Taubat Jalan Utama Penghapus Dosa

Tak ada manusia yang tak berdosa. Tak ada insan yang suci dari maksiat. Saban manusia, tentu pernah terjerumus dalam dosa. Namun, berbahagialah mereka yang sadar akan dosa, lantas taubat dan kembali pada Ilahi.

وَيٰقَوْمِ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوْبُوْٓا اِلَيْهِ

Mohon ampunlah pada Tuhan kalian dan bertobatlah kepada-Nya (Q.S al Hud, ayat 52)

Syahdan, seorang pemuda tersesat datang menemui ulama besar. Ia seorang yang brutal. Pelbagai kejahatan telah diperbuat. Minuman keras, kesehariannya. Zina perbuatan ia dawami. Lebih dari itu, si pemuda ini adalah pembunuh kelas kakap. Puluhan nyawa telah ia rengut.

Kehidupan adalah anugerah terindah dari Tuhan. Nyawa barang berharga. Tapi tidak ditangan si pemuda tersesat itu. Pembunuhan besar-besaran terhadap orang tak berdosa. Ia mengambil nyawa dari manusia tak berdosa. Keji dan bengis. Tangannya berlumur darah.

“Aku ingin bertaubat” ujar pemuda ini pada seorang pemuka agama suatu waktu. “Alhamdulilah,” jawab sang ulama sembari mengangkat tangan. “Apakah Allah maha pengampun?,” tanya si pemuda penasaran. “Tentu, Allah maha pengampun pelbagai dosa manusia,” gigih si ulama.

Sembari menundukkan kepala si pemuda menjelaskan; “Dosa ku amatlah keji,” tunduk si pemuda. “Apa gerangan dosa yang engkau perbuat anak muda,” tanya si pakar agama. Sembari menangis si pemuda menjawab, “Aku telah membunuh manusia tanpa dosa sebanyak 99 orang,” terang si pemuda, sembari menatap si ahli agama.

Sontak saja, jawaban itu membuat wajah si ulama jadi merah. Tangannya menggempal. Kakinya gemetar. Hembusan napasnya tak karuan. Biji mata, merah. “Dasar biadab. Tak bermoral. Allah murka pada mu. Tak akan mengampuni dosa mu. Kau akan jadi kayu panggang api neraka. Jahanam adalah tempat mu di akhirat,” sumpah serapah si ulama.

Wajar saja, ulama ini geram. Pembunuh kelas kakap baru saja mengaku dosa dihapannya. Baginya, dosa pembunuhan itu tak terampuni. Kematian memang menyakitkan. Ia memisahkan antara anak dan ayah. Istri dengan suami. Kekasih dengan yang dicintai. Pembunuhan memang dosa biadab.

Tapi sang ulama lupa diri, dosa itu urusan Tuhan. Begitupun pengampunan. Itu hak prorogatif ilahi. Kadang memang manusia suka khilaf. Mengambil yang bukan haknya. Mengklaim yang bukan prioritasnya. Manusia adalah hamba. Budak. Tak lebih. Ia punya atasan. Atasan manusia adalah Tuhan. Ia pemilik manusia. Termasuk pemiliki ampunan itu sendiri.

Mendengar sumpah serapah itu, si pemuda tersesat naik pitam. Naluri kejamnya memuncah. Bak singa kelaparan yang disodorkan daging segar. Ia terkam itu si ulama. Ia cekik. Tubuh gempal si pemuda, berhadapan dengan tubuh ringkih si ahli agama. Tak ada perlawanan. Bak buaya vs cicak kecil. Mati tanpa perlawanan. Knock out (K.O) di menit awal.

Kini total nyawa yang mati di tangan si pemuda 100 orang. Sembari putus asa ia terus berjalan. Niat taubat seketika buyar. “Tak ada pengampunan bagi pendosa macam saya,” begitu bathinnya. Bila pengampunan tak layak ia dapatkan, dosa adalah jalan pintas.

Begitulah hari-hari depan si pemuda. Dihiasi dengan dosa dan maksiat. Tak ada hari tanpa kebejatan. Kehadirannya jadi malapetaka bagi masyarakat lain. Ia menjelma menjadi sampah masyarakat. Kejam. Bengis. Di mana pun ia berada, jadi benalu.

Hingga suatu waktu, ia mendengar bisik-bisik dari orang. Ada seorang sufi besar. Alim dan warak. Ilmunya maha luas. Bak lautan tak bertepi. Mendengar itu si pemuda langsung tertarik. Itu ibarat setitik cahaya, di tengah lorong hitam. Seketika si pemuda tersesat itu pergi menemui si ahli theosofi itu.

“Aku mendengar Anda orang alim,” ungkap si pemuda to the point. “Itu perkataan yang berlebihan. Saya hanya hamba yang ingin selalu dekat dengan Tuhan,” kata sufi itu. “Ceritakan kepada ku tentang Tuhan Mu,” tantang si pemuda.

“Ia adalah Tuhan ku dan Tuhan Mu, anak muda. Pemiliki alam raya. Ia yang maha penyiksa, sekaligus maha penyanyang. Siksaannya begitu dahsyat. Kasihnya pun lebih lembut dari sutra. Ia yang maha pengampun manusia,” jelas si sufi.

“Apakah ia akan mengampuni segala dosa manusia,” harap si pemuda. “Tentu. Ia maha pengasih dan penyanyang. Ia pengampun dosa, meskipun sebanyak bintang di angkasa. Bak buih di tengah lautan. Ia adalah tempat kembali setiap hamba,” lanjut sufi alim ini. “Apakah kiranya, dosa mu wahai pemuda,” tanya sufi penasaran.

“Dosa ku amatlah kejam. Aku seorang pembunuh. Tukang jagal manusia. 100 nyawa telah melayang di tangan ku. Tangan ku kotor. Kedua tangan ini dicuci dengan darah manusia,” ungkap si pemuda sembari menangis.

Langsung saja, si sufi melangkah lebih dekat dengan si pemuda. “Bertaubatlah anak ku. Allah adalah maha pengampun. Dosa mu akan diampuni (Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, hai orang –orang yang beriman, supaya kalian beruntung, Q.S An Nur ayat 31). Kasih Tuhan akan selalu terbuka untuk hamba-Nya,” tutur lirih sang sufi.

Senang nian si pemuda mendengar penjelasan itu. Ia yang ternoda kini berusaha untuk kembali suci. Darah yang ia tumpahkan, kini ia cuci dengan air mata. Isak tangis yang selalu hadir dalam lembaran zikir yang ia tuturkan pada ilahi.

Taubat Penggugur Dosa

Taubat merupakan pintu kembali manusia kepada Tuhan. Sejatinya, taubat  menurut Abdul Qadir Isa dalam kitab al Haqaiq at Tasawuf adalah kembali dari segala sesuatu yang tercela dalam pandangan syariat menuju sesuatu yang mulia. Taubat adalah kunci menggapai ridha Tuhan. Taubat kunci utama untuk berjalan dalam syariat Allah.

Pada sisi lain, definisi di atas, adalah taubat dalam tataran kaum awam. Sedangkan bagi para sufi, taubat tak sekadar menjauhkan diri dari maksiat. Lebih dari itu, taubat juga dimaknai sebagai menjauhkan hati dari menyibukkan diri selain pada Allah.

Dzun Nun al Mishri dalam termaktub dalam kitab ar Risalah Qusyairiyah mengatakan taubat manusia awam adalah taubat dari dosa. Ini levela paling bawah. Tak sedikit orang yang bertaubat dari dosa kecil dan besar. Sementara para sufi, kata al Misrhi, bagi mereka  makna taubat sejati adalah  taubat dari kelalaian hati dari mengingat Allah.

Seyogianya seorang yang bertaubat memperbanyak membaca istigfar— astagfirullah al adzim—, di siang atau malam hari. Ini agar ia selalu ingat akan dosa dan tak mengulanginya kembali. Pasalnya, banyak manusia yang taubat pada malam hari, tapi esoknya kembali maksiat. Taubat yang benar tidaklah demikian.

Penting juga menjadi catatan, Imam Nawawi dalam kitab Riyadh as Shalihin mengatakan taubat dari dosa adalah wajib. Terlebih taubat antara manusia dengan Tuhannya. Misalnya, manusia ini lalai dalam melaksanakan shalat, maka itu urusan ia dengan Tuhan. Ini sebut dengan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan.

Nah, taubat vertikal antara manusia dengan Tuhan, maka ada tiga syaratnya. Maksud Imam Nawawi ada tiga syarat bagi seorang yang ingin diterima taubatnya. Pertama, ia harus harus menghentikan pelbagai maksiat yang ia kerjakan.

Kedua, manusia yang ingin taubat harus menyesali dengan sadar atas pelbagai kemaksiatan yang telah ia lakukan. Penyesalan yang datang dari hati. Terakhir, si pendosa tadi berjanji tak akan mengulangi pelbagai dosa dan maksiat yang ia lakukan. Inilah syarat utama taubat.

Demikian penjelasan terkait taubat penghapus utama dosa. Semoga bermanpaat.

BINCANG SYARIAH

Kasih Sayang Allah Kepada Hamba yang Bertaubat

Allah memberikan kasih sayangnya terhadap hambanya yang serius ingin memperbaiki diri. Allah SWT berfirman,

“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, Allah mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dialah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka, kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datangnya azab kemudian kalian tidak dapat lagi mendapatkan pertolongan.” (QS az-Zumar [39]:53-54).

Lihatlah bagaimana Allah SWT justru mengundang orang-orang yang berbuat dosa untuk datang kepada-Nya. Allah SWT membuka pintu maaf seluas-luasnya bagi orang yang ingin kembali. Hal ini berbeda 180 derajat jika kita berbuat kesalahan kepada manusia. Bertemu dengan orang tersebut saja kita merasa malu. Tapi, apa jadinya jika kita berbuat kesalahan, tapi justru disambut dengan hangat oleh orang tersebut?

Begitulah Allah SWT memperlakukan hamba-Nya.Tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Toh, setiap kita yang tampak alim sekali pun pasti tak luput dari setiap dosa-dosa yang terus mengintai. Datanglah kepada Allah dan pasti Allah akan menerima tobat kita. “Dan, barang siapa yang bertobat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan menerima tobatnya.” (QS al-Furqaan [25]: 71)

IHRAM