Benarkah Alkohol Sedikit atau Banyak Sama Haramnya?

Judul ini saya petik dari hadits Nabi SAW ketika menjelaskan masalah keharaman khamar.

ما أسكر كثيره فقليله حرام

Apa yang memabukkan dalam jumlah banyak, maka dalam jumlah sedikit pun tetap haram. (HR. Abu Daud)

Selain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam an-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.

Namun dalam memahami hadits ini, ternyata banyak pendapat yang berbeda-beda di tengah masyarakat, bahkan di kalangan para ulama.

Di negeri kita umumnya hadits ini dijadikan dasar untuk mengharamkan semua minuman yang mengandung Alkohol, berapa pun kadar yang terkandung di dalam suatu minuman. Dan karena sudah dianggap haram, maka hukum turunannya pun ikut juga, yaitu hukumnya sekaligus jadi najis juga.

Maka semua benda yang mengandung Alkohol dianggap najis. Bukan sebatas hanya minuman mengadung Alkohol, tapi juga parfum beralkohol, tissue beralkohol, termasuk hand sanitizer karena beralkohol, juga ikut kena imbasnya dianggap haram.

Umumnya begitulah cara para ulama kita berlogika dan mengurutkan nalarnya dalam urusan kenajisan Alkohol.

Namun pendapat macam ini bukan satu-satunya pendapat. Kita juga menemukan pendapat yang sedikit berbeda. Misalnya kalau kita baca fatwa Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Beliau menjelaskan banyak orang keliru dalam memahami hadits yang satu ini.

وقد ظن بعض الناس أن قول الرسول صلى الله عليه وسلم: (ما أسكر كثيره، فقليله حرام) أن معناه: ما خلط بيسير فهو حرام ولو كان كثيراً، وهذا فهم خاطئ …

“Banyak orang salah paham sabda Nabi SAW (Apa yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya pun haram). Mereka kira minuman tercampur setitik zat memabukkan maka otomatis jadi haram padahal jumlah aslinya banyak. Dan itu pemahaman yang keliru…”

وأما ما اختلط بمسكر والنسبة فيه قليلة لا تؤثر فهذا حلال ولا يدخل في الحديث. اهــ.

“Adapun minuman yang tercampur sedikit cairan memabukkan dalam kadar yang rendah, maka tidak akan berpengaruh, hukumnya halal dan tidak masuk dalam pengertian hadits (di atas)”.

فمثلاً: نسبة (1%) أو (2%) أو (3%) لا تجعل الشيء حراماً

“Misalnya kadar (Alkohol) satu persen, dua persen atau tiga persen, tidak membuat minuman jadi haram”.

Jadi dalam pandangan beliau bila minuman mengandung kadar Alkohol tertentu, tidak otomatis jadi khamar. Bukan hanya sekedar halal tapi juga tentu saja tidak najis. Namun bila kadar Alkoholnya cukup banyak dan kalau diminum memabukkan, barulah jadi khamar yang haram.

Begitulah ciri khas ilmu fiqih, sepenuhnya diliputi perbedaan pendapat. Seperti perkataan Qatadah

من لم يعرف الاختلاف لم يشم أنفه الفقه

“Siapa yang tidak mengenal ikhtilaf, berarti hidungnya belum mencium aroma fiqih.”

Perbedaan pendapat dalam fatwa para ulama pada dasarnya didasari oleh perbedaan illat, cara beristinbath dan lain sebagainya. Menurut salah satu Khalifah dari Dinasti Abbasiyah, Umar bin Abdul Aziz menjelaskan bahwa perbedaan pendapat merupakan sunah,

ما أحب أن أصحاب محمد لا يختلفون لأنه لو كان قولًا واحدًا لكان الناس في ضيق، وإنهم أئمة يقتدى بهم، فلو أخذ رجل بقول أحدهم كان سنة

“Aku tidak suka kalau melihat para sahabat nabi tidak saling berbeda pendapat. Sebab kalau mereka sepakat pada satu pendapat saja, maka orang akan berada dalam kesempitan. Mereka itu adalah para imam yang diikuti. Cukup ikuti satu saja dari mereka, kita sudah termasuk ikut sunnah.”

BINCANG SUARIAH

Bolehkah Menggunakan Hand Sanitizer yang Mengandung Alkohol?

Bolehkah menggunakan hand sanitizer yang mengandung alkohol?

Jawabannya, boleh. Alasannya:

  • Alkohol pada hand sanitizer bukanlah khamar. Sedangkan yang dilarang dalam Alquran dan hadits untuk khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan.
  • Asal alkohol adalah zat yang suci. Adapun khamar menurut pendapat sebagian ulama adalah zat suci, walau mayoritas ulama menganggapnya najis. Alkohol sekali lagi berbeda dengan khamar.
  • Alkohol pada hand sanitizer digunakan untuk luar tubuh dan tidak bisa dikonsumsi, berbeda dengan khamar yang memang diproduksi untuk diminum (dikonsumsi).

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23911-bolehkah-menggunakan-hand-sanitizer-yang-mengandung-alkohol.html

Soal Parfum Beralkohol, Ini Pendapat Ulama

Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab Tafsirnya Al Manar mengatakan, alkohol saat ini banyak digunakan untuk tujuan-tujuan positif, seperti keperluan medis, campuran obat-obatan, dan sebagainya. Jika alkohol diharamkan, tentu akan menimbulkan kesulitan (haraj)

Bagi umat manusia karena besarnya tingkat ketergantungan kepadanya. Berdalil dari kaidah fikih, segala sesuatu yang bersifat haraj harus dihilangkan. Rasyid Ridha juga didukung oleh Imam Rabi’ah, Laits bin Sa`d, dan al-Muzaniy yang bermazhab syafi’iyah, Imam Al-Syaukani, al- Shan’aniy dalam kitab Subulus Salam, Shiddiq Hasan Khan dalam kitabnya Al-Rawdhah al- Bahiyyah.

Menurut mereka, kata rijsun yang dimaksudkan ayat adalah najis hukmi (secara isti lah saja) bukan zatnya yang najis. Sama halnya ketika Allah menyebut orang-orang musyrik adalah najis (QS at-Taubah [9]: 28). Demikian juga beberapa poin dalam ayat tersebut seperti berhala dan panah. Benda-benda tersebut tidaklah najis secara zatnya.

Para ulama kontemporer lebih cenderung dengan pendapat kedua yang menyatakan alkohol tidaklah najis. Pendapat ini juga didukung ilmu farmasi dan kimia yang menyatakan derivat alkohol pada parfum berbeda dengan alkohol yang digunakan untuk khamar.

Lembaga Pengawas Pangan Obat- obatan dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mengatakan, zat alkohol untuk kosmetik dan alkohol untuk makanan tidaklah serupa. Pemanfaatan alkohol dalam industri parfum hanyalah berfungsi sebagai bahan penolong untuk melarutkan komponen wewangian. Ada kemungkinan alkohol ini masih tertinggal dalam produk parfum yang dihasilkan.

Hanya saja, saat digunakan, semisal dioleskan atau disemprotkan ke badan, bahan ini akan cepat menguap dan tinggal meninggalkan aroma parfum.

LPPOM MUI menegaskan, alkohol atau etanol yang digunakan untuk parfum tidak sama dengan khamr jenis minuman keras yang memabukan. Etanol bisa dihasilkan dari fermentasi khamr, tapi juga bisa dari bahan alamiah, seperti bunga atau buah- buahan. Penggunaan alkohol yang bersumber dari fermentasi non- khamr selama tidak digunakan untuk pangan, misalkan sebagai antiseptik, masih diperbolehkan.

Jadi, kendati persoalan tersebut masih khilafiyah (berbeda pendapat) pendapat yang me nyatakan alkohol tidak najis adalah pendapat yang lebih moderat dan mempunyai prinsip taysir (kemudahan) dalam syariat Islam. Jadi, memakai parfum beralkohol tidak lah terlarang baik untuk shalat atau di luar shalat. Baju yang terkena parfum beralkohol tak perlu pula dicuci, karena ia tidak termasuk najis. Wallahu’alam.

 

sumber: Republika Online

Demiz: Miras, Ibu dari Segala Kejahatan

Rencana pemerintah untuk melonggarkan aturan Miras, memperoleh tanggapan negatif dari Wakil Gubernur Jawa Barat yang saat ini menjabat sebagai Plh Gubernur Jabar, Deddy Mizwar. Deddy menilai melonggarkan miras bukan kebijakan yang menguntungkan.

“Sama sekali malah menurut saya keliru besar. Barang memabukkan, ibu dari segala kejahatan,” ujar Deddy yang akrab disapa Demiz kepada wartawan, Selasa (29/9).

Demiz menilai, seharusnya tak ada relaksasi untuk barang memabukkan. Dihukum saja, tetap ada tak menjamin akan hilang, apalagi dibuka. “Itu tadi, ibu segala maksiat, sesuatu yang segala memabukkan,” katanya.

Saat ditanya apakah Pemprov Jabar akan memprotes kebijakan tersebut, Demiz mengatakan,secara resmi belum diajukan. “Baru sekarang saja protes (secara lisan, red),” katanya.

Menurut Demiz, Miras itu merusak langsung masyarakat dan menghilangkan kesadaran serta memabukkan. Kalau perlu, seharusnya aturan diperketat jangan malah dilonggarkan. “Enggak boleh ada di outlet kecil. Kalau perlu ga ada sama sekali,” katanya.

Dikatakan Demiz, dilarang pun orang pada nyari. Apalagi tak ada larangan, akan makin gila. “Jangan coba-coba sama barang memabukkan,” kata Demiz mengingatkan.

Peluk Islam karena Tak Kenal Lagi Alkohol

“Selama 8 tahun, aku melewati banyak tahapan dan yakin bahwa itu adalah rencana Tuhan untuk memberiku petunjuk dan bimbingan pada jalan Islam,” kata Karen.

Karen Bujairami adalah seorang mualaf yang mendapat hidayah karena berteman dengan wanita muslim yang taat bernama Fatima. Mereka bertemu pertama kali saat menjalani kuliah di jurusan yang sama. Meski berbeda agama, Karen dan Fatima menjalin persahabatan yang kuat.

Meskipun non-muslim, Karen tertarik untuk mempelajari Islam, agama yang dianut Fatima. Itu karena Karen tidak terlalu bersemangat dengan agama yang dianutnya.

“Fatima selalu menjawab keingintahuanku dengan penuh semangat. Hal itu membuatku kagum,” kenang Karen.

Sesekali waktu, Karen sering berdebat dengan Fatima soal agama. Perdebatan itu kadang berakhir dengan kemarahan Karen karena dirinya merasa tidak bisa memberikan argumentasi yang baik.

Meski kadang berdebat, Karen dan Fatima tetap menjalin pertemanan dan memiliki banyak kesamaan.

Fatima merasa nyaman berteman dengan Karen. Itu karena Karen tidak pernah berkumpul dengan teman pria dan tidak suka mengenakan pakaian yang agak ‘terbuka’.

Mereka sering melakukan kegiatan bersama. Sampai suatu hari Karen merasa ada perasaan lain.

Dia teringat pernah bermimpi berjalan dengan wanita berhijab. Dia pun mengingat dalam mimpinya ada kesamaan lokasi tempat dia berjalan dengan Fatima. Padahal saat itu Karen tidak pernah punya teman atau bergaul dengan muslim.

“Aku yakin itu mimpi adalah petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak-Nya, persahabatanku dengan Fatima adalah sebuah pintu mengenal Islam,” kata dia.

Sejak itu, dia makin tertarik dengan Islam. Karen mulai banyak bertanya kepada Fatima dan mulai kehilangan keyakinan pada agamanya sendiri.

Apalagi saat Fatima memberinya DVD yang berisi perdebatan agama oleh Syaikh Ahmad Deedat, membuat Karen semakin sadar bahwa agama yang dipeluknya bukan agama yang benar.

Tahun berganti tahun, Karen dan Fatima tetap bersahabat baik. Sebelumnya hubungan persahabatan mereka sempat tegang, karena kekasih Karen menuduh Fatima telah mencuci otak Karen dengan ajaran Islam.

Karen mulai sering menghabiskan waktu bersama keluarga Fatima. Menurut Karen, keluarga Fatima menyenangkan karena tidak ada alkohol dan hal-hal haram.

“Selama 8 tahun, aku melewati banyak tahapan dan yakin bahwa itu adalah rencana Tuhan untuk memberiku petunjuk dan bimbingan pada jalan Islam,”kata Karen.

Bagi Karen, sejak melihat DVD Syaikh Ahmad Deedat, dia sudah yakin akan menjadi seorang muslim. Namun dia memerlukan tekad yang bulat untuk menuju arah yang benar.

“Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri. Dia menunjukkan Islam padaku delapan tahun yang lalu, ketika aku bermimpi wanita berhijab yang ternyata menjadi sahabat terbaikku.”

Akhirnya, pada tanggal 1 Januari 2009, Karen mengucapkan kalimat syahadat disaksikan ayahnya dan sahabatnya, Fatima.

“Alhamdulillah, aku bangga menjadi seorang muslimah,” kata Karen. (Ism)