Hukum Menyetubuhi Istri Saat Haid

Hubungan intim antara suami istri merupakan rutinitas yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan berumah tangga. Namun hal ini tidak bisa dilakukan ketika istri sedang haid. Lalu bagaimanakah hukum menyetubuhi istri saat haid?

Allah berfirman dalam Q.S al-Baqarah ayat 222

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah haid itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.”

Hukum Menyetubuhi Istri Saat Haid

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa darah haid adalah kotoran yang menjijikan, yang memudharatkan bagi orang yang menggaulinya, karena itulah dilarang menyetubuhi istri ketika sedang haid, karena darah yang keluar ketika haid dapat menimbulkan mudharat.

Imam nawawi juga menjelaskan hal ini dalam kitabnya Raudhah at-Thalibin wa Umdatul-Muftin;

وَأَمَّا الِاسْتِمْتَاعُ بِالْحَائِضِ، فَضَرْبَانِ

أَحَدُهُمَا: الْجِمَاعُ فِي الْفَرْجِ، فَيَحْرُمُ وَيَبْقَى تَحْرِيمُهُ إِلَى أَنْ يَنْقَطِعَ الْحَيْضُ، وَتَغْتَسِلَ، أَوْ تَتَيَمَّمَ عِنْدَ عَجْزِهَا عَنِ الْغُسْلِ.

Bersetubuh pada farjinya perempuan ketika haid hukumnya haram, keharaman ini berlangsung sampai berhenti haid, dan mandi besar, atau tayammum ketika tidak menemukan air. 

Jadi jelas hukumnya menyetubuhi istri ketika sedang haid adalah haram, namun suami tetap bisa bersenang-senang dengan istri tanpa menjima’nya. Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhah at-Thalibin wa Umdatul-Muftin menjelaskan;

الضَّرْبُ الثَّانِي: الِاسْتِمْتَاعُ بِغَيْرِ الْجِمَاعِ. وَهُوَ نَوْعَانِ.

أَحَدُهُمَا: الِاسْتِمْتَاعُ بِمَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَالْأَصَحُّ الْمَنْصُوصُ: أَنَّهُ حَرَامٌ. وَالثَّانِي: لَا يَحْرُمُ. وَالثَّالِثُ: إِنْ أَمِنَ عَلَى نَفْسِهِ التَّعَدِّي إِلَى الْفَرْجِ لِوَرَعٍ، أَوْ لِقِلَّةِ شَهْوَةٍ، لَمْ يَحْرُمْ، وَإِلَّا حَرُمَ. وَحُكِيَ الثَّانِي قَوْلًا قَدِيمًا.

النَّوْعُ الثَّانِي: مَا فَوْقَ السُّرَّةِ وَتَحْتَ الرُّكْبَةِ، وَهُوَ جَائِزٌ، أَصَابَهُ دَمُ الْحَيْضِ، أَمْ لَمْ يُصِبْهُ

Bersenang-senang dengan istri tanpa jimak ada dua, Pertama bersenang-senang di antara pusar dan lutut, dalam hal ini ada tiga pendapat: a. Haram,  b. Tidak haram c. Apabila tidak hawatir menyakiti kemaluan istri karen sifat wira’inya atau karena sedikitnya syahwat maka boleh, jika tidak maka haram, baik si suami terkena darah haid ataupun tidak.

Demikianlah penjelasan tentang hukum menyetubuhi istri saat haid, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Bolehkah Berhubungan Badan di Kamar Mandi?

Salah satu romantisme yang bisa jadi ditinggalkan banyak suami-istri adalah mandi bersama. Hal ini dilakukan  oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan istri-istri beliau.

قَالَتْ عَائِشَةُ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَنَحْنُ جُنُبَانِ.

Aisyah berkata, “Aku dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi bersama dalam suatu wadah yang sama sedangkan kami berdua dalam keadaan junub.” (HR. Bukhari dan Muslim)

An-Nawawi menjelaskan bahwa mandi bareng suami-istri itu hukumnya boleh saja. Beliau berkata,

أما تطهير الرجل والمرأة من إناء واحد، فهو جائز بإجماع المسلمين

Adapun bersuci (mandi bersama) suami dan istri dalam satu wadah, hukumnya boleh berdasarkan ijma’ kaum muslimin.” (Syarh Shahih Muslim 2/4)

Bisa jadi saat mandi bareng bersama istri muncul keinginan untuk berhubungan badan dan bisa jadi nafsu saat itu tidak terkontrol sehingga terjadi hubungan badan di kamar mandi. Bagaimana hukum terkait hal ini?

Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa berhubungan intim di kamar mandi hendaknya dijauhi. Syekh Khalid Al-Muslih menukil pendapat Ibnu Muflih,

“ويجتنب الجماع في الحمام”،

Hendaknya menghindari berhubungan badan dengan  istri di kamar mandi.” (sumber: https://almosleh.com/ar/16624)

Dihindari karena kamar mandi adalah tempat berkumpulnya setan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذِهِ الْحُشُوشَ مُحْتَضَرَةٌ، فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ، فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

Sesungguhnya kamar mandi/toilet itu didatangi setan. Jika kalian masuk kamar mandi/toilet, maka bacalah,

Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khaba’its.

‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan.’” (HR. Abu Daud)

Ada juga ulama yang berpendapat bolehnya dengan ketentuan tertentu. Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan,

نعم يجوز أن يجامع الرجل زوجته بدون غطاء ، كما أنه يجوز أن يجامعها في دورة المياه ، ولكن سيترتب عليه مخالفة السنة في عدم ذكر الله قبل ذلك

Boleh berhubungan badan tanpa penutup sebagaimana boleh juga berhubungan badan di kamar mandi. Akan tetapi, berkonsekuensi akan menyelisihi sunah, yaitu tidak menyebut nama Allah sebelumnya (baca doa jimak, pent).” (Fatawa  Sual wa Jawab no. 21195)

Demikian juga fatwa dari Syabakah Islamiyah asuhan Syekh Abdullah Al-Faqih

فيجوز للزوج جماع زوجته في الحمام، وإن كان الأولى تجنب ذلك لمنافاته للآداب، ولكونه ليس محلا للإتيان بالدعاء المأثور قبل الجماع

Boleh berhubungan badan suami-istri di kamar mandi, meskipun yang lebih utama menghindarinya karena akan bertentangan dengan beberapa adabnya. Kamar mandi bukan tempat yang layak untuk membaca doa sebelum jimak.” (Fatwa no. 134807)

Dalam hal ini kami memilih pendapat ulama yang membolehkan apabila benar-benar terpaksa (tidak bisa mengontrol diri) semisal ketika mandi bersama lalu suami-istri saling bernafsu. Apabila mampu, hendaknya pindah dari kamar mandi semisal menuju kamar dan semisalnya.

Hendaknya membaca doa sebelum masuk kamar mandi dan doa jimak di luar kamar mandi sebentar.

Doa masuk kamar mandi,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الخُبُثِ وَالخَبَائِثِ

Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khaba’its.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Membaca basmalah sangat penting karena akan melindungi aurat manusia dari setan.

Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ: إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمُ الخَلاَءَ، أَنْ يَقُولَ: بِسْمِ اللَّهِ

“Penghalang antara pandangan mata jin dan aurat bani Adam ketika ia masuk toilet adalah dengan membaca ‘bismillah’.” (HR. At-Tirmidzi)

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76473-bolehkah-berhubungan-badan-di-kamar-mandi.html

Cara Hubungan Intim yang Memuaskan dan Berpahala

SEMUA hal yang mengikuti syariah Islam akan membawa kebaikan, termasuk ketika akan melakukan hubungan suami-istri dengan pasangan. Tidak hanya mendapatkan kepuasan biologis, tetapi juga pahala dari kegiatan tesebut.

Menurut ajaran Islam, sangat dianjurkan untuk pasangan suami-istri sebelum melakukan hubungan suami-istri adalah melakukan foreplay (pemanasan). Rasulullah SAW bersabda bahwa jangan terburu-buru melakukan hubungan suami-istri sebagaimana hewan, melainkan perlahan-lahan sampai kedua pasangan siap.

Pemanasan yang dimaksud adalah melakukan sentuhan-sentuhan di bagian sensitif, membicarakan sesuatu, dsb.

Hubungan suami-istri tanpa disertai pemanasan sama halnya dengan kekejaman. Ada tiga golongan orang yang kejam, salah satunya adalah orang yang bercinta dengan istri tanpa melakukan foreplay.

Untuk itu, mintalah pada suami untuk melakukan foreplay sebelum bercinta jika dia meminta langsung pada menu utama.

Tujuan utama melakukan foreplay sebelum berhubungan suami-istri adalah kenikmatan dan kepuasan kedua pasangan. Terlebih jika pasangan tersebut melakukannya saat malam pertama.

Seorang istri atau suami pasti akan merasa malu-malu. Untuk itu sangat dianjurkan untuk foreplay. Foreplay akan membantu kamu dan pasangan kamu merasa rileks dan menghilangkan tegang saat sebelum menyantap menu utama.

 

INILAH MOZAIK

Cara Hubungan Intim yang Baik Menurut Islam

ADAB dan cara berhubungan intim (Jima) yang baik menurut Islam dapat dibagi dalam tiga keadaan yaitu :

A. Adab sebelum Jima

1. Menikah
Menikah adalah syarat mutlak untuk dapat melakukan hubungan intim secara Islam, Menikah juga harus sesuai syarat dan rukunnya agar sah menurut islam. Syarat dan Rukun pernikahan adalah : Adanya calon suami dan istri, wali, dua orang saksi, mahar serta terlaksananya Ijab dan Kabul.

Mahar harus sudah diberikan kepada isteri terlebih dahulu sebelum suami menggauli isterinya sesuai dengan sabda Rasullullah SAW:
“.Ibnu Abbas berkata: Ketika Ali menikah dengan Fathimah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Berikanlah sesuatu kepadanya.” Ali menjawab: Aku tidak mempunyai apa-apa. Beliau bersabda: “Mana baju besi buatan Huthomiyyah milikmu?”. Riwayat Abu Dawud dan Nasai. Hadits shahih menurut Hakim.

Ini artinya Ali harus memberikan mahar dulu sebelum “mendatangi” Fathimah
Dalam Islam, setiap Jima yang dilakukan secara sah antara suami dengan isteri akan mendapat pahala sesuai dengan Sabda Rasullullah sallahu alaihi wassalam:

“Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.”

Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

2. Memilih Hari dan Waktu yang baik / sunnah untuk jima
Semua hari baik untuk jima tapi hari yang terbaik untuk jima dan ada keterangannya dalam hadist adalah hari Jumat sedangkan hari lain yang ada manfaatnya dari hasil penelitian untuk jima adalah hari Kamis.

Sedangkan waktu yang disarankan oleh Allah SWT untuk jima adalah setelah sholat Isya sampai sebelum sholat subuh dan tengah hari sesuai firman Allah dam surat An Nuur ayat 58.”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu . Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 24:58).

MELIHAT kondisi di atas maka hari dan waktu terbaik untuk jima adalah: Hari Kamis Malam setelah Isya dan Hari Jumat sebelum salat subuh dan tengah hari sebelum salat Jumat.

Hal ini didasarkan pada Hadist berikut: “Barang siapa yang menggauli isterinya pada hari Jumat dan mandi janabah serta bergegas pergi menuju masjid dengan berjalan kaki, tidak berkendaraan, dan setelah dekat dengan Imam ia mendengarkan khutbah serta tidak menyia-nyiakannya, maka baginya pahala untuk setiap langkah kakinya seperti pahala amal selama setahun,yaitu pahala puasa dan sholat malam didalamnya (HR Abu Dawud, An nasai, Ibnu Majah dan sanad hadist ini dinyatakan sahih)

3. Disunahkan mandi sebelum jima
Mandi sebelum jima dan bersikat gigi bertujuan agar memberikan kesegaran dan kenikmatan saat jima. Mandi akan menambah nikmat jima karena badan akan terasa segar dan bersih sehingga mengurangi gangguan saat jima. Jangan lupa jika setelah selesai jima dan masih ingin mengulangi lagi sebaiknya kemaluan dicuci kemudian berwudhu.

Abu Rofi radhiyallahu anhu, ia berkata,”Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab, “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.” (HR. Abu Daud no. 219 dan Ahmad 6/8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

 

 

B. Adab sat Jima

SATU hal yang harus diingat, boleh memberi rangsangan, mencium kemaluan (kebersihan terjaga). “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223)

“Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana”(HR. Bukhari dan Muslim).

4. Menggunakan selimut sebagai penutup saat berjima
Dari Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)

5. Jima boleh dari mana saja asal tidak lewat jalan belakang (sodomi)
Jima dengan isteri boleh dilakukan darimana arah mana saja dari depan, samping, belakang (asal tidak sodomi) atau posisi berdiri, telungkup, duduk, berbaring dll.

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223)

Dari Abi Hurairah Radhiallahuanhu. bahwa Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda, “Dilaknat orang yang menyetubuhi wanita di duburnya”. (HR Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai)

6. Boleh menggunakan kondom atau dikeluarkan di luar kemaluan isteri (Azl)
Dari Jabir berkata: “Kami melakukan azl di masa Rasulullah Shallallahualaihi wasallam dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya” (HR muslim).

 

 

C. Adab setelah jima

1. Tidak langsung meninggalkan suami/isteri setelah jima berdiam diri
setelah melakukan hubungan intim hendaknya tidak langsung meninggalkan pasangan, hendaknya tetap memberikan perhatian seperti mencium kening, memeluk atau tidur berbaring di samping pasangan sambil bercanda gurau sampai kondisinya kembali normal dan akan memulai aktifitas selanjutnya.

2. Mencuci kemaluan dan berwudhu jika ingin mengulang Jima
Dari Abu Said, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,”Jika salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulangi senggamanya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim no. 308)

3. Mandi besar / Mandi janabah setelah jima
“Dari Ubai bin Ka`ab bahwasanya ia berkata : “Wahai Rasul Allh, apabila ia seorang laki-laki menyetubuhi isterinya, tetapi tidak mengeluarkan mani, apakah yang diwajibkan olehnya? Beliau bersabda, “Hendaknya dia mencuci bagian-bagian yang berhubungan dengan kemaluan perempuan, berwudhu dan lalu shalat”. Abu `Abd Allh berkata, “mandi adalah lebih berhati-hati dan merupakan peraturan hukum yang terakhir. Namun mengetahui tidak wajibnya mandi kamu uraikan juga untuk menerangkan adanya perselisihan pendapat antara orang `alim.” (HR. Bukhriy dalam Kitab Shahihnya/Kitab Mandi, hadits ke-290.

 

INILAH MOZAIK

 

 

—————————————
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Tiga Waktu Terbaik Hubungan Intim

DALAM Islam, tidak ada larangan kapan pasangan suami istri berkehendak melakukan hubungan, selain tentu saja waktu-waktu kondisi yang dilarang, misalnya istri tengah haid dan atau siang hari di bulan Ramadan.

Namun ternyata, ada juga waktu dimana hubungan akan jadi sangat baik jika dilakukan. Pertama, saat seorang suami membutuhkan. Kebutuhan suami akan hubungan tidak sama dengan istri. Menurut hadis, jika ada lelaki melihat wanita yang membuatnya terpikat, hendaknya dia segera mendatangi istrinya. Karena apa yang ada pada istrinya juga ada pada wanita itu.

Ini menurut HR. Turmudzi 1158, Ibnu Hibban 5572, ad-Darimi dalam Sunannya 2261, dan yang lainnya.”Jika si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia sedang masak.” (H.r.Tirmidzi, dan dikatakan hadis Hasan).

Kedua, waktu sebelum Shubuh, di waktu Dzuhur, dan sesudah Isya. Mungkin karena itu, maka ada istilah serangan fajar. “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di waktu dzuhur dan sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga waktu aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu,” (QS. An-Nur: 58).

Tafsir dari hadits ini adalah sebagai berikut: “Dulu para sahabat radhiyallahu anhum, mereka terbiasa melakukan hubungan badan dengan istri mereka di tiga waktu tersebut. Kemudian mereka mandi dan berangkat shalat. Kemudian Allah perintahkan agar mereka mendidik para budak dan anak yang belum baligh, untuk tidak masuk ke kamar pribadi mereka di tiga waktu tersebut, tanpa izin. (Tafsir Ibn Katsir, 6/83).

Ketiga, di akhir malam, setelah Tahajud. “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidur di awal malam, kemudian bangun tahajud. Jika sudah memasuki waktu sahur, beliau shalat witir. Kemudian kembali ke tempat tidur. Jika beliau ada keinginan, beliau mendatangi istrinya. Apabila beliau mendengar adzan, beliau langsung bangun. Jika dalam kondisi junub, beliau mandi besar. Jika tidak junub, beliau hanya berwudhu kemudian keluar menuju shalat jamaah. (HR. an-Nasai 1680)

Mengakhirkan hubungan hingga akhir malam itu lebih baik. Karena di awal malam terkadang pikiran orang itu penuh. Dan melakukan jima di saat pikiran penuh, bisa jadi membahayakan dengan sepakat para ahli, karena bisa jadi dia tidak bisa mandi, sehingga dia tidur dalam kondisi junub, dan itu hukumnya makruh. (Mirqah al-Mashabih, 4/345). []

 

MOZAIK

Dari berbagai sumber

Kisah Orang Puasa yang Khilaf Hubungan Intim

Bersetubuh, yang dilakukan dengan sengaja, sudah dipastikan membatalkan ibadah puasa. Siapa yang puasanya dirusak dengan persetubuhan, maka ia harus mengganti puasanya (qadha) dan membayar kifarat.

Seperti diriwayatkan Abu Hurairah Ra dalam Al Bukhari (11/516), Muslim (1111) dan At Turmudzi (724), ada seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW lalu berkata:

‘’Celaka saya, ya Rasulullah!!’

‘’Apa yang membuatmu celaka?’’

‘’Saya terlanjur bersetubuh dengan istri saya.’’

‘’Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?’’

‘’Tidak.’’

‘’Apakah kamu mampu memberi makan 60 orang miskin?’’

‘’Tidak.’’

‘’Kalau begitu, duduklah!’’

Kemudian Nabi Muhammad SAW pergi dan kembali membawa sewadah kurma. Rasul kemudian memerintahkan lelaki tersebut.

‘’Sedekahkan kurma ini kepada fakir miskin!’’

‘’Apakah ada orang yang lebih miskin dari kami?’’

Kemudian Rasulullah SAW tertawa lebar sehingga gigi taringnya terlihat. Beliau kemudian bersabda,’’Kalau begitu, pergilah dan berikan kurma itu kepada keluargamu.’’ (Sumber: ‘Berpuasa seperti Rasulullah’ terbitan Gema Insani)

 

sumber:Republika Online

Anjuran Hubungan Intim pada Malam Jum’at

Di kalangan awam, terjadi pemahamann bahwa pada malam Jum’at itu disunnahkan. Bahkan inilah yang dipraktekkan. Memang ada hadits yang barangkali jadi dalil, namun ada pemahaman yang kurang tepat yang dipahami oleh mereka.

Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا

Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ada ulama yang menafsirkan maksud  hadits penyebutan mandi dengan ghosala bermakna mencuci kepala, sedangkan ightasala berarti mencuci anggota badan lainnya. Demikian disebutkan dalam Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3. Bahkan inilah makna yang lebih tepat.

Ada tafsiran lain mengenai makna mandi dalam hadits di atas. Sebagaimana kata Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad,

قال الإمام أحمد : (غَسَّل) أي : جامع أهله ، وكذا فسَّره وكيع

Imam Ahmad berkata, makna ghossala adalah menyetubuhi istri. Demikian ditafsirkan pula oleh Waki’.

Tafsiran di atas disebutkan pula dalam Fathul Bari 2: 366 dan Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3. Tentu hubungan intim tersebut mengharuskan untuk mandi junub.

Namun kalau kita lihat tekstual hadits di atas, yang dimaksud hubungan intim adalah pada pagi hari pada hari Jum’at, bukan pada malam harinya. Sebagaimana hal ini dipahami oleh para ulama dan mereka tidak memahaminya pada malam Jum’at.

وقال السيوطي في تنوير الحوالك: ويؤيده حديث: أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته. أخرجه البيهقي في شعب الإيمان من حديث أبي هريرة.

As Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik dan beliau menguatkan hadits tersebut berkata: Apakah kalian lemas menyetubuhi istri kalian pada setiap hari Jum’at (artinya bukan di malam hari, -pen)? Karena menyetubuhi saat itu mendapat dua pahala: (1) pahala mandi Jum’at, (2) pahala menyebabkan istri mandi (karena disetubuhi). Yaitu hadits yang dimaksud dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari hadits Abu Hurairah.

Dan sah-sah saja jika mandi Jum’at digabungkan dengan mandi junub. Imam Nawawi rahimahullahmenjelaskan, “Jika seseorang meniatkan mandi junub dan mandi Jum’at sekaligus, maka maksud tersebut dibolehkan.” (Al Majmu’, 1: 326)

Intinya, sebenarnya pemahaman kurang tepat yang tersebar di masyarakat awam. Yang tepat, yang dianjurkan adalah hubungan intim pada pagi hari ketika mau berangkat Jumatan, bukan di malam hari. Tentang anjurannya pun masih diperselisihkan oleh para ulama karena tafsiran yang berbeda dari mereka mengenai hadits yang kami bawakan di awal.

Wallahu a’lam.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

sumber: Rumaysho.com