Mengenal Batu Surga Bernama Hajar Aswad

Meski belum ke Tanah Haram, Anda pasti pernah mendengar tentang Hajar Aswad. Apa itu Hajar Aswad?

Hajar Aswad punya arti batu hitam. Batu yang ada di salah satu sudut Ka`bah yakni di sebelah tenggara dan menjadi tempat mulai dan akhir untuk melakukan ibadah thawaf.

Dalam bingkai dan pada posisi 1,5 meter dari atas permukaan tanah. Bentuknya bulat telur dengan warna hitam kemerah-merahan. Ada titik-titik merah campur kuning sebanyak 30 buah di dalamnya. Dibingkai dengan perak dengan ketebalan kurang lebih 10 cm buatan oleh Abdullah bin Zubair.

Asalnya batu ini dari surga sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh sejumlah muhadits.

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga berwarna lebih putih dari susu lalu berubah warnanya jadi hitam akibat dosa-dosa bani Adam.” (HR. Timirzi, An-Nasa`I, Ahmad, Ibnu Khuzaemah dan Al-Baihaqi).

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, Allah akan membangkit hajar Aswad ini pada hari qiyamat dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat berbicara. Dia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang pernah mengusapnya dengan hak.” (HR. Tirmizy, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Asbahani).

Hajar Aswad, bagaimanapun juga  adalah batu biasa, meski kaum muslimin yang menciumnya atau menyentuhnya, hal tersebut hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Umar bin Al-Khattab berkata, “Demi Allah, aku benar-benar mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberi madharat maupun manfaat. Kalaulah aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu aku pun tidak akan melakukannya.”

Wallahua’lam.

 

[Paramuda/BersamaDakwah]

 

————————————

Anda ingin membaca lebih banyak soal HajarAswad? Silakan ketik Hajar Aswad di kolom Search/Pencarian!

Jangan Paksakan Mencium Hajar Aswad

Hajar Aswad adalah ‘batu hitam’ yang terletak di sudut sebelah Tenggara Kabah, yaitu sudut darimana Tawaf dimulai. Hajar Aswad merupakan jenis batu Ruby yang diturunkan Allah dari surga melalui malaikat Jibril.

Batu ini pertama kali diletakkan oleh Nabi Ibrahim AS. Batu ini pula yang menjadi fondasi pertama bangunan Kabah. Dahulu kala, batu ini memiliki sinar yang terang dan dapat menerangi seluruh jazirah arab.

Namun, semakin lama sinarnya semangkin meredup dan hingga akhirnya sekarang berwarna hitam. Batu ini memiliki aroma wangi yang unik dan ini merupakan aroma alami yang dimilikinya semenjak awal keberadaannya. Saat ini batu tersebut ditaruh di sisi luar Kabah.

Dalam Islam, kaum Muslim berusaha untuk menyentuh atau mengecup Hajar Aswad ketika sedang melaksanakan tawaf. Mereka melakukannya karena mengikuti apa yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Tak heran jika seluruh umat Islam penjuru dunia selalu merindukannya, bahkan saling berebut hanya karena ingin mengecupnya.

Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan ungkapan Saidina Umar bin al-Khattab r.a. Ia pernah mengecup Hajar Aswad. Kemudian dia berkata: Demi Allah! Aku tahu kamu hanyalah sekadar batu yang tidak dapat memudharatkan dan tidak dapat memberi manfaat siapa pun. Sekiranya aku tidak melihat sendiri Rasulullah SAW mengecupmu, pasti aku tidak akan mengecupmu.” (Sahih Bukhari juz 2 no 667).

Sejak saat itulah umat Muslim yang melakasanakan ibadah haji atau umrah  berebut mengecupnya. Menurut Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Syariful Alamsyah, mengecup Hajar Aswad bukan merupakan suatu kewajiban. Melainkan hanya sunah, sehingga umat Muslim boleh mengecupnya, juga boleh tidak. “Kalau bias silahkan  mengecupnya, tapi kalau tidak, juga tidak apa-apa,” jelasnya kepada Republika edisi, Jumat 18 Juni.

Untuk bisa mengecupnya menurut Syariful, tidak ada trik dan tips khusus. Para jamaah harus berusaha, berdoa dan selanjutnya berserah diri. “Tawakal saja kepada Allah SWT,” katanya.

Para jamaah selalu berdesakan untuk mencium batu hitam tersebut, bahkan mungkin ada yang rela melukai orang lain demi tercapai tujuannya. Menurut Syariful, hal tersebut tidak boleh dilakukan. Untuk dapat mengecup Hajar Aswad, tidaklah dibenarkan seorang jamaah menyakiti orang lain.

Jika mengecup Hajar Aswad tidak bisa, lanjutnya, jamaah boleh menyentuhnya saja. Setelah menyentuh batu, jamaah bisa mengecup tangannya. Tak hanya itu, mereka bisa juga dengan menggunakan tongkat, setelah itu tongkatnya bisa dikecup. “Jika jaraknya terlalu jauh, jangan paksakan untuk mengecupnya.”

Mengenai faedahnya, Syariful mengatakan, tidak bisa mengungkapkannya. Yang jelas, lanjut dia,  Umar Bin Khatab mengungkapkan bahwa setelah mengecup Hajar Aswad, timbul kebahagiaan dalam dirinya.

Menyesal tak Mencium Hajar Aswad

Jangan pernah menyia-nyiakan waktu dan kesempatan ketika di Tanah suci. Kita tidak tahu kapan kesempatan itu akan datang lagi.

Yasmin M, istri dari mahasiswa lulusan Madinah, mengaku menyesal tidak menggunakan waktu dengan baik saat menetap di Tanah Suci. Ketika ia dan suami tinggal di Madinah sering melaksanakan ibadah haji dan umrah namun ia menyepelekan kesempatan mencium Hajar Aswad.

Saat tahun terakhir di Madinah, belum masuk musim haji dan umrah. Yasmin dan suami melaksanakan umrah. Suasana Masjid Al-Haram tidak terlalu ramai. Hingga ia melihat Hajar Aswad kakinya tergerak untuk melakukan sunnah mencium Hajar Aswad.

Gak rame, Cuma ada satu barisan aja. ya kalau baris juga paling cuma lima menit. Aku masuk barusan paling belakang, tapi kok aku tiba-tiba malas dan dalem hati gerutu masih bisa lah besok-besok toh deket juga. Kasih kesempatan jama’ah yang lain aja deh” ujarnya.

Waktu berlalu, ia disibukkan dengan mengurus anak dan suami sekaligus belajar, suaminya juga disibukkan dengan kegiatan akademik di kampus Madinah. Hingga Yasmin belum lagi mendapat kesempatan lagi ke Makkah. Sampailah waktu kelulusan suaminya, mereka harus kembali ke Tanah Air.

Sebelum kembali, mereka menyempatkan diri untuk kembali ke Makkah dan waktu itu sedang musim haji. dengan sangat menyesal ketika di Makkah, Yasmin yang berniat ingin mencium hajar aswad merasa tidak mungkin karena sangat padat dan mayoritas jama’ah yang berada di Hajar Aswad adalah laki-laki, jadi ia mengurungkan niatnya.

“Aku nyesel banget..banget.. kenapa aku gak gunakan kesempatan waktu itu, akhirnya nyesel sampai sekarang. Berharap bisa kembali lagi kesana dan gak mau ulangi kesalahan menyepelekan itu. Kita jangan sampai menyepelekan sesuatu karena enggak tahu apa yang akan terjadi nanti, terlebih di Tanah Suci selagi ada kesempatan itu harus dilakukan dan diniatkan” tutupnya.

 

sumber: Ihram.co.id

Sejarah Hajar Aswad dan Pembangunan Ka’bah

Sebagian besar umat Islam, terlebih khusus jamaah haji, mengenal dengan baik batu hitam (Hajar Aswad) yang terletak di sudut Yamani, Ka’bah. Beberapa di antaranya, bahkan pernah mencium Hajar Aswad tersebut. Batu yang memiliki nilai sejarah dalam perkembangan Islam, sejak zaman Nabi Ibrahim AS hingga masa Rasulullah SAW.

Pada awalnya, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membangun Ka’bah (QS Al-Baqarah [2]: 125-128). Ka’bah adalah tempat ibadah pertama yang dibangun di dunia QS Ali Imran [3]: 96-97). Sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Qishash al-Anbiyaa’ (kisah para Nabi dan Rasul), Ibnu Katsir menjelaskan, saat pembangunan Ka’bah hampir selesai, dan masih terdapat satu ruang kosong untuk menutupi temboknya, Ibrahim berkata kepada anaknya, Ismail AS, untuk mencari batu, agar ruang kosong itu bisa segera tertutupi.

”Pergilah engkau mencari sebuah batu yang bagus untuk aku letakkan di salah satu sudut Ka’bah sebagai penanda bagi manusia.”

Ismail pergi dari satu bukit ke bukit lain untuk mencari batu yang paling baik. Ketika sedang mencari, malaikat Jibril datang pada Ismail AS dan memberinya sebuah batu hitam (Hajar Aswad) yang paling bagus. Dengan senang hati ia menerima batu itu dan segera membawa batu itu untuk diberikan pada ayahnya. Nabi Ibrahim AS pun gembira dan mencium batu itu beberapa kali.

Kemudian Ibrahim AS bertanya pada putranya, ”Dari mana kamu peroleh batu ini?” Ismail AS menjawab, ”Batu ini aku dapat dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu.” Ibrahim AS mencium batu itu lagi dan diikuti juga oleh Ismail AS. Begitulah, sampai saat ini banyak yang berharap bisa mencium batu yang dinamai Hajar Aswad itu.

Dalam buku Ibnu Katsir disebutkan, ketika Ibrahim memerintahkan Ismail untuk mencari batu tersebut, Ismail merasa sangat letih. ”Wahai ayah, aku merasa malas dan capek.” Ibrahim berkata, ”Biar aku saja yang mencari.” Lalu ia pergi dan bertemu dengan Jibril yang membawakan batu hitam dari India. Sebelumnya, batu itu putih bak permata.

Adam membawanya ketika ia turun dari surga. Batu tersebut berubah menjadi hitam karena dosa-dosa manusia. Lalu, Ismail datang dengan membawa sebuah batu, namun ia telah melihat batu di salah satu sisi Ka’bah.

Ismail berkata, ”Wahai ayahku, siapakah yang membawa batu ini.” Ibrahim menjawab, ”Yang membawa adalah yang lebih giat darimu.” Lalu keduanya melanjutkan pembangunan Ka’bah sambil berdoa, ”Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 127).

 

 

sumber: Republika Online

Hajar Aswad, Magnet Pusaran Tawaf di Baitullah

Memang aku tahu engkau hanyalah batu, ucap sahabat Umar ibn Khattab sekali waktu. Tidak dapat mendatangkan manfaat dan bahaya. Jika bukan karena aku melihat Nabi Muhammad menciummu, aku tentu tidak akan kulakukan hal yang serupa.

Inilah sepenggal gambaran ihwal kemuliaan sebuah batu yang terletak di sudut selatan sebelah kiri pintu Kakbah di Mekkah Al-Mukarramah. Hajar Aswad, bukan sembarang batu. Ia diyakini jutaan umat Muslim yang datang berhaji sebagai batu dari surga. Warnanya yang hitam kemerah-merahan, menjadi rebutan jemaah haji usai tawaf untuk mencium atau sekadar mengelusnya.

Hajar Aswad diletakkan di ketinggian 1,10 meter. Di masa lampau, jauh sebelum terjadi beberapa kali pemugaran Kakbah dan sekitarnya, Hajar Aswad merupakan satu batu dengan diamter lebih dari 30 centimeter. Namun karena sebab-sebab tertentu, termasuk pencongkelan paksa oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, Hajar Aswad kini hanya berupa kepingan-kepingan yang direkatkan dalam satu bingkai cekung seukuran kepala manusia.

Berdesak-desakan
Mencium Hajar Aswad bukan termasuk rukun haji. Ia hanyalah bagian dari sunah yang pernah dilakukan Nabi. Kala ribuan jemaah melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali putaran, beberapa puluh orang di antaranya  tampak memilih berhenti, berdesakan, dan secara bergiliran untuk mengecup batu ini.

Hajar Aswad tak pernah sepi dikerumuni jemaah haji. Bahkan sesekali terlihat aksi saling dorong. Untuk bisa turut mencium batu yang dalam sebuah hadis diceritakan sebelumnya berwarna putih bening ini, jemaah haji kerap terlihat melakukan beberapa cara dan strategi.

Sebagian dari mereka rela berbaris menunggu giliran. Secara perlahan barisan itu bertambah maju hingga tepat di mulut Hajar Aswad. Akibat antrean ini pula, tak jarang arus tawaf yang berdekatan dengan Kakbah tersendat dan menambah suasana saling berdesakan.

Di sisi lain, ada beberapa orang yang memanfaatkan momentum tersebut dengan menawarkan jasa mengantar seorang haji agar bisa dengan cepat sampai di muka Hajar Aswad. Para “calo” itu biasanya menerapkan ongkos paling tidak 40 hingga 100 riyal, setara dengan 350 ribu rupiah. Mereka biasanya bertransaksi untuk memuluskan jalan dengan sedikit menghambat arus tawaf. Tak jarang di sekali waktu, pelaku yang berasal dari ragam negara itu diamankan para petugas.

Aksi berdesakan dan sesekali terjadi saling dorong ini bukan lantas melulu bisa diterjemahkan darisudut negatif. Di sekelilingnya tak henti menggema lafaz-lafaz yang memuji keagungan Tuhan. Setiap bibir dari mereka melantunkan zikir tiada henti, menunjukkan keikhlasan, menambah nilai keimanan.

Hikmah
Mencium Hajar Aswad tidak pula hanya bisa ditafsirkan secara kasat mata. Mengecup batu yang dimuliakan Rasul ini adalah sekadar perlakuan simbolik. Di dalamnya dipercaya mengandung banyak ragam pesan. Hal ini bisa diukur dari sejarah panjang keberadaan Hajar Aswad dari masa ke masa.

Keberadaan Hajar Aswad di sisi Kakbah diyakini bermula pada masa Nabi Ibrahim. Sewaktu membangun rumah Tuhan itu, ia menyuruh putranya, Ismail untuk mengumpulkan batu-batu dariberbagai bukit dan gunung guna meninggikan bangunan Kakbah. Setelah keseluruhan proses hampir rampung, Ibrahim menganggap masih membutuhkan satu batu sebagai penanda. Kemudian Nabi Ismail menghadirkan Hajar Aswad. Nabi Ibrahim lantas mengecup batu itu, sebagaimana juga kemudian dilakukan Rasulullah Muhammad.

Kisah lain diceritakan pada masa pemugaran Kakbah pra-kerasulan Muhammad. Meletakkan Hajar Aswad kembali ke tempatnya adalah salah satu bentuk kehormatan dan kebangaan seseorang maupun kelompok. Atas keyakinan ini, tak jarang puluhan suku besar di sekitaran Kakbah saling berselisih dan berebut kepercayaan. Hingga hadir Muhammad muda, ia mengidekan agar batu itu diletakkan di atas serban, lalu perwakilan dari setiap suku dipersilakan memegang masing-masing ujung kemudian secara bersamaan menggotongnya. Inilah peristiwa kali pertama Nabi digelari “Al-Amin”, sosok yang paling patut dipercaya.

Kelanjutan kisah kemuliaan Hajar Aswad juga berlanjut hingga masa sahabat. Disebutkan bahwa Umar ibn Khattab adalah orang yang pertama kali mengecualikan Hajar Aswad dari batu-batu yang pernah dijadikan sebagai simbol kemusyrikan. Umar meyakinkan dirinya bahwa mencium Hajar Aswad adalah bagian dari kesunahan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad setiap usai bertawaf.

Ada hikmah besar dalam tradisi mencium Hajar Aswad. Ia dipercaya sebagai salah satu tempat di sekitar Kakbah yang mustajabah. Doa-doa akan mudah terkabul. Di sisi lain, mencium Hajar Aswadjuga diyakini sebagai simbol pelepasan dosa-dosa. Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hikmah, bahwa batu yang dulu warnanya mengalahkan putinya susu itu berubah menjadi hitam karena dosa-dosa manusia.

Hajar Aswad menjadi sumbu atas dimulai dan diakhirinya tawaf. Di sanalah kerelaan penghambaan kepada Allah SWT bermula dan menyempurna. Hajar Aswad adalah saksi atas jutaan orang yang tengah memuji ke-Esaan Tuhan, berpasrah, juga dengan sepenuh hati mengharapakan keridaanNya.

sumber: MetroTVNews

Makna Mencium Hajar Aswad, Membersihkan Hati Tanpa Menyakiti

Semua yang datang ke Masjidil Haram punya keinginan mencium hajar aswad. Sebuah ritual yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW dan diyakini sebagai salah satu tempat mustajab untuk berdoa. Namun, apa sebenarnya makna dari mencium hajar aswad?

Sejauh pantauan detikcom sejak 9 Agustus 2016, hajar aswad selalu menjadi tempat paling padat di sudut kakbah. Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap menit, tak pernah sepi dari jemaah. Sebelum dan selesai tawaf, mereka berdesak-desakan, bahkan tak jarang sampai dorong-dorongan demi mencium batu yang diyakini dari surga tersebut.

Ada yang menggunakan strategi khusus agar bisa mencium hajar aswad. Beberapa jemaah menyusuri sisi kakbah dari rukun Yamani, lalu sedikit demi sedikit meringsek masuk ke depan hajar aswad. Sebagian jemaah lainnya datang dari arah depan, berbaris, berdesakan, sampai ke mulut hajar aswad. Kondisi ini semakin tak beraturan karena ada jemaah juga yang sedang melakukan tawaf. Jemaah yang mengantre hajar aswad menghentikan arus jemaah yang tawaf.

Sebagai objek paling dicari saat di Masjidil Haram, tak heran banyak jemaah yang rela bersikut-sikutan, bahkan sampai menyakiti orang lain untuk mencapai tujuannya. Di beberapa kasus, ada juga yang memanfaatkan keinginan jemaah dengan menjadi ‘calo’ hajar aswad. Mereka menawarkan kekuatan untuk memberi jalan pada siapa pun yang berani membayar mahal untuk mencapai hajar aswad. Namun aksi para calo ini tentu saja terlarang kerap jadi incaran para petugas keamanan.

Untuk lebih memahami makna hajar aswad, detikcom mewawancarai Koordinator Konsultan Pembimbing Ibadah Daker Makkah Profesor Aswadi. Guru besar UIN Sunan Ampel itu bercerita, soal makna terdalam dari mencium hajar aswad.

Dijelaskan oleh Aswadi, hajar aswad dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga menjadi ibadah sunah. Namun ibadah tersebut bisa menjadi negatif bila dilakukan dengan cara-cara tidak benar, seperti menganiaya orang lain, apalagi sampai menyakiti orang lain. Aswadi menyarankan, tidak perlu memaksakan diri untuk mencium hajar aswad, toh sudah diberi ketentuan cukup dengan takbir dan terus berjalan.

“Dulu Makkah atau kakbah itu dikenal juga dengan nama bakkah. Artinya menangis atau curhat atas beban hidup yang berat. Sehingga setelah dari situ, menjadi tenang. Itu awal fungsinya,” kata Aswadi.

Foto: Rachmadin Ismail/detikcom

Rasulullah SAW melakukan itu di depan batu hajar aswad. Beliau mencium batu dan menangis karena di situlah tempat menumpahkan air mata. Namun Rasulullah juga menggariskan, bila tidak mampu mencium hajar aswad, tidak perlu melakukannya.

“Mencium itu sesungguhnya sinkronisasi antara kesucian jiwa dan kesucian kakbah. Walaupun tidak mencium kita bisa mencari hubungan spiritual itu dengan menumpahkan semua permasalahan dan dosa-dosa kita. Sinkronisasi spiritual kakbah dengan spirit kita,” paparnya.

Hajar aswad adalah simbol kekuatan yang didatangkan dari surga. Batu tersebut aslinya berwarna putih. Batu itu menggambarkan bahwa mahluk ciptaan Allah sesungguhnya berasal dari kesucian. Namun dalam perjalanannya, manusia tak luput dari dosa. Maka mencium hajar aswad itu sesungguhnya adalah mencium dan mengakui semua dosa kita untuk menjadi kembali bersih dan suci.

“Ini masalah kepatuhan. Memang tidak bisa dirasionalkan,” tambahnya.

Di samping hajar aswad ada multazam, atau pintu kakbah. Sesungguhnya, makna berdoa di dekat pintu tersebut juga untuk mencapai pintu kebebasan. Di saat manusia sudah sinkron dengan kakbah dan menyesali perbuatannya, maka akan terbuka pintu keluasan, selama permintaan itu dalam konteks kebaikan.

Kepada para jemaah haji, Aswadi kemudian berpesan agar jangan pernah berniat mencium hajar aswad agar bisa disanjung orang. Apalagi jadi kebanggaan tersendiri sehingga membuat makna terdalam dari ibadah tersebut tidak tercapai.

“Karena perintah Allah itu butuh ketulusan, bukan kebanggaan. Jangan melakukan kebaikan kalau tidak menghasilkan manfaat,” pesannya.
(mad/imk)

 

sumber: Detikcom

Pakar NASA ini Masuk Islam Pasca Sembunyikan Fakta Lailatul Qadar

Subanallah ternyata banyak yang disembunyikan oleh orang-orang barat tentang kehebatan Islam yang ditunjukan dalam bentuk kejadian alam di dunia ini.

Kepala Lembaga Mukjizat Ilmiah Al-Quran dan Sunnah di Mesir, Dr. Abdul Basith As-Sayyid menegaskan bahwa, Badan Nasional Antariksa Amerika (NASA) telah menyembunyikan kepada dunia bukti empiris ilmiah tentang (malam) Lailatul Qadar. Demikian dilansir BIP, Ahad (5/7/2015).

Ia menyayangkan kelompok jutawan Arab yang kurang perhatian dengan masalah ini sehingga dunia tidak mengetahuinya. Menurutnya, sesuai dengan hadits Nabi bahwa malam Lailatul Qadar adalah “baljah” (بَلْجَة); tingkat suhunya sedang), tidak ada bintang atau meteor jatuh ke (atmosfer) bumi, dan pagi harinya matahari keluar dengan tanpa radiasi cahaya.”

Sayyid menegaskan, terbukti secara ilmiah bahwa setiap hari (hari-hari biasa) ada 10 bintang dan 20 ribu meteor yang jatuh ke atmosfer bumi, kecuali Lailatul Qadr dimana tidak ada radiasi cahaya sekalipun.

Hal ini sudah pernah ditemukan Badan Antariksa NASA 10 tahun lalu. Namun mereka enggan mempublikasikannya dengan alasan agar non Muslim tidak tertarik masuk Islam.

Statemen ini mengutip ucapan seorang pakar di NASA bernama Carner, seperti yang dikutip oleh harian Al-Wafd Mesir.

Hal tersebut dikemukakan Abdul Basith Sayyid, Kepala Lembaga Mukjizat Ilmiah Al-Quran dan Sunnah di Mesir, serta Dr. Abdul Basith As-Sayyid juga mendukung hal tersebut dalam sebuah program di TV Mesir.

Sayyid juga menegaskan, pakar Carner akhirnya masuk Islam dan harus kehilangan jabatannya di NASA.

Ini bukan pertama kalinya, NASA mendapatkan kritikan dari pakar Islam. Pakar geologi Islam Zaglol Najjar pernah menegaskan, NASA pernah menghilangkan satu halaman di situs resminya yang pernah dipublikasikan selama 21 hari. Halaman itu berisi hasil ilmiah tentang cahaya aneh yang tidak terbatas dari Ka’bah di Baitullah ke Baitul Makmur di langit.

Sayyid menegaskan, “jendela” yang berada di langit itu mirip yang disebutkan dalam Al-Quran.

وَلَوْ فَتْحنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِنْ السَّمَاء فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ لَقَالُوا إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارنَا بَلْ نَحْنُ قَوْم مَسْحُورُونَ

“Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya. tentulah mereka berkata: “Se sungguhnya panda ngan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang orang yang kena sihir”.” (Al-Hijr: 14)

Saat itu Carner menyaksikan dengan bukti jelas bahwa jagat raya saat itu gelap setelah “jendela” itu tersibak. Karenanya, setelah itu Carner mendeklarasikan keislamannya.

Setelah Carner masuk Islam, ia menafsirkan fenomena “mencium Hajar Aswad” atau mengisyaratkan kepadanya – seperti penjelasan Abdul Basith Sayyid – bahwa batu itu merekam semua orang mengisyaratkan kepadanya (dengan lambaian tangan) atau menciumnya. Carner juga mengungkapkan tentang sebagian potongan Hajar Aswad yang pernah dicuri. Setelah 12 tahun diteliti, seorang pakar museum Inggris menegaskan bahwa batu tersebut memang bukan dari planet tata surya Matahari.

Carner, pakar Inggris itu kemudian melihat sample Hajar Aswad sebesar biji (kacang) hims. Ia menemukan bahwa batu itu melancarkan gelombang pendek sebanyak 20 radiasi yang tidak terlihat ke segala arah. Setiap radiasi menembus 10 ribu kaki.

Carner menambahkan, batu itu mampu mencatat nama-nama orang yang berhaji dengan radiasi gelombangnya. Sebagaimana, tegas Sayyid Abdul Basith, Imam Syafi’i menyatakan bahwa Hajar Aswad mencatat nama setiap orang yang mengunjunginya baik dalam haji atau umroh sekali saja. (adibahasan/arrahmah.com)