Detik-Detik Sakaratul Maut

Abdullah bin Ahmad bin Hambal rahimahullah menuturkan: “Ketika ayahku (Imam Ahmad bin Hambal) dihampiri kematian, aku duduk di sampingnya sambil memegang selembar kain untuk merapatkan kedua rahangnya, sedang dia dalam keadaan sakaratul maut. Beliau kehilangan kesadaran, hingga kami mengira beliau telah wafat. Kemudian ia sadar kembali sambil berkata, tidak…! belum…! tidak…! belum…! Ia mengucapkannya beberapa kali, pada ucapannya yang ketiga kali aku tanyakan kepadanya: “Wahai ayahku, apakah yang telah engkau ucapkan di saat-saat seperti ini?”. Ia menjawab: “Hai anakku, apakah engkau tidak mengetahui?”. “Tidak tukasku”. Maka ia berkata: “Iblis… terlaknat! Ia duduk dihadapanku sambil menggigit ujung-ujung jarinya seraya berkata: “Hai Ahmad! Engkau telah selamat dariku, dan aku menjawabnya, Tidak… belum… (Aku belum selamat darimu) hingga aku mati” (Siyar Alamin Nubalaa‘ XI/341).

Demikian kuat dan besar tekad iblis dalam menyesatkan manusia hingga detik akhir kehidupan manusia. Ia bangkitkan perasaan ujub terhadap amal shalihnya, bahwasanya manusia telah banyak beribadah sehingga timbul riya dan sum’ah terhadap semua kebajikan dan amal shalih yang pernah dilakukannya. Ini tipu muslihat iblis agar mampu menundukkan mukmin yang tekun beribadah pada Allah.

Al-Hafidz ‘Abdul Ghair Al-Farisi rahimahullah berkata, “Aku mendengar Abu Shalih berkata: ‘Aku datang kepada Abu Bakar Al-Labbad di saat beliau wafat, aku mendengarnya bertutur, sedang ia merelakan dirinya untuk menerima kematian:

الملك القدوس السلام المؤمن

Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniakan keamanan… (QS. Al-Hasyr: 23).

Beliau menyebut nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla hingga yang terakhir [Q.S Al Hasyr: 24]” (Madarijus Saalikin, III/443).

Hamba yang selalu mentauhidkan Allah, mengagungkan asma’ dan sifat-Nya, tidak mentakwilkan sifat-sifat-Nya, tidak mengingkari serta tidak menyerupakan/menyamakannya dengan sifat-sifat makhluk akan diwafatkan-Nya dalam keadaan bahagia dan selamat insyaallah.

Di ayat lain Allah Ta’ala mengabarkan kematian orang mukmin dalam keadaan baik. Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): ”salamun ‘alaikum (keselamatan dan kesejahteraan bagimu)” Masuklah ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl: 32).

Syaikh Asy Syinqithi rahimahullah mengatakan: “Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa orang yang bertaqwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat. (Demikian ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa surga dan menghampiri mereka dengan salam…” (Adhwaul Bayan, 3/266).

Dari dua kisah seputar kematian di atas, banyak pelajaran yang bisa membuat seorang mukmin segera mempersiapkan kematian yang datangnya tanpa kita sadari. Mati membuatnya takut berbuat dosa dan memotivasi beramal shalih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أكثروا ذكرَ هادمِ اللَّذَّاتِ يعني الموتَ فإنَّهُ ما كانَ في كثيرٍ إلَّا قلَّلَهُ ولا قليلٍ إلَّا جَزَلَهُ

Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu” (HR. Ath Thabarani [6/56], dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jamiush Shaghir no.1222).

Hikmah lainnya adalah perlunya bekal kehidupan setelah kematian di dunia. Iman dan amal shalih yang ikhlas dan sesuai petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bekal berharga dalam menuju perjalanan ke negeri akhirat. Tanpa bekal iman dan amal shalih seorang hamba akan menyesal sebagaimana penyesalan orang kafir. Allah Ta’ala berfirman:

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbku… Kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. “sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka di bangkitkan” (QS. Al-Mukminun: 99-100).

Di akhir tulisan ini ada nasehat bagus dari Hamid Al-Qaishari: “Kita semua tidak melihat orang yang bersiap-siap menghadapinya. Kita semua telah meyakini adanya surga, tetapi kita tidak melihat orang yang beramal untuknya. Kita semua telah meyakini adanya neraka, tetapi kita tidak melihat orang yang takut terhadapnya. Maka terhadap apa kamu bergembira? Kemungkinan apakah yang kamu nantikan? Kematian! Itulah perkara pertama kali yang akan datang kepadamu dengan membawa kebaikan atau keburukan. Wahai saudara-saudaraku, berjalanlah menghadap penguasamu (Allah) dengan perjalanan yang bagus” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm.483, tahqiq Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi).

Wallahu a’lam.

***

Referensi:

  • 6 Pilar Utama dakwah Salafiyyah (terjemah) ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani, Pustaka Imam Syafi’i, Bogor, 2004.
  • Majalah As-Sunnah edisi 12/th VIII/1426 H.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Artikel Muslimah.or.id

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/12752-detik-detik-sakaratul-maut.html

Mendakwahkan Akhlak dan Muamalah Saja, Lalu Melupakan Dakwah Tauhid

Salah satu yang perlu kita pahami dengan baik bahwa dakwah para Nabi dan Rasul itu ditolak karena mereka mendakwahkan tauhid dan juga mendakwahkan agar manusia menjauhi syirik. Hal ini sangat penting diketahui karena di zaman ini kaum muslimin mulai melupakan dan lalai akan dakwah tauhid. Manusia pun mulai lupa mempelajari tauhid. Manusia lebih tertarik dengan pembahasan akhlak, muamalah, jual beli saja, dan “melupakan” dakwah tauhid. Kami katakan bahwa belajar akhlak dan muamalah itu juga merupakan kebaikan. Akan tetapi, jangan sampai melalaikan mempelajari dan mendakwahkan tauhid.

Para Nabi dan Rasul adalah orang yang paling baik akhlak dan muamalah dengan sesama manusia. Bahkan musuh-musuh mereka pun mengakui baiknya akhlak dan muamalah para Nabi dan Rasul tersebut. Apabila dakwah kita hanya mengarah ke aspek akhlak, muamalah yang baik, berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada sesama, maka para Nabi dan rasul sudah memenuhi itu semua. Sekali lagi, mereka adalah yang paling baik akhlak dan muamalahnya kepada sesama manusia. Akan tetapi, dakwah mereka tetap ditolak karena mereka mendakwahkan tauhid dan mendakwahkan agar manusia menjauhi syirik.

Tugas utama para Nabi dan Rasul adalah mendakwahkan tauhid dan menjauhi kesyirikan.

Allah Ta’ala berfirman,

ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺑَﻌَﺜْﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﺃُﻣَّﺔٍ ﺭَﺳُﻮﻻً ﺃَﻥِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﻄَّﺎﻏُﻮﺕَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut’” (QS. An-Nahl: 36).

Bahkan dakwah tauhid adalah dakwah prioritas yang pertama kali kita dakwahkan. Sehinga tidak layak kita berdakwah ke arah akhlak dan muamalah saja, lalu lupa dan lalai akan dakwah tauhid.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika berdakwah ke negeri Yaman agar mendakwahkan tauhid terlebih dahulu,

ِ فَلْتَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ.

“Hendaklah yang pertama kali engkau serukan adalah syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Apabila mereka mentaatimu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka salat lima waktu dalam sehari semalam”  (HR. Muslim).

Mari kita tetap mendakwahkan tauhid dan terus memperbaiki akhlak dan muamalah kita. Jangan tinggalkan total dakwah tauhid karena khawatir ditinggalkan manusia atau ditinggalkan jamaah. Sering kali kita mengutip ayat ketika berdakwah hadzihi sabili (inilah jalanku)”. Tafsir dari ayat ini bahwa “jalan” tersebut adalah dakwah tauhid. Berikut ini ayat dan tafsirnya.

Allah Ta’ala berfirman,

ﻗُﻞْ ﻫَﺬِﻩِ ﺳَﺒِﻴﻠِﻲ ﺃَﺩْﻋُﻮ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﺼِﻴﺮَﺓٍ ﺃَﻧَﺎ ﻭَﻣَﻦِ ﺍﺗَّﺒَﻌَﻨِﻲ ﻭَﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ

“Katakanlah, ‘Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’” (QS. Yusuf: 108).

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini,

ﻭﻫﻲ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻰ ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺪﻩ ﻻ ﺷﺮﻳﻚ ﻟﻪ

“Yaitu berdakwah kepada syahadat ‘tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu baginya’” (Tafsir Ibnu Katsir).

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel: www.muslim.or.id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/59821-mendakwahkan-akhlak-dan-muamalah-saja.html

Kunci-Kunci Untuk Merenungkan Al-Qur’an

Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk berlindung kepada Allah dari godaan setan sebelum kita membaca Al-Qur’an.

فَإِذَا قَرَأۡتَ ٱلۡقُرۡءَانَ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ

“Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS.An-Nahl:98)

Begitupula Allah Swt mengajarkan kita untuk membaca Al-Qur’an dengan tartil.

وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا

“Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (QS.Al-Muzzammil:4)

Kemudian Allah memerintahkan kepada kita untuk merenungkan Al-Qur’an.

كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ

“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS.Shad:29)

Dan Allah Swt telah mengabarkan bahwa siapa yang tidak merenungkan kandungan Al-Qur’an hatinya telah tertutup.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ

“Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS.Muhammad:24)

Dari ayat-ayat di atas seharusnya menggugah hati kita untuk bertanya, “Lalu bagaimana cara kita merenungkan Al-Qur’an?”

Nah, disini kita akan membahas kunci-kunci untuk merenungkan Al-Qur’an.

Kunci Pertama

Hadirkan hatimu !

Al-Qur’an turun pertama kali ke dalam hati. Yaitu hati Baginda Nabi Muhammad Saw.

Ketika hati telah sadar dari kelalaiannya dan siap mendengar Firman-Nya maka setiap anggota tubuh lainnya akan ikut sadar dan siap menyerap pesan-pesan dari ayat suci Al-Qur’an.

Dan menjadi jelas disini bahwa Allah Swt mencela kaum mukminin yang hatinya tidak khusyuk ketika mendengar ayat Al-Qur’an.

أَلَمۡ يَأۡنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُهُمۡ لِذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا يَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُهُمۡۖ وَكَثِيرٞ مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ

“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.” (QS.Al-Hadid:16)

Kunci Kedua

Bersiaplah !

Setelah kita hadirkan hati maka bulatkan tekad kita untuk menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya dan menahan diri dari apa-apa yang dilarang Allah Swt. Konsistensi kita dalam menjaga diri serta agama akan membawa dampak kebaikan yang sangat besar dalam kehidupan kita di masa depan.

Ingatlah Firman Allah Swt :

فَلَوۡ صَدَقُواْ ٱللَّهَ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡ

“Padahal jika mereka benar-benar (beriman) kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS.Muhammad:21)

Ingatlah pula bahwa apabila engkau melangkah untuk mendekat kepada Allah, maka Allah akan membimbingmu untuk semakin dekat dengan rahmat dan anugerah-Nya.

Kunci Ketiga

Sadarlah bahwa Allah Swt sedang berbicara denganmu !

Apabila setiap kali membaca Al-Qur’an kita selalu merasa bahwa kita sedang berdialog dengan Allah maka kualitas bacaan Al-Qur’an kita pasti akan berbeda. Kita bukan hanya melafadzkan bacaan tanpa makna, tapi kita sedang berbicara dengan Sang Pencipta.

Setiap ayat Al-Qur’an adalah surat yang Allah kirimkan untuk kita. Namun sayang kita tidak pernah merasa demikian.

Bila surat itu dari Allah, bukankah selayaknya kita berhubungan dengan Al-Qur’an dengan penuh penghormatan?

Inilah tiga kunci dalam merenungkan Al-Qur’an. Tentunya masih banyak lagi kunci-kunci lainnya yang belum kita sebutkan dalam kajian ini.

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Hukum Mewudhukan Jenazah

Salah satu kewajiban muslim terhadap sesama adalah mengurusi jenazahnya ketika meninggal. Mengurus sebuah jenazah meliputi empat hal yakni, memandikan, mengafani, menyalati dan menguburkan. Namun, di sebagian masyarakat, tak sedikit yang bertanya apakah jenazah yang dimandikan haruslah diwudhukan juga? Bagaimana hukum mewudhukan jenazah pada saat dimandikan?

Nah, untuk menjawab tersebut, mari simak ulasan berikut ini:

Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya Maushuat al-Fiqhi al-Islami wa al-Qadaya al-Mu‘ashirah menjelaskan bahwa para imam mazhab fikih sepakat perihal orang yang bertugas memandikan jenazah diperbolehkan mewudhukan jenazah itu manakala keluar sesuatu dari jenazah tersebut baik berupa najis ataupun kotoran yang lain. Ketentuan ini berlaku kepada jenazah yang bukan anak kecil.

Cara mewudhukan jenazah sama dengan wudhu seperti biasanya. Namun, terlebih dahulu kotoran yang ada pada jenazah dibersihkan menggunakan air campuran daun bidara atau menggunakan sabun.

Setelah itu, dua lubang kemaluan jenazah dibasuh (dilap) menggunakan secarik kain yang basah. Jenazah tidak perlu di kumur-kumurkan dan juga dikucurkan air ke lubang hidung menurut kalangan Hanafitah dan Hanabilah. Ini karena pada hal tersebut terdapat unsur menyulitkan (al-haraj) lantaran manakala air masuk ke pencernaannya maka dikhawatirkan membuat najis yang ada disana keluar lagi.

Namun, jika jenazah tersebut merupakan orang yang junub, haid ataupun nifas, maka kumur –kumur dan juga mengucurkan air ke hidung tetap dilakukan terhadap jenazah tersebut menurut kesepakatan ulama, alasannya untuk menyempurnakan bersesuci. (Wahbah az-Zuhaili, Maushūat al-Fiqhi al-Islamī wa al-Qadāyā al-Mu’āshirah, juz 2 hal 410-411)

Bahkan, Syekh Abdur Rahman al-Jaziri dalam kitabnya al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah menerangkan bahwa hukum mewudhukan jenazah adalah sunah.

يندب أن يوضأ كما يتوضأ الحي عند الغسل من الجنابة إلا المضمضة والاستنشاق فإنهما لا يفعلان في وضوء الميت لئلا يدخل الماء إلى جوفه فيسرع فساده ولوجود مشقة في ذلك ولكن يستحب أن يلف الغاسل خرقة على سبابته وإبهامه ويبلها بالماء ثم يمسح بها سنان الميت ولثته ومنخريه فيقوم ذلك مقام المضمضة والاستنشاق وهذا متفق عليه بين الحنفية والحنابلة أما المالكية والشافعية فانظر مذهبيهما تحت الخط ( المالكية والشافعية قالوا : يوضأ يمضمضة واستنشاق وأن تنظيف أسنانه ومنخريه بالخرقة مستحب ولا يغني عن المضمضة والاستنشاق )

 “Disunahkan untuk mengambilkan wudhu bagi jenazah saat dimandikan sebagaimana berwudhunya orang yang hidup.  Namun, dalam pelaksanaannya tidak disunahkan untuk berkumur-kumur maupun istinsyaq (menghirup air ke hidung) terhadap jenazah, hal ini supaya air tidak masuk ke jauf (lubang tembus ke pencernaan) sehingga mempercepat jenazah rusak dan juga karena ada unsur masyaqqah (kesulitan) untuk melakukan hal itu.

Namun, orang yang bertugas memandikan jenazah disunahkan untuk  meletakkan kain yang sudah dibasahi pada jari telunjuk dan ibu jarinya kemudian mengusap gigi-gigi, gusi dan lubang hidung si jenazah menggunakan kain tersebut sebagai ganti dari kumur-kumur dan istinsyaq, ini merupakan kesepakatan ulama kalangan Hanafiyah dan Hanabilah. Sementara menurut ulama Malikiyah dan Syafi’iyah tetap disunahkan melakukan kumur-kumur dan istinsyaq terhadap jenazah sebagaimana biasa, dimana membersihkan gigi-gigi dan lubang hidung jenazah tidak cukup sebagai ganti dari kumur-kumur dan istinsyaq.

Untuk niat mewudhukan jenazah, Anda bisa membaca di tulisan Niat Memandikan Jenazah.

Wallahu a’lam

BINCANG SYARIAH

Mengapa Orang Takut Meninggal Dunia? Ini Penjelasan Ulama

Terdapat 3 alasan orang takut meninggal dunia menurut ulama

Tidak ada manusia yang kekal, kecuali Allah SWT. Setiap manusia akan merasakan kematian. Allah telah mengatur kapan ajal akan menjemput. Sebagian dari umat Muslim merasa takut akan kematian.

Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Prof M Quraish Shihab, menjelaskan ada tiga alasan mengapa orang takut kematian. Pertama, mereka tidak mengenal tuhan. Jika mereka mengenal, mereka akan tahu bahwa Tuhan itu baik sehingga mereka tidak takut jika ajal datang. 

Kedua, mereka tidak mempunyai persiapan yang cukup. Misal, amal ibadah yang diperlukan, belum cukup membawanyaa menuju kehidupan setelah di dunia.

“Seorang Muslim yakin bahwa surga yang dijanjikan itu jauh lebih indah daripada apapun yang diterima di dunia. Ketika itu dia tidak akan takut mati malah bergembira,” kata Quraish Shihab dalam kanal Youtube Najwa Shihab yang bertema Bekal Diri Menuju Ilahi.

Alasan terakhir adalah mereka khawatir kondisi keluarga yang ditinggalkan. Padahal Allah berfirman dalam surat Fussilat ayat 30-32 berbunyi :

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ نَحْنُ اَوْلِيَاۤؤُكُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِ ۚوَلَكُمْ فِيْهَا مَا تَشْتَهِيْٓ اَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيْهَا مَا تَدَّعُوْنَ ۗ نُزُلًا مِّنْ غَفُوْرٍ رَّحِيْمٍ ࣖ

Innallażīna qālụ rabbunallāhu ṡummastaqāmụ tatanazzalu \’alaihimul-malā`ikatu allā takhāfụ wa lā taḥzanụ wa absyirụ bil-jannatillatī kuntum tụ\’adụn. Naḥnu auliyā`ukum fil-ḥayātid-dun-yā wa fil-ākhirah, wa lakum fīhā mā tasytahī anfusukum wa lakum fīhā mā tadda\’ụn. Nuzulam min gafụrir raḥīm.

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta. Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allah) Yang Mahapengampun, Mahapenyayang.”

Quraish Shihab menjelaskan ketiga ayat di atas digambarkan bahwa manusia diberikan kabar gembira ketika maut menjemput. Malaikat akan turun ketika kepada orang-orang yang istiqamah dan mengatakan tidak perlu khawatir tentang kematian, mereka yang akan mengurus keluarga yang masih ada di dunia.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Hukum Membangunkan Orang di Waktu Salat Tiba

Dalam pergaulan sehari-hari bersama keluarga atau teman kos misalnya, mungkin saja seseorang menemukan sebagian dari mereka yang sulit bangun di pagi hari. Mereka baru bangun setelah matahari menyingsing dan menyinari segala yang ada di permukaan bumi, sehingga waktu subuh pun berakhir sementara mereka belum melaksanakan ibadah salat sama sekali.

Bagi orang yang kebetulan tinggal bersama orang-orang seperti ini tentunya akan bimbang antara pilihan membangunkan mereka saat itu juga atau membiarkan saja sampai mereka bangun dengan sendirinya.

Bagi mereka yang bias bangun sendiri nampaknya hal ini tidak menjadi persoalan, karena mereka masih punya kesempatan untuk melaksanakan ibadah salat di dalam waktunya. Akan tetapi bagaimana dengan mereka yang tidak bisa, apakah orang yang sudah bangun berkewajiban membangunkan mereka atau bagaimana?

Apakah ketika yang bersangkutan baru bangun setelah waktu salat habis dan tidak sempat melaksanakan salat, dosanya ditanggung oleh orang yang sudah bangun duluan atau bagaimana? Beberapa pertanyaan tersebut akan dibahas dalam tulisan yang sederhana ini, insyaAllah.

Imam Nawawi dalam al-Majmu’ menjelaskan bahwa sunah hukumnya membangunkan orang yang sedang tidur untuk melaksanakan salat, terlebih lagi kalau waktunya sudah sempit (hampirhabis).

Beliau berdalil dengan ayat al-Qur’an, surat al-Maidah, ayat ke-2, yang artinya, “Saling tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan”.

Juga dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari Sayyidah Aisyah di mana beliau bercerita, “Suatu malam, Rasulullah Saw tengah melakukan salat malam, sementara aku tidur terlentang di hadapan beliau. Ketika akan menutup salatnya dengan witir, beliau pun membangunkanku, lalu aku salat witir (bersama beliau)”.

Sementara itu, Sulaiman al-Jamal dalam karyanya Hasyiyah al-Jamal memerinci hukum membangunkan tersebut berdasarkan kondisi orang yang tidur.

Jika seseorang tersebut tidur karena kesembronoan (sebut muta’addin dalam istilah fikih) seperti sengaja tidur setelah waktu salat masuk misalnya, sementara dia tidak yakin kalau akan bangun sebelum waktu salat habis, maka membangunkan orang seperti ini hukumnya adalah wajib bagi mereka yang mengetahui kondisinya, tapi kalau tidak mengetahui maka tidak wajib.

Kemudian jika ia tidur bukan karena kesembronoan, seperti orang yang tidur sebelum waktu salat masuk, maka membangunkannya hanya dihukumi sunat saja, dalam artian meskipun salatnya luput karena ketiduran, orang yang berada di sekitarnya tidak dikenai dosa karena tidak membangunkannya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Imam al-Suyuthi dalam karyanya al-Asybahwa al-Nazhair. Ia menyimpulkan bahwa membangunkan orang yang tertidur hukumnya ada dua, adakalanya wajib dan adakalanya sunah saja.

Wajib ketika yang bersangkutan tidur setelah masuk waktu. Kewajiban itu, menurut al-Suyuthi, muncul dari keumuman ayat yang memerintahkan umat Islam untuk beramar makruf dan bernahi mungkar kepada sesamanya, karena orang yang sengaja tidur setelah ia ditaklifi untuk melakukan salat adalah orang yang sedang bermaksiat dan mengingatkan orang yang tengah berbuat maksiat adalah sebuah kewajiban.

Namun, jika yang bersangkutan tidur sebelum masuk waktu, maka hukum membangunkannya hanya sunat saja, karena dia tidur sebelum terkena hukum taklif.

Begitu pula Syekh Sulaiman al-Jamal menggaris bawahi bahwa tidur setelah masuk waktu salat adalah jenis tidur yang beliau sebut dengan tidur al-saqawah (tidur kecelakaan). Hal itu berdasarkan klasifikasi tidur yang beliau bagi sendiri sesuai dengan fungsi, keutamaan, serta anjuran penggunaannya.

Yaitu, pertama, tidur al-ghaflah (kelalaian) yaitu tidur di majlis zikir. Kedua, tidur al-syaqawah (kecelakaan) yaitu tidur pada saat waktu salat sudah masuk. Ketiga, tidur al-la’nah (laknat) yaitu tidur pada waktu subuh. Keempat, tidur al-‘uqubah (hukuman) yaitu tidur setelah terbit fajar. Kelima, tidur al-rahah (istirahat) yaitu tidur sebelum salat Zuhur. Keenam, tidur al-rahmah (rahmat) yaitu tidur setelah salat Isya. Dan yang ketujuh, tidur al-hasarah (kerugian/penyesalan) yaitu tidur pada malam Jum’at.

Sedangkan Ibn Hajr al-Haitami dalam karyanya Tuhfah al-Muhtaj memperluas cakupan sunah membangunkan orang yang sedang tidur untuk hal-hal lain selain salat seperti sunah membangunkan orang yang tertidur di hadapan orang yang sedang salat, begitu juga dengan orang yang tidur di saf pertama atau pun mihrab masjid (agar tidak menganggu orang yang akan melaksanakan salat jamaah), orang yang tidur di atas atap rumah yang tidak punya pembatas (agar nyawanya tidak terancam), orang yang tidur setelah terbit fajar sekalipun dia telah melaksanakan salat Subuh dan orang yang tidur setelah Ashar sekalipun dia telah menunaikan salat Ashar.

Begitu juga dengan orang yang tidur sendirian di sebuah rumah yang tidak ada penghuni lain selain dia, kemudian seorang perempuan yang tidur sambil terlentang (karena tidur seperti itu bagi perempuan dianggap tidak sopan jika dilakukan di tempat yang terbuka), perempuan atau laki-laki yang tidur dalam posisi telungkup (karena tidur dengan posisi seperti itu dibenci oleh Allah danRasul-Nya).

Selainitu, Ibn Hajr juga menghukumi sunah membangunkan orang lain untuk salat malam, atau untuk sahur (bagi mereka yang akan berpuasa), atau orang yang tertidur di Arafah pada saat pelaksanaan ibadah wukuf tengah berlangsung, karena waktu itu adalah saat-saat yang penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Allahu A’lam

BINCANG SYARIAH

Hukum Trading Aset Cryptocurrency dalam Islam

Sebagaimana kita ketahui sebelumnya bahwa Bitcoin merupakan koin asli (native coin) dengan basis aset cryptocurrency. Sementara itu, ada aset lain yang memiliki basis aset crypto, yaitu Altcoin.

Tanggapan dari para fuqaha’ terhadap penggunaan aset cryptocurrency dalam transaksi perdagangan pun juga beragam. Ada yang mengharamkan secara mutlak disebabkan potensi buble yang dimilikinya. Potensi buble ditengarai oleh kondisi aset crypto sendiri cenderung rawan terhadap fluktuasi sehingga tidak aman dipergunakan sebagai unit penyimpan kekayaan.

Fuqaha yang menyatakan keharaman ini dapat kita klasifikasikan sebagai bagian dari fuqaha jumhuriyah. Mengapa? Sebab keputusan mereka terhadap aset crypto semacam BTC adalah didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan mata uang resmi negara.

Adapun pandangan yang akan kita telaah lebih lanjut dalam forum ini, adalah pandangan yang menempatkan aset crypto  sebagai komoditas yang dibutuhkan oleh para pengusaha yang berafiliasi dengan aset crypto, guna memudahkan proses transfer antar negara sehingga dapat memangkas biaya-biaya pengeluaran akibat menggunakan sistem yang tersentralisasi. Aset crypto sendiri merupakan aset yang diperdagangkan secara terdesentralisasi.

Trading Aset Crypto

Yang dimaksud dengan trading aset cryptocurrency adalah jual beli aset crypto pada perdagangan berjangka komoditi. Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi)  sendiri sudah menerima aset cryptocurrency untuk diperdagangkan di Pasar berjangka. Itu sebabnya, maka trading aset crypto di pasar berjangka komoditi, adalah menempati kedudukan yang sama dengan trading saham, forex, indeks dan berbagai portofolio efek lainnya.

Dengan menempatkan aset crypto sebagai bagian dari efek di pasar modal, maka secara tidak langsung, setiap aset crypto akan dipandang sebagai berikut:

  1. Ia dipandang sebagai yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, politik, dan alam yang melingkupii pihak penerbit platform cryptocurrency. Jadi, mirip  dengan saham, yang harganya bisa naik atau turun sebab dipengaruhi faktor eksternal yang melingkupinya
  2. Seiring tempat terjadinya transaksi adalah di pasar berjangka, maka meniscayakan adanya broker (makelar) trading. Broker ini sudah pasti melazimkan adanya terdaftar dan diakui secara resmi oleh otoritas keuangan setempat.
  3. Ia dipandang sebagai efek yang bisa diperdagangkan secara spot, option, swap, future dan forward.
  4. Akibat mengikuti pola  yang berlaku pada trading, maka ada kemungkinan unsur riba yang terlibat di dalamnya, khususnya bila perdagangannya tidak sesuai dengan yang digariskan oleh syara’

Mekanisme Perdagangan Aset Crypto di Pasar Modal

Sebagaimana pernah kita bahas sebelumnya, bahwa cryptocurrency itu ada dalam dua bentuk, yaitu berbentuk native coin dan token, maka secara tidak langsung, akad yang menyusun trading crypto juga dibedakan menurut kedua jenis tersebut.

Aset Crypto dalam Bentuk Coin

Untuk aset crypto yang berbentuk coin, melakukan trading terhadap aset ini adalah menyerupai trading forex (valas). Mengapa? Sebab cryptocurrency yang ada dalam bentuk coin, adalah disamakan manfaatnya sebagai mata uang.

Itu sebabnya, secara sistem trading, maka hukumnya bisa dipilah sebagai berikut:

  1. Spot, yaitu meniscayakan wajibnya harga disepakati saat itu juga di majelis akad (secara kontan).
  2. Adapun untuk trading option, maka hukumnya adalah haram disebabkan karena adanya unsur judi dalam praktiknya
  3. Swap, features dan forward, maka hukumnya bisa dikelompokkan sebagai 2, yaitu:
  4. Boleh, dengan catatan: (1) transaksi harus berlangsung  tunai, yaitu keberadaan besaran nilai tukarnya  wajib disepakati di majelis akad, (2) jelas kapan waktu serah terimanya (imkan al-qabdli wa al-taslim).
  5. Haram, apabila tidak terjadi kesepakatan secara tunai sehingga harga mengikuti kapan waktu diserahkannya barang

Aset Crypto dalam bentuk Token

Untuk aset crypto yang berbentuk token, maka melakukan  trading terhadapnya adalah menyerupai trading obligasi (surat pernyataan pengakuan utang). Alhasil, di dalam akad ini, tersimpan makna adanya jual beli utang dengan utang (bai’ al-dain bi al-dain). Para fuqaha’ menyebutnya sebagai akad hiwalah, yaitu pengalihan tanggungan.

Bagaimana hukum mentradingkannya? Sama dengan ketentuan sebelumnya yang berlaku pada trading coin cryptocurrency, yaitu bisa haram dan bisa boleh. Faktor keharaman berlaku bilamana terdapat unsur gharar (ketidakpastian / untung-untungan) dan maisir (judi).

Penutup

Sebenarnya, masih ada banyak hal yang belum diungkap oleh penulis dalam hal ini. Namun, ada satu catatan yang perlu disampaikan, yaitu bahwa rincian sebagaimana di atas untuk aset crypto, adalah berangkat dari pendapat yang menyatakan bahwa aset crypto merupakan komoditas alat tukar yang bisa diterima oleh perusahaan-perusahaan yang  tergabung dalam penggunaannya.

Alhasil, hukum ini akan berbeda bila dipandang dari sisi para fuqaha kontemporer yang memandang bahwa aset crypto sebagai yang tidak sah untuk dijadikan alat tukar. Dengan demikian, menurut kategori fuqaha terakhir, maka memperdagangkan aset crypto hukumnya adalah haram, sehingga melibatkannya dalam trading adalah juga haram. Wallahu a’lam bi al-shawab

BINCANG SYARIAH

Pengobatan Telarang dalam Islam

Sudah merupakan naluri, bahwa orang yang sakit akan berusaha mencari pengobatan yang terbaik agar penyakitnya bisa sembuh. Namun perlu diperhatikan, bahwa dalam berobat jangan sampai melanggar larangan dalam Islam. Di antara bentuk pengobatan yang terlang dalam Islam adalah: berobat ke dukun, berobat dengan sihir, memakai jimat untuk berobat atau menangkal penyakit, dan berobat dengan yang haram. Berikut akan kami jelaskan perinciannya satu per satu.

Berobat ke dukun

Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui perkara yang gaib. Termasuk kategori dukun adalah paranormal, tukang ramal, ahli nujum, dan yang semisal. Siapa saja yang menceritakan tentang perkara di masa datang yang belum terjadi atau mengaku mengetahui perkara gaib maka statusnya adalah dukun.

Mendatangi dukun untuk berobat termasuk hal terlarang dalam Islam. Praktik perdukunan hukumnya haram dalam Islam berdasarkan Al-Quran, hadis, dan juga ijma. Allah Ta’ala befriman kepada Nabi-Nya,

فَذَكِّرْ فَمَا أَنتَ بِنِعْمَتِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وَلَا مَجْنُونٍ

Maka tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang dukun dan bukan pula seorang gila” (QS. At-Thur: 29).

Sisi pendalilan haramnya perdukunan dalam ayat ini adalah tatkala Allah meniadakan sifat dukun dari diri Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam, karena dukun pasti mengaku mengetahui perkara gaib. Mengklaim mengetahui ilmu gaib adalah kekufuran yang nyata. Selamatnya seseorang dari perdukunan adalah adalah suatu nikmat, karena perdukunan bertentangan dengan nikmat Islam itu sendiri.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari” (HR. Muslim).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan ia membenarkan ucapannya, maka ia berarti telah kufur pada Al-Quran yang telah diturunkan pada Muhammad” (HR. Ahmad, hasan).

Dua hadis di atas adalah ancaman keras bagi yang mendatangi dukun. Apabila hanya sekadar bertanya namun tidak membenarkannya maka sudah mendapat ancaman tidak diterima salatnya selama empat puluh hari. Apabila dia membenarkan ucapan sang dukun, maka hukumannya lebih berat yaitu berarti kufur terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Syekh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah dalam Fathul Majiid menjelaskan, “Dzahir hadis menunjukkan tentang kufurnya orang yang meyakini dan membenarkan berita dukun dengan berbagai bentuknya.” Kesimpulannya bahwa bertanya ke dukun dan membenarkannya – termasuk untuk perkara pengobatan – maka hukunya haram, termasuk dosa besar, bahkan bisa merusak tauhid seseorang (lihat dalam Al Mufiid fii Muhimmati at Tauhiid  hal. 259-260).

Berobat dengan sihir

Perbuatan sihir haram hukumnya dalam Islam berdasarkan Al-Quran , hadis, dan ijma. Sihir termasuk dosa besar, bahkan termasuk satu di antara tujuh dosa yang membinasakan.

Dalil dari Al-Quran di antaranya,

وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَـكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُواْ يَعْلَمُونَ

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu jangnalah kamu kafir.’ Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya . Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Dan sungguh, mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (QS. Al Baqarah : 102).

Dalil dari hadis adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ

”Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!”

Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja itu?”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشِّرْك بِاَللَّهِ وَالسِّحْر…

“Yaitu syirik kepada Allah, dan sihir, … ” (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Perbuatan sihir adalah haram dan termasuk dosa besar berdasarkan ijma. Nabi menegaskan bahwa sihir termasuk tujuh dosa yang membinasakan. Perbuatan sihir ada yang termasuk kekufuran dan ada yang tidak termasuk kekufuran, namun tetap termasuk dosa besar. Jika dalam sihir terdapat perkataan dan perbuatan yang mengandung kekufuran maka termasuk perbuatan kufur. Jika tida ada unsur kekufuran maka tidak termasuk kufur. Adapun mempelajari dan mengajarkannya jelas termasuk perbuatan haram” (Dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari).

Sihir tergolong perbuatan kekufuran jika ada pengagungan kepada selain Allah baik kepada jin, setan, benda-benda langit, dan lain sebagainya. Termasuk kekufuran juga jika terdapat klaim mengetahui perkara yang gaib dalam praktik sihirnya (Lihat dalam Al Mufiid fii Muhimmati at Tauhiid , hal. 256-258).

Kesimpulannya melakukan sihir haram hukumnya, termasuk dosa besar yang membinasakan, bahkan bisa tergolong perbuatan kekufuran. Maka tidak boleh menggunakan berbagai bentuk sihir untuk menyembuhkan penyakit.

Memakai jimat untuk berobat atau menangkal penyakit

Memakai jimat untuk pengobatan atau agar terhindar dari penyakit adalah temasuk perbuatan terlarang dalam Islam. Suatu saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat ada seseorang yang mengenakan gelang dari bahan kuningan, maka Nabi pun bertanya kepadanya, “Apa ini?” Orang itu menjawab, “Ini aku pakai sebagai penangkal sakit.” Maka Nabi bersabda,

أَمَا إِنَّهَا لَا تَزِيدُكَ إِلَّا وَهْنًا انْبِذْهَا عَنْكَ؛ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا

“Lepaskan saja itu, karena ia tidak akan menambah kepadamu kecuali kelemahan. Sungguh, jika engkau mati sementara gelang itu masih kau kenakan niscaya engkau tidak akan selamat selama-lamanya” (HR Ahmad, hasan).

Dalam hadis di atas Nabi melarang untuk menggunakan gelang sebagai penangkal penyakit. Pelajaran yang bisa dipetik dari hadis ini adalah bahwasanya orang yang mengenakan gelang dan semacamnya sebagai penangkal sakit termasuk perbuatan syirik karena Nabi bersabda, “Jika engkau mati sementara gelang itu masih kau kenakan niscaya engkau tidak akan selamat selama-lamanya.”  Ditepisnya keselamatan menunjukkan bahwa orang yang melakukannya pasti mendapatkan kebinasaan dan kerugian.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa menggantungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik” (HR Ahmad, sahih).

Hukum menggunakan jimat untuk pengobatan adalah syirik. Jika pelakunya meyakini bahwa jimat hanya sekedar sebab kesembuhan maka termasuk syirik kecil. Adapun jika diyakini bahwasanya kesembuhan yang terjadi dengan memakai jimat terjadi tanpa ada izin atau kehendak Allah maka ini termasuk syirik akbar (Lihat dalam Al Mufiid fii Muhimmati at Tauhiid, hal. 201-203).

Berobat dengan yang haram

Syekh Ahmad Baazmul hafidzahullah menjelaskan bahwa di saat mengobati hendaklah seorang dokter muslim menjauhi obat-obat yang diharamkan oleh syariat. Diriwayatkan dari Abu-Darda, beliau berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَ الدَّوَاءَ وَ أَنْزَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْ وَلَا تَدَاوَوْ بِحَرَامٍ

“Sesunggungnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah, namun janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram” (HR Abu Daud, hasan).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata tentang sesuatu yang memabukkan,

إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَائَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada sesuatu yang diharamkan atas kalian” (HR Bukhari).

Maka janganlah memberikan kepada pasien obat yang mengandung alkohol yang memabukkan. Dan janganlah mengajarinya menggunakan perkara-perkara yang diharamkan, karena Allah tidak menjadikan kesembuhan bagi manusia pada benda yang haram (Akhlaaqu Ath-Thabiib Al-Muslim hal. 12-13).

Penutup

Demikian di antara beberapa jenis pengobatan yang haram hukumnya dalam Islam dan harus ditinggalkan oleh setiap muslim. Perbuatan yang termasuk dosa besar bahkan bisa tergolong perbuatan kesyirikan dan kekufuran yang membatalkan tauhid seseorang. Seseorang muslim harus selektif dalam mencari ikhtiar dalam berobat sehingga tidak terjerumus dalam pengobatan yang terlarang dalam hukum Islam.

Referensi :

[1] Al Mufiid fii Muhimmaati At Tauhid

[2] Akhlaaqu Ath-Thabiib Al-Muslim, diakses dari http://www.bazmool.net/Writing/Read/2

* * *

Penyusun : dr. Adika Mianoki, Sp.S

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/59826-pengobatan-telarang-dalam-islam.html

Lakukan 4 Hal Ini dan Lihatlah Hasilnya!

Allah Swt Berfirman :

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ – يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku. Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS.Al-Baqarah:152)

Setelah membicarakan tentang perpindahan kiblat kaum muslimin dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram, Allah mengakhirinya dengan dua ayat mulia ini. Yang didalam ayat ini tersimpan perintah untuk berdzikir (mengingat Allah), bersyukur dan mencari pertolongan melalui sabar dan solat. (Walaupun sebagian menafsirkan kata solat dalam ayat ini dengan makna doa).

Dua ayat ini memberikan isyarat kepada kita bahwa :

1. Solat sejatinya adalah dzikir dan mengingat Allah Swt.

2. Solat juga adalah wujud syukur kepada Allah atas nikmat dan hidayah-Nya.

3. Solat adalah bersabar atas ketaatan kepada Allah Swt.

Selama di dalam kehidupan seseorang terkumpul dzikir, syukur, sabar dan solat maka kita akan bertanya kepada Al-Qur’an, kiranya apa yang akan terjadi pada dirinya ?

Jawabannya ada dalam Firman Allah Swt :

* Buah dari dzikir (mengingat Allah) adalah akan selalu di ingat dan diperhatikan oleh Allah Swt.

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. (QS.Al-Baqarah:152)

* Buah dari syukur adalah tambahan nikmat dari Allah swt.

لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS.Ibrahim:7)

* Buah dari kesabaran adalah kabar gembira dari Allah Swt.

وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS.Al-Baqarah:155)

* Dan buah dari solat adalah terjaganya seseorang dari perbuatan keji dan munkar.

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.” (QS.Al-Ankabut:45)

Selamat bagi mereka yang selalu mengingat Allah sehingga Allah selalu mengingatnya.

Selamat bagi mereka yang selalu bersyukur sehingga Allah menambahkan karunia-Nya.

Selamat bagi mereka yang sabar sehingga Allah memberinya kabar gembira.

Dan selamat bagi mereka yang terjaga dan diselamatkan oleh Allah dari perbuatan keji dan munkar karena solatnya.

Ya Allah jadikanlah kami tergolong sebagai orang-orang yang selalu mengingat-Mu, selalu bersyukur kepada-Mu, selalu bersabar atas ketentuan-Mu dan selalu menegakkan solat menghadap-Mu.

KHAZANAH ALQURAN

Manfaat Wudu sebelum Tidur

WUDU adalah perkara sunah. Wudu bisa menjadi wajib ketika akan melaksanakan salat. Sedangkan, dalam hal yang lain, tidak mengapa jika kita tidak berwudu. Meski begitu, berwudu tetap menjadi perkara yang baik jika kita mampu mengamalkannya dalam setiap aktivitas. Salah satunya ketika hendak tidur.
Setiap manusia pasti membutuhkan istirahat. Tetapi, istirahat itu akan memberikan kesan yang berbeda, jika kita memulainya dengan berwudu. Sebab, ada manfaat-manfaat tersendiri yang dapat kita peroleh dari berwudu sebelum tidur. Apakah itu?

Pertama, bebas dari kuman jahat. Kuman jahat mampu tumbuh dan berkembang di mana saja. Bahkan di setiap gagang pintu Anda, di atas sprei, maupun di tempat nonton televisi Anda. Oleh sebab itu, Anda diharuskan untuk selalu dalam keadaan bersih. Apalagi ketika tidur. Dan salah satu solusinya adalah dengan wudu sebelum tidur. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa wudu mampu mengurangi kuman-kuman yang hidup dalam tubuh Anda.

Kedua, membantu menjaga kesehatan wajah. Jika pakar kecantikan mengimbau para wanita untuk mencuci muka sebelum tidur, maka Rasulullah menganjurkan untuk berwudu sebelum tidur. Kedua sisi ini sebenarnya memiliki essensi sama, yakni membersihkan anggota badan bagian atas.

Ketiga, semakin mendekatkan diri pada Illahi. Berwudu merupakan salah satu bentuk ibadah tinggi. Sebab dengan wudu kita senantiasa menjaga kebersihan diri. Sedangkan Allah menyayangi dan menyukai kebersihan.

Keempat, didoakan oleh malaikat. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban menyebutkan bahwa seseorang yang berwudu, ketika bangun ia akan didoakan malaikat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Barangsiapa tidur di malam hari dalam keadaan suci (berwudu) maka malaikat akan tetap mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya malaikat itu akan berucap, Ya Allah ampunilah hamba mu si fulan, karena ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu suci,” (HR. Ibnu Hibban dari Ibnu Umar).

Kelima, ketika mati, maka akan dianggap mati syahid. Dalam suatu kitab yang ditulis oleh Syekh Muhammad bin Umar An-Nawawi Al-Mantany dalam bukunya Tanqih Al-Qand Al-Hatsis menyebutkan bahwa seseorang yang berwudu sebelum tidur mendapatkan manfaat. Yakni ketika ia meninggal maka dianggap mati syahid.

Keenam, merilekskan otot sebelum tidur. Ketika siang hari, pasti aktivitas yang Anda lakukan sangat banyak. Untuk itu perlu dilakukan untuk merilekskan otot. Manfaat wudu sebelum tidur adalah salah satu cara untuk merilekskan otot yang kaku setelah seharian bekerja keras. Bahkan secara psikologis, seseorang yang telah melakukan wudhu akan nampak lebih rileks. Serta badan Anda akan terasa segar kembali.

Ketujuh, menormalkan detak jantung. Salah satu kegiatan wudhu yang sangat memiliki khasiat mumpuni adalah ketika Anda membasahi anggota tubuh ke air. Hal ini mampu membuat kenormalan jantung untuk berdetak lebih stabil. Hasil ini bahkan sudah diteliti oleh Dokter Ahmad Syauqy yang expert di bidang penyakit dalam dan penyakit jantung di London.

Luar biasa bukan manfaatnya? Jadi, masihkah Anda ragu untuk melakukan wudu sebelum tidur? [manfaat.co.id]

INILAH MOZAIK