Rangkaian ibadah haji dipenuhi kegiatan fisik. Karena itu, diperlukan kesadaran untuk menjaga kesehatan jamaah.
Minat berhaji sudah tinggi sejak dulu hingga sekarang, tetapi minat tersebut tidak diikuti dengan persiapan kesehatan yang matang. Dalam pelaksanaan haji tidak hanya materi yang harus dipersiapkan, bekal kesehatan fisik dan mental juga harus demikian.
“Jika mengulik kembali peristiwa pendemi dalam sejarah haji, ditemukan fakta bahwa faktor kesehatan turut mempengaruhi terwujudnya niat berhaji seseorang,” tulis M Imran S Hamdani dalam bukunya Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19 Penyelenggaraan Berbasis Resiko.
Bahkan sebelum munculnya wabah penyakit menular dalam sejarah Haji, kesehatan menjadi paling utama wajib dipersiapkan calon jamaah haji. Karena 95 persen kegiatan manasik kesehatan haji dijalankan dengan aktivitas fisik.
Hal ini terlihat, dari kegiatan haji di zaman dahulu, ketika itu jamaah haji saat pergi ke tanah suci hanya dengan berjalan kaki, mengendarai kuda, keledai, atau kapal layar. Untuk bisa sampai ke tanah suci mereka harus memenuhi menempuh perjalanan selama berhari-hari berminggu-minggu, hingga berbulan-bulan.
“Perjalanan panjang dan batang dapat dijalankan oleh orang yang memiliki persiapan baik terutama kesehatan,” katanya.
Sejak wabah itu, wajah haji berubah, tidak lagi sama. Wabah kolera dan miningitis yang berlangsung bertahun-tahun di semenanjung Arab telah mengubah proses perjalanan ibadah haji. Semua mengetahui bahwa wabah kolera dan miningitis tidak berasal dari tanah suci.
“Penyakit tersebut masuk ke tanah suci dari jamaah haji yang berasal dari negara terjangkit,” katanya.
Jamaah-jamaah tersebut membawa penyakit dengan tanpa gejala dan terlihat sehat. Penyakit-penyakit pun menjadi momok dalam perjalanannya menuju Tanah Suci, selain masalah ibadah dan perampok.
Agen penyebab penyakit ini kemudian berpindah dari satu orang ke beberapa orang lainnya. Sehingga menyebabkan angka korban dan kematian di tanah suci semakin bertambah.
“Mereka yang selamat dan lolos dari tanah suci akan membawa pulang penyakit ke negerinya,”katanya.
Seperti bola salju yang terus menggelinding semakin lama semak membesar. Oleh karena itu, negara-negara yang terjangkit perlu mengambil tindakan untuk menghentikan penularan penyakit.
Imran S Hamdani mengatakan, ketika obat penawar belum ditemukan, pencegahan menjadi satu-satunya pilihan. Namun perlu disadari bahwa meskipun obat telah ditemukan, pencegahan dan pengendalian merupakan penawar terbaik bagi penyakit menular.