Sidratul Muntaha, Saat Rasulullah Melihat Rupa Asli Jibril

Sidratul Muntaha disebutkan sekali dalam Alquran yaitu pada surat An Najm ayat 14

Umat Islam akan memperingati Isra Mi’raj pada 27 Rajab 1443 Hijriyah atau bertepatan pada 28 Februari 2022. Secara harfiah, Isra Mi’raj berarti perjalanan malam Rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian naik ke Sidratul Muntaha. 

Pakar Tafsir Quran yang juga Dosen Quranic Studies Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ustaz Syahrullah Iskandar menjelaskan kata Sidratul Muntaha disebutkan sekali dalam Alquran yaitu pada surat An Najm ayat 14. Sidrah berarti sejenis pohon rindang sedangkan Muntaha bermakna tempat terakhir. Secara kebahasaan gabungan keduanya bermakna tumbuhan atau pohon sidrah yang tak terlampaui. 

“Sidrah memang sejenis pohon yang kita di Indonesia mungkin menyebutnya dengan pohon bidara. Tentu saja, hakikatnya berbeda dengan yang kita ketahui ataupun bayangkan. Keterbatasan pengetahuan manusia tidak akan mampu menjangkau hakikatnya. Dalam sejumlah riwayat digambarkan daunnya lebar dan rindang, dan keindahannya sulit untuk dibahasakan. Sejumlah riwayat shahih lainnya menyatakan bahwa Sidratul Muntaha berada di langit ke enam, ada juga yang menyebutnya di langit ketujuh. Alquran tidak menjelaskan secara tegas tentang Sidratul Muntaha ini, kecuali dari sejumlah riwayat shahih tentangnya. Kita harus meyakini bahwa Sidratul Muntaha itu ada, namun mengetahui deksripsi detailnya bukanlah sebuah keharusan,” kata ustaz Syahrullah yang juga pengasuh pesantren Bayt Alquran Jakarta.

Imam al-Nawawi menjelaskan alasan penamaan dengan Sidratul Muntaha karena pengetahuan malaikat berakhir sampai di tempat itu, dan tidak ada lagi yang melampauinya kecuali nabi Muhammad SAW. Alquran pun menjelaskan Rasulullah tidak mengalihkan pandangan ke arah yang lain karena menyaksikan keindahan di dalamnya.

Ustaz Syahrullah menjelaskan di Sidratul Muntaha terdapat Jannah Ma’wa, sebuah tingkatan surga yang indah nan lengkap tiada tara yang disediakan bagi hamba Allah yang bertakwa.   Ibadah shalat adalah satu-satunya kewajiban kepada Rasulullah secara lisan (musyafahah) langsung di tempat itu.  Selain itu di Sidratul Muntaha  Rasulullah  melihat Jibril dengan rupa aslinya. 

Tentang apakah Rasul melihat Allah ketika mendapat perintah shalat, Ustaz Syahrullah mengatakan terdapat perbedaan pendapat. Seperti Ibn Abbas mengiyakan, sedangkan Aisyah menolaknya. Syekh Mutawalli al-Sya’rawi menjelaskan bahwa Rasulullah  hanya melihat cahaya secara langsung, karena melihat Allah secara hakiki itu hanya terjadi di akhirat kelak. Adapun Rasulullah melihat Allah dengan mata hatinya semasa di dunia, itu dapat terjadi. 

Sementara itu, Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah berjumpa dengan nabi dan rasul lainnya Ketika dimi’rajkan, seperti Nabi Adam di langit pertama, Yahya dan Isa di langit kedua, Nabi Yusuf di langit ketiga, Nabi Idris di langit keempat, Nabi Harun di langit kelima, Nabi Musa di langit keenam, dan Nabi Ibrahim di langit ketujuh. 

“Harus kita ingat bahwa para nabi dan rasul, meski lahir dari ibu yang berbeda, mereka bersaudara sama penyeru ketauhidan kepada Allah dan meneladankan kebaikan. Pengalaman mengemban dakwah oleh para nabi dan rasul sebelumnya adalah pelajaran bagi Nabi Muhammad. Itulah salah satu hikmah kisah nabi-nabi di dalam Alquran, agar menjadi motivasi bagi diri Rasulullah dalam menghadapi tantangan menebar dakwah Islam,” kata dia.

KHAZANAH REPUBLIKA

Isra Miraj Rasulullah SAW Bukan Mimpi dan Khayalan, Ini Penjelasan Buya Hamka

Isra Miraj merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah SWT

Peristiwa Isra dan Miraj merupakan bentuk dari kuasa Allah SWT untuk memperlihatkan ayat-ayat-Nya kepada Rasulullah Muhammad SAW. 

Ayat mahapenting sekali di antara banyak ayat itu ialah mirajnya ke langit itu. Allah SWT berfirman dalam surat Al Isra ayat 1: 

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Mahasuci Dia, yang telah memperjalankan hambanya di malam hari dari Masjiidil Haram ke Masjidil Aqsa yang kami berkati sekelilingnya, karena hendak Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia adalah Mahamendengar, Mahamelihat.” (QS Al Isra ayat 1)

Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar, mengatakan Dia adalah Mahamendengar dan Mahamelihat akan seluruh alam yang telah dijadikan-Nya.

Pendengaran dan penglihatNya itu meliputi bagi semuanya. Apabila direnungkan bunyi ayat ini lebih dalam, dengan penuh iman akan kekuasaan Tuhan, tidak akan ragu lagi bahwa yang dimaksud dengan hamba-Nya itu ialah diri Muhammad SAW yang hidup, yang terdiri daripada tubuh dan nyawa. 

Sebab itu maka dia Isra dan Miraj pastilah dengan tubuh dan nyawa. Bukan mimpi dan bukan khayalan. Apalagi kemudian beliau sendiri menjelaskan pula dengan buah tuturnya (hadits) apa yang beliau alami itu. 

Hadits-hadits yang sahih dari kitab-kitab sunnah menerangkan bahwa kejadian itu ialah pada malam 27 Rajab, tahun ke-11 daripada kerasulan beliau. 

Beliau sedang tidur di rumah Ummi Hani’ binti Abu Thalib, salah seorang muminat dari keluarga beliau. Beliau sembahyang dahulu di waktu Isya setelah itu beliau tidur. 

Setelah hari Subuh beliau ceritakan kepada Ummi Hani’  bahwa tadi malam beliau diperjalankan dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis. Maka berkatalah Ummi Hani’, “Wahai Nabi Allah! Janganlah engkau ceriterakan hal ini kepada orang, nanti engkau didustakannya dan disakitinya.” Beliau menjawab, “Demi Allah! Mesti aku ceritakan.”  

KHAZANAH REPUBLIKA

Sholat dan Tekad untuk Tidak Masbuk

Seorang karyawan mungkin akan sangat khawatir ketika ia terlambat masuk kantor sebab ancaman pemotongan gaji yang akan ia hadapi. Atau ketika terlambat beberapa saat dari waktu rapat bersama atasan. Hal tersebut dapat menjadikannya merasa sangat bersalah dan menyesal.

Sebuah sikap manusiawi bagi orang-orang yang idealis dan memegang teguh integritas demi sebuah pengabdian dalam pekerjaan. Tapi, adakah sikap yang demikian juga ia miliki saat berurusan dengan Rabbnya? Apakah kekhawatiran yang sama juga dirasakan saat merasa akan terlambat memenuhi panggilan muazin?

Saudaraku, alangkah indahnya jika kita telah terbiasa untuk selalu menjalankan perintah Allah Ta’ala dengan tepat waktu. Setelah mengetahui dua syarat diterimanya ibadah (ikhlas dan ittiba‘), sudah selayaknya kita kemudian memperhatikan tentang bagaimana diri kita mampu untuk disiplin terhadap waktu pelaksanaan ibadah tersebut. Terkhusus untuk salat lima waktu. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 103)

Dari Ummu Farwah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdhol (utama). Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

الصَّلاَةُ فِى أَوَّلِ وَقْتِهَا

Salat di awal waktunya.” (HR. Abu Daud no. 426)

Allah Ta’ala berfirman,

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah: 238)

Masbuk, antara Lalai dan Uzur

Kembali pada kondisi si karyawan. Dengan sistem komputerisasi yang ada saat ini, rasa-rasanya tiada lagi yang namanya toleransi jika ia terlambat untuk absensi dengan alasan lupa atau sakit, tetapi tidak sempat mengurus surat keterangan dari dokter kepada atasan. Maka, dalam kondisi tersebut otomatis gaji pun dipotong oleh sistem.

Saudaraku, apakah sistem tersebut juga berlaku dalam hubungan ibadah dengan Allah?

Perhatikanlah analogi berikut. Kita ambil contoh seorang yang masbuk, yaitu orang yang tidak dapat memulai salat bersama imam. Dengan istilah lain, masbuk adalah orang yang menemui Allah Ta’ala dengan tidak tepat waktu.

Ada dua kondisi seorang yang masbuk, sengaja dan tidak disengaja. Orang-orang yang sengaja melalaikan salat tanpa adanya uzur syar’i  tentu saja mereka akan mendapatkan kemurkaan Allah Ta’ala.

فَوَیۡلࣱ لِّلۡمُصَلِّینَ ٱلَّذِینَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ

Celakalah bagi orang yang salat! Yaitu mereka yang lalai dalam salatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4-5)

Ibnu Jarir rahimahullah dalam kitab Tafsir Al-Thabari berkata, “Dari Al-Auza’i, dari Musa bin Sulaiman, dari Al-Qosim bin Mukhoymiroh mengenai firman Allah Ta’ala,

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ

Dan datanglah orang-orang setelah mereka yang menyia-nyiakan salat.’ (QS. Maryam: 59)

Al-Qosim berkata bahwa yang dimaksud ayat ini, ‘Mereka yang menyia-nyiakan waktu salat. Sedangkan jika sampai meninggalkan salat, maka kafir.’”

Sungguh merugi orang yang dengan sengaja melalaikan salat padahal untuk perkara duniawi seperti urusan pekerjaan justru ia mampu bergegas dan tepat waktu. Sementara perkara ibadah yang berhadapan langsung dengan Rabbnya ia sia-siakan. Na’udzubillah.

Adapun orang yang tidak sengaja atau orang yang memiliki uzur syar’i, maka insyaallah baginya rukhsoh atas keterlambatannya melaksanakan salat. Udzur syar’i yang dimaksud di sini adalah alasan-alasan yang dapat dibenarkan secara syariat seperti tanpa ada maksud (niat) terlambat salat sebelumnya, kemudian lupa atau tertidur, baik disebabkan oleh kondisi sakit maupun dalam keadaan safar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: [1] orang yang tidur sampai dia bangun, [2] anak kecil sampai mimpi basah (balig), dan [3] orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Daud. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih)

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari no. 2996)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْعَبْدَ إِذَا كَانَ عَلَى طَرِيقَةٍ حَسَنَةٍ مِنَ الْعِبَادَةِ ثُمَّ مَرِضَ قِيلَ لِلْمَلَكِ الْمُوَكَّلِ بِهِ اكْتُبْ لَهُ مِثْلَ عَمَلِهِ إِذَا كَانَ طَلِيقاً حَتَّى أُطْلِقَهُ أَوْ أَكْفِتَهُ إِلَىَّ

Seorang hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia sakit, maka dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan, ‘Tulislah padanya semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat sampai Aku melepasnya atau sampai Aku mencabut nyawanya.” (HR. Ahmad, 2: 203. Syekh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadis ini shahih, sedangkan sanad hadis ini hasan)

Oleh karenanya, selain dalam kondisi tersebut, tidak pantas bagi kita untuk menunda-nunda, lalai, ataupun meremehkan waktu salat. Sepantasnya untuk segera bergegas menuju Allah Ta’ala. Karena semakin kita mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah pun akan semakin dekat dengan kita.

Perhatikan hadis qudsi berikut. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

“Jika ia (hamba-Ku) mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675)

Salat Tepat Waktu dan Berjemaah

Telah disebutkan sebelumnya bahwa ibadah salat itu telah ditetapkan waktu-waktunya oleh Allah Ta’ala. Oleh karenanya, hendaklah kita semaksimal mungkin mendorong diri untuk senantiasa disiplin tepat waktu dalam melaksanakan ibadah salat. Di samping itu, khususnya untuk para lelaki muslim, pelaksanaan lima waktu tempatnya adalah di masjid yang dilakukan secara berjemaah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبُ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ، ثُمَّ أُخَـالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوْتَهُمْ. وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ يَعْلَمُ أَحَدُهُمْ أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِيْنًا أَوْ مِرْمَـاتَيْنِ حَسَنَتَيْنِ، لَشَهِدَ الْعِشَاءَ.

Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sesungguhnya aku bertekad untuk menyuruh seseorang agar mengumpulkan kayu bakar, lalu aku menyuruh salat dan diserukan azan untuknya. Kemudian kusuruh seorang laki-laki mengimami manusia. Setelah itu kudatangi orang-orang yang tidak menghadiri salat jemaah dan kubakar rumah-rumah mereka. Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Andai salah seorang di antara mereka tahu bahwa ia akan memperoleh sepotong daging gemuk dan dua kaki (daging) hewan berkuku belah yang baik, niscaya ia akan mendatangi salat isya.“ (Muttafaqun ‘alaihi,  Lafaz hadis milik Al-Bukhari No. 608)

Bertekad Salat tanpa Masbuk Selama 40 Hari

Saudaraku, di antara hal penting yang mesti kita hindari selama diberikan Allah kesempatan hidup di dunia adalah kemunafikan. Maka, bentuk dari upaya kita menghindari kemunafikan itu bisa terlihat dari bagaimana kita melakukan amal saleh, khususnya salat. Allah Ta’ala menggambarkan orang-orang yang malas dan lalai dalam salatnya dengan berfirman,

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ

Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas.” (QS. An-Nisa : 142)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً

“Tidak ada salat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari salat subuh dan salat isya. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua salat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 657)

Untuk kehidupan akhirat hal yang sangat penting untuk kita upayakan adalah menghindari azab Allah (neraka) dengan memperbanyak amalan saleh. Dan salat juga merupakan bagian terpenting dan menjadi penentu dalam melakukan amalan saleh itu.

Lantas, bagaimana caranya agar salat kita dapat mencegah diri dari kemunafikan di dunia dan siksa neraka di akhirat. Perhatikan hadis berikut!

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى ِللهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا فِيْ جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيْرَةَ اْلأُوْلَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ: بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ.

“Barangsiapa salat jemaah ikhlas karena Allah selama empat puluh hari dengan mendapati takbir pertama (imam), maka dibebaskan dari dua perkara: dari neraka dan kemunafikan.” (HR  Tirmidzi no. 241, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Subhanallah! Hadis ini sangat layak untuk kita jadikan motivasi dalam melakukan amalan saleh khususnya salat sepanjang hidup kita. Hadis yang memacu semangat kita untuk bertekad agar menghindari menjadi masbuk saat salat.

Namun, sebelumnya tanyakanlah pada diri, pernahkah kita melakukan salat berjemaah selama 40 hari tanpa masbuk? Saudaraku, kita telah mengetahui janji Allah Ta’ala bagi hamba-Nya yang mampu secara konsisten untuk tepat waktu melaksanakan ibadah. Maka, mari kita mulai untuk bertekad menggapai cita-cita mampu melaksanakan salat berjemaah tepat waktu, tanpa masbuk, dan mendapatkan takbir pertama imam selama 40 hari. Meski hanya sekali seumur hidup!

Semoga Allah beri kemudahan. Wallahua’lam

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/72508-salat-dan-tekad-untuk-tidak-masbuq.html

Bacaan Doa Pasrah Kepada Allah

Berikut ini adalah doa pasrah kepada Allah. Sebelum membicarakannya, salah satu inti ajaran keimanan pada Allah Swt. adalah bersikap pasrah kepada Allah. Mengapa? Karena hakikatnya seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan-Nya, dan kita hanya diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya (surah adz-Dzāriyāt: 56).

Tuhan bahkan dengan tegas mengatakan kalau Dia begitu dekat kepada hamba-Nya yang meminta (al-Baqarah: 186). Karena itu, begitu aneh jika ada diantara makhluk-Nya yang merasa putus asa karena merasa tidak ada lagi tempat untuk meminta.

Sama anehnya ketika diantara makhluk-Nya merasa putus asa terhadap sesama makhluk karena keinginannya tidak terwujud, padahal seluruh makhluk telah berada di garis takdir-Nya.

Adalah Ibn ‘Aṭāillah al-Sakandarī, di antara ulama yang melihat pentingnya manusia terbuka jiwanya bahwa segala sesuatu itu berada dalam genggaman takdir-Nya, maka manusia harus bersikap pasrah dalam seluruh aspek kehidupan.

Pasrah bukan tidak berbuat apapun, tapi pasrah dimaknai sebagai keyakinan penuh bahwa seluruh langkah manusia itu berada di bawah garis takdir-Nya, maka keberhasilan atau tidak dalam sebuah aktivitas, tidak berasal dari manusia sama sekali.

Ibn ‘Aṭāillah al-Sakandarī banyak membicarakan hal ini dalam kitabnya al-Tanwīr fī Isqāṭ al-Tadbīr (Pencerahan untuk Berhenti Mengatur (yang Maha Mengatur)). Kemudian ia menyajikan sejumlah doa agar kita yakin untuk pasrah kepada Allah. Berikut ini sejumlah bacaan doa pasrah kepada Allah, dalam buku yang sudah dialihbahasakan ke bahasa Indonesia dengan judul Istirahatkan Dirimu dari Kesibukan Duniawi,

Doa Pertama;

اللهم إنّا نسألك أن تصلّي على سيّدنَا محمَّد وعلى آل سيّدنَا محمد كما صلّيت على سيّدنا إبراهيم وعلى آل سيّدنَا إبراهيم فِي العالمين إنّك حمِيْدٌ مَجيد. اللهم اجعَلنا من المستَسلِمين إليك، ومن القائِمين بيْن يَديك، وأخرجنا من التدبير معَك أو عليْكَ واجعلنا من المفوّضِينَ إليْك

Allahumma innā nas.aluka an tusholliya ‘alā sayyidinā Muḥammadin ‘wa ‘alā āli sayyidinā Muhammadin kamā shollaytā ‘alā sayyidinā Ibrāhīm wa ‘alā āli sayyidinā Ibrāhim fī al-‘ālamīna innaka ḥamīdu-m-majīd. Allahumma-j’alnā mina-l-mustaslimīna ilayka, wa mina-l-qāimīna bayna yadayka, wa akhrijnā mina-t-adbīr ma’aka aw ‘alayka wa-j-‘alnā mina-l-mufawwidhīna ilayka

 Artinya; Ya Allah, kami memohon kepadamu, semoga Engkau curahkan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya, sebagaiman Engkau curahkan shalawat kepada Nabi Ibrahim As. dan keluarganya di seantero alam. Sesungguhnya Engka Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Ya Allah, jadikanlah kami sebagai golongan dari hamba yang pasrah kepada-Mu, senantiasa berada dalam naungan-Mu. Ya Allah, keluarkan kami dari keinginan ikut mencampuri pengaturan-Mu atau mengharap pengaturan dari selain-Mu. Dan jadikanlah kami termasuk yang menyerahkan diri kepada-Mu.

اللهم إنَك قد كنْتَ لنَا من قبل أن تكون لأنفسِنَا، فكن لنَا بعْدَ وُجودنا كما كنت قبل وجودنا، وألبسنَا ملابس لطْفِك وأقبل علينا بجنابك وعطفك وأخرِج ظلُمات التدبير من قلوبِنَا، وأشرق نور التفويض في أسرارِنا، وأشْهدنا حسْنَ اختيارك لنا، حتّى يكون ما تقتضيه فينا وتختاره لَنا أحبّ إلينا من مختارنا لأنفسنَا

Allahumma innaka qad kunta lanā min qabli an takūna li anfusinā, fa kun lanā ba’da wujūdinā kamā kunta qabla wujūdinā. Wa albisnā malābisa luṭfika wa aqbil ‘alaynā bi janābika ‘aṭfika wa akhrij ẓulumāti al-tadbīr min qulūbinā, wa ashriq nūr al-tafwīdh fī asrārinā, wa ashhidnā husna-khtiyārika lanā, hattā yakūna mā taqtadīhi fīnā takhtāruhu lanā aḥabba ilaynā min mukhtārinā li anfusinā.

Ya Allah, Engkau ada untuk kami sebalum diri kami sendiri ada, maka Engkau jelas ada setelah kami ada sebagaimana Engkau sudah mawjud sebelum kami ada. Kenakanlah kami dengan sandang kelembutan-Mu. Terimalah kami dengan belas kasih-Mu.

Keluarkan kami dari gelapnya keinginan ikut mencampuri pengaturan-Mu yang merasuk di dalam hati kami. Gantilah dengan kemunculan sinar kepasrahan dari relung jiwa kami. Persaksikanlah indahnya pengaturan-Mu kepada kami, sehingga ketetapan yang Engkau takdirkan dan pilihkan kepada kami lebih kami cintai dibanding pilihan kami sendiri.

اللهم لا تشغلنا بما ضمنت لنا عمّا أمرتَنَا، ولا بشيء أنت ضامنه لنا عن شيء أنت طالبه منّا، اللهم إنّك دعوتنا إلى الإنقياد إليك، والدوَام بين يديك، وإنّا عن ذلك عاجزون إلا أن تقدّرنا، وضعفَاء إلا أن تقوّيَنا، ومن أين لَنا أن نكون في شيء إلا إن كوّنتَنا، وكيف لَنا أن نصل لشيْءٍ إلّا إن وصّلتَنا، وأنّى لَنا أن نقْوى على شيء إلا إن أعنتنا، فوفّقنَا لما أمرتَنا، وأعنّا على الإنكفاف عمّا عنه زجرتنا.

Allahummā lā tushgilnā bimā dhominta lanā ‘ammā amartanā, wa lā bi shai.in anta dhōminuhi lanā ‘an shai.in anta ṭālibuhu minnā. Allāhumma innaka da’awtanā ilā-l-inqiyād ilayka, wa-d-dawām bayna yadayka, wa innā ‘an dhālika ‘ājizūna illā an tuqaddiranā, wa dhu’afā.a illā an tuqawwiyanā, wa min ayna lanā an nakūna fī shai.in illā an kawwantanā. Wa kayfa lanā an naṣila lanā li shai.in illā in waṣṣaltanā, wa annā lanā an naqwā ‘alā shai.in illā in a’antanā, fawaffiqnā limā amartanā, wa a’innā ‘alā-l-inkifāf ‘ammā zajartanā.

Ya Allah, jangan Engkau jadikan kami sibuk dengan apa yang sudah Engkau jamin sehingga kami mengabaikan yang Engkau perintahkan, jangan jadikan kami sibuk dengan sesuatu yang Engkau sudah jamin sehingga kami tidak memperhatikan permintaan-Mu pada kami.

Ya Allah, Engkau sudah menyeru kepada Kami agar tunduk kepada-Mu, senantiasa berada dalam naungan-Mu, tetapi kami tidak mampu melakukan itu semua kecuali atas kuasa-Mu, kami lemah mewujudkan itu kecuali atas kekuatan-Mu, Akankah kami akan  berada pada suatu keadaan kecuali itu karena Engkau telah membuatnya ada untuk kami?

Akankah kami bisa sampai pada suatu hal melainkan Engkau yang membuat kami sampai ? Bisakah kami kuat menanggung sesuatu melainkan itu karena pertolongan-Mu! Maka, Ya Allah bimbinglah kami agar sesuai dengan yang Engkau perintahkan, dan bantulah kami untuk menjauhi yang Engkau larang.

Demikian penjelasan bacaan doa pasrah kepada Allah. Semoga kita menjadi hamba yang senantiasa berpasrah kepada-Nya. Amiin.

BINCANG SYARIAH

Serial Kutipan Hadits: Menutup Aib Sesama Muslim

Serial Kutipan Hadits: Menutup Aib Sesama Muslim

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

MAN SATARO MUSLIMA
SATAROHULLAAHU YAUMAL QIYAAMAH

“Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya kelak di hari kiamat.”

(HR Bukhari & Muslim)

http://www.salamdakwah.com/hadist/388-sesama-muslim-bersaudara

Read more https://yufidia.com/6955-serial-kutipan-hadits-menutup-aib-sesama-muslim.html

Doa Ketika Merapikan Jenggot Sesuai Anjuran Rasulullah

Dalam Islam, jika kita memiliki jenggot, kita dianjurkan untuk senantiasa merapikan  dengan cara dibasahi dengan minyak atau disisir dengan baik. Sebagaimana rambut kepala, jenggot juga harus senantiasa dirapikan dan tidak boleh dibiarkan dalam keadaan acak-acakan.

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi Saw tidak senang pada orang yang membiarkan rambutnya acak-acakan dan berpakaian kotor. Hadis dimaksud diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Nasa’i dari Jabir bin Abdillah, dia berkisah sebagai berikut;

أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَى رَجُلاً شَعِثًا قَدْ تَفَرَّقَ شَعْرُهُ فَقَالَ  أَمَا كَانَ يَجِدُ هَذَا مَا يُسَكِّنُ بِهِ شَعْرَهُ. وَرَأَى رَجُلاً آخَرَ وَعَلَيْهِ ثِيَابٌ وَسِخَةٌ فَقَالَ  أَمَا كَانَ هَذَا يَجِدُ مَاءً يَغْسِلُ بِهِ ثَوْبَهُ

Rasulullah Saw pernah mendatangi kami dan beliau melihat seorang lelaki yang acak-acakan rambutnya. Rasulullah Saw bersabda, ‘Tidakkah orang ini mendapatkan sesuatu untuk merapikan rambutnya?’ Kemudian beliau melihat seorang lelaki yang kotor pakaiannya. Beliau bersabda, ‘Tidakkah orang ini mendapatkan air untuk mencuci pakaiannya?.

Jika kita merapikan jenggot, sebagaimana disebutkan dalam kitab Amanul Akhthar, maka kita dianjurkan membaca doa berikut;

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَأَلْبِسْنِيْ جَمَالاً فِيْ خَلْقِكَ وَزِيْنَةً فِيْ عِبَادِكَ وَحَسِّنْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ وَلاَ تَبْتَلِنِيْ بِالنِّفَاقِ وَارْزُقْنِيْ اْلمَهَابَةَ بَيْنَ بَرِيَّتِكَ وَالرَّحْمَةَ مِنْ عِبَادِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allohumma sholli ‘alaa muhammadin wa aali muhammadin wa albisnii jamaalan fi kholqika wa ziinatan fi ‘ibaadika wa hassin sya’rii wa basyarii walaa tabtalinii bin nifaaqi warzuqnil mahaabata baina bariyyatika warrohmata min ‘ibaadika yaa arhamar roohimiin.

Ya Allah, limpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad, dan pakaikan kepadaku ketampanan di mata makhluk-Mu, dan perhiasan di hadapan hamba-hamba-Mu, dan perbaikilah rambutku serta kulitku, dan jangan Engkau uji aku dengan kemunafikan, dan berilah aku rizeki kewibawaan di antara makhluk-Mu dan rahmat dari hamba-Mu, wahai Dzat Yang Paling pengasih.

BINCANG SYARIAH

Tafsir Ringkas Surah Al-Fatihah (Bag. 1)

Bismillah walhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Surah Al-Fatihah

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١)

“Dengan nama Allah Yang Mahapengasih, Mahapenyayang.”

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ (٢)

“Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.”

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ (٣)

“Yang Mahapengasih, Mahapenyayang.”

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ (٤)

“Pemilik hari pembalasan.”

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ (٥)

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ (٦)

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”

صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ (٧)

“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

Tafsir isti’adzah

أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Penjelasan

أَعُوذُ بِاَللَّهِ

Saya berlindung kepada Allah”

Kata kerja di dalam kalimat ini diambil dari kata al-‘iyaadzu”, yaitu berlari dari keburukan.

Sehingga maknanya adalah, “Saya berlindung kepada Allah Ta’ala untuk menghindar dan menjauh dari keburukan.” Karena Allah Ta’ala-lah tujuan permohonan perlindungan, Yang Maha melindungi dan Maha menjaga hamba-hamba-Nya yang beriman dari segala hal yang merusak keimanan mereka.

مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Dari setan yang terkutuk.”

Maksud setan di sini adalah setan pertama yang diperintahkan untuk bersujud kepada Nabi Adam ‘Alaihis salam, namun enggan untuk sujud, juga termasuk keturunan setan yang pertama tersebut.

Adapun ar-rajiim bermakna raajim, yaitu menggoda selainnya (manusia) untuk berbuat maksiat. Bisa pula ar-rajiim bermakna marjuum, yaitu yang terlaknat, terusir, dan dijauhkan dari rahmat Allah Ta’ala [1].

Kesimpulan tafsir isti’adzah billah

أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Maknanya, “Saya berlindung kepada Allah Ta’ala -yang terkumpul pada-Nya seluruh sifat-sifat yang sempurna, di antaranya bahwa Dia Mahasempurna penjagaan dan perlindungan-Nya terhadap hamba-Nya, dari segala kejahatan setan yang dijauhkan dari rahmat Allah Ta’ala dan yang suka menggoda manusia untuk berbuat maksiat.”

Tafsir surah Al-Fatihah ayat pertama

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

“Dengan nama Allah Yang Mahapengasih, Mahapenyayang.”

(بِسْمِ اللّٰهِ)

Saya memulai bacaan ini dengan menyebut setiap nama Allah Ta’ala, sembari memohon pertolongan dan berkah kepada-Nya.

Alasan penafsiran

Alasan pertama, adanya kata tunggal ismun disandarkan kepada lafaz Allah yang menunjukkan makna umum. Hal ini mencakup seluruh nama Allah Ta’ala.

Alasan kedua, adanya huruf ba’ yang bermakna memohon pertolongan dan keberkahan.

(اللّٰهِ)

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata,

الله ذو الألوهية والعبودية على خلقه أجمعين

“Allah adalah yang memiliki hak untuk diibadahi atas seluruh makhluk-Nya.”

Nama (اللّٰه)  adalah nama-Nya yang teragung [2] dan asal dari seluruh nama-nama-Nya yang lain

(اللّٰه)  adalah nama Allah yang khusus bagi-Nya dan mengandung sifat uluhiyyah (berhak diibadahi). Makhluk tidak boleh memiliki nama tersebut, dan makhluk tidak boleh pula memiliki sifat yang terkandung di dalamnya.

Bahkan (اللّٰه) adalah nama Allah yang teragung dan asal dari seluruh nama-nama-Nya yang lain. Sehingga seluruh nama-Nya yang lain disandarkan kepada nama (اللّٰه) dan digunakan untuk mensifati nama (اللّٰه). Nama (اللّٰه) juga menunjukkan seluruh nama-Nya yang lain secara global, sedangkan nama-nama-Nya yang lain adalah rincian dan penjelasan dari makna nama (اللّٰه).

Contoh penerapan seluruh nama-Nya yang lain disandarkan kepada nama (اللّٰه)

Ar-Rahman adalah nama Allah dan bukan sebaliknya, (Allah nama Ar-Rahman). Ar-Rahim adalah nama Allah dan bukan sebaliknya. Al-Ghafur adalah nama Allah dan bukan sebaliknya. Al-Karim adalah nama Allah dan bukan sebaliknya. Demikianlah seterusnya.

Contoh penerapan seluruh nama-nama-Nya yang lain digunakan untuk mensifati nama (اللّٰه)

Allah itu disifati dengan Ar-Rahman dan bukan sebaliknya, (Ar-Rahman disifati dengan Allah). Allah itu disifati dengan Ar-Rahim dan bukan sebaliknya. Allah itu disifati dengan Al-Ghafur dan bukan sebaliknya. Allah itu disifati dengan Al-Karim dan bukan sebaliknya. Demikianlah seterusnya.

(ٱلرَّحۡمَـٰنِ)

(ٱلرَّحۡمَـٰنِ) adalah nama Allah yang khusus bagi-Nya. Makhluk tidak boleh bernama dengannya. Makhluk juga tidak boleh memiliki sifat yang terkandung di dalamnya, yaitu rahmat yang luas dan meliputi seluruh makhluk.

(ٱلرَّحۡمَـٰنِ) adalah yang memiliki sifat kasih sayang yang luas meliputi seluruh makhluk, baik mukmin maupun kafir, manusia maupun binatang. Karena secara bahasa,  (ٱلرَّحۡمَـٰنِ) mengandung makna luas dan penuh. Sifat rahmat yang luas ini adalah sifat Dzatiyyah, yaitu sifat yang senantiasa ada pada Allah Ta’ala meskipun sebelum diciptakan makhluk.

(ٱلرَّحِیمِ)

(ٱلرَّحِیمِ) adalah nama Allah. Maknanya adalah yang menyayangi makhluk-Nya. Sehingga (ٱلرَّحِیمِ) menunjukkan perbuatan Allah yang menyampaikan kasih sayang-Nya kepada makhluk-Nya.

Kesimpulan tafsir ayat pertama

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

Maknanya, “Saya memulai bacaan ini dengan menyebut setiap nama Allah. Satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Yang menyayangi seluruh makhluk-Nya dengan rahmat yang bersifat umum, dan hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang beriman dengan rahmat yang bersifat khusus. Sembari memohon pertolongan dan berkah kepada-Nya dalam membaca Al-Fatihah ini.”

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Referensi:

1. Tafsir As-Sa’di.

2. Fiqih Al-Asma’ul Husna, Syekh Abdur Razaq.

3. Syarah ‘Aqidah Al-Wasithiyyah, Syekh Shalih Al-Fauzan.

4. https://bit.ly/3Lg8kYo (Tafsir asmaul husna Ar-Rahman dan Ar-Rahim ‘azza wa jalla).

Catatan Kaki: [1] Syarhul Mumti’ : 3/72-73. [2] Berdasarkan Hadis riwayat Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Imam Al-Hakim dan selainnya. Imam Al-Hakim menyatakan shahih sesuai syarat Imam Muslim.

Sumber: https://muslim.or.id/72506-tafsir-ringkas-surah-al-fatihah-bag-1.html

Salat Istikharah: Doa, Niat, dan Tata Cara untuk Meminta Petunjuk Allah SWT

Salat istikharah mungkin menjadi alternatif bagi sejumlah muslim yang tengah dilanda kebingungan dalam menentukan sebuah keputusan. Misalnya, bagi siswa yang hendak menentukan pilihan kampus dalam seleksi SNMPTN 2022 atau pun UTBK-SBMPTN 2022.

Mengutip buku Serba-Serbi Shalat Istikharah karya Aini Aryani, Lc, arti istikharah secara bahasa sendiri adalah meminta kebaikan pada sesuatu. Tidak mengherankan bila salat istikharah adalah ibadah yang biasa dilakukan muslim saat berada dalam kondisi bimbang.

Hukum pelaksanaan salat ini menurut para ulama empat mazhab adalah sunnah. Hal ini didasarkan oleh sabda Rasulullah SAW yang berbunyi,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ

Artinya: “Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah salat dua rakaat selain salat fardhu kemudian berdoalah,” (HR Bukhari).
Baca juga:
Salat Sunnah Nawafil, Bedanya Apa dengan Rawatib?

Merujuk pada hadits di atas, Rasulullah SAW sendiri menganjurkan pengamalan salat istikharah. Sebagai muslim sudah sepatutnya mengikuti bacaan doa, niat, dan tata cara yang benar sesuai dengan sunnah yang dicontohkan oleh beliau. Berikut ulasan lengkapnya yang dilansir dari buku Dahsyatnya Shalat Sunnah oleh Maulana Muhammad.


A. Doa salat istikharah

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ

Bacaan latin: “Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub.

Allahumma in kunta ta’lamu hadzal amro (menyebutkan persoalannya) khoiron lii fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi.

Wa in kunta ta’lamu hadal amros syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii fash-rifnii ‘anhu, wasrifnii ‘anhu waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.”

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepadaMu, dengan ilmu pengetahuanMu, dan aku mohon kekuasaanMu (untuk mengatasi persoalanku) dengan keMaha KuasaanMu. Aku mohon kepadaMu sesuatu dari anugerahMu Yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya, dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib.

Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (Orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebut persoalannya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku sukseskanlah untuk ku, mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untuk ku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaanMu kepadaku.”


B. Niat salat istikharah

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الاِسْتِخَارَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

Bacaan latin: Usholli sunnatal istikhooroti rok’ataini lillahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat sholat sunah istikharah dua rakaat karena Allah ta’ala.”


C. Tata cara salat istikharah

Salat istikharah sebetulnya boleh dikerjakan kapan saja, kecuali pada waktu-waktu yang dilarang untuk sholat. Meskipun demikian, tetap ada waktu utama yang dianjurkan pelaksanaannya menurut Ustaz Khalili Amrin Ali al-Sunguti dalam buku Mudah dan Cepat Hafal Semua Bacaan Salat, Doa Pilihan & Surat Pendek.

Ustaz Khalili menyebut, waktu utama untuk mengerjakan salat istikharah adalah malam hari seperti salat tahajud dan salat hajat. Sebagaimana disebut dalam hadits Rasulullah SAW, pada waktu tersebut termasuk dalam waktu-waktu mustajab terkabulnya doa.

Selain itu, pengerjaan salat istikharah juga disebut mirip dengan pengerjaan salat subuh sebanyak dua rakaat. Bedanya hanya terletak pada bacaan niat, doa, dan iringan doa qunutnya.

Ada pula bacaan surat pendek yang diutamakan pada pengerjaan salat istikharah. Untuk rakaat pertama, setelah membaca surat Al Fatihah dianjurkan membaca surat Al Kafirun. Kemudian, membaca Al Fatihah dan surat Al Ikhlas untuk rakaat kedua.
Baca juga:
Salat Sunnah Mutlak: Niat, Waktu, Hukum, dan Doanya

Sebagai catatan, melansir dari buku Keajaiban Shalat Istikharah karya Muhammad Abu Ayyash, jika dirasa masih belum memantapkan pilihannya setelah salat maka salat istikharah boleh diulang sampai tujuh kali. Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah bersabda,

«يَا أَنَسُ، إِذَا هَمَمْتَ بِأَمْرٍ فَاسْتَخِرْ رَبَّكَ فِيهِ سَبْعَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ انْظُرْ إِلَى الَّذِي يَسْبِقُ إِلَى قَلْبِكَ، فَإِنَّ الْخَيْرَ فِيهِ» أخرجه ابن السني

Artinya: “Jika engkau ingin melakukan sesuatu maka mohonkanlah pilihan kepada Tuhanmu tujuh kali (salat istikharah), kemudian lihatlah mana yang condong oleh hatimu karena sesungguhnya kebaikan ada di dalamnya,” (HR Ibnu As Siny).

DETIKHIKMAH

Doa Sebelum Belajar untuk Siswa, biar Jauh dari Rasa Malas Nih!

Membaca doa sebelum belajar merupakan salah satu adab dalam menuntut ilmu menurut ajaran Islam. Adab ini menjadi bagian penting dalam menuntut ilmu yang sejatinya diwajibkan bagi setiap muslim dalam salah satu sabda Rasulullah SAW.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim,” (HR Ibnu Majah, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir No 3913).

Demi memperoleh ilmu yang bermanfaat sekaligus pahala di sisi Allah SWT, tentunya seorang muslim pun harus mengawali kegiatan belajar mengajar dengan membaca doa sebelum belajar. Ada sejumlah pilihan bacaan doa sebelum belajar yang bisa diterapkan di sekolah berikut ini. Bagaimana bacaannya?

9 doa sebelum belajar di sekolah yang bisa diterapkan

1. Doa sebelum belajar agar diberi pemahaman

رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا، وَارْزُقْنِيْ فَهْمًا وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ

Bacaan latin: Robbi zidnii ‘ilmaa, warzuqnii fahmaa, waj’alnii minash-sholihiin

Artinya: “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku, dan berilah aku karunia untuk dapat memahaminya, Dan jadikanlah aku termasuk golongannya orang-orang yang soleh.”


2. Doa sebelum belajar agar diberi tambahan ilmu

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُوْلًا رَبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا وَارْزُقْنِيْ فَهْمًا

Bacaan latin: Rodlitu billahi robba, wabi islaamidina, wabimuhammadin nabiyya warasulla Robbi zidni ilman nafi’a warzuqni fahma

Artinya: “Aku ridha Allah SWT sebagai Tuhanku, dan Islam sebagai agamaku, dan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasulku. Ya Allah tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah aku pemahaman yang baik.”


3. Doa agar mendapat ilmu bermanfaat


اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي ، وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي ، وَزِدْنِي عِلْمًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

Bacaan latin: Allahummanfa’ni bima ‘allamtani wa ‘allimni ma yanfa’uni wa zidni ‘ilman walhamdulillahi ‘ala kulli halin.

Artinya: “Ya Allah, berilah kemanfaatan atas segala ilmu yang Engkau ajarkan pada saya. Berilah saya ilmu yang bermanfaat dan tambahkanlah ilmu pada saya. Segala puji bagi Allah dalam setiap waktu.”


4. Doa sebelum belajar agar terhindar dari keraguan ilmu

اَللّٰهُمَّ اخْرِجْنَا مِنْ ظُلُمَاتِ الْوَهْمِ وَاَكْرِمْنَا بِنُوْرِالْفَهْمِ وَافْتَحْ عَلَيْنَا بِمَعْرِفَتِكَوَسَهِّلْ لَنَآ اَبْوَابَ فَضْلِكَ يَآ اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Bacaan latin: Allahumma akhrijnaa min dhulumaatil wahmi, wa akrimnaa binuuril fahmi, waftah ‘alainaa bima’rifatil ilmi, wasahhil lanaa abwaaba fadhlika yaa arhamar raahimin

Artinya: “Ya Allah, keluarkanlah kami dari gelapnya keraguan, dan muliakanlah kami dengan cahaya kepahaman. Bukakanlah untuk kami dengan kemakrifatan ilmu dan mudahkanlah pintu karuniaMu bagi kami, wahat Dzat yang Maha Pengasih,”


5. Doa sebelum belajar dimudahkan urusan selama menuntut ilmu

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي

Bacaan latin: Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii

Artinya: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.”


6. Doa agar lebih fokus dalam belajar

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ, وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ, وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ, وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا

Bacaan latin: Allahumma innii a’uudzu bika min ‘ilmin laa yanfa’u wa qolbin laa yakhsya’u wa du’aa-in laa yusma’u wa ‘amalin laa yurfa’u

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, doa yang tidak didengar, dan amal yang tidak diterima.”


7. Doa agar diberi kelurusan niat dalam belajar

اَللّٰهُمَّ اَلْهِمْنَاعِلْمًانَفْقَهُ بِهِ اَوَامِرَكَ وَنَوَاهِيَكَ وَارْزُقْنَافَهْمًانَعْلَمُ بِهٖ كَيْفَ نُنَاجِيْكَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَا. اَللّٰهُمَّ ارْزُقْنَافَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ وَاِلْهَامَ الْمَلاَءِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Bacaan latin: Allaahumma alhimnaa ‘ilman nafqatu bihi awaa miraka wa nawaahiyaka warzuqnaa fahman na’lamu bihii kaifa nunaa jiika birahmatika yaa arhamar raahimiina.

Allaahummar zuqnaa fahman nabiyyiina wa hifdhal mursaliina wa ilhaamal malaa ikatil muqarrabiina birahmatika yaa arhamar raahimiina.

Artinya: “Ya Allah, berilah kami ilham berupa ilmu, yang dengannya aku dapat memahami segala perintah dan larangan-Mu, dan karuniailah kami pemahaman, yang dengannya kami dapat mengetahui bagaimana kami bermunajat kepada-Mu, Wahai Dzat yang Paling Pengasih.

Ya Allah, karuniakanlah kepada kami pemahaman seperti pemahaman para Nabi, daya hapal seperti daya hapal para Rasul, dan ilham seperti ilham para malaikat yang selalu mendekatkan diri kepada Allah, berkat rahmat Engkau, wahai Dzat yang Paling Pengasih di antara para pengasih.”


8. Doa sebelum belajar agar terhindar dari kemalasan

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ

Bacaan latin: Allaahumma inni a`oodhu bika minal-hammi wal-ḥazani wal-`ajzi wal-kasali wal-bukhli wal-jubni wa ḍala`id-dayni wa ghalabatir-rijaal

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kecemasan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, sesat dan pengecut, beban hutang dan dari penguasaan manusia.”

9. Doa untuk memohon bantuan saat menemui kesulitan belajar

اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً

Bacaan latin: Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syiita sahlaa

Artinya: “Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali Kau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah.

Tidak hanya membaca doa sebelum belajar, meluruskan niat sebelumnya juga penting untuk dilakukan. Selain mengondisikan pikiran agar tetap fokus dalam menerima pelajaran, niat yang baik juga dapat menentukan kualitas dan hasil yang tengah dikerjakan seorang muslim.

Seperti yang diungkap dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum karya Furqon Syarief Hidayatulloh, sebaik-baiknya niat adalah menjadikan momen menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT dan bukan penghargaan manusia.

DETIKHIKMAH

Isra’ dan Mi’raj Mukjizat Besar dan Terdapat Banyak Pelajaran Hadapi Krisis

Malam 27 Rajab biasa diperingati umat Islam sebagai malam Isra’ dan Mi’raj. Dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj ini, Nabi Muhammad SAW mendapat perintah salat lima waktu dari Allah SAW. Selain itu, banyak hal ghaib yang terjadi selama berada di Sidratul Muntaha, seperti surga, neraka, malaikat dan hal lainnya yang hanya diketahui oleh Allah SWT.

Penasihat ilmiah untuk Mufti Mesir, Syekh Dr Majdi Asyur menekankan, perjalanan Isra’ Mi’raj sungguh merupakan mukjizat yang besar. Di dalamnya terdapat pelajaran yang dapat dipetik dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan sekarang ini, terutama menghadapi pandemi Covid-19.

“Bahwa di balik setiap krisis atau kesulitan, harus ada yang kita perjuangkan dengan ketekunan dan kerja keras,” ujar Syekh Asyur seperti dilansir Elbalad dan dikutip dari laman republika.co.id, Jumat (18/2).

Syekh Asyur juga menjelaskan, di malam Isra’ Mi’raj nanti, yaitu di malam 27 Rajab, umat Muslim perlu memperbanyak ibadah. Di antaranya membaca Alquran dan hadits Nabi Muhammad SAW serta menyelami kembali perjalanan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam.

“Termasuk juga sholat dua rakaat di malam harinya. Karena salat adalah perjalanan spiritual di mana manusia bisa melintasi jarak sehingga menjadi dekat antara dirinya dan Allah SWT,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan, di dalam salat, seorang Muslim sedang berada di dalam inti kedekatan dan cinta Ilahi yang sungguh agung. Dengan salat, seorang hamba merendahkan hatinya dan mengabdi kepada Sang Maha Pencipta, Allah SWT.

Dalam beberapa riwayat hadits, Rasulullah SAW mengisahkan tentang perjalanan Isra’ Mir’aj. Salah satunya, berkisah tentang neraka yang sebagian besar penghuninya adalah perempuan.

Dari Asma, Rasulullah SAW bersabda, “Surga berada sangat dekat denganku sehingga jika aku mau, aku bisa memetik beberapa buahnya. Neraka juga dekat sekali denganku sehingga aku berkata, ‘Ya Allah, bahkan aku masih bersama mereka?’

Aku melihat seorang wanita yang sedang dicakar seekor kucing, dan aku bertanya, ‘Mengapa ini?’ Mereka memberitahuku, ‘Dia (wanita itu) menyekap kucing tersebut sampai mati kelaparan. Dia tidak memberinya makan, dan tidak melepaskannya supaya kucing itu bisa memakan tikus-tikus di bumi.” (HR Bukhari)

ISLAM KAFFAH