Empat Hal Yang Menawan Hati

Ibnul Qayyim mengatakan:

وَمِمَّا يُسْتَحْسَنُ فِي الْمَرْأَةِ  … قَصْرُ أَرْبَعَةٍ يَدُهَا وَرِجْلُهَا وَلِسَانُهَا وَعَيْنُهَا فَلَا تَبْذُلُ مَا فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَلَا تَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهَا وَلَا تَسْتَطِيْلُ بِلِسَانِهَا وَلَا تَطْمَعُ بِعَيْنِهَا 

“Hal yang membuat isteri itu menawan adalah “pendek” dalam empat hal, tangan, kaki, lidah dan mata. Tangan yang “pendek” sehingga tidak menghambur hamburkan harta suami. Kaki yang “pendek” sehingga tidak keluar rumah kecuali ada keperluan. Lisan yang “pendek” sehingga tidak suka mencela. Mata yang “pendek” pandangannya sehingga tidak mudah ingin beli ini dan itu.” (Raudhatul Muhibbin hlm 340-341, Dar Alam al-Fawaid)

Diantara faktor utama pendukung hidup bahagia adalah pasangan hidup yang membahagiakan. 

Berikut ini adalah empat hal yang membuat seorang isteri itu menawan di hati suami sehingga suasana rumah makin kondusif untuk terwujudnya kebahagiaan :

Pertama:

Tangan yang ‘pendek’ sehingga tidak membelanjakan uang nafkah suami untuk hal-hal yang tidak urgen, tidak berinfak dalam nilai yang besar dari harta suami kecuali dengan izin suami dll. Hal ini karena cenderung ‘pelit’ bagi isteri adalah hal yang terpuji. 

Kedua:

Kaki yang ‘pendek’. Itulah isteri yang merasa nyaman betah di rumah dan tidak suka keluar-keluar kecuali jika ada keperluan. Oleh karena itu kondisi rumah lebih terurus dan terawat.

 Ketiga:

Lisan yang ‘pendek’ sehingga jarang mengeluh, menahan lisan dari mencela, komentar-komentar negatif dll terutama ketika sedang ‘kecewa’ dengan suami. Ternyata lisan itu bisa isbal (baca: panjang berlebihan) sebagaimana kain bisa isbal.

 Keempat:

Pandangan mata yang ‘pendek’ sehingga tidak mudah tergiur karena ada model pakaian baru, peralatan rumah baru, tupperware baru dll. Seorang lelaki yang semula sederhana itu sering kali berubah ketika ternyata isterinya adalah wanita yang mudah ingin memiliki ini dan itu, ingin beli ini dan itu

 Hidup akan nyaman jika kita hidup sesuai dengan level kita masing-masing tanpa memaksakan diri.

Semoga penulis dan semua pembaca tulisan ini Allah beri ‘hadiah’ istimewa berupa pasangan hidup yang menyejukkan hati dan mata, kumpul bareng penuh bahagia di dunia dan di surga-Nya. 

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

YUFIDIA

Seorang Istri Yang Tawadhu’

Tak jarang ditemui sosok istri yang shalihah, tekun thalabul ‘ilmi, gemar tilawah Al-Qur`an bahkan bercita-cita menjadi hafizhah (penghapal Al-Qur`an), ibadah wajib dan sunnah-nya sangat luar biasa. Sementara takdir mengantarkannya berjodoh dengan sosok suami yang kadar iman dan amal shalihnya biasa saja. Bagaimana sikap yang bijak bagi istri dalam menjembatani perbedaan tersebut agar kehidupan pernikahannya harmonis lagi bahagia?

Jadilah pribadi yang tawadhu’

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku supaya kalian bersikap tawadhu’ sehingga tidak ada seseorang yang membanggakan dirinya terhadap yang lain, dan tidak seseorang yang mendzhalimi yang lain.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Seorang istri hendaklah rendah hati dan tidak berbangga diri dengan keimanan dan amal shalihnya. Semua itu tentunya terwujud dengan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tak sepantasnya ia merendahkan suaminya, bisa jadi suami juga mempunyai kelebihan, seperti kebersihan hati dari hasad, kesabaran ekstra dalam mencari rezeki, hatinya mudah tersentuh penderitaan orang lain atau amal lain yang tersembunyi yang tidak diketahui istri.

Yakinlah, Anda bisa jadi mampu mewujudkan gambaran indah sebagai wanita shalihah karena doa dan keikhlasan suami dalam memberi Anda keleluasaan beragama sebagai tanggung jawab kepala rumah tangga. Maka bersyukurlah pada Allah dan berterima kasih pada pasangan. Sebagai wanita shalihah, Anda harus menghargai suami, hindari komentar negatif yang tidak perlu ketika saatnya Anda memberi masukan demi kemaslahatan bersama. Terimalah ia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang bisa dibenahi bersama dengan bijak dan hikmah. Akuilah kelebihannya dengan proporsional meski Anda kadang melakukan pengorbanan demi kebahagiaan bersama.

Agungkan hak suami

Penghormatan dan bakti istri akan lebih kokoh ketika ia memahami hak-hak suami yang harus ditunaikan. Dari Hushain bin Muhshan, ia menuturkan bahwa bibinya menuturkan kepadanya : “Aku datang menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam karena ada keperluan. Beliau bersabda: “Siapa ini? Apakah engkau bersuami?” Ia menjawab:”Ya benar.” Beliau shalallahu hi wa sallam bersabda: “Bagaimana engkau terhadapnya?” Aku menjawab:”Aku tidak mengecewakannya kecuali yang tidak mampu aku lakukan.” Beliau bersabda: “Lihatlah dimana kedudukanmu dari dia, ia adalah surgamu dan nerakamu.” (HR. Ahmad. no. 19025, 27392, Al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra no. 14483)

Saatnya Anda menunjukkan muamalah yang baik, segera raih kecintaannya dengan terus mendoakan agar suami meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam menjalankan agama. Jadilah istri yang selalu membuatnya ridha. Ketika Anda telah berupaya untuk membuatnya tertawan oleh pesona kebaikan anda, dia akan bersimpati bahkan sangat menghargai Anda. Insya Allah dengan kesabaran, kelembutan, dan sikap yang mencerminkan kemuliaan akhlak maka segala yang Anda anggap beda akan lebih mudah dijembatani dengan sikap lapang dada.

Tunjukkan bahwa Anda mampu membersamainya dalam segala suasana, lebih fokuslah dalam menjalankan kewajiban Anda sebagai istri shalihah. Didiklah anak-anak dengan baik sebagaimana perintah Allah dan Rasul-Nya sebagai aplikasi dari ketaatan pada suami. Muslimah yang bertakwa akan lebih dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan suami.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah orang beriman mendapat manfaat lebih baik setelah takwa kepada Allah daripada istri yang shalihah yang bilamana suaminya memandang ia menyenangkan, bilamana memberi perintah ia menaatiny, bilamana memberinya jatah ia berbuat baik kepadanya, bilamana tidak hadir bersamanya ia memelihara kehormatan dirinya dan harta bendanya.” (HR. Abu Dawud no.1417, Ibnu Majah no 1857)

Wallahu a’lam.
***
Referensi :
1. Aturan Islam Tentang Bergaul dengan Sesama (terjemah), DR. ‘Abdul ‘Aziz bin Fauzan bin Shalih al-Fauzan, Griya Ilmu, Jakarta, 2010.
3. Begini Seharusnya menjadi Guru (terjemah), Fuad bin ‘Abdul ‘Aziz asy- Syalhub, Darul Haq, Jakarta, 2014.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/12105-seorang-istri-yang-tawadhu.html

Wahai Istri, Ucapkan Kalimat Ini Sebelum Suamimu Bekerja di Pagi Hari

Setelah terjadi akad nikah, seorang laki-laki secara otomatis menjadi suami dan perempuan menjadi istrinya. Kehidupan suami istri dalam rumah tangga dimulai pada saat itu.

Suami sebagai kepala rumah tangga berkewajiban memberi nafkah kepada istri dan anaknya.

Salah satu usaha yang dilakukan untuk mencari nafkah adalah bekerja sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, baik di sebuah perusahaan atau pun berwiraswasta.

Waktu yang paling baik untuk mulai bekerja adalah di pagi hari. Karena pada saat itu matahari terbit untuk menyinari dunia, menyingkirkan hawa dingin, membunuh virus-virus penyakit, dan menyemangati kehidupan manusia.

Beraktivitas di pagi hari menimbulkan rasa optimisme yang tinggi bagi seseorang, agar dia bisa mengisi hari itu dengan rangkaian kegiatan yang menghasilkan dan bermanfaat bagi dirinya.

Orang yang berbahagia di antara kita adalah dia yang hari-harinya penuh dengan amal shalih, penghasilan yang halal dan mengulurkan bantuan kepada orang yang membutuhkan.

Sementara itu, orang yang celaka di antara kita adalah dia yang hari ini seperti hari kemarin yang penuh dengan kemalasan, tindakan-tindakan dosa, rezeki yang haram dan enggan memberi bantuan.

Seorang laki-laki yang sukses dalam kehidupannya dapat dipastikan di belakangnya terdapat istri yang sukses dalam kehidupannya. Yaitu perempuan yang memiliki keimanan dan dapat menerima keadaan suaminya, rezekinya, pekerjaannya, rumahnya dan anak-anaknya.

Seorang istri yang sukses pasti memiliki semangat dan keimanan bahwa rezeki dari AllahTa’ala akan sampai kepada keluarganya jika Allah Ta’ala menghendakinya meski manusia berusaha menghalanginya.

Sebaliknya, rezeki itu tidak akan mengalir kepadanya jika Allah Ta’ala mencegahnya, meskipun manusia berusaha untuk membawakannya.

Istri yang sukses akan selalu mengingatkan suaminya setiap pagi dengan hal-hal yang biasa diucapkan oleh wanita-wanita shalihah tempo dulu kepada suaminya.

Mereka selalu memegang baju suaminya sebelum pergi bekerja dan berkata,

“Wahai suamiku, takutlah kepada Allah Ta’ala dalam urusan kami, jangan memberi makan kami dengan rezeki yang haram, kami kuat menahan panasnya lapar dan dahaga, tetapi kami tidak kuasa menahan panasnya api neraka.”

Istri shalihah tidak akan membebani suaminya dengan segudang tuntutan, permintaan, kebutuhan dan perabotan rumah tangga yang dianggarkan untuk sebulan, setengah tahun atau pun setahun.

Istri shalihah tidak akan menuntut rezeki esok, karena rezeki esok belum datang.

 

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Kisah Istri Sholehah…(Berhak Untuk Dibaca…!!)

Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata :

Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.

Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa’) tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…

Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran tersebut.

Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.

Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur’an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.

Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah.

Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku…
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.
Putriku bercerita :

Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.

Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku, “Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??”

Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do’aku, “Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa ‘Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut’aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…

Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…

Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…”

Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.

Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., “Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di sini?”. Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…

Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, “Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!”. Maka aku berkata kepadanya, “Aku ini putrimu Asmaa'”. Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.

Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : “Subhaanallahu…”. Dokter yang lain dari Mesir berkata, “Maha suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…”. Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..??

Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa’ akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…

Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do’a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo’ kecuali do’a…barang siapa yang menjaga syari’at Allah maka Allah akan menjaganya.

Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…

Ini adalah kisahku sebagai ‘ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup…

Maka ketuklah pintu langit dengan do’a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil ‘Aaalamiin (SELESAI…)

          Janganlah pernah putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
          Cukup ketuklah pintunya dengan doamu yang tulus…
          Hiaslah do’amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
          Lalu yakinlah dengan pertolongan yang dekat dariNya…

(sumber : http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-416953.html , Diterjemahkan oleh Firanda Andirja)
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 19-11-1434 H / 25 September 2013 M
www.firanda.com