Cara Hubungan Intim yang Baik Menurut Islam

ADAB dan cara berhubungan intim (Jima) yang baik menurut Islam dapat dibagi dalam tiga keadaan yaitu :

A. Adab sebelum Jima

1. Menikah
Menikah adalah syarat mutlak untuk dapat melakukan hubungan intim secara Islam, Menikah juga harus sesuai syarat dan rukunnya agar sah menurut islam. Syarat dan Rukun pernikahan adalah : Adanya calon suami dan istri, wali, dua orang saksi, mahar serta terlaksananya Ijab dan Kabul.

Mahar harus sudah diberikan kepada isteri terlebih dahulu sebelum suami menggauli isterinya sesuai dengan sabda Rasullullah SAW:
“.Ibnu Abbas berkata: Ketika Ali menikah dengan Fathimah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Berikanlah sesuatu kepadanya.” Ali menjawab: Aku tidak mempunyai apa-apa. Beliau bersabda: “Mana baju besi buatan Huthomiyyah milikmu?”. Riwayat Abu Dawud dan Nasai. Hadits shahih menurut Hakim.

Ini artinya Ali harus memberikan mahar dulu sebelum “mendatangi” Fathimah
Dalam Islam, setiap Jima yang dilakukan secara sah antara suami dengan isteri akan mendapat pahala sesuai dengan Sabda Rasullullah sallahu alaihi wassalam:

“Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.”

Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

2. Memilih Hari dan Waktu yang baik / sunnah untuk jima
Semua hari baik untuk jima tapi hari yang terbaik untuk jima dan ada keterangannya dalam hadist adalah hari Jumat sedangkan hari lain yang ada manfaatnya dari hasil penelitian untuk jima adalah hari Kamis.

Sedangkan waktu yang disarankan oleh Allah SWT untuk jima adalah setelah sholat Isya sampai sebelum sholat subuh dan tengah hari sesuai firman Allah dam surat An Nuur ayat 58.”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu . Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 24:58).

MELIHAT kondisi di atas maka hari dan waktu terbaik untuk jima adalah: Hari Kamis Malam setelah Isya dan Hari Jumat sebelum salat subuh dan tengah hari sebelum salat Jumat.

Hal ini didasarkan pada Hadist berikut: “Barang siapa yang menggauli isterinya pada hari Jumat dan mandi janabah serta bergegas pergi menuju masjid dengan berjalan kaki, tidak berkendaraan, dan setelah dekat dengan Imam ia mendengarkan khutbah serta tidak menyia-nyiakannya, maka baginya pahala untuk setiap langkah kakinya seperti pahala amal selama setahun,yaitu pahala puasa dan sholat malam didalamnya (HR Abu Dawud, An nasai, Ibnu Majah dan sanad hadist ini dinyatakan sahih)

3. Disunahkan mandi sebelum jima
Mandi sebelum jima dan bersikat gigi bertujuan agar memberikan kesegaran dan kenikmatan saat jima. Mandi akan menambah nikmat jima karena badan akan terasa segar dan bersih sehingga mengurangi gangguan saat jima. Jangan lupa jika setelah selesai jima dan masih ingin mengulangi lagi sebaiknya kemaluan dicuci kemudian berwudhu.

Abu Rofi radhiyallahu anhu, ia berkata,”Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab, “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.” (HR. Abu Daud no. 219 dan Ahmad 6/8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

 

 

B. Adab sat Jima

SATU hal yang harus diingat, boleh memberi rangsangan, mencium kemaluan (kebersihan terjaga). “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223)

“Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana”(HR. Bukhari dan Muslim).

4. Menggunakan selimut sebagai penutup saat berjima
Dari Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)

5. Jima boleh dari mana saja asal tidak lewat jalan belakang (sodomi)
Jima dengan isteri boleh dilakukan darimana arah mana saja dari depan, samping, belakang (asal tidak sodomi) atau posisi berdiri, telungkup, duduk, berbaring dll.

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223)

Dari Abi Hurairah Radhiallahuanhu. bahwa Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda, “Dilaknat orang yang menyetubuhi wanita di duburnya”. (HR Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai)

6. Boleh menggunakan kondom atau dikeluarkan di luar kemaluan isteri (Azl)
Dari Jabir berkata: “Kami melakukan azl di masa Rasulullah Shallallahualaihi wasallam dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya” (HR muslim).

 

 

C. Adab setelah jima

1. Tidak langsung meninggalkan suami/isteri setelah jima berdiam diri
setelah melakukan hubungan intim hendaknya tidak langsung meninggalkan pasangan, hendaknya tetap memberikan perhatian seperti mencium kening, memeluk atau tidur berbaring di samping pasangan sambil bercanda gurau sampai kondisinya kembali normal dan akan memulai aktifitas selanjutnya.

2. Mencuci kemaluan dan berwudhu jika ingin mengulang Jima
Dari Abu Said, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,”Jika salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulangi senggamanya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim no. 308)

3. Mandi besar / Mandi janabah setelah jima
“Dari Ubai bin Ka`ab bahwasanya ia berkata : “Wahai Rasul Allh, apabila ia seorang laki-laki menyetubuhi isterinya, tetapi tidak mengeluarkan mani, apakah yang diwajibkan olehnya? Beliau bersabda, “Hendaknya dia mencuci bagian-bagian yang berhubungan dengan kemaluan perempuan, berwudhu dan lalu shalat”. Abu `Abd Allh berkata, “mandi adalah lebih berhati-hati dan merupakan peraturan hukum yang terakhir. Namun mengetahui tidak wajibnya mandi kamu uraikan juga untuk menerangkan adanya perselisihan pendapat antara orang `alim.” (HR. Bukhriy dalam Kitab Shahihnya/Kitab Mandi, hadits ke-290.

 

INILAH MOZAIK

 

 

—————————————
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!