Pesan Rasulullah: Pria Salat Berjemaah di Masjid

SEBAGIAN umat Islam masih membiasakan diri mengerjakan salat lima waktu di rumah atau di kantor tempat ia bekerja. Sangat sedikit yang membiasakan salat lima waktunya berjemaah di masjid atau musala di mana azan dikumandangkan.

Bahkan ada sebagian saudara muslim yang membiasakan dirinya salat seorang diri alias tidak berjemaah. Padahal terdapat sekian banyak pesan dari Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam yang menganjurkan ummat Islam terutama kaum pria-salat berjemaah di masjid tempat di mana azan dikumandangkan.

Ibn Masud radhiyallahu anhu berkata: “Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar salat pada waktunya ketika terdengar suara azan. Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa taaala telah mensyariatkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu alaih wa sallam beberapa sunanul-huda (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga salat itu termasuk dari sunanul-huda. Andaikan kamu salat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjemaah berarti kamu meninggalkan sunah Nabimu Muhammad shollallahu alaih wa sallam. Dan bila kamu meninggalkan sunah Nabimu Muhammad shollallahu alaih wa sallam pasti kamu tersesat. Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa taaala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadi penghapus kesalahannya. Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari salat berjemaah kecuali orang-orang munafik yang terang kemunafikannya. Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.” (HR Muslim 3/387).

Berdasarkan hadis di atas sekurangnya terdapat beberapa pelajaran penting:

Pertama, seseorang yang disiplin mengerjakan salat saat azan berkumandang akan menyebabkan dirinya diakui sebagai seorang muslim saat bertemu Allah subhaanahu wa taaala kelak di hari berbangkit. Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa! Pada hari yang sangat menggoncangkan bagi semua manusia justru diri kita dinilai Allah subhaanahu wa taaala sebagai seorang hamba-Nya yang menyerahkan diri kepada-Nya. Kita tidak dimasukkan ke dalam golongan orang kafir, musyrik atau munafik.

“Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar salat pada waktunya ketika terdengar suara azan.”

Kedua, menjaga salat termasuk kategori aktivitas sunanul-huda (perilaku atau kebiasaan berdasarkan pertunjuk Ilahi). Barangsiapa memelihara pelaksanaan kewajiban salat lima waktu setiap harinya berarti ia menjalani hidupnya berdasarkan petunjuk dan bimbingan Allah subhaanahu wa taaala. Berati ia tidak membiarkan dirinya hidup tersesat sekadar mengikuti hawa nafsu yang dikuasai musuh Allah subhaanahu wa taaala, yakni setan.

“Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa taaala telah mensyariatkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu alaih wa sallam beberapa sunanul-huda (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga salat itu termasuk dari sunanul-huda.”

Ketiga, salat di rumah identik dengan meninggalkan sunah Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam. Padahal tindakan meninggalkan sunah Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam merupakan gambaran raibnya cinta seseorang kepada Nabinya Muhammad shollallahu alaih wa sallam.Sebaliknya, bukti cinta seseorang akan Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam adalah kesungguhannya untuk melaksanakan berbagai sunah beliau, Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam.

“Andaikan kamu salat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjemaah berarti kamu meninggalkan sunah Nabimu Muhammad shollallahu alaih wa sallam.”

Keempat, meninggalkan sunah Nabi akan menyebabkan seseorang menjadi tersesat. Berarti tidak lagi hidup di bawah naungan bimbingan dan petunjuk Allah. Sungguh mengerikan, bilamana seorang muslim merasa menjalankan kewajiban salat, namun karena ia kerjakannya tidak di masjid, maka hal itu menyebabkan dirinya menjadi tersesat dari jalan yang lurus! Naudzubillaahi min dzaalika.

“Dan bila kamu meninggalkan sunah Nabimu Muhammad shollallahu alaih wa sallam pasti kamu tersesat.”

Kelima, barangsiapa menyempurnakan wudhu lalu berjalan ke masjid, maka hal itu akan mendatangkan kenaikan derajat dan penghapusan kesalahan.

“Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa taaala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadi penghapus kesalahannya.”

Keenam, Ibnu Masud radhiyallahu anhu menggambarkan bahwa pada zaman Nabi Muhammadshollallahu alaih wa sallam masih hidup di tengah para sahabat radhiyallahu anhum jika ada yang tertinggal dari salat berjemaah maka ia dipandang identik dengan orang munafik sejati.

“Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari salat berjemaah kecuali orang-orang munafik yang terang kemunafikannya.”

Ketujuh, di zaman Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam sedemikian bersemangatnya orang menghadiri salat berjemaah di masjid sampai-sampai ada yang dipapah dua orang di kiri-kanannya agar ia bisa salat berjemaah di masjid.

“Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.”

Ya Allah, berkahi, mudahkan dan kuatkanlah kami untuk selalu salat lima waktu berjemaah di masjid bersama saudara muslim kami lainnya. 

INILAH MOZAIK