Tabayyun, jangan menuduh

Dunia sekarang ibaratnya tanpa sekat apalagi batas. Semua begitu terbuka. Segala akses informasi begitu cepat lagi mudah diakses, positif ataupun negatif, benar ataupun salah.

Semua informasi begitu cepat dan susah untuk ditutup-tutupi. Itulah zaman now, saat kita bak berada pada sebuah kampung kecil.

Jangan menuduh

Sikap kita tentu tidak membatasi informasi hanya dari satu sumber. Tidak juga menutup mata dan telinga sehingga penilaian terhadap sesuatu tetap objektif dan benar. Akibat membatasi input informasi adalahkita rentanmelakukan kesalahan dalam menarik kesimpulan.

Tabayyun atau ‘berlaku adil terhadap suatu informasi’ merupakan salah satu proses yang baik yang semestinya kita lalui sebelum menentukan sikap. Akan tetapi, disebabkan dibiarkannya doktrin penyumbat pikiran dan pembelenggu jiwa, akan terlahir sosok-sosok tidak merdeka dalam alam pikirannya.

Tidak hanya itu, hatinya keras, tutur bahasanya pun kasar. Begitu mudah tuduhan yang dimunculkan kendatipun tanpa bukti kuat. Tanpa berpikir panjang disebarkanlah tuduhan itu sehingga rusaklah citra pribadi seseorang atau kelompok.

Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan:

“Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kata fasiq, dan menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan.”

(Hadis riwayat Bukhari)

Ilmu dan hikmah adalah kunci agar diri kita berlaku adil. Bertindak bijaksana karena kita memiliki ilmu dan hikmah. Karena itu, sepatutnyalah kita senantiasa membuka diri untuk menggali ilmu dan informasi.

Belajar dari yang tersurat dan tersirat. Dari siapa saja kita menimba, tanpa pilih siapa dan kelompok mana. Islam memahamkan kepada kita agar menjunjung tinggi-tinggi nilai persaudaraan. Bersaudara di dunia dan akhirat. Semoga jiwa dan diri kita merdeka.

Tabayyun adalah meneliti dan menyeleksi informasi

Tabayyun secara bahasa memiliki arti ‘mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya’. Sedangkan secara istilah, tabayyun adalah meneliti dan menyeleksi informasi; tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah, baik dalam urusan hukum, kebijakan, dan sebagainya sampai jelas benar duduk permasalahannya.

Tabayyun adalah akhlak mulia yang merupakan prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam pergaulan. Dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari, seseorang akan selamat dari salah paham, permusuhan, hingga pertumpahan darah di antara sesamanya lantaran ia melakukan tabayyun dengan baik.

Allah ta’ala berfirman:

“Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata?”

(Surah an-Nur, 24 ayat 12)

Ayat ini merupakan pelajaran dari Allah SWT kepada orang-orang mukmin dalam kisah Aisyah radhiyallahu ‘anha. Saat sebagian dari mereka memperbincangkan hal yang buruk dan pergunjingan mereka tentang berita bohong tersebut.

Jika kita memiliki dua pasang mata, lalu mengapa kita menilai dan menghukumi orang lain dengan telinga kita? Ya, mari perlakukanlah orang lain dari apa yang kita LIHAT tentangnya, BUKAN dari apa yang kita DENGAR.

SALAMWEB

Tujuh golongan mendapat naungan Allah SWT di Akhirat

Rukun Iman yang keenam adalah percaya kepada Hari Akhir, yakni Hari Kiamat. Tidak sah iman seorang muslim atau muslimah jika tidak percaya dengan rukun iman yang terakhir ini. Hari kiamat pasti datang namun tidak ada satupun yang bisa mengetahui kapan datangnya hari kiamat kecuali Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW ketika ditanya kapankah Hari Kiamat datang? Baginda tidak menjawab, melainkan memberikan nasehat – jangan tanya kapan kiamat datang, namun tanyakan apa yang telah dipersiapkan ketika hari kiamat itu datang? Kualitas ibadah, kualitas amal saleh, bacaan al-Quran.

Tujuh golongan mendapat naungan Allah SWT di Akhirat

Pada hari Kiamat semua orang sibuk dengan dirinya masing-masing, merasa takut, mengerikan, dan berlari kesana kemari untuk menyelamatkan diri. Al-Quran banyak mengisahkan sesuatu yang terjadi pada hari itu.

Ayat-ayat itu di antaranya adalah surah at-Takwir ayat 1-6, al-Haqqah ayat 13-16, al-Zalzalah ayat 1-3, al-Infithar ayat 1-3, dan al-Qari’ah ayat 4-5. Bumi akan mendapat goncangan dahsyat, gunung-gunung meletus, langit terbelah, lautan meluap beserta isinya.

Hari itu merupakan hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah SWT. Semua makhluk hidup akan mati kecuali Allah saja, itulah sejatinya hari pembalasan amal kebaikan dan kejahatan dimulai. Hari itu disebut juga Hari Perhitungan.

Nabi Muhammad SAW diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwa ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan (pertolongan) Allah SWT di Akhirat kelak:

Imam yang adil

Imam adalah seorang pemimpin. Seorang pemimpin tidak mudah memberikan keadilan kepada rakyatnya. Namun, jika ia berusaha semaksimal mungkin dan takut kepada Allah SWT, maka insya Allah ia akan mampu berlaku adil.

Pemimpin bukan saja seorang presiden atau walikota atau gubernur saja, namun setiap kita adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang ayah pemimpin bagi keluarganya, seorang bos pemimpin bagi karyawannya, seorang istri pemimpin bagi anak dan harta suaminya.

Seorang pemuda ahli ibadah

Masa muda masa yang berapi-api, tidak banyak pemuda yang mencintai ibadah, zikir, belajar dan sebagainya. Masa muda sering mengedepankan ego semata, hura-hura dan malas untuk beribadah. Maka anak muda yang ahli ibadah mendapat perhatian khusus dari Allah SWT.

Seseorang yang hatinya tergantung dengan masjid

Memakmurkan masjid, menghidupkan kegiatan-kegiatan di masjid, hatinya terpaut dengan masjid.

Dua orang yang mencintai karena Allah SWT

Cinta kerap kali membuat orang lupa akan Allah SWT. Namun, orang yang mencintai karena Allah dan berpisah juga karena-Nya, orang semacam ini akan menjadikan cintanya sebagai ladang ibadah kepada Allah.

Seseorang yang diajak berzina, namun ia takut kepada Allah SWT

Berzina adalah dosa besar, orang yang mampu menghindarinya akan mulia di mata Allah SWT. Terlebih lagi jika ia mampu menolak ajakan seorang wanita cantik, bangsawan dan menggoda untuk mengajaknya berzina. Seperti kisah nabi Yusuf a.s dan Zulaikhah.

Seseorang yang sedekah lalu menyembunyikan sedekahnya

Sedekah yang disembunyikan lalu menjaga hatinya dari sifat ujub, jauh lebih baik. Sebab hanya Allah SWT dan dirinya saja yang mengetahui ia bersedekah.

Seseorang yang berzikir kepada Allah SWT saat sepi lalu ia meneteskan air mata

Menyerah jiwa raga, hidup mati hanya untuk Allah SWT saja. Orang yang bertakwa kepada Allah di manapun berada.

Demikianlah, tujuh golongan yang mendapat naungan Allah SWT. Mudah-mudahan kita termasuk satu di antaranya atau ketujuh-tujuhnya.

SALAMWEB

10 Kalimat Thayyibah, Artinya dan Waktu yang Tepat Mengucapkan

Islam mengajarkan kalimat thayyibah untuk diucapkan umatnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain berpahala, kalimat thayyibah ini juga membuat hati tenang dan damai karena ia merupakan bagian dari dzikir. Membuat orang yang mengamalkannya senantiasa ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kalimat thayyibah (الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ) berasal dari dua kata. Yakni al kalimah (الْكَلِمَةُ) yang berarti kata atau kalimat. Dan at thayyibah (الطَّيِّبَةُ) yang berarti baik. Jadi kalimat thayyibah adalah kalimat-kalimat kebaikan yang jika diucapkan akan mendapat pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ada banyak jenis kalimat thayyibah. Di antaranya adalah 10 kalimat berikut ini:

1. Basmalah

Yang pertama adalah basmalah. Yakni bacaan:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

(Bismillaahirrahmaanirrahiim)

Artinya:
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Waktu yang tepat mengucapkan:
Basmalah diucapkan ketika memulai suatu amal atau aktifitas kebaikan. Misalnya belajar, makan, minum, mengaji, bekerja, berkarya dan lain sebagainya.

Keutamaan Membaca Basmalah:

  • Aktifitas kebaikan yang diawali basmalah akan mendapatkan pahala dan keberkahan. Sebaliknya, aktifitas yang tidak diawali basmalah akan terputus keberkahannya.
  • Menjadi penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia
  • Menjadi syarat halal penyembelihan hewan. Sebaliknya, hewan yang disembelih tanpa membaca basmalah, ia menjadi haram dimakan.
  • Syetan mengecil menjadi seukuran lalat ketika seseorang mengucapkan basmalah
  • Bacaan basmalah menjadi penghalang syetan saat makan

2. Ta’awudz

Kalimat thayyibah yang kedua adalah ta’awudz. Yakni bacaan:

أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

(A’uudzu billaahi minasy syaithoonir rojiim)

Artinya:
Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk

Waktu yang tepat mengucapkan:
Taawudz diucapkan ketika hendak membaca Al Qur’an dan ketika meminta perlindungan dari syetan

Keutamaan Membaca Taawudz:

  • Mendapat pahala
  • Disunnahkan dibaca ketika hendak membaca Al Quran
  • Mendapat perlindungan Allah dari godaan syetan
  • Merupakan salah satu doa ruqyah dan penjagaan dari syetan

3. Istirja’

Kalimat yang kedua adalah istirja’. Yakni bacaan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

(Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun)

Artinya:
Sesungguhnya kita ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kita akan kembali

Waktu yang tepat mengucapkan:
Istirja’ diucapkan ketika mengalami musibah, mendengar kabar duka atau ada seseorang yang meninggal dunia

Keutamaan Membaca Istirja’:

  • Mendapat pahala
  • Ucapan istrija’ merupakan tanda kesabaran
  • Mendapatkan keberkahan dan ganti atas musibah yang dialami
  • Mendapatkan rahmat dari Allah
  • Mendapatkan petunjuk dari Allah

4. Tasbih

Kalimat thayyibah keempat adalah tasbih yang berarti mensucikan Allah. Yakni bacaan:

سُبْحَانَ اللَّهِ

(Subhaanallah)

Artinya:
Maha Suci Allah

Waktu yang tepat mengucapkan:
Tasbih diucapkan ketika heran terhadap suatu sikap atau ketika melihat maupun mendengar sesuatu yang tidak pantas bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun boleh juga diucapkan ketika kagum atau takjub. Lebih lengkap, baca penjelasannya di artikel Kagum Subhanallah atau Masya Allah.

Tasbih juga diucapkan ketika melewati jalanan yang menurun. Sebagaimana dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Keutamaan Membaca Tasbih:

  • Mendapat pahala
  • Bernilai sedekah
  • Membaca tasbih satu kali akan mendapat 10 kebaikan dan dihapus 10 kejelekan
  • Menggugurkan dosa
  • Kalimat yang dicintai Allah

5. Tahmid

Kalimat berikutnya adalah tahmid (memuji Allah). Yakni bacaan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ

(Alhamdulillah)

Artinya:
Segala puji bagi Allah

Waktu yang tepat mengucapkan:
Tahmid merupakan ucapan syukur kepada Allah. Kalimat ini diucapkan ketika mendapat nikmat, rezei, hal-hal yang disukai atau selamat dari suatu musibah.

Keutamaan Membaca Tahmid:

  • Mendapat pahala
  • Bernilai sedekah
  • Kalimat yang dicintai Allah
  • Akan ditambah nikmat Allah
  • Mendatangkan keberkahan

6. Takbir

Kalimat thayyibah keenam adalah takbir. Yakni bacaan:

اَللَّهُ أَكْبَرُ

(Allaahu akbar)

Artinya:
Allah Maha Besar

Waktu yang tepat mengucapkan:
Takbir diucapkan ketika melihat tanda kebesaran dan keagungan Allah. Juga ketika melewati jalan yang naik atau menanjak. Tasbih, tahmid dan takbir juga menjadi dzikir rutin Rasulullah setelah shalat.

Keutamaan Membaca Takbir:

  • Mendapat pahala
  • Bernilai sedekah
  • Kalimat yang dicintai Allah
  • Menghapus dosa
  • Menguatkan semangat dan keberanian

7. Tahlil

Kalimat berikutnya adalah tahlil. Yakni bacaan:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

(Laa ilaaha illallah)

Artinya:
Tiada Tuhan selain Allah

Waktu yang tepat mengucapkan:
Tahlil diucapkan untuk menegaskan tauhid, hanya beribadah kepada Allah. Seseorang yang masuk Islam, ia harus membaca syahadat yang berisi kalimat tahlil. Tahlil juga diucapkan sebagai dzikir setelah shalat. Dan juga mentalqin orang yang hendak meninggal (sakaratul maut).

Keutamaan Membaca Tahlil:

  • Mendapat pahala
  • Bernilai sedekah
  • Kalimat yang dicintai Allah
  • Menghapus dosa
  • Dzikir yang paling utama

8. Hauqalah

Kalimat thayyibah kedelapan adalah hauqalah. Yakni bacaan:

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

(Laa haula walaa quwwata illa billah)

Artinya:
Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah

Waktu yang tepat mengucapkan:
Hauqalah diucapkan ketika seseorang menghadapi tantangan, kesulitan atau sesuatu yang berat. Bahkan ketika diserukan menuju shalat dan kemenangan dalam adzan, jawabannya adalah kalimat hauqalah.

Keutamaan Membaca Hauqalah:

  • Mendapat pahala
  • Bernilai sedekah
  • Menjadi simpanan berharga di surga
  • Mendatangkan kekuatan dari Allah

9. Istighfar

Istighfar merupakan salah satu kalimat thayyibah. Istighfar adalah memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni bacaan:

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ

(Astaghfirullah)

Artinya:
Aku memohon ampun kepada Allah

Atau

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ

(Astaghfirullahal ‘adhiim)

Artinya:
Aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung

Waktu yang tepat mengucapkan:
Istighfar dibaca ketika kita melakukan kesalahan atau telah berbuat dosa. Ia juga menjadi dzikir yang dibaca pada pagi dan petang, setelah sholat, dan lain-lain.

Keutamaan Membaca Istighfar:

  • Mendapat ampunan Allah
  • Mendapatkan rahmat Allah
  • Mendapat keberuntungan
  • Mendapat kebahagiaan
  • Hujan dan keberkahan langit
  • Membuka pintu rezeki
  • Mendapatkan keturunan
  • Keberkahan bumi
  • Ditambah kekuatannya
  • Dikabulkan doanya

Penjelasan lengkap mengenai keutamaan, bacaan dan waktu terbaik membacanya bisa dibaca di artikel Istighfar

10. Salam

Kalimat selanjutnya adalah salam. Yakni bacaan:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَ بَرَكَاتُهُ

(Assalaamu’alaikum warohmatulloohi wabarookaatuh)

Artinya:
Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkahNya limpahkan kepada kalian

Waktu yang tepat mengucapkan:
Salam diucapkan ketika bertemu dengan sesama muslim. Kalimat ini juga diucapkan ketika mengakhiri shalat. Selengkapnya bisa dibaca di artikel Bacaan Sholat

Keutamaan Membaca Salam:

  • Berpahala
  • Merupakan doa
  • Mendapat keselamatan, baik yang membaca maupun yang diberi salam
  • Mendapat rahmat Allah, baik yang membaca maupun yang diberi salam
  • Mendapat keberkahan, baik yang membaca maupun yang diberi salam

Demikian 10 kalimat thayyibah beserta tulisan Arab, artinya, keutamaan dan waktu yang tepat mengucapkan. Semoga kita terbiasa mengamalkannya sehingga lebih dekat kepada Allah serta mendapatkan keutamaan-keutamaannya. Wallahu a’lam bish shawab.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]

10 Pilar dalam Dakwah

Dakwah sebuah keharusan yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mengaku Islam. Tanpa dakwah, dipastikan Islam akan segera lenyap dari permukaan bumi ini

قُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah (wahai Muhammad!):” Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashiroh (hujjah/ ilmu)yang nyata. MahasuciAllah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musryik.” (QS:Yusuf [12]:108)

DAKWAH merupakan sebuah keharusan dan keniscayaan yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tanpa dakwah dapat dipastikan bahwa Islam akan segera lenyap dari permukaan bumi ini. Sebab, hanya dakwah lah yang mampu mempertahankan eksistensi Islam hingga saat ini.

Bisakah  kita dapat membayangkan, apa jadinya jika dunia sepi dari kegiatan dakwah? Sepi dari kegiatan transfer ilmu agama?, Pasti akan muncul sebuah generasi yang tidak mengenal aturan hidup (syari’at). Pada akhirnya akan muncul suatu kehidupan yang berantakan (chaose).

Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya jika al-Qur’an menyebutkan bahwa dakwah merupakan jalan para Rosul Allah. Sejak rosul pertama, Nuh ‘alaihis salam, sampai dengan rosul terakhir, Muhammad ﷺ.

Secara etimologi, dakwah berasal dari akar kata da’aa-yad’ua, yang mengandung arti mengajak, menyeru dan mengundang. Adapun secara terminologi, merupakan segala aktivitas yang dilakukan secara terorganisir, untuk mengajak seseorang atau lebih kepada jalan yang lurus (ash-shiroth al-mustaqim), mengeluarkan sesorang dari kesesatan menuju hidayah dan dari kegelapan menuju cahaya Islam, dengan menggunakan metode yang sistematis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.

Dalam berdakwah, setidaknya ada sepiluh pilar yang harus diperhatikan oleh para da’i. Menurut Hassan al-Banna ada sepuluh pilar dalam dakwah. Selanjutnya, sepuluh pilar itu sudah banyak dijelaskan oleh banyak ulama dan cendekiawan muslim, seperti Sa’id Hawa dalam “Afaaq Risalah at-Ta’lim”, Dr. Abdullah al-Khatib dan Dr. Abdu Halim dalam “Nazharat fi Risalah Ta’lim” , Dr. Yusuf al-Qordowi dalam “Aulawiyat al-harokah al-Islamiyah” dan yang terakhir Rahmad Abdullah dalam bukunya “untukmu kader dakwah”. Adapun herarkis sepuluh pilar itu adalah.

Pertama, al-Fahmu. Yang dalam bahasa Indonesia berarti pemahaman. Artinya setiap da’I harus mampu memberikan pemahan yang benar kepada obyek dakwahnya tentang apa yang ia dakwahkan, dalam hal ini adalah Islam.

Kedua, al-ikhlas. Artinya seorang da’i harus melandasi seluruh aktivitas dakwahnya dengan totalitas keikhlasan kepada Allah SWT. Da’i tidak boleh mengharapkan dari aktivitas dakwahnya itu melainkan keridho’an Allah SWT, bukan yang lain. Sehingga orang-orang yang diajak pun mampu merasakan pancaran kesucian jiwanya.

Dalam pada itu, mereka pun akhirnya akan percaya bahwa yang disampaikan oleh da’i itu merupakan kebenaran dari Allah SWT, sebelum pada akhirnya mereka pun akan mengikuti arahan dan pesan dakwah dari da’i tersebut. Bahkan tidak mustahil kelak mereka pun akan menjadi da’i-da’i baru yang akan meneruskan agenda dakwah muka bumi ini.

Ketiga, al-’Amal. Sangat ironis sekali jika seorang da’i mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu, namun ia sendiri tidak melakukan apa yang diucapkan. Disamping mendapat murka dari Allah SWT, orang lain pun akan meremehkannya dan tidak akan menggubris apa yang dikatakannya. Dalam pada itu, sangat besar kemungkinannya agenda dakwah akan terhambat. Dikarenakan ulah sebagian da’i yang tidak mampu memberi contoh yang baik (qudwah hasanah) bagi obyek dakwahnya.

Keempat, al-Jihad. Di dalam dakwah amal saja tidak cukup, melainkan diperlukan pula adanya kesungguhan dan usaha keras dari para da’i tersebut. Sehingga dakwah itu dapat berjalan secara efektif dan mampu mengajak lebih banyak objek dakwah. Tanpa kesungguhan, dakwah akan berjalan ala kadarnya, bahkan sangat dimungkinkan akan terjadi futur (patah semangat) dalam diri da’i itu. Mengingat dakwah bukanlah pekerjaan yang ringan. Sehingga kesungguhan merukapakan hal yang harus dimiliki oleh setiap da’i.

Kelima, at-Tadhiyah. Disamping kesungguhan, diperlukan pula adanya pengorbanan dari da’i, baik pengorbanan material maupun mental. Merupakan kebohongan besar, jika ada yang ingin mengambil jalan dakwah tanpa mau berkorban. Mengingat orientasi dakwah tidak lah sama dengan perdagangan, yang nota bene berorientasi pada keuntungan material. Maka dari itu, pengorbanan merupakan suatu keniscayaan bagi para da’i.

Keenam, ath-Tho’ah. Dalam berdakwah seorang da’i tidak boleh berjalan secera sendiri-sendiri. Melainkan harus secara berjama’ah. Oleh karena itu, mutlak diperlukan adanya kepatuhan dari setiap da’i terhadap keputusan jama’ah itu. Jika tidak, maka hampir dapat dipastikan bahwa dakwah tersebut akan kandas di tengah jalan, bahkan bisa jadi para da’I itu akan mengalami kesulitan dan rintangan dari musuh-musuh dakwah.

Ketujuh, ats-Tsabat. Disamping memiliki kepatuhan, seorang da’i dituntut untuk memiliki keteguhan hati. Sehingga sanggup melawan segala rintangan dan kesulitan yang ditemuinya dalam menjalankan tugas dan amanahnya dari dakwah tersebut.

Kedelapan, at-Tajarrud. Agar dapat menyampaikan dakwahnya dengan benar, maka seorang da’i juga harus memiliki paradigma berfikir yang benar dan terbebas dari pengaruh pemikiran-pemikiran non-islami. Dalam pada itu, ketika seorang da’i sudah tercemari paradigma berfikirnya, maka ada kemungkinan da’i, yang sedianya ingin menyelamatkan orang, malah menyesatkannya. Inilah makna dari At-Tajarrud itu.

Kesembilan, al-Uhkuwah. Ketika berdakwah,hampir dapat dipastikan bahwa da’i akan menemui pelbagai rintangan, sehingga bantuan dari da’i lain sangat diperlukan dalam rangka menyukseskan agenda dakwah. Dari itu, rasa persaudaraan, baik sesama da’i, maupun antara da’i dengan obyek dakwahnya, merupakan hal yang sangat krusial dalam dakwah. Sehingga ketika memerlukan bantuan ia dapat memanggil saudaranya.

Kesepuluh, ats-Tsiqoh (kepercayaan). Mustahil rasanya, seseorang mau mengikuti perkataan orang lain tanpa adanya kepercayaan orang tersebut kepadanya. Dari itu, kepercayaan merupakan hal yang harus dibangun oleh para da’i di hadapan para obyek dakwahnya.

Ketika kepercayaan sudah ada maka para da’I, dapat dengan mudah mengarahkan obyek dakwahnya untuk mengikuti arahan dan pesan dakwah yang ia berikan padanya. Sebelum pada akhirnya, da’i tersebut juga dapat mempercayakan suatu perkara kepada kader dakwah yang muncul dari mereka, untuk meneruskan dakwahnya. Maka rasa saling mempercayai dari kedua belah pihak merupakan sebuah keniscayaan.

Itulah sepuluh pilar dalam dakwah. Dalam mana harus dipegang teguh oleh setiap da’i dan dilaksanakan menurut herarkinya. Dan mudah-mudahan, dengan melaksanakan itu semua, Allah SWT berkenan untuk menjadikan kita para da’i yang berkompeten dan meraih kesuksesan dalam berdakwah. Semoga.

*/Faruuq Tri Fauzialumni Lembaga Dakwah Kampus “Jama’ah Fahruddin (JF) UMM. Dikutip Hidayatullah.com, Rabu, 22 September 2004

HIDAYATULLAH

Usir Sifat Kikir dengan Ayat-Ayat Ini!

Bila engkau sering ragu ketika ingin bersedekah, atau berat ketika ingin berbagi, atau malas disaat ingin membantu orang yang sedang membutuhkan, maka usirlah semua perasaan itu dengan mengingat ayat-ayat ini.

1). Allah Swt Berfirman :

وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ

“Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS.Saba’:39)

2).

إِنَّ ٱلۡمُصَّدِّقِينَ وَٱلۡمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقۡرَضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا يُضَٰعَفُ لَهُمۡ وَلَهُمۡ أَجۡرٞ كَرِيمٞ

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.” (QS.Al-Hadid:18)

3).

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ يَوۡمٞ لَّا بَيۡعٞ فِيهِ وَلَا خُلَّةٞ وَلَا شَفَٰعَةٞۗ وَٱلۡكَٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang kafir itulah orang yang zhalim.” (QS.Al-Baqarah:254)

4).

وَأَنفِقُواْ مِن مَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنِيٓ إِلَىٰٓ أَجَلٖ قَرِيبٖ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.” (QS.Al-Munafiqun:10)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang senada dengan ayat-ayat di atas. Semua itu adalah obat yang bisa menyembuhkan penyakit kikir, sombong dan malas yang telah menempel dalam diri kita

Kita harus meyakini bahwa semua harta atau bantuan yang kita keluarkan atau kita berikan kepada orang yang membutuhkan akan menjadi kekal dan resmi menjadi milik kita yang sebenarnya. Sementara harta yang ada ditangan kita sebenarnya bukan milik kita. Karena hanya ada dua pilihan, apakah harta itu akan habis meninggalkan kita atau kita yang akan meninggalkannya (mati).

Jika harta yang ada ditangan kita lalu dibelikan makanan, maka nilainya seperti yang keluar dari perut kita. Atau kita belikan rumah, mobil dan perhiasan, maka semua itu juga pasti akan sirna dan binasa. Bukan kita dilarang untuk memiliki semua itu, tapi jangan sampai kita hanya fokus kepada yang akan sirna dan lupa terhadap yang akan kekal bersama kita.

Sedangkan harta kita yang akan kekal dan selalu menemani kita hanyalah harta yang sudah kita infakkan. Harta ini akan selamanya menjadi milik kita dan memberi manfaat untuk kita.

Allah Swt Berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Hasyr:18)

Sayyidina Ja’far As-Shodiq pernah berpesan :

“Bila yang mengganti itu Allah maka kenapa harus bakhil ?”

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Menyikapi Perayaan Tahun Baru Masehi

Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap umat beragama memiliki hari-hari besar dan perayaan-perayaannya. Akan tetapi, setiap dari mereka memiliki perbedaan cara dalam merayakannya.

Sebagian di antara umat beragama, ada yang memperingati hari besarnya dengan hiruk-pikuk dan pesta pora seperti berkumpul di malam hari, meniup terompet, membunyikan lonceng atau menghujani langit dengan petasan dan juga kembang api. Mereka sangat gembira ria pada tengah malam.

Akan tetapi ada kelompok kedua yang berbeda dengan kelompok pertama tadi, dimana kelompok kedua ini merayakan hari besarnya dengan sunyi senyap sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat Bali.

Apabila datang hari raya Nyepi, mereka melakukan catur brata. Pada hari itu mereka melakukan pati geni (memadamkan cahaya), pati karya (berhenti atau tidak beraktivitas), pati lelungan (tidak bepergian), pati lelanguan (tidak mencari hiburan). Sehingga pada hari Nyepi, mereka hanya diam di rumahnya masing-masing, memadamkan cahaya, tidak beraktivitas, dan tidak bepergian jauh.

Ada juga kelompok ketiga yang lebih aneh lagi dalam merayakan hari besarnya.  Mereka memperingati hari besarnya dengan tangisan, ratapan, menjerit-jerit, memukul dada, bahkan merobek-robek baju serta menyakiti diri. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Syiah Rafidhah yang mana mereka melakukan ritual penyesalan diri terhadap kematian Husein –radhiyallahu ‘anhu – .

Sebenarnya di antara perbedaan cara ketiga kelompok tersebut, mereka memiliki satu niat yang sama yaitu taqarrub ilallah (beribadah kepada Allah). Mereka merayakan hari-hari besar tersebut dengan tujuan  untuk mendekatkan diri pada TuhanYang Maha Kuasa.

Akan tetapi ketika mereka menginginkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, maka artinya mereka tengah melakukan ibadah. Dan sebagaimana telah kita ketahui bahwa dalam masalah ibadah, Islam telah mengaturnya sebagaimana yang telah dikatakan oleh para ulama:

الأَصْلُ فِي العِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتىَّ يَقُوْمَ دَلِيْلُ عَلَى الأَمْرِ

“Hukum asal ibadah itu terlarang/batal sampai ada dalil yang memerintahkannya.”

Oleh karena itu, hari raya merupakan ibadah sehingga harus ada aturannya atau dalil yang memerintahkannya. Jika tidak, maka berlaku hukum baginya sebagaimana hadits riwayat Muslim:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasarnya dalam urusan (agama) kami, maka amal itu tertolak.”

Jadi sebenarnya –dalam Islam–, hari raya itu apa? Hari raya apa saja yang legal dalam Islam?

Dikatakan dalam sebuah riwayat, dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu -:

كان لأهل الجاهلية يومان في كل سنة يلعبون فيهما، فلما قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة قال: كان لكم يومان تلعبون فيهما، وقد أبدلكم الله بهما خيرا منهما: يوم الفطر ويوم الأضحى.

Dahulu, orang Arab Jahiliyyah mempunyai dua hari raya dimana mereka bersenang-senang pada hari raya tersebut. Kemudian ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  hijrah ke Madinah dan menjumpai masyarakat Madinah yang ternyata mereka pun merayakan dua hari raya tersebut, yaitu hari raya Jahiliyah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarangnya, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengatakan: “Mulai detik ini, kita hapuskan semua hari raya kecuali dua hari raya sebagai penggantinya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.”

Oleh karena itu, bisa kita tarik kesimpulan bahwa hari raya yang sesuai dengan Islam hanya dua yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Kemudian, dua hari raya yang diperingati masyarakat Jahiliyah pada saat itu maksudnya hari raya apa?

Jawabannya, mereka memperingati perayaan Neirus dan Mihrojan.

Neirus adalah perayaan tahun baru Persia. Karena asimilasi budaya, masyarakat Madinah yang kala itu masih musyrik, suka mengikuti budaya masyarakat lain yang dianggap lebih berperadaban. Seperti Persia atau Romawi. Sampai saat ini, hari raya Neirus tersebut masih diperingati oleh masyarakat Iran, padahal hal tersebut sudah dibatalkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam – .

Maka berdasarkan hadits tadi, kaum muslimin tidak boleh merayakan hari raya lain kecuali dua hari raya saja, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Salah satu yang termasuk pada hari raya terlarang adalah hari yang sebentar lagi kita akan saksikan –insya Allah–, dimana hiruk-pikuk manusia dari Indonesia sampai ke Maroko merayakannya. Negeri-negeri Islam pun ikut merayakannya, yang mana hari raya tersebut sebenarnya bukan bagian dari Islam.

Jika ada yang mengatakan,

“Ustadz, Rasulullah tidak pernah mengharamkan tahun baru Masehi”

Kita bisa jawab,

“Pada waktu itu Rasulullah sudah melarang tahun baru Persia karena  –atas kehendak Allah– kebudayaan Persia-lah yang diserap oleh orang Arab, sedangkan kebudayaan Romawi belum terserap pada saat itu. Akan tetapi larangan Rasulullah untuk melakukan tahun baru Persia itu otomatis juga merupakan larangan Rasulullah untuk mengatakan perayaan tahun baru lainnya, apalagi ditambah dengan banyaknya mafsadat atau kerusakan di dalam perayaannya.”

Wallāhu a’lam

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/8100-menyikapi-perayaan-tahun-baru-masehi.html

Hukum Bayar Zakat Sebelum Jatuh Tempo (Haul)

Para pembaca Bimbinganislam yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang hukum bayar zakat sebelum haul (jatuh tempo)
selamat membaca.

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga ustadz selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Mohon petunjuk, bagaimana jika zakat dibayarkan sebelum jatuh tempo dan dibayarkan tiap bulan ke mustahik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apakah dibolehkan untuk tidak membayarkannya sekaligus di awal atau di akhir?
Jazakumullahu khairan kathiran.

(Disampaikan oleh Fulanah, Member grup WA BiAS)

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Alhamdulillāh wa shalātu wa salāmu ‘alā rasūlillāh.

Zakat diwajibkan atas seorang muslim jika sudah terpenuhi dua syarat:
1. Mencapai nishob, yaitu kadar minimal harta yang dimiliki.
2. Nishab di atas telah mencapai setahun.

Jika kedua syarat tersebut terpenuhi harta seseorang maka wajib untuk dikeluarkan zakatnya.

Adapun masalah menyegerakan zakat sebelum diwajibkan, butuh kepada rincian:

1. Jika dikeluarkan sebelum harta mencapai nishab, maka tidak sah berdasarkan kesepakatan para ulama. Imam Nawawi berkata:

زكاةُ الماشية والنَّقد والتِّجارة، فلا يجوزُ تعجيلُ الزكاة فيه قَبل مِلك النِّصاب، بلا خلافٍ

“Zakat hewan ternak, uang dan perdagangan, maka tidak boleh disegerakan sebelum mencapai nishabnya tanpa ada perselisihan di kalangan ulama.”
(Al-Majmu’ syarh muhadzzab : 6/146).

2. Jika dikeluarkan setelah harta mencapai nishab namun belum lewat satu haul (satu tahun hijiryyah). Mayoritas ulama membolehkan hal tersebut. Imam Tirmidzy berkata:

قال أكثرُ أهلِ العِلم: إنْ عجَّلَها قبل مَحَلِّها أجزأتْ عنه، وبه يقولُ الشافعيُّ، وأحمدُ، وإسحاقُ

“Mayoritas ulama berkata: Jika seseorang menyegerakan zakat sebelum jatuh tempo, sah zakatnya. dan ini adalah perkataan Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq”
(Sunan Tirmidzy: 2/57).

Jadi, boleh mengeluarkan zakat sebelum jatuh tempo dengan syarat harta telah mencapai nishab (misal : jika uang setara dengan 85 gr emas). Baik dengan cara langsung maupun dengan cara dicicil perbulannya.
Ketika telah mencapai satu haul, maka dihitung jumlah hartanya, dan dilihat apakah zakat yang dikeluarkan setiap bulan sudah pas atau belum, jika masih kurang maka keluarkan sisanya.

Wallahu a’lam

Dijawab oleh :
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله

Read more https://bimbinganislam.com/hukum-bayar-zakat-sebelum-jatuh-tempo-haul/

Pesan Ibnu Abbas dan Ali Bin Abi Thalib Soal Kedua Orang Tua

Ibnu Abbas dan Ali bin Abi Thalib berpesan tentang berbakti orang tua.

Berbakti kepada kedua orang tua, tak terkecuali ibu tentunya, bisa berbentuk apapun. Bakti tersebut bisa dilakukan saat keduanya masih hidup ataupun sudah meninggal.

Di antara bakti yang bisa dilakukan itu adalah dengan mendoakan keduanya. Doa anak untuk kedua orang tua itu bahkan bisa menjadi amal jariyah yang pahalanya akan tetap mengalir untuk kedua orang tua di alam baka. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ 

”Apabila ‘anak Adam itu mati, maka terputuslah amalnya, kecuali (amal) dari tiga ini: sedekah yang berlaku terus menerus, pengetahuan yang d manfaatkan, dan anak sholeh yang mendoakan dia.” (HR Muslim) 

Teladan Rasulullah SAW tersebut dilaksanakan dengan baik oleh para sahabat beliau. Sahabat Ibnu Abbas RA, misalnya, dia pernah berkata:

ﺇﻧﻲ ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻋﻤﻼ ﺃﻗﺮﺏ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻣﻦ ﺑﺮ اﻟﻮاﻟﺪﺓ

“Tidak kuketahui amalan yang lebih mendekatkan kepada Allah dari pada berbakti kepada ibu” (Imam al-Bukhari, Adab Al-Mufrad).

Sementara itu, berbakti kepada ibu dan ayah adalah dengan tidak menyakitinya, seperti dalam riwayat yang dinukilkan dari sayyidina Ali bin Abi Thalib RA berikut:

ﻣﻦ ﺃﺣﺰﻥ ﻭاﻟﺪﻳﻪ ﻓﻘﺪ عقهما (ﺧﻂ ﻓﻲ اﻟﺠﺎﻣﻊ) ﻋﻦ ﻋﻠﻲ

“Barangsiapa membuat susah kedua orang tuanya maka ia telah durhaka kepadanya.”

(Riwayat Khatib al-Baghdadi dari Ali bin Abi Thalib) 

KHAZANAH REPUBLIKA

Fadhilah Sholawat Asyghil: Doa Penyelamat dari Kedzaliman

Salah satu bentuk shalawat yang populer dan sering dibaca oleh masyarakat Indonesia adalah Shalawat Asyghil.

Shalawat ini lebih populer terutama dalam masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) dan kalangan pesantren.

Hampir dalam setiap istighasah, shalawat ini termasuk bacaan utama yang harus dikumandangkan secara berjamaah.

Apakah sebenarnya fadhilah Sholawat Asyghil? Berikut penjelasannya: Ada banyak shalawat dengan bermacam-macam redaksi atau lafadz shalawat.

Jumlahnya bahkan bisa mencapai ribuan macam lafadz shalawat baik yang berasal dari Nabi sendiri, maupun para sahabat, dan wali-wali Allah, dan orang-orang shaleh pilihan.

Pembacaan pertama kali shalawat Asyghil adalah Imam Ja’far Assadiq (w. 138 H). Konon, beliau terbiasa membaca shalawat ini saat melakukan doa qunut shalat Subuh.

Kemudian, shalawat ini masyhur dengan sebutan Sholawat Habib Ahmad bin Umar Alhinduan Ba ‘Alawy (w.1122 H).

Hal ini karena shalawat ini termasuk bacaan shalawat yang dihimpun dalam kitabnya Alkawakib Almudhi’ah fi Zikris Shalah ‘ala Khairil Bariyyah.

Fadhilah Sholawat Asyghil, selain untuk memohonkan shalawat dan salam atas Nabi Saw., keluarga dan sahabatnya, juga bertujuan untuk meminta kepada Allah Swt. agar kita diselamatkan dari kejahatan orang-orang yang zalim.

Berikut lafadz shalawat Asyghil:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ سَالِمِيْنَ وَعَلَي

الِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Allahumma sholli ‘ala sayyidina muhammad wa asyghilidz dzolimin bidz dzolimin wa akhrijna min bainihim salimin wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.

Artinya: “Ya Allah, berikanlah shalawat kepada pemimpin kami Nabi Muhammad, dan sibukkanlah orang-orang zalim dengan orang zalim lainnya. Selamatkanlah kami dari kejahatan mereka. Dan limpahkanlah shalawat kepada seluruh keluarga dan para sahabat beliau.”

Bagi umat Islam, bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw. memiliki keutamaan yang besar dan menghasilkan manfaat yang banyak di dunia dan akhirat.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah penghormatan kepadanya”. [Al Ahzab:56]

Ayat di atas menjelaskan tentang penghormatan dan pengagungan bagi NabiNya serta dorongan bagi para hambaNya yang mu’min untuk mengucapkan shalawat dan salam baginya.

Setiap muslim harus berlomba-lomba memberikan shalawat yang terbaik dan memperbanyak bacaan shalawat.

Majelis-majelis shalawat pun harus dibentuk dan diadakan secara rutin di mana-mana.

Sayangnya, ada saja sekelompok kecil umat Islam yang sangat sedikit jumlahnya terkesan menghalangi dan tidak menyukai majelis-majelis shalawat-an yang sudah mengakar di Masyarakat Nusantara ini khususnya masyarakat Ahlussunnah wal Jamaa’ah.

Bahkan, tidak jarang dikatakan orang shalawat-an dianggap bid’ah, sesat, syirik, dan sebagainya dan pelakunya divonis masuk neraka.

Padahal dengan memperbanyak bershalawat yang apalagi dilaksanakan secara berjamaah, itu bisa banyak fadhilah salawat yang didapatkan.

Semoga kelak kita akan mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad Saw.

Alangkah mulianya apabila kita sebagai umat Islam untuk senantiasa bershalawat dengan shalawat-shalawat yang hebat dan penuh manfaat dari para ulama, waliyullah dan orang-orang shalih.

Mari terus amalkan Shalawat Asyghil ini secara rutin baik sendiri maupun berjama’ah dan mari berbondong-bondong mendirikan berbagai majelis shalawat di mana pun kita berada.

Insya Allah, fadhilah Sholawat Asyghil ini membantu kita meminta kepada Allah agar kita diselamatkan dari kejahatan orang-orang yang zalim.[]

BINCANG SYARIAH

Kapan Kita Pernah Sendiri?

Allah Swt Berfirman :

ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS.Ya-Sin:65)

Dalam kesendirian kita, jangan tertipu dengan diamnya anggota tubuh kita, karena itu semua kelak akan berbicara. Tangan dan kaki kita kelak akan bercerita dan bersaksi atas apa yang kita lakukan dengan keduanya. Bahkan kulit pun ikut bersaksi dan berbicara.

وَقَالُواْ لِجُلُودِهِمۡ لِمَ شَهِدتُّمۡ عَلَيۡنَاۖ قَالُوٓاْ أَنطَقَنَا ٱللَّهُ ٱلَّذِيٓ أَنطَقَ كُلَّ شَيۡءٖۚ وَهُوَ خَلَقَكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٖ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ

Dan mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” (Kulit) mereka men-jawab, “Yang menjadikan kami dapat berbicara adalah Allah, yang (juga) menjadikan segala sesuatu dapat berbicara, dan Dialah yang menciptakan kamu yang pertama kali dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.” (QS.Fushilat:21)

Mata akan bersaksi tentang apa yang dilihatnya. Telinga pun akan bersaksi atas apa yang didengarnya.

وَمَا كُنتُمۡ تَسۡتَتِرُونَ أَن يَشۡهَدَ عَلَيۡكُمۡ سَمۡعُكُمۡ وَلَآ أَبۡصَٰرُكُمۡ وَلَا جُلُودُكُمۡ وَلَٰكِن ظَنَنتُمۡ أَنَّ ٱللَّهَ لَا يَعۡلَمُ كَثِيرٗا مِّمَّا تَعۡمَلُونَ

“Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan.” (QS.Fushilat:22)

Bahkam bumi akan bersaksi atas apa yang kita lakukan di atasnya. Setiap jengkal dari tanah ini akan bercerita tentangnya.

يَوۡمَئِذٖ تُحَدِّثُ أَخۡبَارَهَا

“Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya.” (QS.Az-Zalzalah:4)

Dan sebelum semua itu, bukankah Allah Swt selalu memandang dan memperhatikan kita dalam kesendirian atau saat keramaian? Lalu kapan kita dalam keadaan sendiri? Sementara Allah Swt selalu menyertai kita kapanpun dan dimanapun.

وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِير

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Hadid:4)

Bukankah Dia Yang Maha Mengetahui apa yang terlintas dalam benak dan hati kita ?

وَأَسِرُّواْ قَوۡلَكُمۡ أَوِ ٱجۡهَرُواْ بِهِۦٓۖ إِنَّهُۥ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ

“Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS.Al-Mulk:13)

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN