Arti, Makna dan Hikmah Kemerdekaan RI Menurut Islam

Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada tanggal 17 Agustus 1945 memiliki arti, makna dan hikmah bila ditarik dalam kajian studi Islam.

Menurut Islam, kemerdekaan yang sesungguhnya adalah bebas untuk bertindak karena manusia adalah makhluk yang diberikan otonomi dan kepercayaan sebagai khalifah fil ardh, pemimpin di bumi. Namun, kemerdekaan itu dibatasi dengan hukum-hukum dalam syariat Islam.

Semua syariat Islam bisa ditemukan dalam Al Quran sebagai sumber utama hukum Islam. Ada pula hadits yang menjadi sumber hukum Islam kedua. Kemerdekaan itu jelas ada batasnya, karena sudah ada aturan yang menjadi petunjuk supaya manusia bisa hidup dengan baik di dunia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemerdekaan adalah suatu keadaan di mana seseorang atau negara bisa berdiri sendiri, bebas dan tidak terjajah lagi. Sedangkan merdeka artinya adalah bebas dari segala penjajahan atau penghambaan.

Dalam konteks kemerdekaan Republik Indonesia, kemerdekaan berarti manusia Indonesia bebas dari segala penjajahan bangsa asing, terutama kolonialisme Belanda yang selama 3,5 abad telah menduduki dan menjajah bangsa Nusantara dengan segala sumber daya alamnya yang melimpah.

Bangsa-bangsa asing yang menjajah Nusantara, di antaranya Portugis meski tidak terlalu berhasil, Belanda yang telak menguasai Indonesia seutuhnya, Jepang hanya beberapa tahun, dan Inggris juga tidak lama.

Dengan proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia menyatakan bebas dari imperalisme, kolonialisme dan penjajahan bangsa asing. Dengan demikian, manusia Indonesia saat ini bebas menentukan hidupnya secara mandiri tanpa dicampuri bangsa asing.

Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad Saw juga mengalami penjajahan dari bangsanya sendiri, yaitu kaum Kafir Quraisy. Beliau tidak bisa menyuarakan pikiran, ide-idenya, dan ajaran tentang Islam.

Umat Rasulullah Saw disiksa tanpa ampun. Bahkan, Nabi Muhammad beserta dengan para pengikutnya diusir dari bumi kelahiran, bumi pertiwinya sendiri. Inilah masa-masa di mana Nabi Muhammad sebagai pembawa Islam dijajah tanpa ampun.

Sampai suatu ketika, Rasulullah Saw memutuskan untuk hijrah, pindah dari Mekah menuju Madinah. Di sana, beliau dari rombongannya disambut warga Madinah dan memiliki kekuatan baru, lengkap dengan persenjataan dan keterampilan perang.

Mereka kemudian kembali ke Mekah sebagai bumi pertiwi. Setelah melakukan perjuangan yang sangat keras, Nabi Muhammad Saw akhirnya berhasil mengalahkan kaum kafir quraisy dan merdeka untuk selamanya. Merdeka untuk menjalankan ibadah dalam Islam, termasuk merdeka mengajarkan ajaran Islam.

Agama Islam akhirnya menyebar ke seluruh pelosok dunia di mana Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas Muslim. 90 persen warga Indonesia adalah Muslim. Itu tidak lepas dari perjuangan Nabi Muhammad Saw dan para penyebarnya di wilayah Nusantara.

Kemerdekaan RI dalam Islam
Melihat fakta sejarah, Nabi Muhammad dan pengikutnya benar-benar merdeka tanpa ada tekanan dari suku lain setelah berjuang sekian lama. Umat Islam otonom, bebas, dan terlepas dari penjajahan suku lain.

Pertanyaannya kemudian, apakah Indonesia benar-benar merdeka dari segala pengaruh bangsa asing? Baik kebijakan-kebijakan pemerintahan?

Banyak sumber daya alam (SDA) Indonesia yang sangat kaya raya dikelola pihak asing. Hasilnya dibawa ke negara lain, sedangkan Indonesia mendapatkan sangat sedikit bagian. Itu atas nama investasi, padahal tidak! Itu bagian dari penjajahan jenis baru bernama proxy war.

Tambang emas, kilang minyak, gas alam, semen, dan segala sumber daya alam yang melimpah diserahkan asing. Penduduk Indonesia sendiri hanya bisa gigit jari. Meski Indonesia sudah merdeka secara fisik pada 17 Agustus 1945, tetapi tidak merdeka secara substansial, hakikat, dan sejati.

Indonesia masih dijajah dengan konsesi-konsesi politik, kapitalisme atas nama investasi, setting kurikulum pendidikan yang membodohkan seluruh pelajar Indonesia, dan lainnya. Mirisnya, hampir tidak bisa membedakan siapa yang menjajah, karena sebagian manusia Indonesia juga menjajah sesama manusia Indonesia lainnya.

Sebab, arti dan makna kemerdekaan RI seharusnya bebas dan lepas dari segala bentuk penjajahan, baik itu penjajahan langsung maupun proxy war.

Namun, ada hikmah di balik kemerdekaan RI pada 17 Agustus. Bangsa Indonesia memiliki kesempatan baru untuk melakukan pembangunan dan bebas dari pendudukan bangsa asing. Tugas generasi penerus bangsa adalah melakukan pembangunan, membenahi sistem, dan mewujudkan kesejahteraan bersama.

Dalam konsep Islam, kemerdekaan adalah hak setiap manusia, tetapi ada batasnya, yakni syariat Islam itu sendiri. Dalam Al Quran Surat An Naazi ayat 37: “Orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, sesungguhnya neraka adalah tempat tinggalnya.”

Menurut pandangan Islam pula, kemerdekaan beragama juga dijamin. Jadi, Anda bebas memilih agama tanpa ada paksaan. Sebab, mana yang benar dan salah sudah sangat jelas. Tinggal manusia sendiri yang bisa memilih.

“Tidak ada paksaan untuk masuk agama (Islam). Sesungguhnya, jelas jalan yang benar daripada yang sesat…” begitu dalam Al Quran Al Baqarah 256. Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad juga tidak memaksa orang lain untuk masuk Islam.

Nabi hanya mengajarkan, tidak ada paksaan. Sebab, manusia memang merdeka. Indahnya Islam membuat banyak orang tertarik dan masuk agama Islam. Berhubung banyak yang menentang, bahkan sampai menyiksa umat Muslim, akhirnya jihad dan perang adalah jalan untuk menegakkan Islam. (*)

Kemerdekaan yang Hakiki

Hari ini, bangsa Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaannya yang ke 70. Kesemarakan menyambut hari bersejarah itu sudah nampak dari jauh-jauh hari. Spanduk, lampu hias, bendera, sampai baliho-baliho besar bertuliskan ucapan “Dirgahayu Kemerdekaan” menghiasi jalan-jalan raya. Iklan-iklan ucapan selamat hari kemerdekaan dan acara spesial kemerdekaan dimedia massa pun bertebaran menambah gegap gempita menyambut hari bersejarah itu.

Namun dibalik kesemarakan itu masih terselip pertanyaan dibenak kita; benarkah kita sudah merdeka? Pasalnya kita banyak melihat disana-sini fenomena yang menunjukkan hal sebaliknya. Dalam aspek ekonomi, sosial, politik, hukum, maupun budaya kita banyak mendapatkan kenyataan bahwa masyarakat kita masih jauh dari kemerdekaan. Begitu juga dengan perilaku individunya, banyak yang masih membebek kepada kehidupan yang tidak sesuai dengan akhlak Islam. Padahal Indonesia adalah negri Muslim terbesar di dunia. Dan The Pounding Father kita mengakui dengan jujur dalam mukaddimah undang-undang dasar 1945, bahwa kemerdekaan ini diraih atas berkat rahmat Allah swt. Artinya dalam mengisi kemerdekaan ini hendaknya kita tidak boleh melupakan Tuhan yang telah memberi kita nikmat kemerdekaan ini.

Kemerdekaan yang Menyeluruh

Suatu Negara bisa dikatakan merdeka secara hakiki apabila kemerdekaan tersebut terjadi secara menyeluruh dalam semua pilar-pilarnya. Kemerdekaan tersebut bukan hanya dalam konteks Negara semata tetapi juga individu dan masyarakat yang menjadi pengisi sebuah Negara. Dalam konteks individu kemerdekaan berarti terbebasnya seseorang dari tekanan hawa nafsunya dalam melakukan segala aktifitasnya. Menurut DR. Ing. Fahmi Amhar (Arti Kemerdekaan Hakiki dalam Perspektif Islam,  2001), individu yang merdeka ialah seorang yang ketika ia bersikap dan berperilaku akan selalu di dasarkan kepada pertimbangan rasional. Dan bagi orang yang beriman pertimbangan rasionalnya adalah ketika ia menyandarkan segala perbuatannya kepada aturan Allah swt.  Imam Ali ra.  mengibaratkan hal tersebut dalam satu ungkapan; ”Seorang budak beramal karena takut hukuman, pedagang beramal karena menginginkan keuntungan, dan orang merdeka beramal karena mengharap keridhaan dari Allah swt.”

Maka jika ada seorang manusia dalam kehidupannya senantiasa dikendalikan hawa nafsu maka berarti dia belum menjadi orang merdeka yang sebenarnya. Meskipun ia bukan seorang budak dan hidup di sebuah masyarakat dan Negara merdeka. Karena ia terbelenggu oleh hawa nafsunya yang senantia memaksanya untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan akal sehatnya. Kehidupannya selalu terjajah oleh hawa nafsunya sendiri sehingga mengakibatkan terjerumusnya ia kejurang kebinasaan baik di dunia maupun di akhirat. Allah swt. berfirman:

79:37
79:38
79:39

Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Naazi’aat:37-39).

Dalam Tafsir Fathul Qadir Imam As-Syaukani mengatakan; orang yang melampaui batas adalah yang melampaui batas dalam kekufuran dan maksiat kepada Allah. Lebih mendahulukan dunia ketimbang akhirat. Sedangkan Imam Al-Baidhawi menyatakan, maksud ayat di atas adalah; adapun orang yang melampaui batas hingga dia kufur serta memilih kehidupan dunia dan tidak mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dan membersihkan diri dari hawa nafsu maka tempat kembalinya adalah neraka.

Sedangkan dalam konteks masyarakat, kemerdekaan adalah ketika mereka tidak lagi menjadi pengekor pola pikir, budaya dan bahkan agama para penjajah. Masyarkat yang merdeka memiliki pola pikir, budaya dan agama yang khas yang membedakan mereka dari masyarakat lain (Fahmi Amhar, 2001). Kita bisa menjadikan masyarakat Madinah sebagai contoh masyarakat yang merdeka secara hakiki. Setelah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, beliau mulai menata masyarakat di sana dengan kehidupan yang Islami yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Semula persatuan masyarakat dibangun di atas landasan kesukuan yang sangat rapuh dan sering memunculkan pertikaian di sana-sini, maka kemudian dirubah menjadi berlandaskan agama yang kokoh dan memunculkan ketentraman dan kedamaian. Budaya yang semula mengikuti budaya jahiliyah warisan nenek moyang yang dipenuhi takhayyul dan khurafat diganti menjadi budaya yang Islami yang rasional dan bernilai luhur.

Adakah masyarakat kita saat ini memiliki pola pikir dan budaya yang terlepas dari pola pikir dan budaya para penjajah? Jawabannya bisa kita dapatkan di sekeliling kita. Mulai dari cara berbusana, makan, bergaul, bertetangga dan lainnya masyarakat kita sangat jauh dari ciri khas masyarakat Islam. Walaupun busana yang dipakai oleh masyarkat kita hasil rancangan para desainer  dalam negri, kain yang digunakannya adalah batik buatan dalam negri tetapi modenya jelas mengikuti tren mode dunia yang dikendalikan Negara-negara penjajah. Pergaulan yang membudaya di tengah masyarakat kita tidak bebas dari tren pergaulan dunia. Mulai dari anak remajanya sampai kepada orang dewasa. Semua merasa malu jika tidak mengikuti gaya hidup kaum penjajah yang dikemas dengan rapi dan menarik. Mereka tidak sadar bahwa mereka sedang berada di bawah kendali para penjajah. Akhlak mereka tengah dihancurkan secara sistematis.

Ternyata kita baru terlepas dari belenggu penjajahan secara fisik saja. Sementara pola kehidupan masyarakat kita tidak berbeda dengan kondisi saat dijajah. Maka tidak heran walapun negri ini sudah 63 tahun lepas dari cengkeraman penjajah tetapi tidak pernah mengalami kebangkitan yang ada malah kebangkrutan. Mengapa ini terjadi? Karena racun yang ditinggalkan oleh para penjajah terus kita minum setiap hari. Bahkan kita telah ketagihan meminum racun tersebut. Sehingga kalau habis maka kita pun merengek-rengek minta diracun lagi. Racun itu bernama pemikiran dan budaya para penjajah. Kebebasan berekspresi, pornografi dan pornoaksi, pergaulan bebas, sikap individualistik, hedonisme, dugem, dan sejenisnya adalah sederet pemikiran penjajah yang masih membudaya dan bahkan seperti telah menjadi ciri khas masyarakat kita. Padahal masyarakat kita adalah masyarakat religius, memiliki budaya yang luhur yang berlandaskan kepada agamanya yaitu Islam. Tetapi semua itu digerus oleh badai budaya asing penjajah sehingga kita tidak lagi memiliki identitas yang unik sebagai sebuah masyarakat yang berlandaskan agama.

Sedangkan Negara yang merdeka adalah yang terbebas dari penjajahan baik secara fisik, politik, ekonomi juga budaya. Negara tersebut bebas menerapkan aturannya dalam melindungi rakyatnya. Tidak lagi ada tekanan dari Negara yang pernah menjajahnya atau lainnya. Dan bagi umat Islam tentu saja Negara tersebut haruslah sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah saw.  yaitu sebuah Negara yang menerapkan aturan Allah dalam berbagai kebijakannya. Karena umat Islam yakin hanya dengan menjalankan aturan Allah saja-lah mereka akan menjadi umat yang maju yang tidak akan bisa dijajah oleh Negara mana pun. Hal tersebut telah dibuktikan oleh kaum Muslimin dimasa lalu.   Inilah kemajuan dan kebangkitan umat yang dijanjikan Allah di dalamAl-Qur’an:

24:55

…dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur:55)

Ibnu Katsir mengatakan; ayat ini adalah janji dari Allah kepada Rasulullah saw. bahwa Dia akan menjadikan umatnya sebagai penguasa di muka bumi. Yakni umat Islam akan menjadi pemimpin atas bangsa-bangsa lain. Saat itulah seluruh negri  akan mendapatkan kesejahteraan dan semua manusia tunduk kepada mereka. Tidak ada lagi ketakutan seperti yang selama ini menerpa kaum Muslimin.

Namun semua itu akan terjadi jika kaum Muslimin benar-benar memegang teguh keimanannya dan mengamalkan agamanya secara konsekuen dalam seluruh kehidupannya. Wallahu a’lam bishshawab.

Oleh: Adam Cholil (Pengajar di HSG Khoiru Ummah Gresik)

 

 

sumber: Era Muslim