Labbaika Ya Rasulullah!

llah Swt Berfirman :

إِنَّا كَفَيۡنَٰكَ ٱلۡمُسۡتَهۡزِءِينَ

“Sesungguhnya Kami memelihara engkau (Muhammad) dari (kejahatan) orang yang memperolok-olokkan (engkau).” (QS.Al-Hijr:95)

Semua orang mengenal keagungan dan kemuliaan akhlak Sayyidul Wujud Muhammad Saw. Dunia secara umum telah mengakuinya. Namun masih saja disana banyak musuh Islam yang ingin merendahkan dan menghina Nabi Muhammad Saw.

Karikatur Denmark, film dari Belanda dan hari-hari ini Perancis juga ikut melecehkan Nabi Muhammad Saw dengan cara-cara yang sangat keji.

Kita yakin bahwa apapun yang mereka lakukan tidak akan mampu menggoyahkan kemuliaan Baginda Nabi Saw. Mereka hanya bangkai-bangkai kecil yang tidak akan pernah memcemari lautan yang begitu luas.

Setiap kali mereka ingin merendahkan dan menghina kemuliaan Nabi Muhammad Saw, di saat itu pula manusia akan berbondong-bondong ingin mengenal sosok mulia Nabi Muhammad Saw.

Di sisi lain Allah Swt telah menjamin akan membalas setiap hinaan yang di arahkan kepada kekasih-Nya, Muhammad Saw.

إِنَّا كَفَيۡنَٰكَ ٱلۡمُسۡتَهۡزِءِينَ

“Sesungguhnya Kami memelihara engkau (Muhammad) dari (kejahatan) orang yang memperolok-olokkan (engkau).” (QS.Al-Hijr:95)

Ayat ini menggunakan bentuk fi’il madhi sebagai isyarat bahwa pasti, pasti dan pasti Kami (Allah) akan membelamu wahai Muhammad di hadapan orang-orang yang merendahkanmu.

Tetapi walaupun Allah Swt telah menjamin akan membalas hinaan orang-orang tersebut, kita sebagai seorang muslim yang mencintai Nabi harus melakukan pembelaan kepada beliau. Kita harus memiliki keyakinan bahwa semua yang kita miliki ini murah demi membela kemuliaan Sayyidul Wujud Muhammad Saw.

Rapatkan barisan agar musuh sadar bahwa kaum muslimin bersatu dan kuat. Karena apabila mereka melihat kita bertengkar di dalam, maka mereka akan lebih berani untuk menghina Nabi kita.

Tampilkan keindahan akhlak yang di contohkan oleh Nabi Muhammad Saw sehingga mereka melihat bahwa inilah pengikut Nabi Muhammad yang sejati !

Dan yang tak kalah penting adalah kita memanfaatkan media yang kita miliki untuk selalu menampilkan akhlak-akhlak mulia beliau. Khususnya di momen bulan Maulid ini adalah momen yang paling pas untuk mengenalkan Nabi Muhammad kepada manusia.

Dan yang terakhir, belajar lah untuk memboikot barang-barang yang di produksi oleh Negeri yang membenci Nabi kita Muhammad Saw. Sebagai bentuk protes kita atas sikap keji mereka.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Pertanyaan Di Alam Kubur Beserta Penjelasannya

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian, tanpa ada pengecualian. Hanya Allah Yang Maha Hidup tidak akan mati, semua makhluk hidup di alam semesta ini, jika Allah Yang Maha Kuasa menghendaki hilangnya nafas kehidupan mereka, maka tak ada satupun yang bisa berpaling dan berlepas diri.

Allah Ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
(QS. Ali Imran/3: 185).

Salah satu rukun iman yang enam adalah beriman tentang adanya hari akhir. Iman kepada hari akhir maknanya adalah beriman terhadap segala peristiwa yang terjadi setelah kematian yang telah dijelaskan secara umum dalam Al Qur’an atau pun yang telah disampaikan secara rinci oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melalui lisan beliau. Dengan demikian, iman kepada hari akhir mencakup juga iman terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di alam kubur, diantaranya adalah pertanyaan dua malaikat, juga iman terhadap nikmat dan siksa kubur. Inilah akidah Ahlus sunnah wal jama’ah.

1. Kengerian Alam Kubur

Gelapnya alam kubur, himpitannya yang sangat mengerikan menjadi kengerian tersendiri bagi para penghuni kubur. Dalam sebuah riwayat adalah Hani radhiallahu ‘anhu, bekas budak sahabat mulia ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu pernah berkisah, beliau menceritakan keadaan tuannya pada waktu itu,

“Kebiasaan ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu jika berhenti di sebuah kuburan, beliau menangis sampai membasahi janggutnya. Lalu beliau radhiallahu ‘anhu ditanya, ‘Disebutkan tentang surga dan neraka tetapi engkau tidak menangis. Namun engkau menangis dengan sebab ini melihat kuburan, mengapa demikian?’
Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ، فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ

“Sesungguhnya kuburan adalah fase pertama alam akhirat. Jika seseorang selamat di fase pertama ini, selanjutnya akan lebih mudah. Tetapi jika gagal di fase pertama ini, fase setelahnya akan semakin berat.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda;

مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ

“Aku tidak melihat suatu pemandangan pun yang lebih menakutkan daripada kubur.”
(HR. At-Tirmidzi, no. 2308, Ibnu Majah, no. 3461, dan lainnya; dinilai hasan oleh Al hafizh Ibnu Hajar dalam Al futuhat Rabbaniyyah, 4/192)

2. Fitnah Kubur, Ujian Pertama Di Akhirat

Kebanyakan manusia tidak mau tahu bahwa kelak di dalam kubur setiap jenazah bakal mengalami fitnah (ujian) berat. Sedemikian beratnya fitnah itu sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkannya sebagai fitnah yang menyerupai fitnah Dajjal. Inilah peristiwa besar pertama di alam akhirat yang akan dilalui oleh manusia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

قَدْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّكُمْ تُفْتَنُونَ فِي الْقُبُورِ قَرِيبًا مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ

“Sungguh telah diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan diuji di kubur kalian setara atau hampir sama dengan fitnah Dajjal”
(HR. Bukhari, no. 1373 secara ringkas, dan An Nasai, no. 2062).

3. Apa Itu Fitnah Kubur?

Fitnah kubur adalah ujian untuk ruh berupa pertanyaan dua orang malaikat, Munkar dan Nakir.
Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihiy rahimahullah menjelaskan

ﻭﺍﻟﻔﺘﻨﺔ : ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭ ﻭﺍﻻﻣﺘﺤﺎﻥ ، ﻓﻴﺄﺗﻲ ﻧﻜﻴﺮ ﻭﻣﻨﻜﺮ ﻳﺒﺘﻠﻴﺎﻧﻪ ﻭﻳﺨﺘﺒﺮﺍﻧﻪ ﺑﺎﻟﺴﺆﺍﻝ : ﻣﻦ ﺭﺑﻚ؟ ﻣﺎ ﺩﻳﻨﻚ؟ ﻭﻣﻦ ﻧﺒﻴﻚ؟ ﺛﻢ ﺗﺄﺗﻲ ﺍﻟﻌﻘﻮﺑﺔ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ، ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺑﺎﻟﺴﺆﺍﻝ ﺛﻢ ﻳﻌﺬﺏ ، ﻓﺎﻟﻌﺬﺍﺏ ﺷﻲﺀ ﻭﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﺷﻲﺀ

Fitnah kubur adalah ujian, di mana malaikat Nakir dan Mungkir menguji dengan memberikan pertanyaan: ‘Siapa Rabb-mu, Apa agama-mu dan siapa Nabi-mu’, lalu memberikan hukuman setelahnya (apabila tidak bisa menjawab). Adzab kubur dan fitnah kubur adalah suatu hal yang berbeda.
(lihat Syarh Sunnah Al-Barbahary, sumber link: (http://majles.alukah.net/t89962/)

Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan adanya fitnah kubur mencapai derajat mutawatir dari segi makna, diriwayatkan dari sejumlah sahabat semisal Al Baraa bin ‘Azib, Anas bin Malik, Abu Hurairah, dan selain mereka radhiallahu ‘anhum ajma’in.

4. Pertolongan Menjawab Pertanyaan Di Alam Kubur

Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah Ta’ala, fitnah kubur adalah ujian yang tidak biasa. Sebab, bukan semata lisan dan pengetahuan yang akan menjawabnya. Namun, keimanan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya yang akan menjadi penentunya. Orang yang beriman akan ditolong untuk bisa menjawab pertanyaan dengan “qaulus tsabit”, sedangkan orang kafir dan munafik tidak bisa menjawab dan diadzab. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala;

ﻳُﺜَﺒِّﺖُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮْﻝِ ﺍﻟﺜَّﺎﺑِﺖِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻳُﻀِﻞُّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻳَﻔْﻌَﻞُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣَﺎ ﻳَﺸَﺎﺀُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di Akhirat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”
(QS. Ibrahim: 27).

Jangan pernah menyamakan antara menjawab pertanyaan fitnah kubur dengan menjawab pertanyaan biasa, walaupun kita hapal jawabannya, belum tentu kita mampu menjawab. Karena perkara dunia berbeda dengan perkara di alam akhirat.

5. Apakah Mayat Yang Tidak Dikubur Juga Ditanya?

Seseorang yang meninggal karena dimangsa hewan buas, atau tenggelam di lautan dan mayatnya tidak ditemukan, ia akan tetap mendapatkan pertanyaan kubur beserta siksa atau nikmat kubur. Akan tetapi, bagaimana caranya dan dimana dia ditanya, wallaahu a’lam, kita tidak tahu. Beriman terhadap hal ini termasuk beriman terhadap hal yang ghaib sehingga tidak ada ruang bagi akal untuk menerka-nerka.

6. Perjalanan Panjang Ruh Di Akhirat

Dalam sebuah hadits yang panjang dari sahabat Al Baraa bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan perjalanan pertama ruh di alam barzakh, “Sesungguhnya hamba yang beriman bila bersiap menghadapi alam akhirat dan meninggalkan dunia, malaikat-malaikat akan turun kepadanya seakan-akan wajah mereka seperti matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga.

Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di sisi kepalanya lantas berkata, “Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan dan ridha Allah!”. Keluarlah ruhnya mengalir (dari jasadnya) seperti mengalirnya air dari wadah.
Kemudian rombongan malaikat (yang membawa kafan dan wewangian dari surga) langsung mengambil ruh tersebut dan tidak membiarkannya tetap di tangan malaikat maut walau sekejap mata. Kemudian mereka memakaikan ruh tersebut kafan dan wewangian dari surga. Terciumlah bau kasturi yang paling wangi yang pernah ada di atas muka bumi dari ruh tersebut.

Para malaikat lalu naik membawa ruh tersebut. Tibalah rombongan malaikat tersebut ke langit. Mereka meminta izin supaya pintu langit dibukakan untuk mereka. Kemudian dibukalah pintu langit. Maka seluruh malaikat yang ada di langit itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya.

Hingga tibalah para malaikat ke langit yang di atasnya ada Allah. Allah ‘Azza wa Jalla lalu berfirman, “Tulislah nama hamba-Ku ini di ‘illiyyin. Kemudian kembalikanlah ia ke bumi. Karena darinyalah Aku menciptakan mereka, kepadanya Aku mengembalikan mereka, dan darinya pula Aku membangkitkan mereka di kesempatan yang lain” Lalu ruh tersebut pun dikembalikan ke jasadnya.

ﻓَﻴَﺄْﺗِﻴﻪِ ﻣَﻠَﻜَﺎﻥِ ﻓَﻴُﺠْﻠِﺴَﺎﻧِﻪِ : ﻓَﻴَﻘُﻮﻟَﺎﻥِ ﻟَﻪُ : ﻣَﻦْ ﺭَﺑُّﻚَ ؟ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﺭَﺑِّﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟَﺎﻥِ ﻟَﻪُ : ﻣَﺎ ﺩِﻳﻨُﻚَ ؟ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﺩِﻳﻨِﻲَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡُ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟَﺎﻥِ ﻟَﻪُ : ﻣَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺑُﻌِﺚَ ﻓِﻴﻜُﻢْ ؟ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ ﻫُﻮَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟَﺎﻥِ ﻟَﻪُ : ﻭَﻣَﺎ ﻳُﺪْﺭِﻳْﻚَ ؟ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﻗَﺮَﺃْﺕُ ﻛِﺘَﺎﺏَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﺂﻣَﻨْﺖُ ﺑِﻪِ ﻭَﺻَﺪَّﻗْﺖُ ﻓَﻴُﻨَﺎﺩِﻱ ﻣُﻨَﺎﺩٍﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ : ﺃَﻥْ ﻗَﺪْ ﺻَﺪَﻕَ ﻋَﺒْﺪِﻳﻔَﺄَﻓْﺮِﺷُﻮﻩُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ‏( ﻭَﺃَﻟْﺒِﺴُﻮﻩُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ‏) ﻭَﺍﻓْﺘَﺤُﻮﺍ ﻟَﻪُ ﺑَﺎﺑًﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ , ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﻴَﺄْﺗِﻴﻪِ ﻣِﻦْ ﺭَﻭْﺣِﻬَﺎ ﻭَﻃِﻴﺒِﻬَﺎ ﻭَﻳُﻔْﺴَﺢُ ﻟَﻪُ ﻓِﻲ ﻗَﺒْﺮِﻩِ ﻣَﺪَّ ﺑَﺼَﺮِﻩِ ﻗَﺎﻝَ ﻭَﻳَﺄْﺗِﻴﻪِ ﺭَﺟُﻞٌ ﺣَﺴَﻦُ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ ﺣَﺴَﻦُ ﺍﻟﺜِّﻴَﺎﺏِ ﻃَﻴِّﺐُ ﺍﻟﺮِّﻳﺢِ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﺃَﺑْﺸِﺮْ ﺑِﺎﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺴُﺮُّﻙَ ﻫَﺬَﺍ ﻳَﻮْﻣُﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻛُﻨْﺖَ ﺗُﻮﻋَﺪُ , ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ ﻟَﻪُ : ﻣَﻦْ ﺃَﻧْﺖَ , ﻓَﻮَﺟْﻬُﻚَ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪُ ﻳَﺠِﻲﺀُ ﺑِﺎﻟْﺨَﻴْﺮِ , ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﺃَﻧَﺎ ﻋَﻤَﻠُﻚَ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢُ , ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﺭَﺏِّ ﺃَﻗِﻢِ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔَ ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﺭْﺟِﻊَ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻠِﻲ ﻭَﻣَﺎﻟِﻲ

Artinya :
Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya, lalu keduanya bertanya, “Siapakah Rabbmu?” Dia (si mayyit) menjawab, “Rabbku adalah Allâh”. Kedua malaikat itu bertanya, “Apa agamamu? “Dia menjawab: “Agamaku adalah al-Islam”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?” Dia menjawab, “Beliau utusan Allâh”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah ilmumu?” Dia menjawab, “Aku membaca kitab Allâh, aku mengimaninya dan membenarkannya”.
Lalu seorang penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) benar, berilah dia hamparan dari surga, (dan berilah dia pakaian dari surga), bukakanlah sebuah pintu untuknya ke surga.

Maka datanglah kepadanya bau dan wangi surga. Dan diluaskan baginya di dalam kuburnya sejauh mata memandang. Dan datanglah seorang laki-laki berwajah tampan kepadanya, berpakaian bagus, beraroma wangi, lalu mengatakan, “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan (kebaikan)”.
Maka ruh orang Mukmin itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan?”
Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang shalih”.
Maka ruh itu berkata, “Rabbku, tegakkanlah hari kiamat, sehingga aku akan kembali kepada istriku dan hartaku”.

Pertanyaan ini juga dilontarkan kepada orang kafir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya):

“Sesungguhnya hamba yang kafir jika akan berpisah dengan dunia dan menghadapi akhirat, turunlah rombongan malaikat berwajah hitam kepadanya sambil membawa kain wol kasar.

Datanglah malaikat maut dan duduk di dekat kepalanya, lantas berkata, “Wahai jiwa yang buruk, keluarlah menuju murka dan amarah Allah!”. Maka ruhnya terpencar-pencar di dalam jasadnya. Malaikat maut kemudian mencabut nyawanya seperti orang yang menarik besi beruji yang menempel di kapas basah. Setelah malaikat mau mencabutnya, rombongan malaikat berwajah hitam langsung mengambil ruh tersebut dalam sekejap dan membungkusnya dengan kain wol kasar. Keluarlah bau paling busuk yang pernah tercium di atas muka bumi.

Lalu ruh tadi di bawa ke langit. Hingga sampailah mereka ke langit dunia, lalu meminta izin agar dibukakan pintu langit, namun tidak diizinkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian membaca ayat (yang artinya), “Tidak akan dibukakan bagi mereka (orang-orang kafir) pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga sampai unta bisa memasuki lubang jarum” (QS. Al A’raaf: 40)

Lalu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Tulislah namanya di Sijjin di bumi paling bawah”. Dicampakkanlah ruh tersebut.

Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat (yang artinya), “Barang siapa mempersekutukan Allah (dengan sesuatu), seolah-olah ia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al Hajj: 31)

ﻭَﻳَﺄْﺗِﻴﻪِ ﻣَﻠَﻜَﺎﻥِ ﻓَﻴُﺠْﻠِﺴَﺎﻧِﻪِ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟَﺎﻥِ ﻟَﻪُ : ﻣَﻦْ ﺭَﺑُّﻚَ؟ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﻫَﺎﻩْ ﻫَﺎﻩْ ﻟَﺎ ﺃَﺩْﺭِﻱ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟَﺎﻥِ ﻟَﻪُ : ﻣَﺎ ﺩِﻳﻨُﻚَ ؟ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﻫَﺎﻩْ ﻫَﺎﻩْ ﻟَﺎ ﺃَﺩْﺭِﻱ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟَﺎﻥِ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺑُﻌِﺚَ ﻓِﻴﻜُﻢْ ؟ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﻫَﺎﻩْ ﻫَﺎﻩْ ﻟَﺎ ﺃَﺩْﺭِﻱ ﻓَﻴُﻨَﺎﺩِﻱ ﻣُﻨَﺎﺩٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﺃَﻥْ ﻛَﺬَﺏَ ﻓَﺎﻓْﺮِﺷُﻮﺍ ﻟَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻭَﺍﻓْﺘَﺤُﻮﺍ ﻟَﻪُ ﺑَﺎﺑًﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻓَﻴَﺄْﺗِﻴﻪِ ﻣِﻦْ ﺣَﺮِّﻫَﺎ ﻭَﺳَﻤُﻮﻣِﻬَﺎ ﻭَﻳُﻀَﻴَّﻖُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻗَﺒْﺮُﻩُ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﺨْﺘَﻠِﻒَ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺿْﻠَﺎﻋُﻪُ ﻭَﻳَﺄْﺗِﻴﻪِ ﺭَﺟُﻞٌ ﻗَﺒِﻴﺢُ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ ﻗَﺒِﻴﺢُ ﺍﻟﺜِّﻴَﺎﺏِ ﻣُﻨْﺘِﻦُ ﺍﻟﺮِّﻳﺢِ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﺃَﺑْﺸِﺮْ ﺑِﺎﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺴُﻮﺀُﻙَ ﻫَﺬَﺍ ﻳَﻮْﻣُﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻛُﻨْﺖَ ﺗُﻮﻋَﺪُ , ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﻣَﻦْ ﺃَﻧْﺖَ ﻓَﻮَﺟْﻬُﻚَ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪُ ﻳَﺠِﻲﺀُ ﺑِﺎﻟﺸَّﺮِّ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﺃَﻧَﺎ ﻋَﻤَﻠُﻚَ ﺍﻟْﺨَﺒِﻴﺚُ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ ﺭَﺏِّ ﻟَﺎ ﺗُﻘِﻢِ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔَ

Artinya :
Lalu ruh tadi dikembalikan ke jasadnya. Datanglah dua malaikat dan memerintahkannya untuk duduk. Keduanya bertanya, “Siapa Rabb-mu?”. Dia menjawab, “Hah…hah… Tidak tahu”
Malaikat bertanya lagi, “Apa agamamu?”. Ia menjawab, “Hah … hah … Tidak tahu”
Malaikat bertanya lagi, “Siapa orang yang telah diutus kepada kalian?”. Ia kembali menjawab, “Hah…hah… Tidak tahu”

Kemudian terdengar suara dari langit, “Hamba-ku berdusta. Hamparkanlah neraka untuknya dan bukakanlah pintu menuju neraka”. Maka hawa panas dan bau busuk neraka menghampiri orang tersebut. Kemudian kuburnya disempitkan sampai tulang rusuknya patah dan bersilangan.”

Dan datanglah seorang laki-laki berwajah buruk kepadanya, berpakaian buruk, beraroma busuk, lalu mengatakan, “Terimalah kabar yang menyusahkanmu ! Inilah harimu yang telah dijanjikan (keburukan) kepadamu”. Maka ruh orang kafir itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan?”
Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, janganlah Engkau tegakkan hari kiamat”
(HR. Ahmad, no. 18557, Abu Daud, no. 4753 dan lainnya secara ringkas; dinilai shahih oleh ahli hadits syaikh Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1672).

7. Berlindung Dari Fitnah Kubur

Diantara cara untuk berlindung dari fitnah kubur adalah dengan mengucapkan doa berikut di penghujung shalat, selepas tasyahhud akhir sebelum salam,

وعن أَبي هريرة رضي الله عنه : أنَّ رسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ : إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أرْبَعٍ ، يقول : اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bertasyahud, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan mengucapkan,

‘ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAM, WA MIN ‘ADZABIL QOBRI, WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT, WA MIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAAL’
(Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal).” (HR. Muslim, no. 588).

Dan setelah fitnah kubur, seseorang akan mendapatkan nikmat atau adzab kubur sesuai dengan kemampuannya menjawab pertanyaan dua malaikat; Munkar dan Nakir, sembari menunggu keputusan Allah ‘Azza Wa Jalla akan datangnya hari kebangkitan. Semoga Allah Yang Maha Pemurah meneguhkan hati kita semua baik ketika di dunia maupun di akhirat. Wallaahul muwaffiq.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM

Keistimewaan dan Fadhilah Bulan Maulid Nabi

BAGI umat muslim, bulan Rabiul Awal adalah bulan yang dimuliakan dan bulan yang ditunggu-tunggu. Sebab di bulan inilah Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Bertepatan pada hari senin, 12 Rabiul Awal di tahun gajah.

Terdapat sejumlah keutamaan yang ada di bulan Rabiul Awal yaitu sejumlah peristiwa penting seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari kota Mekah ke kota Madinah dan masih banyak yang lainnya. Ketika sudah memasuki bulan Rabiul Awal, maka alangkah baiknya kita sebagai umat muslim untuk mengerajakan amalan di bulan Rabiul Awal. Beginilah 4 amalan di bulan Rabiul Awal yang harus kita ketahui.

Dibawah ini merupakan bentuk dari sebuah amalan-amalan yang harus kita ketahui dan kita laksanakan di bulan Rabiul Awal, karena banyak sekali pahala yang akan didapatkan. Berikut amalannya :

1. Membaca sholawat Nabi

Sebagaimana ketika kita membaca tasyahud akhir ketika sholat. Inilah sholawat ini lah yang paling diagungkan oleh para sahabat Nabi dan generasi penerusnya. Di antara bentuk bacaan sholawat Nabi yang utama dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW ialah :

Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kamma shallaita ala Ibrahim wa ala aali Ibrahim, innaKa Hamidum Majid. Allahumma barik (dalam satu riwayat, wa barik, tanpa Allahumma) ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kama barakta ala Ibrahim wa ala ali Ibrahim, innaka Hamidum Majid)

Artinya : “Ya Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) sholawat (sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi sholawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah. Berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha terpuji (lagi) Maha Mulia.” (HR. Bukhari dan Muslim)


2. Memperbanyak sedekah

Memperbanyak sedekah tidak akan membuat kita menjadi miskin. Bahkan sebaliknya dengan banyak bersedakh maka akan semakin banyak pula rezeki yang kita punya. Keberkahan adalah berkumpulnya orang yang selalu melakukan dan mendapatkan kebaikan.

3. Melaksanakan puasa sunnah

Melakukan puasa sunnah seperti senin dan kamis, serta puasa tengah bulan Yaumul Bids pada tanggal 13-14-15 Hijriyah. Karena dengan berpuasa sunnah pada tanggal tersebut pahala kita akan dilipat gandakan oleh Allah SWT.


4. Memperbanyak amalan kebaikan

Bagi kita semua alangkah baiknya untuk melakukan dan mengerjakan amal yang baik-baik. Jangan sampai kita melakukan amalan yang tidak diridhoi oleh Allah SWT dan bersifat maksiat. Orang-orang zaman dahulu pernah mengatakan, bahwa di bulan lahirnya Nabi Muhammad SAW ini pantang untuk melakukan segala bentuk maksiat.

Demikianlah 4 Amalan di Bulan Rabiul Awal, semoga kita semua bisa menjaga amalan yang baik-baik di bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW dan menjaga semua tingkah laku kita semua, dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sumber: Umma.id

INILAH MOZAIK

Keistimewaan Ibadah Shalat

Shalat adalah ibadah yang paling utama dan paling agung. Shalat adalah sebaik-baik ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Shalat telah mendapatkan keistimewaan dibandingkan dengan ibadah lainnya. Jika seorang hamba memperhatikan keistimewaan-keistimewaan ibadah shalat tersebut, maka sungguh dia akan semakin mengagungkan ibadah shalat dan akan semakin menjaga pelaksanaannya.

Allah Ta’ala yang langsung memerintahkan di malam mi’raj

Keistimewaan pertama adalah Allah Ta’ala mewajibkan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam Mi’raj. Malam tersebut adalah malam yang paling agung dan paling mulia yang dialami oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Malam tersebut adalah malam yang penuh berkah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dinaikkan ke langit ketujuh, dan mendengarkan perkataan Allah Ta’ala tanpa perantara.

Di malam tersebut, Allah Ta’ala mewajibkan ibadah shalat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan untuk ibadah yang lainnya, Allah Ta’ala mengutus Jibril ‘alaihis salaam untuk mewahyukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini di antara dalil yang menunjukkan agungnya ibadah shalat dan tingginya kedudukan ibadah shalat ini dalam agama.

Shalat lima waktu, namun setara dengan lima puluh shalat

Pertama kali diwajibkan, shalat tersebut diwajibkan sebanyak lima puluh kali sehari semalam. Kemudian diberikan keringanan menjadi lima shalat saja, namun timbangannya setara dengan lima puluh shalat. Siapa saja yang menjaga shalat lima waktu, seolah-olah dia shalat lima puluh kali sehari semalam. Sebagaimana terdapat dalam hadits ash-shahihain,

هِيَ خَمْسٌ، وَهِيَ خَمْسُونَ

“Itu shalat lima (waktu), namun (setara dengan) lima puliuh shalat.” (HR. Bukhari no. 349 dan Muslim no. 163)

Maksudnya, lima kali mengerjakan shalat, namun timbangan amalnya setara dengan lima puluh shalat. Tentu saja hal ini merupakan keutamaan dan nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada kita, umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Shalat adalah syariat seluruh Nabi

Termasuk keistimewaan ibadah shalat adalah bahwa shalat merupakan syariat atau ibadah yang dilakukan oleh seluruh Nabi. Tidaklah Allah Ta’ala mengutus seorang Nabi, kecuali dengan membawa syariat shalat. Dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut dalam Al-Qur’an sangat banyak sekali.

Shalat adalah ibadah yang pertama kali dihisab pada hari kiamat

Shalat adalah ibadah yang pertama kali akan dihisab oleh Allah Ta’ala pada hari kiamat. Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ

“Pada hari kiamat, pertama kali yang akan Allah Ta’ala hisab atas amal seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka dia akan beruntung dan selamat. Jika shalatnya rusak, maka dia akan rugi dan tidak beruntung.” (HR. Tirmidzi no. 413 dan An-Nasa’i no. 322, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Shalat adalah ibadah yang pertama kali diwajibkan setelah beriman

Shalat adalah ibadah yang pertama kali diwajibkan atas seorang hamba. Terdapat banyak dalil dalam masalah ini, di antaranya adalah kisah diutusnya sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ke negeri Yaman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mu’adz,

ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ

“Ajaklah mereka kepada syahadah (persaksian) tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam.” (HR. Bukhari no. 1395 dan Muslim no. 19)

Allah Ta’ala menyebut ibadah shalat dengan “iman”

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ

“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)

Yang dimaksud dengan “iman” dalam ayat tersebut adalah “shalat”. Hal ini karena shalat adalah timbangan iman, dan bukti benarnya keimanaan seseorang.  Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ

“Siapa saja yang menjaga ibadah shalat, maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Dan siapa saja yang tidak menjaga ibadah shalat, maka dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat.” (HR. Ahmad no. 6576 dan Ibnu Hibban no. 1467)

Allah Ta’ala mengkhususkan penyebutan ibadah shalat, meskipun sudah tercakup dalam makna umum sebelumnya

Di antara keistimewaan ibadah shalat adalah Allah Ta’ala mengkhususkan penyebutannya dalam banyak ayat, meskipun ibadah shalat tersebut sudah tercakup dalam makna umum yang disebutkan sebelumnya. Sebagai contoh adalah firman Allah Ta’ala,

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat.” (QS. Al-‘Ankabuut [29]: 45)

“Membaca Al-Kitab (Al-Qur’an) mencakup mengikuti Al-Qur’an dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an. Shalat termasuk dalam isi kandungan Al-Qur’an sehingga seharusnya sudah tercakup di dalamnya. Akan tetapi, Allah Ta’ala kemudian menyebutkannnya secara khusus.

Contoh yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ

“dan telah Kami wahyukan kepada mereka (untuk) mengerjakan kebajikan dan mendirikan shalat … “ (QS. Al-Anbiya’ [21]: 73)

Shalat termasuk dalam “kebajikan”, namun Allah Ta’ala kemudian menyebutkannya secara khusus.

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal salih, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]: 277)

Allah Ta’ala menyebutkan ibadah shalat secara khusus, meskipun shalat tersebut sudah tercakup dalam “amal shalih” yang disebutkan sebelumnya.

Penyebutan ibadah shalat secara khusus setelah sebelumnya sudah tercakup dalam makna umum adalah dalil yang sangat jelas tinggi dan mulianya kedudukan ibadah shalat.

Keistimewaan-keistimewaan lainnya

Selain keistimewaan yang sudah kami sebutkan, ibadah shalat masih memiliki keistimewaan-keistimewaan yang lainnya. Shalat diwajibkan setiap hari sebanyak lima kali di sepanjang umur manusia. Hal ini tidaklah didapatkan pada ibadah lainnya. Ibadah puasa diwajibkan setahun sekali, demikian juga zakat. Haji diwajibkan seumur hidup sekali. Berbeda dengan shalat yang diwajibkan setiap hari lima waktu dan sepanjang umur manusia.

Keistimewaan lainnya, Allah Ta’ala mewajibkan ibadah shalat dalam semua kondisi atau keadaan seseorang. Baik dia sakit, atau musafir, atau sejenisnya. Dalam kondisi tersebut, ibadah shalat tidaklah gugur, meskipun memang ada keringanan, namun kewajiban shalat tidaklah hilang secara keseluruhan.

Selain itu, Allah Ta’ala mempersyaratkan ibadah shalat tersebut untuk didirikan dalam kondisi yang paling mulia, dalam kesempurnaan thaharah (bersuci) dan bagusnya pakaian untuk menghadap Allah Ta’ala.

Inilah sebagian keistimewaan ibadah shalat yang banyak sekali dan telah dijelaskan oleh para ulama rahimahumullah. Hendaknya seorang hamba merenungkan keistimewaan-keistimewaan ibadah yang agung ini sehingga dia pun kemudian mengagungkan dan menjaga pelaksanaan ibadah shalat.

Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Wakaf, Amalan Para Sahabat radhiyallahu‘anhum (Bag. 3)

Baca artikel sebelumnya di Wakaf: Amalan Para Sahabat radhiyallahu’anhum (Bag.2)

Bismillah walhamdulillah wash shalatu wassalamu ‘ala rasulillah, amma ba’du.

Dahulu para sahabat radhiyallahu ‘anhum, mereka paling segera dalam melakukan kebaikan. Mereka tidak bakhil (pelit) dalam mengorbankan harta mereka, bahkan jiwa mereka, demi membela agama Islam dan menyebarkannya.

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum merupakan contoh terbaik di tengah-tengah umat ini untuk teladan dalam segala kebaikan, termasuk dalam hal berwakaf.

Mereka berlomba-lomba memberikan wakaf yang terbaik.

Mayoritas dari sahabat radhiyallahu ‘anhum yang memiliki kemampuan harta, mereka telah mewakafkan hartanya di jalan Allah.

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum juga bersemangat mewakafkan harta mereka yang termahal, lalu Allah jaga wakaf mereka sehingga terus bermanfaat sampai berabad-abad. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Syafi’i, Al-Humaidi, Abu Bakr Al-Khashshaf, Ibnu Syaibah, Ibnu Hazm, dan selain mereka rahimahumullah.

Berikut ini adalah potret wakaf para sahabat radhiyallahu’anhum[1]

Gambaran Umum Wakaf Para Sahabat Radhiyallahu’anhum

Setiap sahabat yang memiliki harta telah mewakafkan hartanya

Jabir radhiyallahu’anhu berkata,

“Saya tidak mengetahui ada seorang pun yang mampu dari para sahabat, baik Muhajirin maupun Anshar radhiyallahu’anhum, melainkan ia mensedekahkan hartanya sebagai wakaf, tidak boleh dibeli, tidak diwariskan, dan tidak dihibahkan.”

Riwayat ini, meskipun disanadnya ada perawi yang majhul, tapi diperkuat dengan penguat-penguat lainnya, seperti:

Muhammad bin Abdur Rahman rahimahullah berkata,

“Saya tidak mengetahui seorang pun sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam peserta perang Badar, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, melainkan telah mewakafkan hartanya, tidak boleh dibeli, tidak diwariskan, tidak dihibahkan.”

Riwayat yang semisal juga diriwayatkan dari Sa’id bin Al-Musayyib dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Riwayat yang semisal juga diriwayatkan dari Imarah bin Ghaziyyah dari para sahabat peserta perang Badar.

Riwayat yang semisal juga diriwayatkan dari Sa’id bin Abdur Rahman dari penduduk Quba’, peserta perang Badar dan Ahli Aqabah, bahwa mereka mewakafkan harta mereka pada orang-orang setelah mereka … ”

Gambaran Terperinci Wakaf Para Sahabat radhiyallahu ’anhum

Wakaf Khulafa’ur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum

Para sejarawan, ahli hadits dan selain mereka menyebutkan bahwa setiap sahabat yang memiliki harta telah mewakafkan hartanya [2], baik jenis wakaf dzurri maupun wakaf khairi, di antaranya – sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Syabbah dalam Taariikhul Madiinah [3] – yaitu,

Pertama, Wakaf Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Al-Khashshaf dalam Ahkamul Auqaf  berkata,

“Diriwayatkan bahwa Abu Bakar mewakafkan rumah miliknya di Mekkah dan beliau tinggalkan hingga tidak diketahui bahwa rumah itu diwariskan darinya, namun ditempati orang-orang yang mukim, baik dari golongan anaknya, cucunya dan keturunannya di Mekkah. Mereka pun tidak saling mewariskan.”

Al-Baihaqi berkata dalam As-Sunan Al-Kubra,

Al-Humaidi berkata, “Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ’anhu mewakafkan rumahnya di Mekkah kepada anaknya, dan wakaf tersebut masih ada sampai sekarang (di zaman Al-Humaidi,  pent.).”

Dan rumah tersebut adalah sebuah rumah terkenal di Mekkah.

Kedua, Wakaf Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Umar bin Al-Khaththab mendapatkan harta rampasan perang berupa sebidang lahan tanaman di daerah Khaibar, lalu dia pun menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta arahan beliau tentangnya. Lalu dia berkata,

“Wahai Rasulullah, saya mendapatkan sebidang lahan tanaman (dari harta rampasan) di Khaibar, saya tidak pernah sekalipun mendapatkan harta sebagus lahan tanaman ini sebelumnya. Lalu apa yang Anda perintahkan kepadaku terhadap lahan tersebut?”

Beliau bersabda,

إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا

“Jika Engkau mau, Engkau tahan lahan tersebut (dari dimiliki [4]) dan Engkau sedekahkan (hasil tanaman)nya”.

Ibnu Umar berkata,

“Lalu Umar pun mewakafkannya, yang mana tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan olehnya.”

(Namun) Umar mewakafkannya untuk orang-orang fakir, kerabat, untuk membebaskan budak, jihad fi sabilillah, musafir (yang kehabisan bekal), dan untuk menjamu tamu.

Tidak berdosa bagi pengurus wakaf tanah tersebut untuk memakan dari (hasil tanaman)nya dengan cara yang baik [5], dan memberi makan teman/tamunya tanpa berlebihan [6].” (HR. Bukhari, Kitab Asy-Syuruth, Bab Asy-Syuruth fi Al-Waqf 2737)

Al-Baihaqi berkata dalam As-Sunan Al-Kubra, Al-Humaidi berkata, “Umar mewakafkan rumahnya di daerah Al-Marwah dan Ats-Tsaniyyah kepada anaknya, dan wakaf tersebut masih ada sampai sekarang (di zaman Al-Humaidi, pent.).”

Ketiga, Wakaf Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari secara mu’allaq bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رُومَةَ، فَيَكُونُ دَلْوُهُ فِيهَا كَدِلاَءِ المُسْلِمِينَ

“Barangsiapa yang membeli sumur “rumatun” [7], maka bagiannya dari air yang ia timba darinya itu seperti bagian air yang ditimba kaum muslimin.” Maka ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu pun membelinya.

Dalam hadits Shahih Bukhari rahimahullah pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَفَرَ رُومَةَ فَلَهُ الجَنَّةُ

Barangsiapa yang menggali sumur “rumatun”, maka baginya surga. Lalu ‘Utsman pun menggalinya.

Dan disebutkan dalam salah satu riwayat Basyir bin Basyir Al-Aslami disebutkan bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu mewakafkan sumur itu untuk kaum muslimin.

Dari Al-Walid bin Abi Hisyam berkata,

Utsman berkata, “Rumahku yang di Mekkah ditempati (sebagai wakaf) oleh keturunanku dan orang-orang yang mau menempatinya.”

Keempat, Wakaf Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’ anhu.

Al-Baihaqi berkata, Al-Humaidi berkata,

“Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mewakafkan tanahnya di daerah Yanbu’, dan wakaf tersebut masih ada sampai sekarang (di zaman Al-Humaidi,  pent.).”

Dan disebutkan oleh Ibnu Syabbah dalam Taariikhul Madiinah bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu juga memiliki banyak mata air yang di wakafkan untuk orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

[Bersambung]

Penulis Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Artikel: Muslim.or.id

Mau wakaf Jam Waktu Sholat untuk di masjid atau musholah? Silakan berkunjung ke Toko Albani untuk membeli Jam Waktu Sholat!

Hidup Penuh Sunah Nabi, Seperti Apa Itu?

Hidupnya Alquran adalah dengan sunah.

Penggunaan istilah sunah memang marak digencarkan oleh umat Muslim dalam satu dekade terakhir ini. Namun apakah yang disebut sunah itu segala sesuatu yang asalnya hanya dari hadis? Lantas bagaimana keterkaitan hadis dengan Alquran itu sendiri?

Dalam buku Ilmu Living Quran-Hadis; Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi karya Ahmad Ubaydi Hasbullah dijelaskan, secara singkat penggunaan sunah sejatinya berupa penegasan bahwa kata tersebut merupakan perwakilan dari kata Alquran dan hadis. Sedangkan istilah sunah yang hidup dan menghidupkan sunah juga merupakan komponen utama living Quran-Hadis.

Tema living Alquran-hadis memiliki makna ganda. Yang pertama yaitu bermakna menghidupkan Alquran dan hadis (ihya Alquran wal ihya al-hadis). Sedangkan yang kedua adalah the living Alquran and hadis.

Dijelaskan bahwa yang disebut sebagai sunah adalah Alquran dan hadis. Dengan mengacu pada Alquran saja, maka sunah itu tidak akan hidup. Sebab hidupnya Alquran adalah dengan sunah. Sedangkan esensi dari hadis adalah sunah itu sendiri. Sehingga komposisi sunah adalah Alquran dan hadis.

Sedangkan pada masa Nabi, sunah pasti hidup karena Nabi sendiri yang menghidupkannya. Nabi mengacu pada Alquran, hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam testimoni Sayyidah Aisyah bahwa akhlak Nabi tak lain adalah Alquran (kaana khuluquhu Alquran). Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Nabi merupakan artikulasi dari Alquran tanpa terkecuali.

KHAZANAH REPUBLIKA


Pelindung dan Penolongku Hanya Allah!

Allah Swt Berfirman :

إِنَّ وَلِـِّۧيَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ

“Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an). Dia melindungi orang-orang shalih.” (QS.Al-A’raf:196)

Di masa itu, orang-orang musyrikin selalu meneror Nabi Muhammad Saw dan selalu menakut-menakuti beliau dengan berhala-berhala mereka. Ayat ini adalah sebuah perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad Saw untuk membalas teror dan ancaman mereka dengan ucapan :

إِنَّ وَلِـِّۧيَ ٱللَّهُ

“Sesungguhnya pelindungku adalah Allah !”

Kata الوَلِي memiliki arti kekasih yang melindungi, penolong dan penjaga. Yakni semua makna ini mengarah pada “penjagaan” Allah atas Nabi-Nya.

Allah Swt memerintahkan kepada Nabi untuk mengucapkan secara tegas bahwa pembelaku, penolongku, penjagaku adalah Allah ! Tuhan Semesta Alam. Maka semua kekuatan, teror dan ancaman kalian sama sekali tak berarti bagiku.

Pada bagian selanjutnya dari ayat ini, Allah Swt menyebutkan :

ٱلَّذِي نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ

“yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an).”

Setelah menyebut penolongku adalah Allah, ayat ini menggandengkan dengan Sifat Allah yaitu “yang menurunkan Al-Qur’an”. Seakan Rasulullah Saw diperintahkan untuk berkata kepada mereka :

“Aku tidak memperdulikan syariat dan aturan hidup yang kalian jalankan selama kini. Karena pelindungku adalah Allah, Dia-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan Dia-lah yang berjanji akan menjadi penolong bagi setiap hamba yang berjuang di jalan-Nya. Sementara berhala yang kalian sembah bahkan tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri, apalagi akan menyelamatkan kalian.”

Dan pada bagian terakhir disebutkan :

وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ

“Dia melindungi orang-orang shalih.”

Pada bagian akhir ini ditegaskan kembali bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba yang berada di jalan-Nya. Ini sudah menjadi Sunnatullah yang pasti bahwa ketika Allah selalu menjadi penolong dan pembela bagi Nabi-Nya, maka Allah juga akan menjadi penolong dan pembela bagi orang-orang mukmin. Dan ini adalah kabar gembira bagi seluruh orang muslim yang istiqomah berada di jalan Nabi Muhammad Saw. Bahwa Allah pasti akan menjadi penolong dan pelindung mereka selalu.

Maka kesimpulannya, Allah Swt adalah pembela dan penolong bagi orang-orang mukmin dan orang-orang yang tertindas di muka bumi ini. Maka siapapun yang mencari perlindungan dari selain Allah maka ia telah tersesat dan merugi. Karena Allah adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Sementara Iblis adalah seburuk-buruk pelindung dan seburuk-buruk penolong bagi orang kafir.

Semoga bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Kengerian di Hari Kiamat

Huru – hara di jagat raya

Akan tiba saatnya malaikat Israfil meniup sangkakala. Bumi diguncangkan dengan sedahsyat – dahsyatnya. Gunung – gunung dihancurkan dan diterbangkan bagai bulu berhamburan, manusia berlarian bak belalang beterbangan. Lautan meluap dan menyala, langit terbelah dan merapuh, cahaya rembulan menghilang, bintang berjatuhan, matahari pun digulung.

اِذَا رُجَّتِ الْاَرْضُ رَجًّاۙ – ٤  وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّاۙ – ٥ فَكَانَتْ هَبَاۤءً مُّنْۢبَثًّاۙ – ٦

“Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan.” (QS. Al Waqi’ah: 4-6)

وَتَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِۗ

“dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.” (QS. Al Qari’ah: 5)

خُشَّعًا اَبْصَارُهُمْ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْاَجْدَاثِ كَاَنَّهُمْ جَرَادٌ مُّنْتَشِرٌۙ

Pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka belalang yang beterbangan.” (QS. Al Qomar: 7)

اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْۖ – ١ وَاِذَا النُّجُوْمُ انْكَدَرَتْۖ – ٢  وَاِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْۖ – ٣

“Apabila matahari digulung, bintang-bintang berjatuhan, dan gunung-gunung dihancurkan.” (QS. At Takwir: 1-3)

اِذَا السَّمَاۤءُ انْفَطَرَتْۙ – ١ وَاِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْۙ – ٢ وَاِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْۙ – ٣

“Apabila langit terbelah, bintang-bintang jatuh berserakan, dan lautan dijadikan meluap.” (QS. Al Infithar: 1-3)

وَانْشَقَّتِ السَّمَاۤءُ فَهِيَ يَوْمَىِٕذٍ وَّاهِيَةٌۙ

“dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi rapuh.” (QS. Al Haaqqah: 16)

وَاِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْۖ

“dan apabila lautan dipanaskan.” (QS. At Takwir: 6)

Banyak mata terbelalak, wajah biru muram tertunduk terhina penuh penyesalan dan hati takut tak terkira. Hari itu ibu akan lalai dengan anak susuannya. Manusia berlari dari saudara, ibu-bapak, istri dan anak-anaknya. Manusia berlarian untuk dirinya masing – masing. [1]

فَاِذَا جَاۤءَتِ الصَّاۤخَّةُ ۖ – ٣٣ يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِۙ – ٣٤  وَاُمِّه وَاَبِيْهِۙ – ٣٥ وَصَاحِبَتِه وَبَنِيْهِۗ – ٣٦

“Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya.” (QS. ‘Abasa: 33-37)

Baca Juga: Teman Akrab Menjadi Musuh di Hari Kiamat

Keadaan manusia saat hari kebangkitan

Manusia dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang dan dalam keadaan tidak dikhitan. Manusia benar – benar akan dibangkitkan lagi sebagaimana dulu pernah diciptakan pertama kali, keluar dari rahim ibu dalam keadaan seperti itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً

“Manusia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” (HR. Muslim no 2859 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Manusia dibangkitkan dalam keadaan yang bermacam – macam. Orang yang selama di dunia selalu meminta – minta kepada orang lain, dia akan dibangkitkan dalam keadaan berwajah tanpa daging. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْم

Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya” (HR. Bukhari no. 1474, Muslim no. 1040 )

Orang yang semasa di dunia senantiasa dalam kesombongan, dia akan dibangkitkan dalam keadaan berbadan sebesar semut. ‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya dari Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam,

“Orang-orang yang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, diliputi oleh kehinaan dari segala arah, digiring ke penjara di Jahannam yang disebut Bulas, dilalap oleh api dan diberi minuman dari perasan penduduk neraka, thinatul khabal.” (HR. At Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 434)

Laki – laki yang selama di dunia berpoligami namun tidak adil kepada istri – istrinya maka dia akan dibangkitkan dalam keadaan berbadang miring. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ

“Siapa yang memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring.” (HR. Abu Dawud no. 2133, Ibnu Majah no. 1969, An Nasai no. 3942. Syaikh Al Albani menyatakan hadits tersebut shahih)

Para pelaku riba’ akan dibangkitkan dalam keadaan berjalan sempoyongan seperti orang gila. Allah ta’ala berfirman,

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.” (QS. Al Baqarah: 275)

Orang – orang kafir akan berjalan di atas wajah – wajah mereka. Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, ada seorang berkata kepada rasulullah“Wahai Rasulullah, bagaimana bisa orang kafir digiring di atas wajah mereka pada hari Kiamat?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bukankah Rabb yang membuat seseorang berjalan di atas kedua kakinya di dunia, mampu untuk membuatnya berjalan di atas wajahnya pada hari Kiamat?!” (HR.Bukhari no. 4760 dan Muslim no. 2806)

Padang mahsyar yang mencekam

Bumi akan ditarik dan didatarkan. Manusia akan melanjutkan perjalanan menuju persidangan di hadapan kepada Dzat yang telah menciptakan dan membangkitkannya lagi. Semua akan dikumpulkan dalam dataran luas dan rata.[2] Matahari akan didekatkan 1 mil. Peluh bercucuran hingga ada yang tenggelam karenanya.

Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil.”Sulaim bin Amir (perawi hadits ini) berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan mil. Apakah ukuran jarak perjalanan, atau alat yang dipakai untuk bercelak mata.

”Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Manusia tersiksa di dalam keringatnya sesuai dengan kadar amal-amalnya. Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua betisnya. Ada pula yang sampai pinggangnya. Ada juga yang keringatnya sungguh-sungguh menyiksanya.” 

Perawi berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menunjuk dengan tangannya ke mulutnya.” (HR. Muslim no. 2864)

Di antara hal yang membuat mencekam adalah didatangkannya neraka pada masa – masa di padang mahsyar tersebut. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُؤْتَى بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لَهَا سَبْعُونَ أَلْفَ زَمَامٍ، مَعَ كُلِّ زَمَامٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ يَجُرُّونَهَا

“Didatangkan neraka di hari itu, dalam keadaan ia memiliki 70.000 tali kekang. Setiap tali kekang diseret oleh 70.000 malaikat.” (HR. Muslim no. 2842)

Masa penantian, sungguh hari – hari mengerikan dan menyakitkan.  Letih dan lelah menunggu dimulainya persidangan. Pergilah manusia kepada Nabi Adam ‘alaihissalaam meminta untuk memohonkan syafaat kepada Allah ta’ala, namun Nabi Adam ‘alaihissalam menjawab, “Sungguh hari ini Rabbku sangat murka.

Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sungguh, Dia melarangku akan suatu pohon, tetapi saya berbuat maksiat. Saya juga butuh syafaat, saya juga butuh syafaat. Pergilah ke selain aku. Pergilah kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam.”

Mereka pun lantas mendatangi Nabi Nuh ‘alaihissalaam dan meminta supaya beliau memohonkan syafaat kepada Allah ta’ala, namun beliau tidak mampu untuk mengabulkan permintaan itu.

Kemudian mereka melanjutkan menuju Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa ‘alaihimussalaam. Akan tetapi mereka semua tidak mampu, dan mengatakan perkataan yang kurang lebih sama, “Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya.”

Akhirnya mereka mendatangi Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasallam dan meminta supaya beliau memohonkan syafaat kepada Allah. Beliau pun lantas berangkat hingga sampai di bawah Arsy. Beliau bersujud kepada Rabb.

Kemudian Allah ta’ala ajarkan pada beliau pujian-pujian kepada-Nya serta keindahan sanjungan terhadap-Nya yang belum pernah Dia ajarkan kepada selain beliau. Hingga akhirnya Allah ta’ala pun mengabulkan doa Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam[3]

Persidangan menegangkan

Allah ta’ala datang, sedangkan malaikat berbaris berurutan. Tibalah hari persidangan. Manusia yang selama di dunia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain, maka saat itulah manusia akan dituntut atas apa yang telah dilakukan di dunia. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat radhiyallahu’anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini.

Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” (HR. Muslim, no. 2581)

Kemudian orang – orang yang akan binasa dihisab di depan banyak orang sehingga dia akan sangat malu dengan dosa – dosanya. Manusia akan diberikan catatan amalannya.

Orang yang celaka akan menerima catatan amalnya dengan tangan kirinya. Dia berkata, “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku. Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku daripadaku”. (Allah ta’ala berfirman): “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.”[4]

Kemudian tibalah hari penimbangan. Sekecil apapun amalan seseorang di dunia pasti akan Allah ta’ala datangkan pada hari kiamat. Termasuk berbagai kemaksiatan dan dosa yang pernah dilakukan manusia semasa di dunia, meskipun tidak ada orang yang tahu dan meskipun semasa di dunia manusia telah melupakannya. Kemudian manusia akan dikelompok-kelompokkan. Orang zhalim akan dikelompokkan dengan orang zhalim, orang munafik dengan orang munafik dan lain sebagainya. Lantas Allah ta’ala jadikan tempat tersebut gelap.

Bentangan di atas neraka Jahannam

Manusia akan melewati jembatan yang terbentang di atas neraka jahannam. Jembatan yang lebih halus dari rambut, lebih tajam dari pedang, licin, menggelincirkan, terdapat besi – besi pengait dan kawat berduri berujung bengkok.  

Banyak manusia akhirnya tergelincir dan terjatuh ke dalam panasnya neraka Jahannam, dan tidak ada yang menjamin kita kelak dapat melewatinya dengan selamat. Kita berdoa semoga kita termasuk orang – orang yang Allah ta’ala beri keselamatan.

بَلَغَنِي أنَّ الجِسْرَ أدَقُّ مِنَ الشَّعْرَةِ، وأَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ

“Telah sampai (berita) kepadaku bahwa shirath itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang…” (HR. Muslim no. 183)

ثم يؤتى بالجسر فيجعل بين ظهري جهنم. قلنا: يا رسول الله، وما الجسر؟ قال: مدحضة مزلة، عليه خطاطيف وكلاليب، وحسكة مفلطحة لها شوكة عقيفاء، تكون بنجد، يقال لها: السعدان،

“Kemudian didatangkan jembatan lalu dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam. Kami (para Sahabat) bertanya: “Wahai Rasûlullâh, bagaimana bentuk jembatan itu?”. Jawab beliau, “Licin dan mengelincirkan.

Di atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa’dân…” (HR. Bukhari no. 7439 dan Muslim no. 183)

Sungguh, mungkin terkadang kita terlalu tersibukkan dengan dunia dan melupakan kengerian di hari kiamat. Padahal kehidupan yang abadi adalah kehidupan akhirat.

Saat ini, hari – hari yang sedang kita jalani adalah kenyataan bagi kita dan hari kiamat itu masih dalam berita yang harus dipercaya. Kelak di hari kiamat nanti, hari kiamat adalah nyata dan hari ini tinggallah cerita yang akan disesali oleh banyak manusia.

Baca Juga:

Penulis Apt. Pridiyanto

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki

[1] Lihat juga QS. Thaha: 102 dan QS. Al Hajj: 1-2, QS. ‘Abasa: 33-37

[2] Lum’atul I’tiqad syarah Syaikh Fauzan hal. 205

[3] Lihat selengkapnya di HR. Bukhari no. 7510 dan Muslim no. 193

[4] Lihat selengkapnya QS. Al Haqqah : 25 – 31

Maulid Nabi, Ekspresi Cinta Untuk Taat Syariat

Cinta kepada Nabi Muhammad SAW adalah menjalankan ketaatan dengan syariat Islam

Setiap memasuki bulan Rabiul Awal, terkenang sosok manusia agung kekasih Allah SWT. Kegundahannya adalah memikirkan nasib umatnya. Bahkan kegundahan memikirkan nasib umatnya tersebut terbawa hingga menjelang wafatnya. 

Beliau gundah akan nasib umatnya sepeninggal beliau. Apakah umatnya tetap berpegang teguh dengan syariat yang dibawanya? Ataukah justru umatnya ini banyak menelantarkan syariat yang dibawanya?

Bulan Rabiul Awal mendedangkan kerinduan kepada sosok tauladan sepanjang jaman yakni Nabi Muhammad SAW. Kami mengetahui bahwa dengan kegembiraan saja menyambut kelahiranmu, bisa mendatangkan rahmat Allah SWT. 

Adalah Abu Lahab, sang paman yang memusuhi dakwah Nabi SAW, mendapatkan dispensasi dari siksa yang diterimanya setiap hari kelahiran Nabi SAW lantaran suka citanya menyambut kelahiran beliau SAW. Lantas, bagaimana pula dengan kita, umatnya yang ingin meneladaninya dan menaati syariat yang dibawanya? Tentu keberkahan hidup akan didapatkan. 

Ekspresi kegembiraan dan suka cita menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW itu terlihat di tengah–tengah kaum muslimin. Mereka membaca sholawat, melakukan diba’an dan mengadakan pengajian mauidhoh hasanah serta seabrek kegiatan lainnya sebagai wujud kegembiraan menyambut kelahiran Nabi SAW. Adalah merupakan kewajaran bila orang tua sangat gembira dengan kehadiran seorang anak di tengah–tengah kehidupan mereka. 

Bahkan mereka akan mengungkapkan kegembiraan tersebut dengan melakukan perayaan kecil–kecilan atas kehadiran sang buah hati. Hari–hari mereka akan penuh warna kebahagiaan. Bertumpu asa akan anaknya nanti menjadi anak yang sholih sehingga menjadi tabungan kebaikan dan pahala bagi kehidupan mereka di dunia dan akherat. 

Sedangkan momen Rabiul Awal ini adalah momen kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kelahiran manusia agung yang mendapatkan mandate menyelamatkan manusia dan dunia dari kehancuran. Risalah Islam sebagai kunci keselamatan dunia dan akherat, disampaikannya. Tidakkah lebih layak lagi bagi kita untuk bersuka cita dan mengekspresikan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW? 

Akan tetapi kegembiraan dan suka cita itu sebagian besarnya hanya berhenti dan terpaku secara seremonial belaka. Suka cita akan kelahiran Nabi Muhammad SAW berhenti di malam itu. Ya, malam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Seolah mereka sudah merasa cukup dengan ekspresi suka cita dan kegembiraan di malam peringatan tersebut. Itulah wujud cinta mereka kepada sang junjungan. 

Akibatnya yang terjadi kewajiban ditinggalkan dengan pemakluman udzur habis mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sejak sore begitu sibuknya mengurus semua hal terkait peringatan Maulid Nabi. Sholat Ashar, Maghrib dan Isya pun melayang diterbangkan oleh kesibukan melakukan perayaan. 

Tidak terkecuali Sholat Subuh juga terlewati. Bangun tidur kesiangan, saat ditanyakan jawabannya adalah maklum tadi malam begadang melakukan kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. 

Walhasil, berulang kali peringatan Maulid Nabi SAW diselenggarakan, potret kehidupan umat belum berubah. Umat ini masih terpuruk dalam gelapnya lorong kehidupan yang jauh dari penerapan risalah sang Nabi. 

Sedangkan Mauidhoh hasanah diperdengarkan, bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW menandai akan era baru. Yakni sebuah era untuk mengubah wajah dunia yang diliputi kegelapan menjadi wajah baru dunia yang diliputi cahaya petunjuk ilahi yakni ajaran Islam. Inilah makna dan esensi yang harus disadari oleh umat Islam. 

Ekspresi kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi sumber energi yang seharusnya melahirkan munculnya enegi dan gelombang besar sebuah gerakan umat untuk menaati Syariat Islam. Dan tidak bisa disebut sebagai menaati syariat hingga kita, umat Islam senantiasa melaksanakan syariat Islam dalam kehidupan sehari–hari.

Dengan demikian kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah kecintaan yang semu. Akan tetapi kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW adalah sebuah cinta sejati, sebuah cinta yang melahirkan ketaatan dalam melaksanakan dan berpegang teguh dengan Syariat Islam yang mulia. 

Pengirim: Ainul Mizan, penulis tinggal di Malang

KHAZANAH REPUBLIKA

Wudhu dengan Air yang Tidak Cukup

Jika ada orang yang hanya memiliki sedikit air, sehingga jika digunakan untuk wudhu, hanya bisa untuk sebagian anggota wudhu. Sementara anggota badan lainnya, tidak bisa dicuci. Apa yang harus dilakukan?

Jawab:

Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ulama berbeda pendapat dalam menjawab kasus semacam ini,

Pendapat pertama, orang yang memiliki sedikit air, dia diwajibkan untuk berwudhu dengan air seadanya, meskipun tidak sempurna, dalam arti tidak cukup untuk semua anggota wudhu. Kemudian setelah itu, dia harus tayammum. Ini merupakan pendapat Syafiiyah, dan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali.

Pendapat kedua, orang itu tidak diwajibkan wudhu, sehingga dia tidak perlu menggunakan air itu untuk bersuci. Sehingga statusnya seperti orang yang tidak menjumpai air. Karena itu, dia harus tayammum. Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Malikiyah, dan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali, serta pendapat mayoritas ulama.

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

واختلف الفقهاء كذلك فيمن لم يجد من الماء إلا ما يكفي بعض أعضائه. فذهب الأحناف والمالكية وأكثر العلماء : إلى أنه يترك الماء الذي لا يكفي إلا لبعض أعضائه ، ويتيمم، وهذا أحد الوجهين عند الحنابلة .وذهب الشافعية في الأظهر إلى أنه يلزمه استعماله، ثم يتيمم، وهو الوجه الثاني عند الحنابلة.

Ulama berbeda pendapat tentang orang yang tidak menjumpai air, selain sedikit air yang hanya cukup untuk sebagian anggota wudhunya. Menurut Hanafiyah, Malikiyah, dan mayoritas ulama, bahwa orang ini harus membiarkan air yang tidak cukup itu, dan dia harus bertayammum. Dan ini merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali. Sementara menurut pendapat yang lebih kuat dalam madzhab Syafiiyah, menyatakan bahwa orang ini harus menggunakan air itu. kemudian dia bertayammum. Dan ini merupakan pendapat kedua dalam madzhab Hambali. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 8/125)

Ibnu Qudamah menyebutkan pendapat dalam madzhab Hambali,

وإن وجد ماء لا يكفيه: لزمه استعماله، وتيمم للباقي إن كان جنبا، لقول الله تعالى: ( فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا )؛ وهذا واجد. وقال النبي – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: (إِذَا أَمَرتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأتُوا مِنهُ مَا اسْتَطَعْـتُمْ) رواه البخاري. وقال: (إِذَا وَجَدْتَ المَاءَ فَأَمسِهِ جِلْدَكَ)

Jika orang tersebut menjumpai air namun tidak cukup, dia harus tetap menggunakannya, dan harus bertayammum untuk sisa anggota badan lainnya, jika dia junub. Berdasarkan firman Allah – Ta’ala – (yang artinya), “Jika kalian tidak menjumpai air, maka lakukanlah tayammum.” Sementara orang ini menjumpai air. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila aku perintahkan kalian maka lakukanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Jika kamu menjumpai air, gunakan untuk membersihkan kulitmu (untuk bersuci).” (al-Kafi, 1/119)

Tarjih

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam hal ini adalah pendapat jumhur (Hanafiyah + Malikiyah), bahwa bagi orang yang tidak memiliki air yang cukup untuk wudhu, maka dia biarkan air itu dan bertayammum.

Dengan alasan:

[1] Jika air yang terbatas itu digunakan untuk wudhu, sementara ada anggota wudhu yang tidak terkena air maka wudhu batal. Dan melakukan wudhu yang jelas batal, percuma saja.

[2] Jika tidak memungkinkan melakukan ibadah asal, maka dilakukan ibadah penggantinya. Sehingga ketika tidak memungkinkan berwudhu yang sah, maka cukup lakukan tayammum.

Demikian.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH