Menikmati Lelahnya Ibadah

Bismillah, walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du.

Siapa di dunia ini yang tak merasakan lelah? Semuanya pernah mengalaminya. Kehidupan ini selalu berputar. lelah dan freshnya tubuh, datang bergantian. Tak perlu kita bermimpi menghindar dari kondisi ini. Seperti impian orang-orang malas. Mukmin itu, seorang pejuang, yang siap capek demi kebaikan, yang siap berkorban demi keridhoan Allah.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah menyampaikan pesan semangat,

اَلْمُؤْمِنُ اَلْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلىَ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِيْ كُلٍّ خَيْرٍ، اِحْرِصْ عَلىَ ماَ يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللَّهُ وَماَ شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.” أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ 

“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan menjadi lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu, jangan berkata seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan begitu, tetapi katakanlah Allah telah menakdirkan, dan kehendak oleh Allah pasti dilakukan. Sebab kata ‘seandainya’ itu dapat membuka perbuatan setan.” (HR. Muslim)

Sehingga untuk memiliki iman yang sempurna, seorang harus siap berjuang, siap capek demi meraih cinta Sang Pencipta.

Yang menjadi persoalan, bukan soal capek ngga capek. Tapi, untuk apa seorang menghabiskan capeknya?

Coba kita lihat ke luar sana, betapa banyak orang-orang yang durhaka kepada Allah ta’ala, rela bercapek-capek. Bahkan mereka menikmati capek mereka. Bahkan mereka berusaha menghibur diri dengan kata-kata ‘mutiara’ untuk tetap bertahan dan sabar, melalui capek mereka. Orang-orang kafir, rela bercapek ria, demi membela kekafirannya. Pada pendosa, rela bercapek ria, sampai terwujudlah dosanya.

Mereka mencari neraka, pun rela untuk capek. Para pencari surga, sungguh hadis lebih rela untuk capek.

Seribu pasukan musyrik rela berjalan menuju Badr, di musim panas yang menyengat. Karena perang Badr terjadi di bulan ramadhan, yang identik dengan musim panas. Bulan ramadhan sendiri disebut ramadhan, karena panasnya cuaca di bulan tersebut. Berjalan kaki sepanjang 500 san km, di tengah terik matahari yang membakar, melewati gunung-gunung batu yang gersang, dan padang pasir yang kering panas. Untuk apa mereka bercapek-capek ini? Menerangi kekasih Allah, mencari kemurkaan Allah!!

Bahkan sepuluh ribu pasukan musyrik, rela capek berjalan ke Madinah, berperang di tengah terik matahari, bulan Syawal, saat perang Uhud, menguras pikiran dan mengurus otot, 
untuk memperjuangkan kemusyrikan mereka, mencari neraka Allah!!

Fir’aun dan bala tentaranya, rela capek mengejar Nabi Musa dan pengikutnya, sampe rela menyeberangi laut, hingga mereka mati dalam capek tenggelam di laut merah.

Tentu beda capeknya kaum musyrikin itu dengan orang-orang beriman. Capeknya orang-orang kafir adalah kepedihan, siksaan dan murka Allah. Adapun capeknya orang-orang beriman, adalah kenangan bahagia, nikmat dan ridho Allah.

إِن يَمۡسَسۡكُمۡ قَرۡحٞ فَقَدۡ مَسَّ ٱلۡقَوۡمَ قَرۡحٞ مِّثۡلُهُۥۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَآءَۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zhalim. (QS. Ali ‘Imran : 140)

Suatu hari Umar melewati seorang pendeta, kemudian beliau memanggilnya, “Pak Pendeta…”Saat memandangi si pendeta, Umar tiba-tiba menangis. 

“Apa gerangan yang membuat Anda menangis Ya Amirul Mukminin?” tanya heran sang pendeta.

 ذكرت قول الله ، – عز وجل في كتابه (عاملة ناصبة تصلى نارا حامية ) فذاك الذي أبكاني 

“Aku teringat, “tanggap Umar, “firman Allah ‘azza wa jalla,

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ ﴿٣﴾ تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً

Dia bekerja keras lagi kepayahan. Namun pada akhirnya dia memasuki api yang sangat panas (neraka).

Diriwayatkan dari Ikrimah dan As-Suddi, tentang makna ayat ini,

( عاملة ) في الدنيا بالمعاصي ( ناصبة ) في النار بالعذاب والأغلال 

“Dia bekerja keras lagi kepayahan,” yakni dengan maksiat-maksiat saat di dunia. “Namun pada akhirnya dia memasuki api yang sangat panas.” Yakni di neraka yang berisi azab yang sangat pedih.

Maka jika mereka pun berani capek untuk mencari neraka Allah, mengapa kita berani capek untuk mencari surga Allah?!

Robmu Senang Melihat Capekmu Karena Ibadah

Allah amat senang melihat bekas-bekas capeknya orang-orang beriman, saat mereka berjuang menggapai ridhoNya.

Tentang jama’ah haji yang sedang wukuf di padang Arofah, Nabi bersabda,

إن الله تعالى يباهي ملائكته عشية عرفة بأهل عرفة ، فيقول : انظروا إلى عبادي أتوني شعثا غبرا

“Sesungguhnya Allah membanggakan penduduk Arafah kepada malaikat-Nya pada siang Arafah, Seraya berfirman, “Lihatlah kepada hamba-Ku mereka datang dalam kondisi lusuh dan berdebu.” (HR. Ahmad. Dishahihkan oleh Albani)

Tentang mujahid yang gugur di jalan Allah, Nabi mengatakan,

ما من مكلوم يكلم في سبيل الله والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما ، اللون لون الدم ، والريح ريح المسك

“Tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma kasturi (misk).” (HR. Tirmidzi)

Capeknya Perjuangan Penduduk Surga dalam Meraih Surga

Meraih surga, bukan hal mudah, yang cukup diraih dengan angan-angan dan malas-malasan. Penduduk surga adalah orang-orang yang diuji dengan berbagai perjuangan dan pengorbanan, yang mencapekkan jiwa, raga dan pikiran, lalu mereka lulus ujian. Penduduk surga adalah, pejuang tangguh, orang-orang rela berkorban tanpa pamrih kecuali cinta Rob mereka.

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?

Sungguh! Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut, 2-3)

Oleh karena itu, dalam banyak ayat, Allah menceritakan apa sebabnya mereka bisa masuk surga. Yaitu karena kesabaran mereka menahan ‘capek’ demi memperjuangkan surga.

أُوْلَٰٓئِكَ يُجۡزَوۡنَ ٱلۡغُرۡفَةَ بِمَا صَبَرُواْ وَيُلَقَّوۡنَ فِيهَا تَحِيَّةٗ وَسَلَٰمًا

Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka, dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam. (QS. Al-Furqan : 75)

وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُواْ جَنَّةٗ وَحَرِيرٗا * مُّتَّكِـِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلۡأَرَآئِكِۖ لَا يَرَوۡنَ فِيهَا شَمۡسٗا وَلَا زَمۡهَرِيرٗا

Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (pakaian) sutera.
Di sana mereka duduk bersandar di atas dipan, di sana mereka tidak melihat (merasakan teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang berlebihan. (QS. Al-Insan : 12 – 13)

Baca Juga:

إِنِّي جَزَيۡتُهُمُ ٱلۡيَوۡمَ بِمَا صَبَرُوٓاْ أَنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ

Sesungguhnya pada hari ini Aku memberi ganjaran kepada mereka, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. (QS. Al-Mu’minun : 111)

Menjadi Pelebur Dosa

Ada dua daun timbangan di hari penghitungan amal nanti (Yaumul Hisab). Satu untuk menimbang amalan baik, satu untuk menimbang amalan buruk. Dalam kitab Syarah Akidah Thohawiyah, Ibnu Abil ‘Iz menerangkan,

والذى دلت عليه السنة: أن ميزان الأعمال له كفتان حسيتان مشاهدتان

(Syarah Thohawiyah, hal. 472)

Atas dasar rahmad Allah, satu amalan kebaikan dilipatkan minimal 10 x lipat, amal dosa tidak dilipatkan, satu perbuatan dosa dihitung satu dosa.

Allah ta’ala berfirman,

مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَىٰٓ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ

Siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizhalimi). (QS. Al-An’am : 160)

Artinya, satu timbangan amal kebaikan, lebih berat sepuluh kali lipat daripada satu timbangan amalan dosa.

Sekarang coba kita mencoba mengingat, sudah berapa banyak dosa yang dilakukan. Sudah berapa capek yang terkorban untuk maksiat. Saatnya menebus capeknya dosa-dosa itu dengan capek beribadah kepada Allah. Dan berbahagialah… Karena satu capekmu dalam ibadah, akan lebih berat 10 kali lipat daripada satu capekmu dalam melakukan dosa.

Kita periksa mata kita, pernahkah capek karena melihat hal-hal yang Allah haramkan? Jika iya, ayo kita cspekkan mata kita untuk ibadah, membaca Alquran, membaca hadis-hadis Nabi, membaca buku2 agama yang membuat ku semakin mengenal agama Allah serta melahirkan takwa dan takut kepada Alalh. Agar capeknya matamu saat ibadah, dapat melebur dosa capeknya matamu saat kau gunakan untuk maksiat.

Kaki pernah capek untuk berbuat maksiat? Jika iya, ayo cspekkan kaki kita kita untuk ibadah, melangkahkan kaki ke masjid, ke majelis ilmu, towaf di baitullah, Sai antara sofa dan marwa. Agar capeknya kakimu saat ibadah, dapat menebus dosa capeknya kaki mu saat kau langkahkan untuk maksiat.

Demikian pula, telinga, hati, pikiran, seluruh anggota badan. Karena kebaikan akan menghapus keburukan.

Rasul shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن

Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik‘” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, ia berkata: ‘hadits ini hasan shahih’)

****

Masjidil Harom, Makkah Al Mukaromah, antara Maghrib dan Isya, 13 Syawal 1440 H / 16 Juni 2019

Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : Muslim.or.id

Rasa yang Berpahala

Setiap manusia hidup dengan perasaan yang berbeda-beda. Tingkat kepekaan dengan sesama, mudah tidaknya dia kecewa, benci dan cinta pada suatu perkara, dan lain sebagainya. Satu di antara hal yang terkadang terlupakan di antara kita, bahwa Allah Ta’ala tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Ada makna di balik apa yang Dia ciptakan. Begitu pula dengan rasa.

Perasaan yang Allah Ta’ala telah anugerahkan kepada kita adalah sebuah kenikmatan yang mestinya kita syukuri. Kita jadikan perasaan dalam dada untuk semakin mendekatkan diri kepada Nya. Bisakah? Sangat bisa.

Mengenal apa itu ibadah

Jangan berpikir bahwa ibadah itu terbatas pada amalan badan semisal shalat dan puasa. Jangan berpikir pula bahwa ibadah itu terbatas pada amalan yang harus mengeluarkan uang semisal shadaqah dan zakat. Lantas apa saja yang termasuk ke dalam ibadah?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaahu menjelaskan,

اَلْعِبَادَة هِيَ اسْم جَامع لكل مَا يُحِبهُ الله ويرضاه من الْأَقْوَال والأعمال الْبَاطِنَة وَالظَّاهِرَة

“Ibadah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut semua yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, baik yang tersembunyi ataupun yang tampak.” (Al ‘Ubudiyyah, 1130)

Ibnul Qayyim rahimahullaahu menjelaskan,

فَالْعُبُودِيَّةُ تَجْمَعُ كَمَالَ الْحُبِّ فِي كَمَالِ الذُّلِّ، وَكَمَالَ الِانْقِيَادِ لِمَرَاضِي الْمَحْبُوبِ وَأَوَامِرِهِ، فَهِيَ الْغَايَةُ الَّتِي لَيْسَ فَوْقَهَا غَايَة

“Peribadahan itu menghimpun rasa cinta yang sempurna, dalam perendahan diri dan ketundukan yang sempurna pula, untuk mendapatkan ridha Allah serta ketundukan terhadap perintah Nya. Ini adalah puncak dari tujuan tertinggi.” (Madarijus Salikin, 3409)

Segala sesuatu yang Allah Ta’ala cintai merupakan suatu ibadah. Sesuatu yang dicintai oleh Allah Ta’ala dapat diidentifikasi dengan beberapa cara. Misalnya, Allah Ta’ala memerintahkan hal tersebut, memuji pelakunya, mengabarkan bahwa orang yang melakukannya berada dalam keridhaan-Nya, diberikan pahala atasnya, atau dengan janji berupa limpahan ganjaran dari Nya. (Tajriidut Tauhid, hal. 14)

Shalat dan menunaikan zakat merupakan ibadah karena Allah Ta’ala mencintai amalan tersebut. Bukti bahwa Allah Ta’ala mencintainya adalah adanya perintah untuk shalat dan zakat. Allah Ta’ala tidak akan memerintahkan hamba melakukan sesuatu yang tidak dicintai-Nya.

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ

Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (QS. AlBaqarah: 43)

Berucap yang baik juga merupakan suatu ibadah karena Allah Ta’ala memerintahkannya dan menjelaskan bahwa bertutur yang baik adalah salah satu sebab selamat dari neraka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Jagalah kalian dari api neraka, walaupun dengan bersedekah sepotong kurma. Namun siapa yang tidak mendapatkan sesuatu yang bisa disedekahkannya, maka dengan (berucap) kata-kata yang baik.” (HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016)

Berbagi rasa itu ibadah

Selain amalan anggota badan dan ucapan lisan, ibadah juga mencakup amalan hati. Rasa takut, harap dan cinta bisa menjadi suatu ibadah apabila karena Allah Ta’ala. Begitu pula dengan tawakal, khusyu’ dan penyesalan terhadap maksiat juga termasuk ke dalam ibadah. Di antara bukti bahwa rasa takut kepada Allah Ta’ala merupakan suatu ibadah adalah firman Allah Ta’ala,

اِنَّ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ كَبِيْرٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak terlihat oleh mereka, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. AlMulk: 12)

Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala memberikan kabar bahwa orang yang takut kepada Allah Ta’ala akan diberikan ampunan dan pahala yang besar. Allah Ta’ala tidak akan memberikannya kepada orang yang tidak dicintai-Nya. Rasa takut kepada Allah Ta’ala ini merupakan hal yang dicintai oleh Allah Ta’ala, sehingga hal ini termasuk ibadah.

Contoh lain adalah tawakkal. Tawakkal merupakan bentuk ibadah kepada Allah karena Allah Ta’ala berjanji bahwa barangsiapa yang bertawakal kepada Allah Ta’ala, maka Allah akan mencukupinya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُه

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. AthThalaq: 2)

Allah Ta’ala akan memberikan balasan berupa kecukupan hanya kepada hamba yang melakukan amalan yang Dia cintai. Sehingga tawakkal merupakan ibadah karena dicintai oleh Allah Ta’ala.

Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Qasim rahimahullahu menjelaskan bahwa ayat tersebut menunjukkan keutamaan rasa tawakkal kepada Allah Ta’ala. Tidak ada penyebutan secara khusus terhadap sebuah ibadah dari berbagai macam ibadah yang disebutkan dalam Al-Qur’an dengan redaksi “niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” kecuali ibadah berupa tawakkal ini. Hal ini menunjukkan agungnya ibadah tawakal dan keutamannya. (Taisiirul Wushul, hal. 90)

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita semua dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang senantiasa istiqamah dalam beribadah kepada-Nya di setiap waktu dan keadaan, baik dengan amalan hati, ucapan, maupun amal perbuatan.

Penulis: Apt. Pridiyanto

Artikel: Muslim.or.id

5 Panggilan Bumi pada Manusia

BUMI, tempat kita berpijak saat ini merupakan satu-satunya tempat yang dapat kita singgahi. Dan berpijaknya kita di bumi ini hanyalah sementara. Cepat atau pun lambat kita akan kembali ke dalam perut bumi, merasakan keadaan di dalam bumi.

Dikatakan bahwa setiap hari bumi itu memanggil lima kali panggilan, yang berbunyi:
1. Wahai manusia, kamu berjalan di punggungku dan tempat kembalimu adalah perutku.

2. Wahai manusia, kamu memakan berbagai makanan di punggunguku, tetapi kamu akan di makan ulat di dalam perutku.

3. Wahai manusia, kamu tertawa di punggungku, tetapi kamu akan menangis di dalam perutku.

4. Wahai manusia, kamu bersuka ria di punggungku, tetapi kamu akan bersedih di dalam perutku.

5. Wahai manusia, kamu berbuat dosa di punggungku dan kamu akan disiksa di dalam perutku.

Itulah isi panggilan bumi kepada orang-orang yang kini tengah sibuk dengan gemerlap dunia. Di mana mereka lupa bahwa tempat kembali yang sebenarnya adalah di dalam perut bumi. Dengan suasana yang begitu menakutkan bahkan menyeramkan, dan tak akan ada orang yang mampu menemani dirinya.

Oleh sebab itulah, jangalah kita terlalu bersenang-senang di bumi ini. Kita harus tahu bahwa semua ini hanyalah sementara dan akan kembali pada-Nya. Kita harus mampu menjaga diri ini agar jangan sampai melampaui batas, yang menyebabkan Allah murka pada kita, sehingga bumi pun ikut benci pada kita, dan membalaskan kebenciannya ketika kita kembali ke dalam perutnya. Naudzu billah. []

Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin Peringatan bagi Orang-orang yang Lupa/Karya: Abu Laits as Samarqandi/Penerbit: PT Karya Toha Putra Semarang

ISLAM POS


Kubur, Memanggil Kita Setiap Hari dengan 5 Panggilan

KUBUR itu setiap hari memanggil kita dengan lima kali panggilan,yaitu:

1. Aku adalah rumah yang sendirian maka carilah teman yang setia untukmu dengan membaca Al-Qur’an.

2. Aku adalah rumah kegelapan maka terangilah aku dengan shalat malam.

3. Aku adalah rumah debu maka bawalah tikar dengan banyak beramal shaleh.

4. Aku adalah rumah ular besar, maka bawalah penawarannya dengan membaca: Bismillahirrahmaanirrahim yang disertai mengalirkan air mata (karena rasa takutnya kepada Allah)

5.Aku adalah rumah pertanyaan Munkar dan Nakir, maka perbanyaklah diatas punggungku dengan membaca: Laa ilaha ilallah Muhammadur rasulullah.Supaya kita bisa menjawab pertanyaan dari Munkar dan Nakir. []

Sumber : Menyingkap 110 Misteri Alam Kubur | Karya: Salim Hadad | Penerbit: Lintas Media

ISLAM POS




Di Waktu Ini, Allah Panggil Kita, Kapan Saja Itu?

WAKTU merupakan hal yang paling berharga dalam hidup kita. Mengapa? Sebab, ketika waktu telah berlalu, kita tak bisa memutarnya kembali. Yang ada hanyalah penyesalan di waktu mendatang karena kelalaian di masa lalu.

Nah, belajar dari masa lalu, tentu kita harus memperbaikinya di masa mendatang. Jangan sampai, kita mengulangi kesalahan yang sama.

Apalagi, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan beberapa waktu untuk memanggil kita. Jangan biarkan waktu itu berlalu tanpa kita memenuhi panggilan-Nya.

Allah hanya memanggil kita di tiga waktu saja. Kapankah itu?

1. Adzan

Inilah panggilan Allah yang pertama. Panggilan yang satu ini adalah satu-satunya panggilan yang dapat kita dengar secara jelas dan nyata. Ketika masuk waktu shalat maka akan dikumandangkan panggilan Allah berupa adzan.

Apabila kita melaksanakan shalat setelah adzan berkumandang maka kita telah memenuhi panggilan Allah tersebut.

Namun, dalam panggilan ini Allah tidak cepat marah meskipun hamba-Nya tidak menanggapi langsung panggilan-Nya dengan menunda waktu shalat.

Masih banyak orang yang terlambat untuk melaksanakan shalat, bahkan ada yang tidak mengerjakan sama sekali karena rasa malasnya.

Tapi, Allah tidak marah seketika dan Dia masih memberikan rahmat-Nya, masih memberikan rezeki-Nya, kebahagian bagi umat-Nya, dan kenikmatan lainnya.

2. Haji

Panggilan kedua ini bersifat halus dan bergiliran. Tak semua hamba memiliki kesempatan dalam memenuhi panggilan Allah ini.

Bahkan jalan menuju panggilan ini pun dapat ditempuh dengan berbagai macam, seperti berangkat haji dengan hartanya sendiri, berangkat karena orang lain atau berangkat haji hadiah dari suatu lomba atau ajang.

Tidak ada yang menjamin jika orang yang tidak memiliki uang tidak dapat pergi haji karena apa pun bisa terjadi dengan niat yang kuat.

Ketika kita memiliki niat haji, berpakaian ihram dan mengumandangkan ‘Labaik Allahuma Labaik’, maka saat itulah kita memenuhi panggilan Allah yang kedua. Kita akan merasa senang karena dapat menjawab penggilan Allah yang halus.

Allah telah berfirman bahwa laksanakanlah haji bagi yang mampu.

3. Kematian

Inilah panggilan terakhir yang paling mengerikan. Panggilan ini lebih halus dan jarang disadari oleh siapapun yang akan dipanggil.

Meskipun kematian ini adalah suatu hal yang pasti tapi tidak ada satu orang pun yang tahu kapan ia akan mendapatkan panggilan itu. Banyak orang yang tidak mampu memenuhi panggilan yang terakhir ini karena tidak dapat memahami tanda-tanda kematian.

Oleh karena itu, kita hanya bisa menjawabnya dengan amal ibadah ketika masih hidup. Karena itu, sebaiknya kita dapat memanfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak beramal saleh. []

ISLAM POS




Kematian, Mengapa Rahasia?

BAIK cepat atau pun lambat, kita pasti akan bertemu dengan kematian. Kedatangannya ini tidaklah disangka-sangka. Terkadang ketika kita sedang duduk santai, tanpa mengalami penyakit pun, kematian datang menjemput. Kematian itu sudah menjadi rahasia Allah SWT. Mengapa ya?

Kematian menjadi sebuah rahasia pasti tidak lain adalah untuk pelajaran bagi manusia. Coba bayangkan saja, jika kematian itu dapat kita ketahui tentu akan banyak orang yang mengalami gangguan jiwa. Mengapa? Karena ketika mereka tahu berapa lama lagi dia akan mati, ia akan disibukkan untuk mencari amal yang paling baik. Saking tegangnya ia menghadapi kematian itu, maka akal dan kondisinya tak mampu untuk menahan. Dan sakit jiwalah yang akan ia terima.

Itulah mengapa, Allah tidak memberitahu kepada kita, kapan kita akan kembali kepadanya. Kematian menjadi suatu misteri bagi kita. Kita harus terima itu dan kita harus bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi hal yang telah pasti tersebut.

Kematian itu menjadi tolak ukur kita selama masih hidup di dunia. Karena, setinggi apa pun cita-cita kita di dunia, pada akhirnya kita akan kembali ke dalam tanah. Inilah yang harus menjadi pandangan kita ke depan. Jadi, mempersiapkan diri adalah suatu hal yang wajib kita lakukan, sebelum datang penyesalan.

Jika kita mendengar atau melihat orang yang telah mati, maka jadikanlah itu sebagai pelajaran bagi kita. Kita bayangkan jikalau kita berada di posisi itu. Apakah kita sudah siap? Apakah kita sanggup di kubur di dalam tanah seorang diri? Kita akan merasakan kenikmatan di saat ajal menjemput, jikalau kita telah melakukan amal perbuatan yang sesuai dengan ketentuan Allah. Kita senantiasa takut kepada-Nya. Dengan begitu kita akan merasa rindu untuk berjumpa dengan-Nya.

Sumber: Disarikan dari tausiah Drs. Edward, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Muttaqien Purwakarta

ISLAM POS


Menjadikan Wabah Covid-19 Sebagai Nikmat Menurut Aa Gym

Wabah Covid-19 bisa dijadikan sebagai nikmat dalam perspektif Islam.

Wabah Covid-19 merupakan salah satu musibah yang perlu diterima manusia. Tidak ada satu pun musibah yang terjadi tanpa seizin Allah.

Pendakwah yang juga Pendiri Daarut Tauhid, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) mengatakan, dalam Alquran surat At-Taghabun ayat 11, Allah SWT berfirman: 

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Maa ashaba min mushibatin illa bi-idznillahi. Wa man yu’minu billahi yahdi qalbihi. Wallahu bikulli syai-in alim.” 

Yang artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” 

“Oleh karena itu kalau ditimpa ujian, kita harus yakin bahwa dengan izin Allah dan pasti sudah diukur Allah kemampuan kita dalam menerima ujian ini, pasti (ujian tersebut) membawa kebaikan bagi orang yang beriman,” kata Aa Gym, sebagaimana dikutip dari Harian Republika. 

Sebab, kata beliau, semua ujian yang berasal dari Allah merupakan kebaikan bagi semua hambaNya. Selain ridha menerima takdir dan juga ketentuan Allah, beliau menyebut bahwa Allah akan ridha kepada-Nya. Baik umat maupun pasien Covid-19 pun diminta untuk terus bersabar dan beikhtiar dalam menjalani ujian yang diberikan Allah. 

“Seperti nasi menjadi bubur, carilah cakwe ayam supaya jadi bubur ayam spesial. Sempurnakan ikhtiar sebagai ibadah, dan pasrahkan hati kepada Allah Yang Mahabaik, Mahaadil, Mahapenyayang dan tidak pernah mensia-siakan hambaNya,” ungkapnya.

Di sisi lain, Aa Gym juga mengajak para pasien Covid-19 untuk terus berikhtiar menenangkan hati dengan berdzikir dan mengingat Allah. Sebab hanya dengan mengingat Allah maka hati manusia akan tentram. Bagi yang mengingat Allah, maka Allah akan mengingatnya pula.

Maka sepanjang seseorang berdzikir penuh keyakinan dan kesungguhan harapan kepada Allah, Aa Gym menyebut maka Allah akan menurunkan ketenangan pula. Di sisi lain, ia juga mengajak agar umat dan untuk tetap berprasangka baik kepada Allah diiringi dengan kesabaran yang luas.

“Karena setiap sakit bisa menjadi penggugur dosa, peningkat pahala, dan pengangkat derajat. Insya Allah tidak akan seseorang wafat kecuali memang sudah ditetapkan, semoga sakitnya benar-benar menjadi pendekat ke Allah, dan itulah nikmat terbesar,” ujar dia.  

KHAZANAH REPUBLIKA


Mengapa Disebut Ka’bah?

Disebutkan dalam Alquran Surat Al Maidah ayat 97:

جَعَلَ ٱللَّهُ ٱلْكَعْبَةَ ٱلْبَيْتَ ٱلْحَرَامَ قِيَٰمًا لِّلنَّاسِ وَٱلشَّهْرَ ٱلْحَرَامَ وَٱلْهَدْىَ وَٱلْقَلَٰٓئِدَ ۚ ذَٰلِكَ لِتَعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَأَنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

Ja’alallāhul-ka’batal-baital-ḥarāma qiyāmal lin-nāsi wasy-syahral-ḥarāma wal-hadya wal-qalā`id, żālika lita’lamū annallāha ya’lamu mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍi wa annallāha bikulli syai`in ‘alīm

Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Menurut Dr Muhammad Ilyas, penulis buku Sejarah Mekah, yang mengutip kitab Al-Qamus al Muhith, “Ka’aba: Al Nihayah li Ibn Al-Atsir, dinamakan dengan ‘Ka’bah’ karena beberapa sebab:

a. Bentuknya yang persegi empat, di mana pada umumnya orang Arab menyebut setiap rumah berbentuk persegi empat dengan Ka’bah.

b. Karena ketinggiannya dari tanah.

c. Karena bangunannnya yang terpisah dari bangunan lainnya.

IHRAM

Doa Untuk Bayi Yang Baru Lahir yang Dianjurkan

Lahirnya si buah hati merupakan prosesi kehidupan yang sangat ditunggu kehadirannya oleh para orang tua. Tangis bayi sebagai tanda awal kehidupan, biasanya akan dibarengi dengan tangis haru bahagia dari kedua orang tua, terlebih seorang ibu. Berat menanggung kehamilan selama 9 bulan bahkan lebih, dan sakitnya proses melahirkan, namun seolah itu semua hilang begitu saja setelah melihat bahwa buah hati yang lahir berada dalam kondisi baik dan sehat walafiat.

Hanya berbahagia saja tentunya tidak cukup, karena syariat agama Islam mengajarkan kepada kita untuk bersyukur kepada Allah ta’ala atas berbagai karunia dan nikmat yang telah diberi, kemudian untuk para sahabat, teman, saudara dari kedua orang tua bayi setelahnya akan berdzikir dan mendoakan untuk disampaikan sebagai ucapan selamat atas bayi yang baru lahir kepada kedua orang tua yang sedang diliputi kebahagiaan.

Ada beberapa redaksi yang diajarkan para ulama terkait doa untuk orang tua yang baru dikaruniai anak.

Namun sejatinya tidak ada lafadz khusus yang valid dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam tentang doa selamat untuk kelahiran bayi, sebagaimana kata syaikh Solih al-Munajjid حفظه الله

إن صيغة التهنئة بالمولود الجديد لم تثبت فيها سنة نبوية خاصة

“Sighoh/bentuk lafadz doa selamat untuk bayi yang baru lahir tidak ditemukan ada sunnah Nabi yang secara khusus valid dalam hal ini”.

Dan ketika lafadz doa di luar ritual peribadatan khusus boleh kita bacakan secara mutlak tanpa ada ikatan lafadz tertentu, maka seorang yang berdoa boleh memilih lafadz doa yang paling ia sukai dan kagumi, yang penting makna dari doa tersebut mencukupi maksud dari yang hendak disampaikan, para ulama menganjurkan untuk membaca beberapa doa berikut:

1. Doa yang diriwayatkan dari Imam al-Hasan al-Bashry rohimahullah (tabiin).

Disebutkan oleh al-Imam al-Nawawy rohimahullah dalam kitab al-Adzkar hal 289 beliau berkata:

“Para ulama syafiiyah kami menganjurkan untuk memberikan ucapan doa selamat atas kelahiran sebagaimana diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashry rohimahullah, bahwa dulu beliau pernah mengajari seseorang mengucapkan doa:

باركَ الله لكَ في الموهوب لك، وشكرتَ الواهبَ، وبلغَ أشدَّه، ورُزقت برّه

“Semoga Allah memberkahi anak yang dianugerahkan kepadamu, semoga kamu bisa mensyukuri Sang Pemberi (Allah), semoga cepat besar dan dewasa, dan engkau mendapatkan baktinya si anak.”

Dan dianjurkan bagi yang diucapkan selamat untuk membalas dengan doa:

باركَ الله لك، وبارَك عليك، وجزاكَ الله خيراً، ورزقك الله مثلَه

“semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu di kala senang dan sedihmu, dan semoga Allah membalasmu kebaikan, semoga Allah mengaruniakan rezeki yang semisal padamu”.

2. Membacakan doa yang diriwayatkan dari Ayyub al-Sikhtiyani rohimahullah (tabiin).

Diriwayatkan dari Ayyub as-Sikhtiyani, bahwa beliau ketika mendengar kabar ada tetangga yang punya anak, beliau mendoakan:

جَعَلَهُ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم

“Semoga Allah menjadikannya anak yang diberkahi untukmu dan untuk umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Doa ini diriwayatkan Ibnu Abi ad-Dunya dalam al-Iyal (no. 202), dari Khalid bin Khaddas dari Hammad bin Zaid, riwayat dari Ayyub al-Sikhtiyani ini juga dikeluarkan oleh imam al-Tabrani dalam kitab al-Dua’ 1/294.

Sighoh/lafadz yang serupa juga diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashry dengan sanad yang hasan, doa dari al-Hasan al-Bashry ini juga disebutkan oleh al-Tabarani dalam kitab al-Dua’ hal 1243, dan sanad dari doa tersebut dihasankan oleh muhaqqiq kitabnya Doktor Muhammad al-Bukhary.

3. Atau ketika tidak mampu dan tidak hafal melafadzkan doa seperti yang disebutkan oleh para ulama sebagaimana paparan di atas, boleh-boleh saja mendoakan dengan bahasa masing-masing yang dipahami, dengan makna dan harapan kebaikan serta keberkahan yang ditujukan kepada kedua orang tua yang sedang mendapatkan karunia momongan yang baru.

Paparan di atas diambil dengan penyesuaian dari sumber: IslamQA الدعاء للمولود الجديد بالصلاح بصيغ متعددة

Wallahu a’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM

Antara Tidur dan Waktu Shalat yang Terlewatkan

Diceritakan dari sahabat Jarir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Pada suatu malam, kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lalu melihat ke arah bulan purnama. Kemudian beliau bersabda,

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنْ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihat-Nya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan dari melaksanakan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.” (Yang beliau maksud adalah shalat subuh dan shalat ashar, pent.) (HR. Bukhari no. 554 dan Muslim no. 633)

Lalai dari Shalat karena Tidur

Hadits ini hadits yang agung, yang menjelaskan bahwa terdapat perkara yang bisa membuat orang lalai dari shalat, terutama shalat fajar (shalat subuh). Sepatutnya seorang muslim memperhatikan perkara ini, sehingga dia pun bersikap waspada dan hati-hati. Jika sampai dia kalah dengan perkara tersebut, kemudian melewatkan waktu shalat, maka sungguh dia telah merugi dengan kerugian yang besar.

Perkara apakah itu? Yang bisa membuat orang lalai dari shalat? Tidur, itulah salah satu perkara yang bisa mengalahkan shalat dan membuat orang lalai dari shalat.  Betapa banyak orang di pagi hari lebih memilih bantalnya dan baru bangun setelah matahari meninggi, yang artinya dia sengaja meninggalkan shalat subuh.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ ثَلَاثَ عُقَدٍ إِذَا نَامَ، بِكُلِّ عُقْدَةٍ يَضْرِبُ عَلَيْكَ لَيْلًا طَوِيلًا، فَإِذَا اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِذَا تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عَنْهُ عُقْدَتَانِ، فَإِذَا صَلَّى انْحَلَّتِ الْعُقَدُ، فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ

“Setan akan mengikat tengkuk salah seorang dari kalian saat ia tidur dengan tiga ikatan. Dengan setiap ikatan, ia akan membisikkan padamu bahwa malam masih panjang. Jika ia terbangun lalu berzikir kepada Allah, lepaslah satu ikatan. Jika ia berwudhu, maka lepaslah dua ikatan. Dan jika ia melanjutkan dengan shalat, maka lepaslah seluruh ikatan itu, sehingga pada pagi harinya ia mulai dengan penuh kesemangatan dan jiwanya pun sehat. Namun jika tidak, maka dia akan memasuki waktu pagi dengan jiwa yang keji dan penuh kemalasan.” (HR. Bukhari no. 1142 dan Muslim no. 776)

Renungkanlah, bagaimana jika terkumpul dalam diri seseorang: ikatan setan; bantal yang empuk; kamar yang sejuk; dan dia pun tidak berusaha untuk bisa bangun mendirikan shalat subuh? Hampir bisa dipastikan bahwa dia akan menyia-nyiakan waktu shalat subuh dan akibatnya, mendapatkan kerugian yang besar.

Terdapat sebuh hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أفضل الصلوات عند الله صلات الصبح يوم الجمعة في جماعة

“Shalat yang paling afdhal (utama) di sisi Allah adalah shalat subuh pada hari Jum’at secara berjamaah.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7: 207; Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imaan 4: 441. Lihat Ash-Shahihah no. 1566)

Renungkanlah, betapa banyak di antara kaum muslimin yang melalaikan hal ini. Lebih-lebih di sebagian negeri yang menjadikan Jum’at sebagai hari libur. Sehingga mereka menghabiskan Kamis malam dengan begadang dan hura-hura, lalu paginya mereka tidak bisa bangun shalat subuh.

Lalu, renungkan pula bagaimana usaha Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak terlewat bangun shalat subuh ketika di perjalanan. Dari sahabat Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ فِي سَفَرٍ فَعَرَّسَ بِلَيْلٍ، اضْطَجَعَ عَلَى يَمِينِهِ، وَإِذَا عَرَّسَ قُبَيْلَ الصُّبْحِ نَصَبَ ذِرَاعَهُ، وَوَضَعَ رَأْسَهُ عَلَى كَفِّهِ

“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan lalu singgah di waktu malam, maka beliau berbaring dengan bertumpu lambung kanannya. Apabila beliau singgah di saat-saat sebelum subuh, maka beliau tegakkan hastanya searah badannya, kemudian beliau letakkan kepalanya di atas telapak tangannya.” (HR. Muslim no. 683)

Maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memakai bantal jika beliau tidur di akhir malam, karena dikhawatirkan akan terlewat dari waktu shalat subuh. Hal-hal semacam ini, tentu saja dilalaikan oleh banyak orang.

Hukuman bagi Orang yang Menyia-nyiakan Shalat karena Tidur

Diceritakan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkaitan dengan mimpi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau ceritakan kepada para sahabat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi dua orang dalam mimpi tersebut, kemudian mengajak pergi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

وَإِنَّا أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِصَخْرَةٍ، وَإِذَا هُوَ يَهْوِي بِالصَّخْرَةِ لِرَأْسِهِ فَيَثْلَغُ رَأْسَهُ، فَيَتَدَهْدَهُ الحَجَرُ هَا هُنَا، فَيَتْبَعُ الحَجَرَ فَيَأْخُذُهُ، فَلاَ يَرْجِعُ إِلَيْهِ حَتَّى يَصِحَّ رَأْسُهُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ يَعُودُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ المَرَّةَ الأُولَى

“Kami mendatangi seseorang yang berbaring dan yang lain berdiri disampingnya dengan membawa batu besar, lalu ia menjatuhkan batu tersebut di kepalanya sehingga kepalanya pecah dan batu menggelinding di sini. Orang tadi terus mengikuti batu dan mengambilnya, namun ketika dia belum kembali kepada yang dijatuhi, tetapi kepalanya telah kembali seperti sedia kala. Lantas orang tadi kembali menemuinya dan mengerjakan sebagaimana semula.”

Kemudian di akhir hadits disebutkan,

أَمَّا الرَّجُلُ الأَوَّلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِالحَجَرِ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَأْخُذُ القُرْآنَ فَيَرْفُضُهُ وَيَنَامُ عَنِ الصَّلاَةِ المَكْتُوبَةِ

“Adapun laki-laki pertama yang kamu datangi sedang kepalanya pecah dengan batu, itu adalah seseorang yang mempelajari Al-Qur’an namun ia menolaknya, dan ia tidur sampai meninggalkan shalat wajib.” (HR. Bukhari no. 7047)

Para ulama menjelaskan bahwa kepala adalah tempatnya tidur, sehingga hukuman pun diarahkan ke kepala pada hari kiamat, setimpal dengan perbuatannya di dunia.

Bantal sebagai Sarana Menegakkan Shalat

Lalu, bandingkanlah dengan perbuatan sahabat, yang menjadikan bantal sebagai sarana untuk menegakkan shalat.

وَكَانَ اشْتَكَى رُكْبَتَهُ، وَكَانَ إِذَا سَجَدَ جَعَلَ تَحْتَ رُكْبَتِهِ وِسَادَةً

“Uhban bin Aus radhiyallahu ‘anhu mengeluhkan lututnya yang sakit. apabila sujud dia meletakkan bantal di bawah lututnya.” (HR. Bukhari no. 4174)

Sahabat Uhban bin Aus radhiyallahu ‘anhu meletakkan bantal di bawah lututnya agar lututnya tidak terasa sakit, sehingga bisa berlama-lama dalam shalat. Betapa sakit itu tidak menghalangi beliau untuk tetap mendirikan shalat wajib.

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua agar bisa mendirikan shalat sesuai waktunya masing-masing dan tidak menyia-nyiakannya.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

 Artikel: Muslim.or.id