Kok Ada, Manusia-Manusia yang Mendukung Negara Zionis – ‘Israel’

Sejak awal, gerakan Zionis sudah menggunakan klaim-klaim keagamaan Yahudi untuk merampas wilayah Palestina dengan menjajah, jadi aneh jika masih ada yang membela penjajahan dan penindasan

Oleh: Dr. Adian Husaini

MASALAH Palestina sebenarnya begitu sederhana dan jelas. Akar masalahnya adalah penjajahan suatu bangsa yang rasis terhadap negeri dan penduduk Palestina.

Sejak awal mula berdirinya, 14 Mei 1948, negara ‘Israel’ memang didirikan dengan kekerasan dan teror. Anehnya, ada saja manusia-manusia di muka bumi ini yang justru mendukung negara Zionis ‘Israel’.

Sejak berdirinya, negara Zionis ‘Israel’ telah menggunakan logika kekuatan untuk mewujudkan ambisinya menguasai negeri  Palestina.  Pada 29 April 2003, saat peringatan Holocaust, tokoh Zionis Ariel Sharon berpidato:

“The murder of six million Jews has demonstrated that the Jewish people can only achieve security through strength.” (Pembunuhan enam juta orang Yahudi telah menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi hanya dapat mencapai keamanan melalui kekuatan) (Ariel Sharon)

Dengan mengenakan peci khas Yahudi (kipa) Sharon menegaskan, bahwa hanya kekuatan (strength) yang dapat menyelamatkan bangsa Yahudi. Karena itu, ia tidak terlalu percaya pada penggunaan cara-cara yang dinilainya menunjukkan kelemahan, seperti diplomasi, perundingan, dan sejenisnya.

Logika kekuatan ini memang banyak dianut oleh para tokoh Zionis. Salah satunya, Vladimir Jabotinsky. Gideon Shimony, penulis buku The Zionist Ideology (1995)  menyebut Jabotinsky seorang Zioinis yang brilian, orator ulung, yang tumbuh di komunitas Yahudi Rusia.

Teori-teorinya banyak diaplikasikan dalam gerakan Zionisme, terutama dalam penggunaan kekuatan dan segala cara yang memungkinkan untuk mewujudkan impian Zionis, termasuk penggunaan kekerasan.  

Ralph Schoenman, dalam bukunya The Hidden Agenda of Zionism,  juga banyak mengungkap pemikiran Jabotinsky dalam mewujudkan impian Zionis.  Bahkan, kaum Zionis tidak tabu untuk bekerjasama dengan Nazi Jerman, kaum pembantai Yahudi sendiri.

Fakta-fakta kerjasama Nazi Jerman dengan gerakan Zionis untuk menggiring orang Yahudi ke Palestina juga diungkap sejawaran Inggris, Faris Glubb, melalui bukunya,  Zionist Relations with Nazi Germany (1979).

Yang lebih mengerikan, sebagian kaum Zionis mencari legitimasi penggunaan kekerasan pada sejarah nenek moyang mereka sebagaimana tertulis dalam Bibel:

“Bersoraklah, sebab Tuhan telah menyerahkan kota ini kepadamu. Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi Tuhan untuk dimusnahkan.” (Yosua, 6:16-17).

“Hanya seorang pelacur dan seisi rumahnya yang diselamatkan. (Yosua 6:17). “Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, kuda, dan keledai.” (Yosua, 6:21).

Melihat track record  perilaku kaum Yahudi Zionis selama ini, maka pembantaian ribuan warga Palestina di Gaza yang berlangsung terus-menerus, bukan hal yang aneh. Zionis Yahudi memang haus darah. Mereka belum puas mencaplok wilayah Palestina, membunuh dan mengusir jutaan penduduknya.

Karena itu, kita benar-benar patut terheran-heran, di Indonesia – negeri muslim terbesar di dunia —  ada manusia-manusia yang masih menaruh simpati kepada ‘Israel’ dan terus mencerca para pejuang kemerdekaan Palestina. 

Sebagian pendukung itu menggunakan argumentasi agama. Bahwa, tanah Palestina memang hak mutlak bangsa Yahudi. Bangsa lain dilarang tinggal di situ.

Dalam Kitab Kejadian 12:3, disebutkan:  “Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

Esther Kaplan, dalam bukunya, With God on Their Side, (2004) memaparkan banyak contoh bagaimana kaum Kristen fundamentalis (disebutnya “The Zionist Christians”) sangat mendukung aksi pendudukan ‘Israel’ atas Pelestina.

Jerry Falwell, tokoh Kristen fundamentalis AS, misalnya, tahun 1980 menulis buku ”Listen America!”  yang menjelaskan keharusan kaum Yahudi kembali ke tanah mereka, sebagai salah satu pertanda kedatangan Kristus yang kedua. 

Karena itu,  kaum kristen fundamentalis AS memberikan dukungan yang sangat kuat bagi pendudukan ‘Israel’ atas Palestina. Tahun 2002, saat Presiden Bush menyerukan penarikan tank-tank ‘Israel’ dari Tepi Barat, Falwell menghimpun 100.000 email untuk memprotes ucapan Presiden Bush.

Sejak awal, gerakan Zionis memang sudah menggunakan klaim-klaim keagamaan Yahudi untuk merampas wilayah Palestina. Aksi ini kemudian dilegitimasi oleh PBB melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947. 

Tetapi, PBB tidak melegalkan pendudukan ‘Israel’ atas wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta Yerusalem. Daerah pendudukan inilah yang kini dicadangkan untuk menjadi wilayah negara Palestina merdeka.

Itu hanya sebagian kecil dari wilayah yang dirampas Zionis Yahudi. Tetapi, daerah yang kecil itu pun terus-menerus dijarah oleh pemukim Yahudi ilegal.

Ketika bangsa Palestina melakukan perlawanan dan perjuangan mewujudkan kemerdekaan, mereka disebut teroris. Syukurlah kini terjadi kebangkitan nurani dunia. Sebagian besar negara di dunia saat ini mendukung kemerdekaan Palestina. Semoga Allah berikan pertolongan-Nya. Amin.*/Jakarta, 15 November 2023

Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), pernah menulis tesis masternya berjudul “”Pragmatisme Kebijakan Luar Negeri ‘Israel’

HIDAYATULLAH

Perbedaan Ayat Muhkam dan Mutasyabihat

Berikut ini artikel tentang perbedaan ayat muhkam dan mutasyabihat. Al Qur’an merupakan mukjizat dari Allah yang diturunkan kepada umat manusia memiliki arti yang sangat luas, sehingga mengharuskan kita untuk mempelajari dan mentadabburi al Qur’an lebih dalam.

Termasuk bab mengenai ayat muhkam dan mutasyabih. Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman Q.S Ali-Imran [3]: 7:

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ

“Dialah yang menurunkan Al-Qur’an kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkam. Itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain adalah ayat-ayat mutasyabihat.”

Secara etimologi muhkam yang berasal dari kata ihkam, yang berarti kekukuhan, kesempurnaan,, keseksamaan dan pencegahan. Mutasyabih diambil dari kata tasyabuh yang berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kesamaran antara dua hal.

Sedangkan makna secara terminologi, para ulama berbeda pendapat atau bermacam-macam mengungkapkan makna muhkam dan mutasyabih.

Nah berikut perbedaan ayat muhkam dan mutasyabihat yang dijelaskan oleh Imam as-Suyuthi dalam ungkapannya sebagai berikut:

Al-MuhkamAl-Mutasyabih
Sesuatu yang diketahui maksudnya baik secara dzahir atau ta’wilApa saja yang hanya diketahui oleh Allah seperti hari kiamat, keluarnya dajjal dan huruf-huruf muqatta’ah diawal-awal surat
Adalah yang jelas maknanyaAyat yang tidak jelas maknanya
Sesuatu yang tidak memiliki kemungkinan ta’wil lebih dari satuSesuatu yang berkemungkinan lebih dari satu penta’wilan
Apa saja yang termasuk ma’qulu al-ma’naApa saja yang termasuk ghairu ma’quli al-ma’na
Apa saja yang berdiri sendiri -tanpa butuh yang lain sebagai penjelas-Apa saja yang tidak berdiri sendiri dan membutuhkan kepada yang lain –sebagai penjelas-
Apa saja yang penakwilannya sesuai dengan nash turunnya(teksnya).Apa saja yang tidak dapat diketahui kecuali dengan ta’wil
Yang tidak berulang-ulang lafadznyaYang berulang-ulang lafadznya
Al-Faraid, janji dan ancamanKisah dan permisalan
An-Nasikh, halal dan haram, hudud dan faraid serta apa yang kita wajib mengimaninya dan mengamalkannyaMansukh, aqsam (sumpah) dan apa saja yang kita wajib mengimaninya namun tidak untuk diamalkan.
Halal dan haramSelain halal dan haram

Sementara Syaikh Muhammad Abdul Adzim mengelompok pendapat-pendapat tersebut dengan menyandarkan kepada ulamanya, sebagaimana yang beliau tuliskan dalam kitabnya sebagai berikut:

UlamaAl-MuhkamAl-Mutasyabih
Tokoh al-HanafiyahPendalilan yang jelas yang tidak berkemungkinan terkena naskhSesuatu yang samar yang tidak bisa dimengerti maknanya baik secara akal atau penukilan nash syar’i. Hanya Allah yang mengetahuinya seperti hari kiamat, huruf muqatta’ah diawal-awal surat.
AhlusunnahYang diketahui maksud yang diinginkan baik secara dzhahir atau ta’wilSesuatu yang hanya Allah saja yang mengetahuinya seperti kiamat, keluarnya dajjal, huruf muqatta’ah diawal surat.
Ulama UshulfiqhSesuatu yang hanya berkemungkinan ta’wil dari satu sisi saja.Yang berkemungkinan lebih dari satu penta’wilan
al-Imam AhmadSesuatu yang berdiri sendiri dan tidak membutuhkan penjelasYang tidak berdiri sendiri bahkan membutuhkan penjelasan terkadang dengan penjelasan ini dan terkadang dengan penjelasan yang lainnya disebabkan khilaf dalam penta’wilannya
Al-Imamal-HaramainTekstual yang bagus dan tersusun yang berkonsekwensi memberikan makna yang lurus atau benar tanpa penafianSesuatu yang jika ditinjau dari segi bahasa tidak dapat dimengerti, kecuali didampingi dengan tanda atau pendukung. Seperti satu kata yang memiliki banyak makna
Ath-ThayyibiyMakna yang jelas yang tidak menimbulkan kesamaranMakna yang tidak jelas yang menimbulkan kesamaran

Mutasyabih yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua macam:

Pertama. Hakiki, yaitu apa yang tidak dapat diketahui dengan nalar manusia, seperti hakikat sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walau kita mengetahui makna dari sifat-sifat tersebut, namun kita tidak pernah tahu hakikat dan bentuknya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedua. Relatif, yaitu ayat-ayat yang tersamar maknanya untuk sebagian orang tapi tidak bagi sebagian yang lain. Artinya dapat dipahami oleh orang-orang yang mendalam ilmunya saja.

Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat

Pertama, menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan Bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.

Kedua, memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.

Ketiga, mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.

Keempat, menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menunggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.

Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat

Pertama, memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji. Tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. 

Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadarannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.

Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. 

Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzigh qulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu laduni

Kedua, membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ketiga, Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu dari Allah SWT.

 Demikian penjelasan terkait perbedaan ayat muhkam dan mutasyabihat. Semoga bermanfaat. [Baca juga: Perlunya Memahami Muhkamat dan Mutasyabihat]

Referensi:

Al-Hasan bin Muhammad bin Abdullah Syarifuddin ath-Thayyibiy w. 743 H.

Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy w.911 H, al-Itqhan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2006 M) Jilid 3.

Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaq asy-Syatibiy w. 790 H, al-Muwafaqat fi Usul asy-Syari’ah, (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2013 M) hal. 73, Juz 3.

Muhammad Abdul’adzim az-Zarqaniy w. 1367, Manahilu al-Irfan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2001 M) Jilid 2.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Ushuluddin Fi At-Tafsir (edisi terjemahan, oleh: Farid Qurusy)

BINCANG SYARIAH

Tips Mengendalikan Emosi dari Imam Al-Ghazali

Mengendalikan emosi adalah keterampilan penting yang dapat membantu menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan lebih sehat. Emosi yang tidak terkendali dapat menyebabkan masalah dalam hubungan dan pekerjaan dan kesehatan mental. Berikut beberapa tips untuk mengendalikan emosi dari Imam Al-Ghazali. 

Pengendalian diri ketika marah atau kecewa sangatlah penting. Kemarahan harus dikondisikan sehingga tidak mendorong kepada tindakan lupa diri, gelap mata, atau tindakan yang merugikan diri dan orang lain.

Imam Al-Ghazali dalam karyanya Sulwatul Arifin Juz 2, halaman 88, memberi tips atau cara untuk meredam emosi atau kemarahan. Menurut penuturannya, ada dua hal yang dapat meredam emosi atau kemarahan, yaitu, dengan ilmu dan amal. 

Cara yang pertama, dengan ilmu, yaitu, dengan memikirkan keutamaan atau fadhilah orang-orang yang dapat menahan emosi atau kemarahan. Dan juga merasa takut akan siksaan Allah dengan mengucapkan kalimat:

قدرة الله أعظم من قدرتي على هذ الإنسان

Artinya: “Kuasa Allah itu lebih besar dibandingkan dengan kuasaku atas orang ini”.

Sedangkan cara yang kedua untuk menahan emosi atau kemarahan, yaitu, dengan amal. Cara yang kedua ini Imam Al-Ghazali menyarankan untuk membaca doa berikut:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، اللهم اغفر لي ذنبي، وأذهب غيظ قلبي، وأجرني من فى مضلات الفتن

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, Ya Allah ampuni dosaku, hilangkan kemarahan hatiku, dan selamatkan aku dari berbagai kesesatan fitnah”.

Tips Mengendalikan Emosi dari Imam Al-Ghazali

Selanjutnya Imam Al-Ghazali membagi emosi atau kemarahan atas tiga bagian. Adapun rincian dari tiga bagian tersebut sebagai berikut:

Pertama, kemarahan yang merugikan semua orang. Misalnya, ia bermaksud jahat kepada orang lain dengan tujuan ingin memukul, melukainya,  menelanjanginya dengan mencopot pakaiannya, dan mengusir dari tempat tinggalnya. Atau menumpahkan air minum untuk menghilangkan dahaganya. Hal tersebut adalah kerugian yang membuat semua orang menjadi marah.

Kedua, kemarahan yang tidak merugikan siapapun. Contohnya, Ia mempunyai rasa gengsi, harta yang banyak, pelayan, dan tunggangan yang bagus, dan mempunyai beberapa rumah, akan tetapi sebagian rumahnya dirobohkan oleh orang jahat atau penindas, terkadang ia tidak marah karena ia tidak begitu memerlukan rumah tersebut. Walaupun ia marah, marahnya tidak membahayakan orang lain karena ia sudah memiliki harta yang banyak dan tidak begitu memperdulikan sebagian hartanya yang lenyap atau hilang.

Ketiga, kemarahan yang bermanfaat bagi seseorang dan tidak bagi sebagian orang lain. Seperti, membakar buku orang yang ahli mesin dan kerajinan. Ia pasti marah apabila bila karya tulisnya dibakar oleh orang lain. Marahnya tersebut sangatlah wajar, walaupun karyanya tersebut tidak memberi manfaat kepada orang yang tidak hobi dengan mesin dan kerajinan.

Demikian penjelasan terkait tips mengendalikan emosi dari Imam Al-Ghazali. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Pembahasan Seputar “Ludah” dalam Syariat Islam

Islam adalah agama yang sempurna. Di mana selain mengatur perkara-perkara besar, juga mengatur perkara kecil yang sering dianggap sepele dalam pandangan sebagian manusia. Salah satu perkara tersebut adalah terkait membuang ludah.  Air ludah sangat bermanfaat bagi metabolisme tubuh kita, karena membantu mulut untuk tetap lembab, membantu perncernaan, membersihkan sisa makanan di mulut, dan membantu menumbuhkan lapisan di gigi yang rusak.

Meskipun demikian, air ludah yang dikeluarkan secara sembarangan tentu sangat menganggu orang lain. Terlebih jika ludah tersebut dikeluarkan oleh orang yang mempunyai penyakit tertentu (menular lewat air ludah),  maka sangat membahayakan bagi orang lain. Banyak bakteri dan virus yang hidup dalam air ludah. Maka dari itu, Islam sangat memperhatikan masalah kesehatan bagi umat manusia. Salah satunya dengan adanya tuntunan membuang ludah. Berikut adab meludah dalam Islam.

Pertama, dilarang meludah menghadap kiblat

Ketika dalam kondisi salat maupun di luar salat, seseorang yang hendak membuang air ludahnya, maka dilarang untuk menghadap ke arah kiblat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقْ فِي قِبْلَتِهِ فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

Jika salah satu dari kalian salat, hendaknya tidak meludah ke arah kiblat. Sebab orang yang salat adalah orang yang sedang bermunajat kepada Allah Tabaraka Wata’ala.” (HR.  Ahmad no. 4645)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ تَفَلَ تُجَاهَ الْقِبْلَةِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَتَفْلَتَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ

Barangsiapa meludah ke arah kiblat, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan diludahi di antara kedua matanya.” (HR. Abu Dawud, 3: 425)

Dalam sabda beliau yang lain,

إذَا تَنَخَّمَ أحَدُكُمْ فلا يَتَنَخَّمَنَّ قِبَلَ وجْهِهِ، ولَا عن يَمِينِهِ ولْيَبْصُقْ عن يَسَارِهِ، أوْ تَحْتَ قَدَمِهِ اليُسْرَى

“Jika salah seorang dari kalian ingin meludah, maka janganlah sekali-kali ia meludah ke arah depan atau ke arah kanan. Hendaklah ia meludah ke arah kiri atau di bawah telapak kaki sebelah kiri. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, dilarang meludah di dalam masjid

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا

Meludah di masjid adalah suatu dosa (kesalahan), dan kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan menimbun ludah tersebut. (HR. Bukhari)

Maksud dari menimbun ludah pada hadis di atas adalah apabila lantai masjid itu dari tanah, pasir, atau semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu berupa semen atau kapur, maka ia meludah di kainnya, tangannya, tisu atau yang lainnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ دَخَلَ هَذَا الْمَسْجِدَ فَبَزَقَ فِيهِ أَوْ تَنَخَّمَ فَلْيَحْفِرْ فَلْيَدْفِنْهُ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيَبْزُقْ فِي ثَوْبِهِ ثُمَّ لِيَخْرُجْ بِهِ

“Barangsiapa yang masuk masjid ini dan meludah padanya atau berdahak, maka hendaklah dia menggali lubang, kemudian pendamlah ludah atau dahak itu. Apabila dia tidak melakukan demikian, maka meludahlah di pakaiannya kemudian keluarlah dengannya.” (HR. Abu Dawud no. 403)

Ketiga, dianjurkan berobat dengan air ludah

Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam melakukan pengobatan dengan tanah dan air ludah, kemudian beliau membaca doa,

بِسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا، يُشْفَى سَقِيْمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا

Dengan menyebut nama Allah, (debu) tanah bumi ini dengan air ludah sebagian di antara kami dapat menyembuhkan penyakit di antara kami dengan seizin Rabb kami. (HR. Bukhari)

An-Nawawi rahimahullah berkata, Makna hadis bahwa beliau mengambil air ludah dengan jari telunjuknya kemudian meletakkan (menempelkannya) ke tanah, maka akan ada tanah yang menempel kemudian mengusap tempat yang sakit atau luka sambil mengucapkan doa ketika mengucapkannya. (Lihat Fathul Bari, 10: 208)

Perlu diketahui bahwa contoh-contoh pengobatan dalam hadis masih bersifat umum dan perlu dirinci lagi, juga butuh dijelaskan oleh thabib (dokter) pada zamannya atau orang yang memiliki ilmu terkait pengobatan tersebut.

Keempat, sunah men-tahnik anak yang baru lahir

Ketika anak kita lahir, maka dianjurkan untuk men-tahnik-nya. Yaitu, memakan dan mengunyah kurma (agar bercampur dengan air ludah), dari air liur yang sudah bercampur dengan kurma diambil dengan jari telunjuk, kemudian dimasukan ke mulut bayi di bagian langit-langit mulut, maka si anak tersebut akan reflek untuk mengecapnya. Dari sisi medis, ada penjelasan bahwa tahnik sesuai dengan medis karena anak bayi yang baru lahir membutuhkan glukosa. Akan tetapi, tentu saja hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Jika tidak mendapatkan kurma, bisa diganti dengan sesuatu yang manis. Tentunya madu lebih utama daripada yang lainnya. (Lihat Fathul Bari, 9: 588)

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ

“Aku pernah dikaruniai anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau shallallahu alaihi wasallam memberinya nama Ibrahim dan men-tahnik-nya dengan sebiji kurma (tamr).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelima, meludah ringan ketika lupa bacaan salat dan ketika mimpi buruk

Diriwayatkan dari Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengadukan gangguan yang ia alami ketika salat. Kemudian, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ذاك شيطان يقال له خنزب فإذا أحسسته فتعوذ بالله منه واتفل على يسارك ثلاثاً

Itu adalah setan. Namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguannya dan meludahlah ke kiri tiga kali.

Kata Utsman, Aku pun melakukannya, kemudian Allah menghilangkan gangguan itu dariku.(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain Utsman bin Affan bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu salat dan bacaanku.” Beliau bersabda, “Itulah setan yang disebut dengan khanzab. Jika engkau merasakan kehadirannya, maka bacalah ta’awudz kepada Allah dan meludah kecillah ke arah kiri tiga kali.” (HR. Ahmad)

Cara meludahnya yaitu dengan cara meniupkan udara yang mengandung sedikit air ludah ke arah kiri. Hal ini diperbolehkan selama tidak mengganggu orang yang berada di sebelah kirinya dan tidak mengotori masjid.

Begitu pula, ketika bangun dari mimpi buruk, maka dianjurkan meludah, ber-ta’awudz, dan dilarang untuk menceritakan kepada orang lain tentang mimpi buruk yang dialami karena mimpi buruk datang dari setan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرؤيا الصالحة من الله، والحلم من الشيطان، فإذا رأى أحدكم ما يكره فلينفث عن يساره ثلاثا، وليتعوذ بالله من الشيطان ومن شر ما رأى ثلاثاً، ثم ينقلب على جنبه الآخر، فإنها لا تضره ولا يخبر بها أحداً

Mimpi yang baik itu dari Allah. Sedangkan mimpi yang buruk itu dari setan. Jika salah seorang dari kalian bermimpi yang tidak ia sukai, maka hendaknya ia meniup ke sebelah kirinya tiga kali dan membaca taawudz sebanyak tiga kali. Kemudian setelah itu hendaknya ia membalik tubuhnya ke sisi yang lain, dengan demikian tidak ada lagi yang membahayakan. Dan jangan ceritakan kepada seorang pun mimpi tersebut.(HR. Bukhari dan Muslim)

Keenam, disyariatkan menjilat jari setelah makan

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا, فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ, حَتَّى يَلْعَقَهَا, أَوْ يُلْعِقَهَا

“Jika salah seorang di antara kalian makan, maka janganlah ia mengusap tangannya sebelum ia menjilatnya atau yang lain yang menjilatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89703-pembahasan-seputar-ludah-dalam-syariat-islam.html

Guru, Ustadz dan Kiayi : Sebuah Perenungan di Hari Guru Nasional

Setiap tanggal 25 November, kita merayakan Hari Guru Nasional untuk menghormati peran dan kontribusi para pendidik dalam membentuk generasi penerus. Dalam konteks ini, perlu ditekankan bahwa seorang guru, baik itu kiai, ustad, atau tenaga pendidik lainnya, memiliki kemuliaan dan tanggung jawab yang besar.

Seorang kiai, sebagai bentuk guru dalam tradisi Islam, tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan tetapi juga menjalankan peran spiritual yang menginspirasi. Ikhlas dalam mengajar dan berdoa bagi kesuksesan santri merupakan inti dari peran seorang kiai. Dalam ajaran Islam, seorang guru yang ikhlas dalam memberikan ilmu pengetahuan dianggap sebagai sosok yang mulia.

Hadist yang diriwayatkan menurut Imam Ahmad dan Abu Daud, “Barang siapa memuliakan orang alim (guru) maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga” menjadi perekat makna kemuliaan seorang guru dalam ajaran Islam. Penghormatan pada guru dianggap sebagai penghormatan kepada Rasulullah, yang pada gilirannya, merupakan penghormatan kepada Allah.

Peran seorang guru tidak hanya terbatas pada ruang kelas atau pesantren, tetapi juga membawa dampak jangka panjang. Seorang kiai yang ikhlas dalam mendidik menciptakan fondasi moral dan spiritual yang kokoh pada santrinya. Berkah yang diharapkan bukan hanya dalam kesuksesan dunia, tetapi juga dalam keberkahan dan keberlanjutan amal perbuatan di akhirat.

Ikhlas dalam mendidik juga mencakup aspek pembentukan karakter dan etika. Seorang kiai yang mendoakan santrinya tidak hanya berharap mereka pandai dalam akademis, tetapi juga menjadi individu yang baik, bermanfaat bagi masyarakat, dan berada di jalur kebenaran.

Peran seorang kiai tidak berhenti ketika santri menamatkan pendidikannya. Doa dan dukungan terus mengalir bahkan setelah santri meninggalkan lingkungan pendidikan. Kiai terlibat dalam perjalanan hidup santri, memberikan semangat dan doa untuk kesuksesan di masa depan. Pendidikan, dalam pandangan seorang kiai, bukan hanya tentang peningkatan kapasitas akademis, tetapi juga penyelarasan diri dengan nilai-nilai spiritual dan moral.

Dalam merayakan Hari Guru Nasional, mari kita tingkatkan kesadaran akan nilai-nilai mulia yang dimiliki oleh seorang guru. Penghormatan pada guru, terutama pada seorang kiai, merupakan bagian dari penghormatan terhadap nilai-nilai keislaman. Dengan menginternalisasi makna hadist yang menyatakan bahwa memuliakan guru adalah memuliakan Rasulullah, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih berbobot spiritual.

Sejalan dengan tema Hari Guru Nasional, mari kita hargai dan hormati peran kiai, ustad, dan semua guru di berbagai lapisan masyarakat. Mereka bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga pilar moral dan spiritual yang membimbing generasi mendatang. Dengan bersama-sama menghormati guru, kita ikut berkontribusi dalam membentuk masyarakat yang lebih bermartabat dan berakhlak mulia.

ISLAMKAFFAH

Pentingnya Kesehatan Mental di Era Digital, Panduan Islami bagi Gen Z (1)

Jangan sepelekan masalah kesehatan mental. Topik ini seharusnya menjadi pengetahuan sejak dini bagi generasi milenial dan gen Z yang sangat akrab di dunia digital, apalagi yang ngaku si paling aktif di medsos. Apa hubungannya kesehatan mental dengan medsos?

Oke mari kita pahami dulu pentingnya kesehatan mental.

Mengenal Pentingnya Kesehatan Mental

Mental yang sehat akan mempengaruhi kondisi fisik dan kualitas hidup yang sehat. Sebaliknya, mental yang sakit akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Orang dengan mental yang sehat mempunyai pikiran yang positif yang bisa tenang menyelesaikan masalah, mampu berinteraksi secara sosial dan mampu menjaga Kesehatan.

Kerja tubuh sejatinya berada di bawah pengaruh otak dan pikiran. Jadi, mental yang baik akan mendorong pikiran yang baik dan merangsang tubuh dengan energi yang baik. Energi inilah yang dapat menangkal penyakit dalam tubuh manusia seperti serangan stroke, diabetes dan penyakit jantung.

Jadi, Kesehatan mental itu penting. Jangan disepelekan dan hanya fokus pada aspek fisik semata.

Orang yang tidak memperhatikan kesehatan mental mudah terserang penyakit mental. Secara umum kita bagi penyakit mental dalam dua hal. Penyakit psikotik misalnya orang yang sulit membedakan anatra realita dan idealita atau delusi. Sering mengidap halu atau juga skizofrenia. Ini tentu sudah sangat berat.

Kedua, penyakit non psikotik atau penyakit mental yang dipicu stress, trauma, takut berlebihan dan sebagainya. Orang dengan penyakit ini sering mengalami gangguan kepribadian seperti antisosial, kecemasan, panik, fobia dan tentu OCD atau obsessive-comulsive disorder.

Dampak Tidak Aware Kesehatan Mental

Dampak kesehatan mental dapat bervariasi dari tingkat ringan hingga parah, dan dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang. Seberapa parah dampak tersebut tergantung pada faktor-faktor seperti jenis gangguan mental, tingkat dukungan sosial, pengobatan yang diterima, dan kapasitas individu untuk mengelola atau mengatasi stres.

Gangguan Fungsional: Gejala Ringan mungkin hanya mempengaruhi beberapa aspek kehidupan sehari-hari. Gejala Parah dapat mengganggu fungsi umum seperti bekerja, belajar, berinteraksi sosial, dan merawat diri sendiri.

Kesehatan Fisik Menurun: dampak ringan seperti  stres dan kecemasan mungkin menyebabkan gejala fisik ringan seperti sakit kepala atau gangguan tidur. Dampak parah dapat berkontribusi pada masalah kesehatan fisik yang lebih serius, termasuk penyakit kardiovaskular dan sistem kekebalan yang melemah.

Hubungan Sosial yang Terpengaruh: dampak ringan mengalami kesulitan dalam mempertahankan hubungan atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Dampak parah menyebabkan isolasi sosial, konflik hubungan, atau bahkan hilangnya dukungan sosial.

Pekerjaan dan Pendidikan: dampak ringan konsentrasi dan produktivitas mungkin sedikit berkurang. Dampak parah menyebabkan absensi kerja yang sering, penurunan performa, atau bahkan kehilangan pekerjaan.

Risiko Kesehatan Mental Lainnya: dampak ringan  meningkatkan risiko untuk masalah kesehatan mental lebih lanjut. Dampak parah meningkatkan risiko untuk perilaku merusak diri, bunuh diri, atau gangguan mental lainnya.

Penting untuk diingat bahwa setiap orang merespons masalah kesehatan mental dengan cara yang berbeda, dan banyak faktor yang mempengaruhi seberapa parah dampaknya. Pada tulisan berikutnya akan diulas hubungan antara kesehatan mental dengan media sosial.

Bersambung

ISLAMKAFFAH

6 Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah

Artikel di bawah ini akan mengulas tentang 6 cara mendekatkan diri kepada Allah. Pelbagai syarat wushul atau dekat dengan Allah menurut Syekh Sahal bin Abdullah At-Tustari.

Syekh Ibnu Khamis dalam karyanya Munakib Al-Abrar Wa Muhasini Al-Ahyar Fi Tabaqat As-Sufiyyah Juz 1, halaman 210, mengutip ungkapan Syekh Sahal bin Abdullah At-Tustari. Adapun ungkapannya sebagai berikut:

لا تحصل الوصول الى الله تعالى إلا بستة اشياء: التمسك بكتاب الله، والإقتداء بسنة الرسول صلى الله عليه وسلم، وأكل الحلال، وترك ايذء الناس، وان لحقك منهم ايذاء،  والبعد عن المناهي ، والتعجيل فى أداء الحقوق

Artinya: “Tidak akan berhasil untuk whusul (sampai atau dekat dengan Allah) kecuali dengan enam perkara: Berpegang teguh dengan kitab Allah (Al-Qur’an) mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, memakan makanan yang halal, tidak menyakiti manusia, walaupun ia menyakitimu, menjauhi larangan, dan bersegera menunaikan hak-hak atau kewajiban”.

6 Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah

Ungkapan Syekh Sahal bin Abdullah At-Tustari di atas, dapat kita jadikan sebagai landasan atau pijakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun rinciannya sebagai berikut: 

Pertama, Berpegang teguh dengan kitab Allah (Al-Qur’an). Untuk bisa wushul atau dekat dengan Allah kita harus berpedoman dan mengamalkan isi kandungan kitab suci Al-Qur’an. Apabila kita mengamalkan kandungan kitab suci Al-Qur’an, kita akan selamat baik di dunia maupun di akhirat. 

Kedua, mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Untuk bisa dekat dengan Allah, perilaku kita harus mencontoh atau mengerjakan apa yang telah dikabarkan oleh Nabi Muhammad SAW, baik dalam beribadah, bermuamalah, dan sebagainya. 

Ketiga, memakan makanan yang halal. Orang yang memakan makanan yang halal hatinya akan jernih, bila hati sudah jernih maka ia selalu bersemangat untuk beribadah. Berbeda dengan Orang yang memakan makanan yang diharamkan, hatinya menjadi gelap dan malas untuk  beribadah. 

Keempat, tidak menyakiti orang lain walaupun ia menyakitimu. Untuk dekat dengan Allah kita harus sabar atas gangguan orang lain dan berusaha tidak membalasnya. Karena semua kejelekan manusia nanti Allah yang akan membalasnya.

Kelima, menjauhi larangan. Apabila seseorang sering melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka ia akan jauh dari rahmat Allah. Berbeda dengan Orang yang berusaha menjauhi larangan Allah, ia akan dekat dengan Allah. 

Keenam, bersegera menunaikan hak-hak atau kewajiban. Orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah ia bersegera menunaikan kewajiban yang telah dibebankan kepadanya. Ia tidak melalaikan shalat, zakat, dan kewajiban yang lainnya. 

Demikian penjelasan terkait 6 cara mendekatkan diri kepada Allah. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Bani Israil dalam Al-Qur’an dan Hadis

Berikut tentang Bani Israil dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi.Bani Israil atau Suku Israel, memiliki kedudukan yang penting dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Kisah-kisah mereka memegang peran signifikan dalam memberikan petunjuk, pelajaran, dan peringatan kepada umat Islam. 

Melalui Al-Qur’an dan Hadis, kita dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kisah Bani Israil serta memetik hikmah yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sejatinya, Bani Israil diberikan banyak nikmat dan keutamaan oleh Allah SWT, namun mereka juga sering melanggar perintah Allah SWT. Kisah Bani Israil diabadikan dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW sebagai pelajaran bagi umat manusia.

1. Pemilihan dan Ujian

Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Bani Israil dipilih sebagai umat yang istimewa. Ayat-ayat seperti yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 47 menyebutkan tentang kenikmatan dan anugerah yang diberikan kepada mereka. Namun, pemilihan ini juga diikuti oleh ujian dan tanggung jawab yang besar.

Allah mengingatkan Bani Israil tentang perjanjian yang harus mereka penuhi. Namun, sebagian dari mereka mengkhianati janji dan menyimpang dari petunjuk Allah. Hal ini menjadi peringatan bagi umat Islam untuk selalu berpegang teguh pada perintah Allah dan tidak terjerumus dalam kemaksiatan.

2. Kisah Nabi Musa (AS)

Salah satu kisah paling menonjol dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Musa (AS) dan perjuangan Bani Israil di bawah kepemimpinannya. Perjalanan mereka keluar dari perbudakan di Mesir menuju Tanah Perjanjian menjadi gambaran tentang kekuatan iman, keberanian, dan ketabahan dalam menghadapi cobaan.

Pesan yang dapat diambil dari kisah Nabi Musa adalah kepentingan berpegang teguh pada kebenaran, bahkan ketika dihadapkan pada kesulitan besar. Keberanian untuk melawan ketidakadilan, kejujuran dalam menjalani perintah Allah, dan kesabaran ketika diuji adalah nilai-nilai yang terwujud dalam kisah ini.

3. Wasiat Nabi Muhammad (SAW) tentang Bani Israil

Dalam Hadis Nabi, terdapat wasiat-wasiat yang berkaitan dengan Bani Israil. Nabi Muhammad (SAW) memberikan peringatan dan petunjuk kepada umatnya dengan merujuk pada pengalaman dan perbuatan Bani Israil. Salah satu hadis yang mencolok adalah tentang miripnya perilaku umat Islam dengan Bani Israil.

Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah (SAW) bersabda, “Kalian akan mengikuti jejak orang-orang yang datang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga jika mereka masuk ke lubang biawak, kalian pun akan mengikutinya.” Para sahabat bertanya, “Apakah itu Bani Israil, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (Sahih Bukhari)

Hadis ini mengingatkan umat Islam untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh Bani Israil. Hal ini mencakup ketaatan kepada Allah, menjauhi kemaksiatan, dan menjaga keimanan dengan sungguh-sungguh.

4. Pelajaran dari Kesalahan Bani Israil

Al-Qur’an secara tegas menunjukkan kekhilafan dan kesalahan yang dilakukan oleh Bani Israil. Mereka sering kali berpaling dari petunjuk Allah, melakukan kemaksiatan, dan tidak bersyukur atas nikmat-nikmat yang diberikan. Ayat-ayat yang menyebutkan kesalahan mereka menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam.

Umat Islam diajak untuk memetik hikmah dari kesalahan Bani Israil, menjaga iman, dan menghindari godaan setan. Kebersyukuran, taat kepada Allah, dan menjauhi kemaksiatan merupakan langkah-langkah yang diilhami dari pengalaman Bani Israil.

5. Harapan dan Rahmat Allah

Meskipun Bani Israil melakukan banyak kesalahan, Allah tetap menunjukkan rahmat-Nya. Allah memberikan harapan kepada mereka untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya. Ayat-ayat yang menyebutkan penerimaan taubat Bani Israil memberikan keyakinan bahwa rahmat Allah selalu meliputi semua hamba-Nya yang bertaubat dengan tulus.

Demikian pula, umat Islam diajak untuk selalu berharap kepada rahmat Allah. Kesalahan masa lalu tidak harus menjadi beban yang tak terangkat, asalkan ada tekad untuk bertaubat dan memperbaiki diri.

Melalui Al-Qur’an dan Hadis Nabi, kita dapat melihat Bani Israil sebagai umat yang mendapat kenikmatan Allah, namun juga mengalami ujian dan kesalahan. Kisah-kisah mereka memberikan pelajaran berharga tentang kekuatan iman, keberanian dalam menghadapi cobaan, dan harapan akan rahmat Allah.

Umat Islam diingatkan untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh Bani Israil. Sebaliknya, kita diajak untuk mengambil hikmah dan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam kisah-kisah mereka ke dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan demikian, kita dapat menjalani hidup dengan penuh kesadaran, ketaqwaan, dan harapan akan rahmat Allah yang tidak terbatas.

BINCANG SYARIAH

Sekilas tentang Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu

Jika masing-masing kaum muslimin ditanya apakah mereka kenal dengan sosok Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, maka kita yakin semua mengatakan, “Kami mengenalnya.” Namun, mengenal sosok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama tidak cukup dengan mengenal nama saja sebagaimana ketika kita mengenal sosok teman, kenalan, atau sejawat kita. Mengenalnya lebih jauh adalah salah satu bentuk kecintaan sekaligus bekal untuk meneladani mereka.

Sekarang, kita ganti pertanyaannya dengan, “Apakah kaum muslimin mengenal pribadi Umar bin Khattab? Nasab beliau? Keutamaan beliau di hadapan Nabi? Dan apakah nama beliau menjadi salah satu tokoh yang diidolakan oleh anak-anak kaum muslimin di zaman sekarang?” Pertanyaan terakhir sekaligus menjadi teguran, ternyata tidak banyak yang menjawab bahwa mereka menjadikan sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu sebagai sosok idola, bahkan mengenalnya lebih dalam pun tidak.

Melalui risalah ringkas ini, kita akan sedikit mengenal sosok beliau dan kemuliaan pribadi beliau radhiyallahu ‘anhu.

Nama dan nasab

Beliau bernama Abu Hafsh Umar bin Al-Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabah bin Qarth bin Razah bin Adi bin Kaab bin Luaiy Al-Adawi. Digelari dengan Amir Al-Mukminin (pemimpin orang-orang yang beriman kepada Allah) dan Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu.

Kisah keislaman Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu

Ada beberapa riwayat yang menjelaskan tentang alasan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu masuk Islam, yaitu:

Pertama

Disebutkan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Sa’ad bahwasanya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu hendak berusaha membunuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dan mendapatkan kabar bahwasanya saudarinya telah masuk Islam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

“Umar keluar dengan membawa sebilah pedang. Di tengah jalan, ia berpapasan dengan seorang dari kalangan Bani Zuhrah dan bertanya, ‘Ke mana engkau hendak pergi, wahai Umar?’ Maka, Umar pun menjawab, ‘Aku hendak membunuh Muhammad.’ Orang tersebut kembali bertanya, ‘Tidakkah engkau khawatir dengan apa yang akan kau terima dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah ketika mereka tahu engkau membunuhnya?’ Maka, Umar menjawab, ‘Kok kurasa kamu sudah berpindah haluan dari agama sebelumnya?’ Orang tersebut pun menjawab, ‘Maukah kuberi tahu berita yang lebih menakjubkan lagi, wahai Umar? Iparmu dan saudarimu telah berpindah ke agama Muhammad.’ Maka, Umar pun bergegas mendatangi keduanya yang tengah bersama seorang dari muhajirin (dikatakan bahwa orang tersebut bernama Khabbab). Keduanya pun berdebat ketika mendengar langkah kaki Umar. Umar masuk sembari mengatakan, ‘Apa yang baru saja kudengar dari kalian?’ (Dikatakan bahwa saat itu mereka membaca surah Thaha) …” (Thabaqat Al-Kubra, 3: 267)

Akan tetapi, sanad riwayat ini dhaif karena keberadaan Al-Qasim bin Utsman Al-Bashri yang dikabarkan oleh Ad-Daruquthni (As-Sunan, no. 441) sebagai seorang perawi yang lemah. Begitu pun yang diungkapkan oleh Adz-Dzahabi dan Imam Bukhari. (Keduanya termaktub dalam Mizan Al-I’tidal, 3: 375)

Kedua

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Umar masuk Islam karena mendengar bacaan Al-Qur’an Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Sebagaimana disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad (1:262) yang menyebutkan bahwa Umar mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama membaca surah Al-Haqqah. Riwayat ini pun dinilai lemah oleh para ulama karena sanadnya terputus sebab Syuraih bin Ubaid tidak berjumpa dengan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Sebagaimana dikatakan dalam Tahdzib Al-Kamal, 12:447.

Hanya saja mendengar bacaan Al-Qur’an adalah hal yang memang menjadi alasan banyak dari mereka radhiyallahu ‘anhum untuk masuk Islam. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa kisah ini memang benar dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.

Yang meriwayatkan hadis dari beliau

Beliau termasuk sahabat yang tidak terlalu banyak meriwayatkan hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Namun, banyak dinukil fatwa hukum dari beliau radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu,

“Aku mengumpulkan fatwa-fatwa dari kalangan para sahabat kurang lebih dari 130-an sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kudapati dari mereka yang banyak berfatwa adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Aisyah, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum.” (I’lam Al-Muwaqqi’in, 2:18-19)

Di antara sahabat yang meriwayatkan hadis dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Masud, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, dan lain-lain.

Keistimewaan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu

Terdapat banyak keutamaan yang dinisbatkan kepada beliau radhiyallahu ‘anhu. Di antaranya adalah:

Keislaman Umar adalah hal yang diharapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama

Hal ini termaktub dalam doa beliau shallallahu ‘alaihi wasallama,

اللَّهمَّ أَعِزَّ الإسلامَ بعُمرَ بنِ الخطَّابِ خاصَّةٍ

Ya Allah, muliakanlah agama ini dengan keislaman Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.” (HR. Ahmad, 9:508)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama mengabarkan surga untuknya

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallama mengatakan kepada Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu,

افتحْ له وبشِّره بالجَنَّة

Bukakan pintu untuknya dan kabarkan kepadanya bahwa Allah memasukkan ia ke dalam surga.” (HR. Bukhari no. 6216)

Setan lebih memilih jalan lain dibanding harus berpapasan dengan Umar radhiyallahu ‘anhu

Hal ini diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama,

إيهٍ يا ابْنَ الخَطَّابِ، والذي نَفْسِي بيَدِهِ، ما لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ سَالِكًا فَجًّا إلَّا سَلَكَ فَجًّا غيرَ فَجِّكَ

Wahai Ibnul Khattab, Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya setan berpapasan denganmu, maka ia akan mencari jalan lain selain jalan yang kau lalui.” (HR. Bukhari no. 6085)

Nasihat-nasihat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu

Di antara nasihat-nasihat beliau yang dicatat oleh para ulama adalah:

Beliau mengatakan,

إنا قوم أعزنا الله بالإسلام فلن نلتمس العز بغيره

Kita ini adalah orang-orang yang Allah muliakan dengan Islam dan tidak ada lagi kemuliaan selain Islam.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 147)

Beliau juga mengatakan,

إن الدنيا خضرة حلوة ، فمن أخذها بحقها كان قمنا أن يبارك له فيها ، ومن أخذها بغير ذلك كان كالآكل الذي لا يشبع

Dunia ini hijau lagi menggiurkan. Siapa saja yang mengambilnya sesuai haknya, maka semoga Allah berkahi ia dengannya. Dan siapa saja yang mengambil selain itu, ia laksana orang yang tak akan pernah kenyang.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 148)

Dan masih banyak nasihat-nasihat beliau yang lain yang semoga Allah ‘Azza Wajalla ridai beliau dan kumpulkan kita kelak bersama beliau dan para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum di surga-Nya. Amin.

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89949-sekilas-tentang-umar-bin-khattab-radhiyallahu-anhu.html

Potensi Prilaku Dosa Tanpa Sadar di Masa Kampanye Politik

Semakin dekatnya Pemilu 2024, potensi kita menebar bencana semakin besar. Kenapa demikian? Sebab dengan jari kita dengan mudah meracik hoaks, baik hasil ramuan sendiri maupun sebagai penyebar pelbagai propaganda dan berita hoaks. Terlepas kita sadar dari perbuatan dosa tersebut atau tanpa menyadari.

Akibat fanatisme dan kesukaan yang berlebihan terhadap calon yang dibela, apa saja mudah dilakukan tanpa sadar. Mencari kesalahan lawan, menebar hoaks dan fitnah untuk menjatuhkan lawan, dan beberapa prilaku yang tanpa sadar dilakukan.

Potensi perbuatan dosa itu lebih-lebih setelah dimulainya masa kampanye pada 28 November 2023. Sebab di era media sosial yang berkembang pesat seperti saat ini, jari memiliki peran yang sangat signifikan. Suatu aktifitas enteng namun memiliki resiko besar dalam sudut pandang agama apabila sampai terjebak pada memformulasi berita hoaks dan berbagai propaganda untuk kepentingan politik.

Allah mengingatkan kita akan hal ini. Dalam al Qur’an ditegaskan: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”. (Yasin: 65).

Kondisi mulut terkunci tanpa bisa berkata apapun yang tergambar pada ayat di atas terjadi pada saat hari pembalasan, di mana semua perbuatan manusia di dunia dimintai pertanggungjawaban. Perbuatan baik dibalas pahala untuk menempati surga, sementara perbuatan dosa akan diganjar dosa dan digiring ke neraka.

Seperti termaktub dalam Tafsir Ibnu Katsir, pada hari kiamat mulut orang kafir dan orang munafik di kunci sehingga mereka tidak bisa ingkar terhadap kejahatan atau perbuatan dosa ketika di dunia. Yang berbicara pada saat itu adalah anggota-anggota badan yang mengakui segala perbuatannya di dunia tanpa bisa berdusta.

Dalam ayat yang lain Allah menguatkan: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (An Nur: 24).

Selayaknya kita semua sadar akan hal ini. Permusuhan, saling hasut dan saling benci bisa terjadi dan bermula dari jari. Melalui berita hoaks yang diproduksi oleh orang atau kelompok tertentu, sementara kita ikut menyebarkannya. Jari kita membagikan berita yang berpotensi menciptakan kesemrawutan dan kekisruhan.

Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, tingginya tensi dan hiruk pikuk politik menjadi tantangan sendiri bagi kehidupan beragama kita, juga kehidupan berbangsa dalam bingkai kerukunan umat. Hal ini patut menjadi renungan kita bersama. Demokrasi membuka kran kebebasan memilih dan dipilih namun tidak berarti kebebasan tersebut boleh menghalalkan segala cara. Apalagi sampai mengorbankan norma dan mengangkangi ajaran agama.

ISLAMKAFFAH