Inilah Manfaat Puasa Syawal yang Perlu Diketahui (Bagian 2)
Amal seorang mukmin tidak akan pernah habis hingga ajalnya datang. Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menjadikan batas bagi amalan seorang mukmin selain ajal.” Hasan Al-Bashri lantas membacakan firman Allah,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.” (QS. Al-Hijr: 99).
Semua bulan, tahun, malam, dan siang adalah takdir bagi waktu pelaksanaan ibadah, kemudian berakhir dengan cepat dan semuanya berlalu.
Dzat yang telah menciptakan itu semua memperindahnya serta mengkhususkannya dengan keutamaan, lalu yang membuatnya sirna adalah Allah Yang Mahakekal dan Maha Esa. Dia selalu mengawasi dan menyaksikan amalan para hamba-Nya.
Mahasuci Allah yang membolak-balikkan para hamba-Nya di antara pergantian waktu-waktu yang berisi amal kebaikan. Dengan itu semua, Allah menyempurnakan kenikmatan kepada mereka, Dia memberlakukan hamba-Nya dengan Sifat Pemurah-Nya.
Ketika dua bulan mulia ini berlalu, awalnya adalah bulan haram (Sya’ban) dan akhirnya adalah bulan puasa (Ramadhan), kemudian setelah dua bulan ini datanglah tiga bulan untuk melaksanakan haji ke Baitullah (Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah). Sebagaimana halnya orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan serta shalat pada malam harinya, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, maka begitu juga siapa saja yang pergi haji ke Baitullah tanpa melakukan kekejian dan kefasikan, maka ia akan kembali dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan ibunya.
Tidaklah berlalu umur seorang mukmin sesaat, melainkan pada yang saat itu ada hak Allah atas dirinya untuk melakukan ketaatan, seorang mukmin berpindah-pindah antara tugas-tugas ketaatan ini, ia mendekatkan diri dengannya kepada Allah Ta’ala dalam keadaan penuh harap dan takut.
Tanda diterimanya amalan seseorang adalah ketika selesai melaksanakan sebuah ketaatan, maka ia akan melanjutkan dengan ketaatan lain, sebaliknya tanda ditolak adalah setelah ketaatan itu, ia melakukan kemaksiatan.
Alangkah baiknya suatu kebaikan yang dilakukan setelah keburukan karena itu bisa menghapuskannya dan lebih baik lagi kebaikan yang mendatangkan kebaikan lain setelahnya. Selain itu, alangkah buruknya suatu keburukan yang dilakukan setelah kebaikan karena bisa menghapuskan dan menguranginya.
Mintalah keteguhan dan ketetapan hati kepada Allah hingga ajal menjelang, mintalah perlindungan kepada-Nya dari terbolak-baliknya hati, dan dari kekurangan amal setelah melakukan amal yang banyak. Alangkah menyedihkan seseorang yang terjerumus dalam kehinaan maksiat setelah melakukan ketaatan dan alangkah kejinya sifat rakus setelah seseorang merasa cukup.
Siapa saja yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan mengganti yang lebih baik daripada itu. Allah Ta’ala berfirman,
إِنْ يَعْلَمِ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ خَيْرًا يُؤْتِكُمْ خَيْرًا مِمَّا أُخِذَ مِنْكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
“Jika Allah mengetahui ada kebaikan di dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan yang lebih baik dari apa yang telah diambil darimu dan Dia akan mengampuni kamu” (QS. Al-Anfaal: 70).
Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang senantiasa melaksanakan ketaatan demi ketaatan di sepanjang tahun, bukan di bulan Ramadhan saja. Aamiin. Wallahu A’lam.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]