sebuah hukuman, tetapi berbeda dengan yang dikisahkan dalam Alquran.

“Aku membaca ayat-ayat itu beberapa kali, tetapi tak kunjung dapat menangkap apa persisnya yang hendak dikatakan Alquran. Bagiku, Alquran sepertinya sedang menyampaikan sesuatu yang sangat mendasar atau mungkin keliru. Aku membaca lagi ayat 30 secara perlahan dan saksama, baris demi baris, untuk memastikan apakah ayat ini menyampaikan sebuah paparan yang logis,” ungkapnya.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusuhan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. 2: 30)

Mula-mula, aku bertanya apakah penulisnya salah dengar atau salah paham soal kisah tradisional tentang Adam dan Hawa, sebab ayat tersebut menolak seluruh inti kisah dan tujuan penciptaan mereka. Tetapi, setelah membacanya untuk kedua, ketiga, dan keempat kalinya, aku mulai merasakan bahwa penulisnya sengaja mengubah dan memodifikasi detail-detail cerita kuno itu.

“Allah memfirmankan ayat ini di surga dengan maksud memberitahu para malaikat bahwa Dia akan menempatkan manusia di bumi untuk mewakili-Nya: “Sesungguhnya, Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Tuhan salah, protesku. Manusia ditempatkan di bumi bukan untuk berbuat kebaikan; manusia ditempatkan di bumi sebagai hukuman lantaran dosa Adam.  Aku mulai mendebat Tuhan, yang bahkan seharusnya aku tidak mempercayai adanya Tuhan. Aku Atheis,” ujarnya. 

Tetapi, tiada kata-kata dalam ayat tersebut yang menceritakan kesalahan Adam atau Hawa, dan seperti dituturkan ayat-ayat selanjutnya, tak ada informasi perihal dosa itu. Seolah keraguanku diwakilkan oleh para Malaikat yang kemudian bertanya, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan Engkau?” 

Di sini, malaikat-malaikat itulah yang ingin mengembalikan cerita tersebut kepada kisah tradisionalnya, kisah yang telah kudengar sejak kecil. Pada dasarnya, mereka bertanya: Mengapa Tuhan menciptakan makhluk yang penuh dosa dan kekasaran ini? Mengapa Engkau menempatkan di muka bumi makhluk yang akan mendatangkan kerusakan? Mengapa Engkau menciptakan makhluk yang penuh kekurangan, padahal Engkau dapat menciptakan kami, malaikat? Mereka berterus terang, “padahal kami senantiasa bertasbih, dengan memuji dan mensucikan engkau,?” Pertanyaan malaikat ini tentunya sangat signifikan sebab dilontarkan di dalam surga.

Kenapa Tuhan menciptakan makhluk yang jahat ini dan menempatkannya di bumi, padahal bisa saja Tuhan dengan gampangnya menciptakan malaikat dan menempatkannya di surga? Inilah pertanyaanku!

Hidupku dihantui oleh tiga atau empat pertanyaan ini. Aku merasa seolah-olah Alquran sedang mengaduk-aduk emosiku, menggunakan kisah tersebut untuk memprovokasiku. Lalu, masalahnya menjadi semakin kacau ketika Tuhan menjawab pertanyaan malaikat-malaikat itu dengan sekadar berkata, “Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Seakan-akan, Dia berkata, “Aku tahu persis apa yang sedang Kulakukan.” 

Allah kemudian memperlihatkan kepada para malaikat tentang kemampuan akal manusia, bahwa manusia dikaruniai akal untuk membuat sebuah pilihan, yang baik atau yang buruk. Allah memberikan Nabi Adam kemampuan intelektual, bisa belajar bahasa, dan mempelajari benda-benda yang ditemui di bumi. 

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama (benda-benda), kemudian memperlihatkannya kepada para malaikat, dan Dia berfirman: sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar.” (QS. 2: 31)

Yang kemudian dijawab oleh malaikat bahwa mereka tidak mampu untuk mengetahui, selain apa-apa yang telah ditunjukkan oleh Tuhan kepada mereka. “Maha Suci Engkau, tak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. 2:32)

Ayat ketiga puluhan surat Al Baqarah ini memberikan banyak pencerahan terhadap Jeffrey Lang. Informasi yang selama ini meragukannya dalam ajaran agama lain seperti tentang dosa turunan manusia, tentang kenapa manusia diturunkan ke bumi, tentang kesalahan nabi Adam, dan lainnya, terjawab surah dengan gamblang dalam Alquran. Termasuk tentang tujuan diturunkannya manusia ke bumi sebagai khalifah.

Sejak saat itu, Lang pun memutuskan masuk Islam dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Dia menjadi seorang mualaf pada awal 1980. Ia mengaku bahwa dengan menjadi seorang Muslim, banyak sekali kepuasan batin yang didapatkannya.

Itulah kisah perjalanan spiritual sang profesor yang juga meraih karier bagus di bidang matematika. Dia mengaku sangat terinspirasi dengan matematika yang menurutnya logis dan berisi fakta-fakta berupa data riil untuk mendapatkan jawaban konkret.

‘Dengan cara seperti itulah, saya bekerja. Ada kalanya, saya frustasi ketika ingin mencari sesuatu, tapi tidak mendapat jawaban yang konkret. Namun, dengan Islam, semuanya rasional, masuk akal, dan mudah dicerna,” tukasnya.

IQRA REPUBLIKA

Doa Malam Nisfu Sya’ban dari Syaikh Abdul Qadir Al Jailani

Malam Nisfu Sya’ban tahun 2024 akan jatuh pada 15 Sya’ban 1445 Hijriyah, atau bertepatan dengan hari Ahad Pahing tanggal 25 Februari 2024. Pada momentum malam ini banyak amalan amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Salah satunya yang banyak dilakukan adalah membaca doa malam Nisfu Sya’ban. Nah berikut salah satu doa malam Nisfu Sya’ban dari Syaikh Abdul Qadir Al Jailani.

Doa ini terdapat dalam kitab Kanzun Najah Was Surur karya Syaikh Abdul Hamid Bin Muhammad Ali Bin Abdul Qadir Qudsi Al Makki halaman 163 berikut:

، وذكر في ” سفينة العلوم ” دعاء نصف شعبان للقطب الرباني، سيدي عبد القادر الجيلاني، قدس الله سره ورضي ولعله مذكور في غير ” الغنية ” من مؤلفاته ؛ وهو : اللهم ، إِذْ طَلَعَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ عَلَى خَلْقِكَ .. فَعُدْ عَلَيْنَا بِمَنَّكَ وَعِتْقِكَ ، وَقَدَّرْ لَنَا مِنْ فَضْلِكَ وَاسِعَ رِزْقِكَ ، وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يَقُومُ لَكَ فِيهَا بِبَعْضِ حَقَّكَ الله ؛: اللهم مَنْ قَضَيْتَ فِيهَا بِوَفَاتِهِ .. فَأَقْضِ مَعَ ذَلِكَ لَهُ رَحْمَتَكَ ، وَمَنْ قَدَّرْتَ طُولَ حَيَاتِهِ .. فَاجْعَلْ لَهُ مَعَ ذَلِكَ نِعْمَتَكَ ، وَبَلِّغْنَا مَا لَا تَبْلُغُ الْآمَالُ إِلَيْهِ ، يَا خَيْرَ مَنْ وَقَفَتِ الْأَقْدَامُ بَيْنَ يَدَيْهِ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ ، وَصَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْر خَلْقِهِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.


Allahumma, idz thal’at lailatu an-nushfi min Sya’bana ‘ala khalqika.. Fa’ud ‘alaina bimannaka wa ‘itiqa, wa qaddar lana min fadlika waasi’a rizqika, waj’alnā mimman yaqumu laka fihā biba’dhi haqqika.

Allahumma man qadhaita fihā bi wafātihi.. Fa’qdi ma’a dzalika lahū rahmataka, wa man qaddarta thula hayātihi.. Faj’al lahū ma’a dzalika ni’mataka, wa ballighnā mā lā tablughu al-āmālu ilaihi, ya khayra man waqafat al-aqdāmu bayna yadayhi ya rabba al-‘alamin, bi rahmatika ya arhama ar-rahimīn.

Wa shallallahu ta’ālā ‘ala sayyidina Muhammadin khayra khalqihi, wa ‘ala ālihi wa ṣaḥbihi ajma’īn.


Artinya:”Dan disebutkan dalam kitab Safinatul Ulum doa nisfu sya’ban milik Al Quthb Ar Rabbani Sayikh Abdul Qadir Al Jailani semoga Allah mensucikan dan meridhainya. Dan juga mungkin disebutkan dalam kitab karangan beliau selain kitab Al Ghunyah. Doa tersebut sebagai berikut:

Ya Allah, ketika malam pertengahan bulan Sya`ban telah menyingsing atas ciptaan-Mu. maka karuniakanlah kepada kami karunia-Mu dan kemerdekaan-Mu, dan jadikanlah bagi kami karunia-Mu dan limpahkan rezeki-Mu, dan jadikan kami termasuk orang-orang yang melaksanakan hak-Mu di bulan sya’ban. 

Ya Allah Barangsiapa yang Engkau tetapkan kematiannya di dalamnya, karuniakanlah kepadanya rahmat-Mu, dan barangsiapa yang Engkau panjangkan umurnya, limpahkanlah kepadanya nikmat-Mu, dan sampaikan kepada kami harapan harapan yang tak tercapai. wahai dzat yang terbaik yang sebelumnya tangan kaki dapat berdiri, ya Tuhan semesta alam, dengan rahmat-Mu, ya Yang Maha Penyayang di antara orang-orang yang penyayang, semoga rahmat Allah SWT dan salam atas nabi muhammad saw ciptaan terbaik. pada keluarganya dan semua sahabatnya.”

Demikian doa malam nisfu sya’ban dari Syaikh Abdul Qadir Al Jailani semoga bermanfaat Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Pentingnya Manasik Haji Sebelum Melaksanakan Ibadah Haji

Perlu ilmu manasik sebelum melaksanakan ibadah haji.

Sebagai umat muslim yanag ingin menjalankan ibadah haji, tentunya perlu mengetahui tata cara beribadahnya. Karena ibadah tersebut tidak setiap hari dilakukan umat muslim dan hanya orang – orang yang mampu untuk berangkat ibadah dan haji. Tentunya perlu ada pembelajaran terkait ibadah tersebut, yaitu manasik haji.

Salah satu kewajiban bagi umat Islam sebelum mengerjakan suatu ibadah adalah mengetahui tata caranya dengan benar, agar ibadah yang dilakukan menjadi sah, seperti ibadah haji misalnya. Orang yang hendak melaksanakan kewajiban rukun Islam yang kelima itu harus tahu semua syarat dan rukunnya, kewajiban dan larangannya, serta hal-hal yang bisa merusak sahnya haji.

Dalam memudahkan semua jamaah haji dalam melaksanakan rukun Islam yang kelima tersebut. Jamaah akan tahu mana yang harus dilakukan saat beribadah dan yang harus ditinggalkan, sehingga bisa menjadikan ibadah hajinya sah. Karena itu, salah satu pesan Imam Nawawi sesuai dalam kitabnya.

“Tidak sewajarnya orang yang hendak menunaikan ibadah haji untuk tidak mempelajarinya. Saya (Imam Nawawi) tidak hanya membahas seputar haji yang dibutuhkan pada umumnya, namun juga saya jelaskan semua hal-hal yang dibutuhkan oleh orang yang hendak berhaji, sekira tidak ada lagi yang tersisa baginya dari persoalan haji, dan (kitab ini sudah lengkap) sehingga tidak butuh untuk bertanya pada seorang pun,” kata Imam Nawawi, dikutip dari kitabnya Al-idhah fi Manasik al-Hajj wal Umrah, Jumat (23/02/2024).

Perintah berhaji ditemukan pula dalam hadis. Bahkan, salah satu hadis sampai mencapai derajat mutawatir mengenai kewajiban haji. Dengan demikian, muatan hadis tentang haji telah dipastikan memiliki hukum wajib. Seperti yang dijelaskan pada Hadist Riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda: 

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” 

IHRAM

3 Keutamaan Nisfu Sya’ban Bagi Umat Muslim

Pada tanggal Sabtu [malam Minggu], 25 Februari 2024 umat Islam akan merayakan malam Nisfu Syaban. Malam tersebut memiliki sejumlah keistimewaan. Tiga di antara keutamaan Nisfu Sya’ban adalah menjadi malam dengan penuh kesucian, Allah akan menjaga dan mengucurkan rezeki pada setiap makhluknya.

Keutamaan Nisfu Sya’ban

Pertama malam Nisfu Sya’ban juga sebagai malam penuh kesucian (lailatul bara’ah). Malam ini mengandung berbagai kebaikan, kemudahan rezeki, dan diampuni berbagai dosa manusia. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menjelaskan kemuliaan dari malam Nisfu Syaban yang dimanfaatkan oleh kalangan sahabat untuk berdoa dan meminta ampunan pada Allah SWT.

Sebab, pada kesucian malam Nisfu Syaban tersebut, Allah menurunkan rahmatnya pada orang yang memohon ampunan pada-Nya.

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا يَوْمَهَا، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مِنْ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطَّلِعَ الْفَجْرَ

Artinya: Ketika malam Nisfu Syaban tiba, maka beribadahlah pada malam harinya dan puasalah di siang harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Ia berfirman:

‘Ingatlah orang yang memohon ampunan kepada Ku maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rezeki kepada-Ku maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepadaKu maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga fajar tiba. (HR Ibnu Majah)

Malam Mustajab Untuk Berdoa

Selain itu malam Nisfu Syaban terkenal sebagai malam penuh kemustajaban permintaan (lailatu al ijabah). Bahkan, Nabi Muhammad SAW bahkan pernah berpesan terkait mustajabnya berdoa saat Nisfu Syaban. Dalam H.R.ad-Dailamy :

خمس ليال لا ترد فيها دعوة : اول ليلة من رجب وليلة النصف من شعبان وليلة الجمعة و ليلتا العيدين


Artinya: Ada lima malam yang tidak akan tertolak ketika berdoa (pada malam-malam tersebut), yaitu malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Syaban, malam Jumat, dan dua malam lebaran (malam Idul Fitri dan Idul Adha). (H.R. ad-Dailamy dari Abu Umamah r.a).

Malam Penuh Ampunan


Selanjutnya, ketiga, istimewaan selanjutnya yakni, malam Nisfu Syaban juga sebagai malam penuh ampunan atau lailu ghufran. Pada malam ini umat Islam seyogianya untuk bertaubat kepada Allah SWT. Sebab pada malam penuh ampunan itu, Allah akan mengampuni seluruh dosa hamba-Nya. Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Thabrani, yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal.

Rasulullah SAW bersabda:

يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ


Artinya: Allah SWT melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nisfu Syaban, lalu memberikan ampunan kepada seluruh makhluk-Nya kecuali kepada orang yang menyekutukan Allah atau orang yang bermusuhan. Demikian semoga bermanfaat.

Demikian penjelasan terkait 3 keutamaan Nisfu Sya’ban bagi umat Muslim. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH