Berkah tak Ternilai yang Kadang Luput Disyukuri Manusia

Nikmat Allah tidak boleh disepelekan.

Manusia umumnya kerap kali menghitung dan mengukur sesuatu berdasarkan kekayaan, seperti emas dan perak. Padahal, kekayaan dan modal manusia yang sebenarnya adalah kemampuan yang Tuhan berikan, seperti kecerdasan, kemampuan, dan kebebasan.

Namun, ada karunia tertinggi yang kadang kala luput dari rasa syukur manusia, sesuatu yang terkadang tak diperhitungkan dan dihargai, yakni tubuh yang sehat. Kesehatan tubuh, keutuhan organ-organ tubuh, dan kesempurnaan pancaindera adalah berkah yang tak ternilai.

Sebab, seberapa kaya pun seseorang, tidak akan ada yang bersedia untuk menjual kedua matanya atau organ tubuhnya yang lain. Hal-hal yang terkesan sepele seperti meneguk air minum pun sejatinya adalah nikmat dari Allah.

Seperti kisah Ibnu Samak, seorang ulama shalih, yang menghadiri undangan Khalifah Harun Al-Rasyid di istana di Baghdad untuk meminta fatwa dan nasihatnya. Di suatu hari yang sangat terik, khalifah meminta pelayannya untuk menyajikan minuman.

Sebelum meminum, Ibnu Samak bertanya kepada Khalifah, “Tuan, jika sekiranya seteguk air minum itu sulit diperoleh dan susah mencarinya, sedangkan tuan sudah sangat kehausan, berapakah kiranya seteguk air itu mau tuan hargai?”

“Biar habis setengah kekayaanku, aku mau membelinya,” ujar Khalifah Harun Al-Rasyid.

“Minumlah tuanku air yang seteguk itu yang kadangkala harganya lebih mahal daripada setengah kekayaan tuanku!” lanjut Ibnu Samak.

Setelah Khalifah minum, Ibnu Samak pun melanjutkan fatwanya. “Jika air yang tuan minum tadi tidak mau keluar dari diri tuan (tidak bisa buang air kecil), meski sudah bersusah payah berusaha tidak juga mau keluar, berapakah kiranya tuan mau membayar agar air itu dapat keluar?” tanya Ibnu Samak lagi.

Harun Al-Rasyid menjawab, “Kalau air itu tidak mau keluar lagi (tidak bisa buang air kecil), apalah gunanya kemegahan dan kekayaan ini. Biarlah habis seluruh kekayaanku ini untuk mengobati diriku sehingga air itu bisa keluar.”

Ibnu Simak melanjutkan pengajarannya, “Maka tidakkah tuan insyaf, betapa kecil dan lemahnya kita ini. Tibalah saatnya kita tunduk dan patuh serta bersyukur kepada-Nya dan menyadari akan kelemahan diri kita.” Mendengar fatwa itu Khalifah menangis tersedu.

Demikian kisah itu mengajarkan betapa nikmat Allah itu tidak boleh disepelekan. Bahkan meminum air dan membuangnya kembali dari tubuh pun adalah karunia Allah yang patut disyukuri.

Membiasakan hidup sehat terkadang membuat manusia lupa atau meremehkan betapa nikmatnya sehat itu. Tak jarang, manusia harus mengalami krisis atau kehilangan kesehatan untuk menghargainya. Meski di mata manusia hal itu seperti sepele, tetapi di hadapan Allah semua akan diperhitungkan.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seseorang akan datang pada hari kiamat dengan amal saleh yang jika diletakkan di atas gunung, akan membebaninya; maka hanya satu Nikmat Allah yang akan datang (dan mengambil apa yang layak dari perbuatan baik hamba) dan hampir menghabiskan semuanya, jika bukan karena Rahmat yang Allah berikan.” (Al-Tabarani)

Oleh karena itu, Allah berfirman dalam Alquran surat 16 ayat 18: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sheikh Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya berjudul Renew Your Life, seperti dikutip di laman About Islam menuliskan semua kehidupan adalah hadiah yang layak disyukuri karena Allah telah menganugerahkan manusia jiwa dan rasa. Seluruh alam semesta diciptakan dengan dilengkapi segala kebutuhan manusia, dan di dalamnya terdapat tanda-tanda yang menunjuk kepada Sang Pencipta.

Allah-lah yang memberi kehidupan ketika manusia awalnya tidak memiliki kehidupan. Allah juga yang mematikan makhluk ciptaannya, kemudian menghidupkannya kembali.

Sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat 2 ayat 28: “Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Pancaindera adalah alat agar manusia bisa berinteraksi dengan alam semesta ini, menjelajahinya, dan belajar darinya. Karena itu, sudah sepatutnya timbul rasa syukur dalam hati manusia atas berbagai anugerah Allah dalam kehidupan ini. Rasa syukur itu diwujudkan dalam bentuk ibadah dan menyembah hanya kepada Allah.

Allah berfirman dalam Alquran surat 16 ayat 78: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur (kepada Allah).” 

KHAZANAH REPUBLIKA

Bagaimana Mengukur Keberkahan Hidup?

JANGAN sampai segala usahamu tidak bermakna apa-apa atau bahkan menjalani hidup tanpa keberkahan. Engkau berjuang untuk kebahagiaan hidupmu, tetapi yang kau jumpai hanya keletihan. Ada orang yang bekerja tak kenal waktu untuk mengejar materi yang banyak, dia mengira kebahagiaan diukur oleh kuantitas sesuatu yang ia kejar. Tetapi seiring perjalanan waktu dia menyadari bahwa apa yang menjadi pandangannya itu keliru. Nyatanya kebahagiaan tidak berhubung-kait dengan sebanyak apa dia memperoleh sesuatu.

Kebahagiaan adalah masalah nilai, yaitu bagaimana seseorang menikmati apa yang telah ia peroleh dan bagaimana ia mengolahnya. Dengan bahasa yang sederhana, sesungguhnya kualitas lah yang menentukan kebahagiaan, bukan kuantitas. Inilah rahasianya kita bisa menjumpai seseorang yang selalu berbahagia dengan kehidupannya. Tak peduli ketika ia disapa hari-hari yang sulit, atau bahkan kegagalan.

Kebahagiaan seperti ini adalah keberkahan. Bukan cuma saya yang mengatakan demikian. Ternyata Al-Farra dan Abu Mansur juga mengatakannya. Menurut keduanya, yang dimaksud dengan keberkahan dalam kalimat tasyahud yang berbunyi, “Assalamu’alaika ayyuha nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh”, adalah kebahagiaan.

Ini luar biasa, sebab kita jadi sadar bahwa semua doa yang berisikan keberkahan adalah doa untuk kebahagiaan. Dan betapa banyaknya doa yang kita panjatkan untuk mendapatkan keberkahan dalam hidup. Ketika seorang dianugerahkan seorang anak, mendapatkan keuntungan materi, menempati rumah baru, atau menikah, doa yang kita lantunkan adalah agar orang itu memperoleh keberkahan.

Hal terpenting dari semua hal di atas adalah keberkahan, yaitu nilai atau kualitas dalam mendayagunakan kenikmatan tersebut. Anak yang membawa keberkahan bagi orangtuanya adalah anak yang saleh, dia tumbuh berkembang di dalam keluarga yang religius, taat kepada Allah, dan berbakti kepada orang tua. Begitu pula harta yang berkah, yaitu harta yang digunakan untuk kebaikan dan menolong orang lain.

Rumah yang dipenuhi keberkahan adalah yang berisi kedamaian, ketenangan, dan hubungan antar-penghuni rumah yang harmonis. Pernikahan yang diberkahi adalah pernikahan yang bertolak dari keinginan untuk menyempurnakan agama, saling membantu ketaatan, dan membentuk keluarga yang sakinah.

Doa yang dianjurkan untuk diucapkan buat pengantin baru adalah “Barakallahu laka Baraka ‘alaika…”. Sepenggal doa yang pendek namun sangat padat makna. Barakallahu laka adalah doa agar Allah selalu memberi berkah-Nya pada saat keluarga dalam keadaan baik dan penuh kemudahan. Adapun barakallahu ‘alaika berarti keberkahan-Nya juga akan diperoleh pada saat keluarga ditimpa ujian, sedang dalam kesulitan dan konflik, dan sebagainya.

Di dalam kehidupan, secara manusiawi seseorang berambisi untuk memperoleh hasil yang terbaik dan menorehkan prestasi demi prestasi. Tidak ada yang salah dari hal itu, namun belum cukup. Sebab hal yang lebih penting untuk dimiliki adalah bagaimana prestasi itu menjadi berkah bagi pemiliknya. Tidak semua prestasi dapat menjelma menjadi keberkahan. Banyak nikmat dan anugerah dari Allah SWT yang alih-alih membawa keberkahan, malah menjadi fitnah dan musibah bagi seseorang.

Misalnya seorang mahasiswa menorehkan prestasi akademik yang gemilang, tetapi prestasinya justru membuatnya sombong dan meremehkan teman-teman yang lain, tentu saja keberkahan ilmu yang ia dapatkan akan menguap begitu saja, atau bahkan menjadi bencana dan mencelakakan dirinya. Atau seorang karyawan sebuah perusahaan yang baru dipromosikan jabatan yang lebih tinggi dan gajinya pun naik, ketika sampai di rumah dan ia bercerita keada istrinya, langsung saja istrinya membuat daftar belanja baru yang lebih besar. Alih-alih kenaikan gajinya menjadi berkah, justru membuat keluarganya semakin konsumtif dan bergaya hidup hedonis. Kalau seperti ini, dimana keberkahan dari prestasi yang telah diraih?

Hidup yang tidak berkah membuat apa yang telah susah payah diraih menjadi sia-sia, dan itu adalah musibah yang besar. Celakanya kita tidak cepat menyadari, bahkan sampai persoalan-persoalan besar mengepung dimana-mana. Sementara kita tidak mengetahui bahwa muara semua problematika hidup kita hanya satu; hilangnya keberkahan. Inilah mengapa kita penting berbicara tentang keberkahan hidup.

Ada orang yang berbangga dengan hartanya yang melimpah, kekuasaan, dan penghormatan manusia kepadanya, berbangga dengan kepintaran dan sekolah yang tinggi, atau anak-anak yang lucu dan pintar. Benar, bahwa itu semua adalah kenikmatan dari Allah SWT yang Mahabaik. Akan tetapi apakah semua itu telah membawa keberkahan bagi hidupnya? Mari sama-sama kita renungi perkara-perkara yang biasanya menjadi ukuran kesuksesan manusia itu, apakah ia membawa keberkahan atau sebaliknya?

Maka orientasi kita bukan lagi prestasi yang diukur oleh faktor-faktor kebendaan semata. Lebih dari itu, hidup adalah perjuangan akan sebuah nilai keimanan serta menjaga konsistensinya dengan ketakwaan.

Bagi saya, beginilah memahami keberkahan dengan sederhana, begini pula memahami firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-Araf: 96).
Semoga diberkahilah kehidupanmu, sahabat. Barakallahu fiikum.*/Faris BQ, lc, MA

HIDAYATULLAH

Gaji Berkurang Kok Hidup Semakin Berkah

SESEORANG datang kepada Imam Syafii mengadukan tentang kesempitan hidup yang ia alami. Dia memberi tahukan bahwa ia bekerja sebagai orang upahan dengan gaji 5 dirham. Dan gaji itu tidak mencukupinya.

Namun anehnya, Imam Syafii justru menyuruh dia untuk menemui orang yang mengupahnya supaya mengurangi gajinya menjadi 4 dirham. Orang itu pergi melaksanakan perintah Imam Syafii sekalipun ia tidak paham apa maksud dari perintah itu.

Setelah berlalu beberapa lama orang itu datang lagi kepada Imam Syafii mengadukan tentang kehidupannya yang tidak ada kemajuan. Lalu Imam Syafii memerintahkannya untuk kembali menemui orang yang mengupahnya dan minta untuk mengurangi lagi gajinya menjadi 3 dirham. Orang itupun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafii dengan perasaan sangat heran.

Setelah berlalu sekian hari orang itu kembali lagi menemui Imam Syafii dan berterima kasih atas nasihatnya. Ia menceritakan bahwa uang 3 dirham justru bisa menutupi seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan hidupnya menjadi lapang. Ia menanyakan apa rahasia di balik itu semua?

Imam Syafii menjelaskan bahwa pekerjaan yang ia jalani itu tidak berhak mendapatkan upah lebih dari 3 dirham. Dan kelebihan 2 dirham itu telah mencabut keberkahan harta yang ia miliki ketika tercampur dengannya. Lalu Imam Syafii membacakan sebuah syair:

Dia kumpulkan yang haram dengan yang halal supaya ia menjadi banyak.
Yang haram pun masuk ke dalam yang halal lalu ia merusaknya.

Barangkali kisah ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita dalam bekerja. Jangan terlalu berharap gaji besar bila pekerjaan kita hanya sederhana. Dan jangan berbangga dulu mendapatkan gaji besar, padahal etos kerja sangat lemah atau tidak seimbang dengan gaji yang diterima.Baca jugaYuk Menjadi Orang Terbaik seperti Kata Rasulullah


Kemana Pun Menghadap, Keagungan Allah Kita Temukan


Inikah Tanda-Tanda Akhir Zaman Itu?

Bila gaji yang kita terima tidak seimbang dengan kerja, artinya kita sudah menerima harta yang bukan hak kita. Itu semua akan menjadi penghalang keberkahan harta yang ada, dan mengakibatkan hisab yang berat di akhirat kelak.

Harta yang tidak berkah akan mendatangkan permasalahan hidup yang membuat kita susah, sekalipun bertaburkan benda-benda mewah dan serba lux. Uang banyak di bank tapi setiap hari cek-cok dengan istri. Anak-anak tidak mendatangkan kebahagiaan sekalipun jumlahnya banyak. Dengan teman dan jiran sekitar tidak ada yang baikan.

Kendaraan selalu bermasalah. Ketaatan kepada Allah semakin hari semakin melemah. Pikiran hanya dunia dan dunia. Harta dan harta. Penglihatan selalu kepada orang yang lebih dalam masalah dunia. Tidak pernah puas, sekalipun mulutnya melantunkan alhamdulillah tiap menit.

Kening selalu berkerut. Satu persatu penyakitpun datang menghampir. Akhirnya gaji yang besar habis untuk cek up ke dokter sana, periksa ke klinik sini. Tidak ada yang bisa di sisihkan untuk sedekah, infak dan amal-amal sosial demi tabungan masa depan di akhirat. Menjalin silaturrahim dengan sanak keluarga pun tidak.

Semakin kelihatan mewah pelitnya juga semakin menjadi. Masa bodoh dengan segala kewajiban kepada Allah. Ada kesempatan untuk salat ya syukur, tidak ada ya tidak masalah. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk serius dalam bekerja dan itqan, hingga rezeki kita menjadi berkah dunia dan akhirat

Semoga menjadi nasihat terutama buat diri saya dan kita semua. [*]

INILAH MOZAIK

Berkah Menambah Ketaatan kepada Allah

BERKAH adalah kata yang diinginkan oleh hampir semua hamba yang beriman, karenanya orang akan mendapat limpahan kebaikan dalam hidup.

Berkah bukanlah cukup dan mencukupi saja, tapi berkah ialah bertambahnya ketaatanmu kepada Allah Ta’ala dengan segala keadaan yang ada, baik berlimpah atau sebaliknya.

Berkah itu, “Albarokatu tuziidukum fi thoah” (Berkah menambah taatmu kepada Allah)

Hidup yang berkah bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru berkah sebagaimana Nabi Ayub, sakitnya menambah taatnya kepada Allah. Berkah itu tak selalu panjang umur, ada yang umurnya pendek tapi dahsyat taatnya layaknya Musab ibn Umair.

Tanah yang berkah itu bukan karena subur dan panoramanya indah, karena tanah yang tandus seperti Mekkah punya keutamaan di hadapan Allah tiada yang menandingi. Makanan berkah itu bukan yang komposisi gizinya lengkap, tapi makanan itu mampu mendorong pemakannya menjadi lebih taat setelah makan.

Ilmu yang berkah itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, tapi yang berkah ialah yang mampu menjadikan seseorang meneteskan keringat dan darahnya dalam beramal dan berjuang untuk agama Allah.

Penghasilan berkah juga bukan gaji yang besar dan bertambah, tapi sejauh mana ia bisa jadi jalan rizki bagi yang lainnya dan semakin banyak orang ysng terbantu dengan penghasilan tersebut.

Anak-anak yang berkah bukanlah saat kecil mereka lucu dan imut atau setelah dewasa mereka sukses bergelar dan mempunyai pekerjaan dan jabatan hebat, tapi anak yang berkah ialah yang senantiasa taat kepada Rabb-Nya dan kelak di antara mereka ada yang lebih saleh dan tak henti-hentinya mendoakan kedua orangtuanya.

Semoga segala aktifitas kita hari ini berkah. “Barang siapa yang mengajarkan satu ilmu dan orang tersebut mengamalkannya maka pahala bagi orang yang memberikan ilmu tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan ilmu tersebut.” (HR.Bukhori Muslim)

 

INILAH MOZAIK

Memahami Hakikat Berkah yang Sesungguhnya

BAROKAH atau berkah selalu diinginkan oleh setiap orang. Namun sebagian kalangan salah kaprah dalam memahami makna berkah sehingga hal-hal keliru pun dilakukan untuk meraihnya.

Coba kita saksikan bagaimana sebagian orang ngalap berkah dari kotoran sapi. Ini suatu yang tidak logis, namun nyata terjadi. Inilah barangkali karena salah paham dalam memahami makna keberkahan dan cara meraihnya. Sudah sepatutnya kita bisa mendalami hal ini.

Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”.

Adapun makna barokah dalam Alquran dan As Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya. Sebagaimana doa keberkahan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang sering kita baca saat tasyahud mengandung dua makna di atas.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Maksud dari ucapan doa “keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad karena engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim, doa keberkahan ini mengandung arti pemberian kebaikan karena apa yang telah diberi pada keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut adalah langgengnya kebaikan dan berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah”.

 

INILAH MOZAIK

Satu Kesulitan di Antara Dua Kemudahan

Oleh Rahmat Saptono Duryat

Buya HAMKA berbagi kisah dalam bukunya.  “Kalau saya bawa bermenung saja kesulitan dan perampasan kemerdekaanku itu, maulah rasanya diri ini gila. Tetapi akal terus berjalan; maka ilham Allah pun datang. Cepat-cepat saya baca Alquran, sehingga pada lima hari penahanan yang pertama saja, tiga kali Quran khatam dibaca.  Lalu saya atur jam-jam buat membaca dan jam-jam buat mengarang tafsir Alquran yang saya baca itu. Demikianlah hari berjalan terus dengan tidak mengetahui dan tidak banyak lagi memikirkan bilakah akan keluar

Akhirnya, beliau dibebaskan dari penjara setelah sempat mengkhatamkan Alquran lebih dari 150 kali dan menulis tafsir Alquran 28 juz hanya dalam masa dua tahun (juz 19 dan 20 telah ditafsirkan sebelum dipenjara).

Bagi Buya HAMKA kisah menjadi salah satu bukti kebenaran janji Allah SWT dalam kitab-Nya. “Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” QS. al-Insyirah(94):4-5.  Demikian janji Allah kepada Rasul-Nya, saat dihimpit kesulitan.  Allah SWT bahkan memberi penekanan dengan mengulangnya.

Jika kita renungkan maknanya, dapat kita pahami bahwa kemudahan diciptakan bersama dengan kesulitan.  Kesulitan dan kemudahan bagaikan satu paket yang tidak terpisahkan (built-in).  Rasulullah SAW, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dari riwayat Anas bin Malik, pernah mengilustrasikannya saat  duduk bersama para sahabat di depan sebuah batu.  “Saat kesulitan datang dan masuk batu ini, maka kemudahan pasti akan datang dan masuk pula menghilangkan kesulitan tersebut”

Dalam tafsir Ibnu Abbas RA lebih jauh diterangkan bahwa Allah Ta’ala menyebut “satu kesulitan di antara dua kemudahan”.  Menurut penjelasan ulama, alasannya adalah karena kesulitan (al-usr) yang tersurat di dalam dua ayat tersebut memiliki bentuk definitif atau tunggal.  Jadi, walaupun disebut dua kali, cuma satu kesulitannya.  Sementara itu, kemudahan (yusr) diekspresikan dengan indefinite article yang mengindikasikan bentuk jamak.

Terkait hal ini, Buya HAMKA pernah berkisah pula tentang syair lagu yang sering didengarnya dari Buya AR Sutan Mansyur iparnya.

Apabila bala bencana telah bersangatan menimpamu.  Fikirkan segera Surat Alam Nasyrah.  ‘Usrun terjepit di antara dua Yusran. Kalau itu telah engkau fikirkan, niscaya engkau akan gembira.”

Syair itu sangat membekas dalam ingatan dan hatinya.  Mungkin, dengan sebab itulah ilham Allah SWT datang saat Buya HAMKA dihimpit kesulitan dalam penjara.  Wallahu’a’lam.