Kematian Pintu Pertama Menuju Akhirat, Kita Harus Persiapkannya

Jika bicara akhirat, tentu tidak lepas dari yang namanya kematian. Mengingat-ingat dahsyatnya kematian merupakan satu keharusan bagi diri para pecinta akhirat. Sederet nama sahabat nabi seperti sayyidina Ustman bin Affan hingga generasi ulama salaf semisal Sufyan Al Tsaury, mereka kerap kali mendatangi kuburan atau menziarahi orang yang tengah sakaratul maut.

Mereka lalukan semua itu dengan tujuan membangkitkan semangat diri dalam mempersiapkan kehidupan akhirat sebaik mungkin. Jika orang-orang mulia selevel sahabat Nabi dan para ulama salaf saja sudah terbiasa mengingat-ingat kematian, tentunya kita pun lebih memerlukan lagi, dengan demekian kita akan lebih banyak memperoleh manfaat darinya.

الموت هو إنقطاع تعلق الروح بالبدن ومفارقته والحيلولة بينهما ، وتبدل الحال، وانتقال من دار الفناء الى دار الخلد ، وهو حتم لازم لا مناص منه لكل حي من المخلوقة

Kematian adalah terputusnya ikatan ruh dengan badan, terpisahnya keduanya, bergantinya keadaan serta berpindahnya negeri penuh kerusakan menuju negeri kebaikan. Kematian merupakan ketetapan pasti yang tidak terhindarkan bagi setiap makhluk yang hidup.

Namun yang perlu kita khawatirkan adalah keadaan setelah mati. Apakah alam barzakh itu nantinya bakal menjadi tempat persinggahan yang nyaman bagi kita setelah sekian lamanya disibukkan dengan hiruk pikuk dunia, atau justru menjadi lahan pertama dalama menerima hukuman akhirat.

Tidak ada jalan terbaik bagi kita selain bersiap semaksimal mungkin demi meraih kebahagian setelah kematian itu tiba, dengan terus menjaga akidah dan keimanan kita masing-masing  serta berupaya istiqomah dalam melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya.

Nabi Sholallahu alaihi wasallam bersabda:

الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت ، والعاجز من اتبع نفسه هواها ، ويتمنى على الله الأماني

Sang jenius itu adalah orang yang berusaha memperbaiki dirinya dan melakukan perbuatan demi kehidupan setelah matinya, sedangkan orang yang lemah adalah yang selalu mengikuti bisikan nafsu namunbia berharap kebaikan dari allah (HR. Tirmidzi).

Semoga kita tergolong sebagai umat nabi shollallahu alaihi wasallam yang memperoleh apresiasi baik dari beliau sebagai hamba allah yang cerdas, cerdik lagi berhati penuh cahaya. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Bagaimana Mempersiapkan Diri Menuju Kematian?

Setiap mukmin memandang dirinya sedang dalam perjalanan yang tanpa henti. Dan Al-Qur’an mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدۡحٗا فَمُلَٰقِيهِ

“Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya.” (QS.Al-Insyiqaq:6)

Manusia berjalan dari suatu tempat ke tempat yang lain dan kematian hanyalah salah satu pos yang harus di lalui setiap manusia.

Setiap perjalanan memerlukan bekal, apalagi perjalanan menuju alam barzakh adalah sebuah perjalanan yang menegangkan, maka tentu manusia memerlukan bekal yang akan menemani dan membantunya dalam perjalanan. Bekal itu telah dipesankan oleh Allah Swt dalam firman-Nya :

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ

“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS.Al-Baqarah:197)

Manusia sering dilanda takut dan kegelisah dalam urusan kehidupannya. Dalam urusan bisnisnya, keluarganya, masa depannya, kesuksesannya dan banyak lagi lainnya.  Apabila hal-hal ini mendatangi pikiran kita, maka seharusnya kita lebih memikirkan masa depan yang pasti. Bahwa didepan ada pintu kematian, ada alam barzakh, ada hari mahsyar, apakah semua itu pernah kita pikirkan?

Satu-satunya kunci untuk mengingat kematian adalah kesadaran bahwa setiap kita lebih banyak mengingat kematian maka kita akan semakin bersemangat untuk menyiapkan bekal. Dan disaat kita alpa tentang kematian maka akan semakin sedikit persiapan kita dalam menyambutnya.

Dari sini kita memahami sabda Baginda Nabi Saw :

“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang menghancurkan seluruh kenikmatan (yaitu kematian).”

Karena itu orang yang selalu mengingat kematian akan meraih beberapa hal :

1. Akan cepat bertaubat ketika melakukan kesalahan.

2. Akan lebih qona’ah (merasa cukup) dalam menerima ketentuan Allah.

3. Akan bersungguh-sungguh dalam beramal dan beribadah.

Dan sebaliknya, siapa yang lupa dengan kematian akan membuat hatinya keras, menunda-nunda taubat dan akan terjerumus dalam kecintaan dunia.

Karena itu mari kita siapkan diri untuk menyambut kematian dan siapkan bekal sebanyak-banyaknya. Jangan sampai kita menyesal ketika waktu telah habis dan kesempatan telah sirna, seperti yang diceritakan oleh Allah dalam Firman-Nya :

حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ – لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ صَٰلِحٗا فِيمَا تَرَكۡتُۚ كَلَّآۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَاۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.” (QS.Al-Mu’minun:99-100)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Misteri Kematian

Kematian itu keniscayaan bagi semua makhluk yang hidup.

Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir setahun di Indonesia  (dan juga berbagai negara lainnya di dunia) membuktikan bahwa  kematian itu sesungguhnya hal yang sangat dekat dengan setiap manusia. Lalu, bagaimanaseharusnya, kita  bersiap-siap untuk menghadapi kematian?

Imam Al-Qurthubi  dalam  bukunya yang berjudul At-Tadzkirah fi Ahwalil Mautawa Umuril Akhirah, menyinggung bahwa kematian itu keniscayaan bagi semua makhluk yang hidup, termasuk manusia. Kematian tidak boleh ditakuti tetapi juga tidak perlu diminta dan dicari. Kematian termasuk musibah besar, tetapi ada musibah yang lebih besar dari kematian, yaitu melalaikan kematian itu sendiri. Yang paling penting terkait kematian adalah, mempersiakan diri dengan bekal sebaik-baiknya untuk menyambut dan menemuikematian.

Bekal terbaik untuk menemui kematian bukanlah harta yang banyak. Bukan pula jabatan yang tinggi. Tidak juga popularitas dan jaringan perkenalan yang luas. Tetapi, amal saleh dan ketakwaan. Suatu yang sederhana,  namun membutuhkan mujahadah yang optimal. Amal saleh adalah perbuatan yang bisa dikerjakan oleh siapa pun dan di mana pun, meskipun mungkin ia tidak kaya, tidak punya jabatan, dan juga tidak punya popularitas apa pun. Dengan catatan, ia beriman, amal yang dikerjakan itu baik, dikerjakan mengikuti petunjuk Rasul, dan dengan niat ikhlas semata-mata mencari ridha Allah SWT, bukan karena selain-Nya.Sekecil apa pun amalan itu.

Allah berfirman, 

فَمَنۡ كَانَ يَرۡجُوۡالِقَآءَ رَبِّهٖ فَلۡيَـعۡمَلۡ عَمَلًا صَالِحًـاوَّلَايُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖۤ اَحَدًا

“Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh  (kebajikan) dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”(Al-Kahfi:110)

Imam Asy-Syaukani dalam kitab tafsirnya, FathulQadir, lebih simple lagi menjelaskan pengertian amal saleh  pada ayat di atas, sebagai setiap kebaikan yang dinyatakan oleh syariat bahwa pelakunya berhak untuk mendapatkan balasan pahala.Yaitu berupa amal saleh apa saja.

Allah juga berfirman,

تِلْكَ ٱلْجَنَّةُٱلَّتِى نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَن كَانَ تَقِيًّا

“Itula surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.” (QS. Maryam: 63)

Terkait dengan bekal kematian, dalam hadits yang shahih Rasulullah juga pernah mengingatkan,

يَتْبَعُ المَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ : يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ

“Orang yang mati, akan diantarkan ke kuburannya oleh tiga hal. Yang dua pulang dan yang satu tetap menemaninya. Yaitu oleh keluarganya, harta bendanya, dan amal salehnya. Lalu keluarga dan hartanya pulang, sedangkan amal saleh  tetap menyertainya.” (HR. Al-Bukhari)

Adapun,  tentang pentingnya beramal dengan ikhlas sebagai bekal kematian, Allah berfirman,

ومَا أُمِرُوْا إِلاَّلِيَعْبُدُاللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ

“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (Al-Bayyinah: 5)

Sebagai orang beriman, semestinya kita  tidak boleh galau dan khawatir menghadapi kematian. Apakah itu kematian bagi dirinya sendiri atau bagi orang-orang yang dicintainya. Karena sejatinya, kematian adalah jalan indah bagi setiap pemilik cinta sejati untuk menikmati buah cintanya, bertemu dengan Dzat yang paling dicintainya, yaitu Allah SWT.

Imam Al-Qurthubi mengisahkan, bahwa ketika Malaikat Maut datang kepada Nabi Ibrahim yang memiliki  julukan Khalilur Rahman (Kekasih Allah) itu, untuk mencabut nyawanya, beliau  berkata, “Hai Malaikat Maut, pernahkah kamu melihat ada seorang kekasih mencabut nyawa kekasihnya?”

Atas pertanyaan itu, Malaikat Maut paham dengan apa yang dimaksudkan Nabi Ibrahim, yaitu agar jangan dulu mencabut  nyawanya. Maka Sang Malaikat pun langsung bergegas menemui Allah SWT untukmengadukan apa yang dikatakan Nabi Ibrahim kepadanya. Dan Allah pun berfirman kepadanya, “Katakan  kepada Adam, pernahkah kamu melihat ada seorang kekasih yang tidak ingin bertemu dengan kekasihnya?”

Mendengar firman itu,  Malaikat Maut pun segera kembali menemui Nabi Ibrahim, untuk menyampaikan apa yang dipesankan Allah kepadanya. Dan kali ini, setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Malaikat Maut kepadanya, Nabi Ibrahim sang kekasih Allah itu sontak langsung berkata, “Cabutlah nyawaku  sekarang juga.”

Beliau paham, benar-benar paham bahwa Allah adalah kekasih sejatinya, danapa yang ada di sisi-Nya adalah jauh lebih baik dan lebih nikmat bagi dirinya dari segalanya. Dan itulah buah dari cinta  sejati  bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Maka, ia harus segera bertemu dengan-Nya. Wallahu a’lam bishshawab.

Oleh Muslich Taman

KHAZANAH REPUBLIKA

Kematian, Mengapa Rahasia?

BAIK cepat atau pun lambat, kita pasti akan bertemu dengan kematian. Kedatangannya ini tidaklah disangka-sangka. Terkadang ketika kita sedang duduk santai, tanpa mengalami penyakit pun, kematian datang menjemput. Kematian itu sudah menjadi rahasia Allah SWT. Mengapa ya?

Kematian menjadi sebuah rahasia pasti tidak lain adalah untuk pelajaran bagi manusia. Coba bayangkan saja, jika kematian itu dapat kita ketahui tentu akan banyak orang yang mengalami gangguan jiwa. Mengapa? Karena ketika mereka tahu berapa lama lagi dia akan mati, ia akan disibukkan untuk mencari amal yang paling baik. Saking tegangnya ia menghadapi kematian itu, maka akal dan kondisinya tak mampu untuk menahan. Dan sakit jiwalah yang akan ia terima.

Itulah mengapa, Allah tidak memberitahu kepada kita, kapan kita akan kembali kepadanya. Kematian menjadi suatu misteri bagi kita. Kita harus terima itu dan kita harus bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi hal yang telah pasti tersebut.

Kematian itu menjadi tolak ukur kita selama masih hidup di dunia. Karena, setinggi apa pun cita-cita kita di dunia, pada akhirnya kita akan kembali ke dalam tanah. Inilah yang harus menjadi pandangan kita ke depan. Jadi, mempersiapkan diri adalah suatu hal yang wajib kita lakukan, sebelum datang penyesalan.

Jika kita mendengar atau melihat orang yang telah mati, maka jadikanlah itu sebagai pelajaran bagi kita. Kita bayangkan jikalau kita berada di posisi itu. Apakah kita sudah siap? Apakah kita sanggup di kubur di dalam tanah seorang diri? Kita akan merasakan kenikmatan di saat ajal menjemput, jikalau kita telah melakukan amal perbuatan yang sesuai dengan ketentuan Allah. Kita senantiasa takut kepada-Nya. Dengan begitu kita akan merasa rindu untuk berjumpa dengan-Nya.

Sumber: Disarikan dari tausiah Drs. Edward, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Muttaqien Purwakarta

ISLAM POS


Domba-domba Kematian

RASULULLAH shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Kelak, kematian akan didatangkan dalam bentuk domba yang berwarna putih campur hitam, lalu ada suara yang menyerukan, Wahai para penduduk surga! maka mereka pun melongok dan melihat. Selanjutnya ia berkata, Apakah kalian mengenal domba ini? Mereka menjawab, Ya. Ini adalah kematian.

Mereka semua melihatnya. Kemudian ia menyerukan, Wahai para penduduk neraka! Maka mereka pun melongok dan melihat. Selanjutnya ia berkata, Apakah kalian mengenal domba ini? Mereka menjawab, Ya. Ini adalah kematian. Semuanya melihatnya. Lalu domba tersebut disembelih. Kemudian ia berkata, Wahai penduduk surga, kalian kekal selamanya. Tidak ada matinya. Wahai penduduk neraka. Kalian kekal selamanya. Tidak ada matinya.”

Di dalam riwayat lain disebutkan, “Maka, penduduk surga semakin bertambah bahagia sedangkan penduduk neraka semakin bertambah sengsara.” Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam membaca:

“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.” (QS Maryam: 39).

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu anhu dengan redaksi Imam Ahmad. Diriwayatkan pula oleh asy-Syaikhani dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu. Redaksi keduanya mirip dengan redaksi imam Ahmad.

Saat itulah, manusia akan hidup abadi selama-lamanya, mereka tidak akan mengalami kematian karena kematian telah Allah binasakan. Bahagialah penduduk surga dengan kebahagiaan yang abadi, sengsara dan binasalah penduduk neraka dengan siksaan yang tiada akhir.

Oleh karena itu kaum muslimin, janganlah kita tukar kehidupan di dunia ini yang sementara dengan derita yang tak berujung di akhirat sana. Pergunakanlah dunia untuk menjemput kebahagiaan abadi di surga.

[Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah/kisahmuslim]

INILAH MOZAIK

Bukti Nyata Kematian Bukan Akhir Hidup Manusia

Pasien-pasien mengaku mengalami pengalaman berbeda saat mati sementara itu.

Kematian merupakan misteri yang sukar diterima logika manusia. Masih banyak yang bertanya apakah ada alam lain setelah mati ataukah mati menjadi akhir dari perjalanan manusia?

Untuk menjawab pertanyaan itu, tim dokter dari Universitas Southampton, Inggris, merilis hasil empat tahun penelitian terhadap 2.060 pasien gagal jantung. Mereka tersebar di 15 rumah sakit di Inggris, Amerika Serikat, hingga Austria. Dari 330 pasien selamat, ada 140 orang yang disurvei.

Dilansir dari Telegraph, dari riset tersebut, peneliti menemukan ada 40 persen pasien yang mengalami kesadaran setelah jantung mereka dinyatakan berhenti secara klinis sebelum berdetak kembali. Seorang pria bahkan mengingat, saat rohnya meninggalkan jasad, dia dapat menyaksikan jenazahnya dari pojok ruangan. Saat diwawancara, pekerja sosial berusia 57 tahun itu mampu mendeskripsikan bagaimana para perawat bekerja dan suara mesin dinyalakan.

Pimpinan peneliti, Dr Sam Parnia dari Universitas Southampton, menjelaskan, dalam kasus ini pasien tersebut bisa menyadari apa yang terjadi selama tiga menit kematiannya. Padahal, secara klinis, otak tidak bisa bekerja saat jantung berhenti.

Masih dari riset tersebut, pasien-pasien yang diwawancarai mengaku mengalami pengalaman berbeda saat mati sementara itu. Ada yang merasa ditenggelamkan ke dalam air dalam, ada juga yang merasakan kedamaian. Karena itu, dia mengatakan, penelitian ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.

Dr Musa bin Fathullah Harun dalam bukunya, Perjalanan Rabbani, menjelaskan, kematian merupakan pindahnya roh dari jasad, bukan berakhirnya kehidupan. Kematian pun hanya menjadi perpindahan dari alam dunia yang fana ke alam barzakh, yaitu alam pemisah antara dunia dan akhirat.

Maut menjadi pintu gerbang untuk melalui akhirat. Roh manusia yang wafat akan tinggal di alam barzakh hingga hari kebangkitan manusia dari kuburnya pada kiamat kelak.

Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Imam Tirmidzi. “Sesungguhnya kubur itu awal persinggahan dari persinggahan-persinggahan akhirat. Barang siapa yang selamat darinya, yang sesudahnya lebih mudah darinya. Barang siapa yang tidak selamat darinya, yang sesudahnya lebih sukar darinya. (HR Tirmizi, Ibnu Majah, dan Ahmad dari Utsman bin Affan RA).

Tidak hanya menunggu datangnya sangkakala sebagai pertanda kiamat tiba, roh pun bisa berkunjung. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam bukunya berjudul Roh mengungkapkan, selama di alam barzakh, roh orang-orang yang meninggal dunia bisa saling bertemu.

Ibnu Qoyyim mendasarkan dalilnya pada QS an-Nisa ayat 69. Allah SWT berfirman, “Dan siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, syuhada, dan orang-orang yang saleh. Mereka merupakan teman yang sebaik-baiknya.”

Ibnu Qoyyim menulis bahwa kebersamaan ini berlaku di dunia, alam barzakh, hingga hari pembalasan. Menurut Ibnu Qoyyim, ayat tersebut turun saat para sahabat Rasulullah SAW khawatir jika Nabi meninggal dunia dan berpisah dengan mereka. Jarir meriwayatkan dari Manshur, dari Abudh-Dhuha dan Masruq. “Para sahabat Nabi shalallahu’alaihi wa sallam berkata kepada beliau, ‘Tidak seharusnya kita berpisah dengan engkau di dunia ini. Jika engkau meninggal maka engkau akan ditinggikan di atas kami sehingga kami tidak bisa melihat engkau.'”

Di samping itu, Allah SWT juga berfirman di dalam QS al-Fajr: 27-30. “Hai, jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka, masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”

Sang syekh juga mengungkapkan, roh terdiri atas dua macam. Roh yang mendapatkan siksa dan roh yang mendapatkan kenikmatan. Roh yang mendapatkan siksaan akan disibukkan dengan siksaan yang menimpanya. Mereka pun tidak bisa saling berkunjung dan bertemu. Sementara itu, roh-roh yang mendapatkan kenikmatan mendapatkan kebebasan dan tidak terbelenggu.

KHAZANAH REPUBLIKA

Tangkal Virus Corona, Menyambut Kematian

KINI semua orang membicarakan virus Corona. “Barakah” masuknya Youtube ke kampung-kampung, orang kampung terpencil pun ikut terlibat hiruk pikuk diskusi virus ini. Masker sebagai pencegahan penularan virus laris manis di mana-mana. Harga mahal bukanlah masalah, yang penting ada barang ada pasti diburu.

Berita hebohnya virus corona ini mengalahkan hebohnya isu yang lain, termasuk perang, politik dan keterpurukan ekonomi. Menariknya, sesama orang yang takut terjangkit virus corona, masik sempat bertengkar dan menjadikannya sebagai isu perang urat leher yang tak pernah usaibdi negeri ini.

Sungguh banyak yang sangat panik dengan isu virus Corona, walau itu belum tentu tertimpa kepada dirinya. Bermacam persiapan penanggulangan dan mengobatan dilakukan. Diskusi, seminar dan bahkan perdebatan juga digelar. Beberapa narasumber berbicara dengan meggunakan masker. Saya tak meneliti masker merk/cap apa yang dipakainya.

Tak salah mempersiapkan diri menanggulangi atau mencegah tertularnya virus itu. Namun sudahkan kita mempersiapkan diri untuk kematian yang pasti datang kepada kita? Apa saja yang telah kita lakukan agar terhindar dari su’ul khatimah?

Sudahkan kita wudlu yang benar dan shalat yang benar sehingga bisa selamat dunia akhirat? Sudahkah kita mengkonsumsi makanan yang halal dzatnya dan halal mendapatkannya demi bebas dari beragam siksa dan derita? Sudahkah kita bahagiakan orang tua kita, guru kita, kerabat dan semua makhluk yang Allah ciptakan? Mari kita muhasabah, merenung. Salam, AIM. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Awas Kematian Mendadak!

Kita berada di akhir zaman, banyak terjadi kematian mendadak, memang itu merupakan salah satu tanda-tanda hari kiamat. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مِنِ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ أَنْ يُرَى الْهِلالُ قِبَلا ، فَيُقَالُ : لِلَيْلَتَيْنِ ، وَأَنْ تُتَّخَذَ الْمَسَاجِدَ طُرُقًا ، وَأَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجَاءَةِ

Dari Anas bin Mâlik, dia meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara dekatnya hari kiamat, hilal akan terlihat nyata sehingga dikatakan ‘ini tanggal dua’, masjid-masjid akan dijadikan jalan-jalan, dan munculnya (banyaknya) kematian mendadak.[1]

KENYATAAN DI HADAPAN KITA
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut pada zaman ini benar-benar sudah nyata di hadapan kita. Seseorang yang sehat, kemudian mati tiba-tiba. Orang-orang sekarang menyebutnya dengan “serangan jantung”.  Berapa banyak orang yang sedang berolah-raga, dengan maksud meningkatkan kesehatan, namun justru kematian tiba-tiba mendatanginya di lapangan. Berapa banyak orang yang sedang melakukan perjalanan, kemudian terjadi kecelakaan yang tidak diperkirakan, hingga menghantarkan kepada kematian. Berapa banyak orang yang sedang bermaksiat, berzina di suatu tempat, kemudian mendadak sekarat. Atau sebaliknya, orang yang sedang beribadah, kedatangan malakul-maut yang tidak pernah menyelisihi perintah, sehingga orang itu meraih husnul-khatimah. (Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang meraih husnul khatimah-red).

Melihat kenyataan ini, hendaklah masinng-masing dari kita segera memperhatikan dirinya, segera kembali dan bertaubat kepada Penguasanya, sebelum kematian itu datang.

NASIHAT  IMAM BUKHÂRI YANG BERHARGA
Imam al-Bukhâri rahimahullah telah mengingatkan masalah kematian mendadak melalui sya’irnya, seraya menasihatkan untuk memperbanyak amalan. Beliau rahimahullah berkata :

اِغْتَنِمْ فِيْ الْفَرَاغِ فَضْلَ الرُكُوْعِ                فَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ مَوْتُكَ بَغْتَةْ
كَمْ صَحِيْحٍ رَأَيْتَ مِنْ غَيْرِ سُقْمٍ              ذَهَبَتْ نَفْسُهُ الصَّحِيْحَةُ فَلْتَةْ

manfaatkanlah di saat longgar keutamaan ruku’ (shalat, ibadah); kemungkinan kematianmu datang tiba-tiba;
berapa banyak orang sehat yang engkau lihat tanpa sakitjiwanya yang sehat pergi dengan mendadak

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Termasuk perkara yang mengherankan, bahwa beliau (Imam al-Bukhari rahimahullah) mengalaminya (kematian mendadak) atau yang semacamnya”.[2]

NASIHAT ORANG MULIA
Seorang yang mulia mengatakan bahwa banyak di antara kawanku yang telah melepaskan nyawanya di saat mengikuti syahwatnya, menjadi tawanan kenikmatan, dan lalai dari mengingat maut dan hisab (perhitungan amal). Setelah Allâh Azza wa Jalla memberikan petunjuk kepadaku untuk mentaati-Nya, aku segera menemui sahabatku untuk menasihatinya, mengajaknya kepada ketaatan, dan mengancamnya dari kemaksiatan. Tetapi ia hanyalah beralasan dengan keadaannya yang masih muda, ia telah tertipu oleh panjang angan-angan… Maka demi Allâh, kematian telah mendatanginya secara mendadak, sehingga hari ini ia telah berada di dalam tanah, terkubur. Dia terbelenggu dengan keburukan-keburukan yang telah ia lakukan. Kenikmatan telah hilang darinya. Penyanyi-penyanyi wanita telah meninggalkannya. Tinggallah berbagai tanggung-jawab di atas lehernya. Dia telah menghadap kepada al-Jabbar (Allâh Yang Maha Perkasa)… dengan amalan-amalan orang-orang fasik dan durhaka… Semoga Allâh melindungiku dan Anda… dari catatan amal, seperti catatan amalnya, dan dari akhir kehidupan, seperti akhir kehidupannya.

Maka bertakwalah kepada Allâh –wahai hamba Allâh- janganlah engkau seperti dia, sementara engkau tahu bahwa dunia ini telah berjalan ke belakang, dan akhirat berjalan mendatangi. Ingatlah saat kematian dan perpindahan, dan (ingatlah) apa-apa yang akan tergambarkan di hadapanmu, berupa keburukan yang banyak sedangkan kebaikan begitu sedikit. Kebaikan yang ingin engkau amalkan, maka segera amalkan sejak hari ini. Dan apa yang ingin engkau tinggalkan, maka (tinggalkanlah) sejak sekarang:

Maka seandainya jika kita telah mati, kita dibiarkan,
Sesungguhnya kematian itu merupakan kenyamanan seluruh yang hidup,
Tetapi jika kita telah mati, kita pasti dibangkitkan,
Dan setelah itu, kita akan ditanya tentang segala sesuatu.[3]

MATI MENDADAK TANDA KEMURKAAN ALLÂH?
Semua orang pasti akan menemui kematian. Kematian itu, terkadang diawali dengan tanda-tanda, seperti sakit,  terkadang kedatangannya mendadak tanpa tanda. Kematian mendadak merupakan tanda kemurkaan Allâh Azza wa Jalla kepada orang tersebut.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ عُبَيْدِ بْنِ خَالِدٍ السُّلَمِىِّ – رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَرَّةً عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَرَّةً عَنْ عُبَيْدٍ – قَالَ « مَوْتُ الْفَجْأَةِ أَخْذَةُ أَسَفٍ ».

Dari ‘Ubaid bin Khalid as-Sulami, seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , perawi terkadang mengatakan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan terkadang mengatakan dari ‘Ubaid, dia berkata: “Kematian mendadak adalah siksaan yang membawa penyesalan”.[4]

Akh-dzatu artinya siksaan atau serangan atau musibah. Sedangkan asaf memiliki dua makna, yaitu kesusahan yang serius dan kemurkaan. Dan para ulama telah menjelaskan mengapa kematian mendadak merupakan siksaan yang membawa penyesalan.

Ali al-Qari rahimahullah berkata, “Yaitu, kematian mendadak merupakan dampak dari dampak kemurkaan Allâh, sehingga Allâh Azza wa Jalla tidak membiarkannya bersiap-siap untuk akhiratnya dengan taubat dan dengan mempersiapkan bekal akhirat, dan Allâh Azza wa Jalla tidak memberikannya sakit yang bisa menjadi penghapus dosa-dosanya.”[5]

Ibnu Baththâl rahimahullah berkata, “Hal itu –wallâhu a’lam– karena di dalam kematian mendadak dikhawatirkan terhalangi dari membuat wasiat dan tidak mempersiapkan untuk (bekal) akhirat dengan taubat, dan amal-amal shalih lainnya.”[6]

Akan tetapi bukan berarti semua orang yang mati mendadak merupakan orang yang dimurkai oleh Allâh Azza wa Jalla . Sesungguhnya hal itu berlaku bagi orang kafir atau orang yang selalu berada dalam maksiat. Adapun orang Mukmin, yang selalu mempersiapkan diri dengan iman yang shahîh dan amalan yang shalih, maka kematian mendadak merupakan keringanan baginya.

عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : مَوْتُ الْفُجَاءَةِ تَخْفِيفٌ عَلَى الْمُؤْمِنِ ، وَأَخْذَةُ أَسَفٍ عَلَى الْكَافِرِ

Dari ‘Aisyah, ia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kematian mendadak adalah keringanan terhadap seorang mukmin, dan siksaan yang membawa penyesalan terhadap orang kafir”.[7]

Kalimat ini juga diriwayatkan dari  perkataan sebagian sahabat:

عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ : مَوْتُ الْفُجَاءَةِ تَخْفِيفٌ عَلَى الْمُؤْمِنِ ، وَأَسَفٌ عَلَى الْكَافِرِ

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Kematian mendadak adalah keringanan terhadap seorang mukmin, dan siksaan yang membawa penyesalan terhadap orang kafir”.[8]

Yang dimaksud Mukmin di sini, adalah orang Mukmin yang telah mempersiapkan diri menghadapi kematian dan selalu memperhatikannya. Sedangkan orang kafir, maka sangatlah jelas, karena dengan kematian mendadak, ia tidak sempat bertaubat dan mempersiapkan diri untuk akhirat.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, “Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad dan sebagian (Ulama) Syafi’iyyah tentang tidak disukainya kematian mendadak. Sedangkan Imam Nawawi rahimahullah meriwayatkan dari sebagian orang-orang zaman dahulu bahwa sekelompok orang dari para nabi dan orang-orang shalih mati mendadak. (Imam) Nawawi rahimahullah berkata, ‘Itu disukai oleh orang-orang yang memperhatikan (akan datangnya kematian)’.” Aku (al-hâfizh) berkata, “Dengan ini dua pendapat itu berkumpul”.[9]

Semoga Allâh selalu menolong kita untuk selalu mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan meningkatkan ibadah kita kepada-Nya. Hanya Allâh tempat mengadu dan memohon

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Read more https://almanhaj.or.id/4128-awas-kematian-mendadak.html

Renungan Kematian

MINGGU ini ada banyak orang yang kita kenal yang kembali ke haribaan ilahi. Disebut “kembali” karena ruhnya tak mati, yang mati adalah jasadnya. Jasadnya dikembalikan ke tanah, sementara ruhnya kembali kepada Allah. Bagaimana nasib ruh setelah meninggalkan jasadnya?

Sungguh nasibnya sangat bergantung pada amal perbuatannya selama hidup di dunia. Berbahagialah mereka yang kembali kepada Allah tanpa beban dosa.

Kematian adalah sebuah kepastian. Kematian adalah tamu yang mungkin saja datang tanpa diduga. Kematian itu tak berada jauh di balik gunung. Ia berada dekat sekali di balik punggung. Mempersiapkan diri untuk kematian adalah lebih baaik dan lebih rasional dibandingkan lari menjauhinya.

Ada beberapa dawuh ulama yang perlu menjadi perenungan kita. Di antara dawuh itu adalah: pertama, “setiap sesuatu, perbuatan, atau keadaan yang kita tidak ingin mati karenanya, jauhilah dan tinggalkanlah.” Sebodoh dan sejahat apapun orang, sesungguhnya tak ada yang ingin mati dalam keadaan hina dan nista penuh dosa. Jauhi perbuatan hina dan tinggalkan semua perbuatan nista penuh dosa.

Kedua adalah bahwa “wafatnya orang shalih merupakan kebahagiaan bagi dirinya. Sementara matinya orang jahat merupakan kebahagiaan bagi selain dirinya.” Orang baik akan tersenyum menyambut kematian, orang di sekitarnya menangis merasa kehilangan dirinya.

Sementara orang tak baik akan menangis sedih dan malu saat bertemu kematian, sedangkan orang di sekitarnya berbahagia karena terbebas dari ketakbaikannya. Yang manakah yang akan kita pilih? Semoga semua kita nantinya husnul khatimah. Salam, AIM. [*]

KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Peringatan dari Rambut Uban

Al-Qur’an menyebutkan bahwa terdapat peringatan bagi manusia dari tubuhnya sendiri yaitu rambut uban. Allah berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِير

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (QS. Fathir: 37)

Maksud dari “An-Nadziir” (peringatan) dari ayat ini adalah uban. Ibnu Katsir berkata,

روي عن ابن عباس ، وعكرمة ، وأبي جعفر الباقر ، وقتادة ، وسفيان بن عيينة أنهم قالوا : يعني الشيب

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ‘Ikrimah, Abu Ja’far Al-Baqir, Qatadah, Sufyan bin ‘Uyainah bahwa mereka menafsirkan makna nadziir adalah rambut uban.” [Tafsir Ibnu Katsir]

Ada perbedaan pendapat ulama mengenai maksud “an-nadzir”, pendapat lainnya mengatakan bahwa maksudnya adalah demam, pendapat lainnya lagi mengatakan adalah kematian. Semua makna ini mengarah pada peringatan datangnya kematian karena ayat sebelumnya menyebutkan tentang umur.

Al-Qurthubi mengatakan,

فالشيب والحمى وموت الأهل كله إنذار بالموت

“Rambut uban, demam dan kematian bagi manusia merupakan peringatan akan kematian.” [Tafsir Al-Qurthubi]

Rambut uban ini umumnya mulai tumbuh datang pada mereka yang berusia 40 tahun ke atas, semakin tua rambut uban tersebut semakin banyak. Pada umur 60 tahun, bisa jadi hampir seluruh rambutnya tertutup dengan uban, artinya sangat banyak rambut uban yang memperingati bahwa umurnya hanya tinggal sebentar lagi dan hendaknya mempersiapkan diri akan kematian dan kehidupan yang abadi setelahnya. Umur manusia setelah diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berkisar 60-70 tahun hijriyah (sekitar 57-67 masehi).

Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺃَﻋْﻤَﺎﺭُ ﺃُﻣَّﺘِـﻲ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺴِّﺘِّﻴْﻦَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺴَّﺒْﻌِﻴْﻦَ ﻭَﺃَﻗَﻠُّﻬُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳَﺠُﻮﺯُ ﺫَﻟِﻚَ

“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut ” (HR. Ibnu Majah)

Apabila telah mencapai usia 60 tahun, tentu uban dan peringatan sudah sangat banyak. Apabila ia masih saja rakus dengan dunia dan tamak mencari dunia, padahal usianya sudah tua dan mendekati kematian, maka sudah tidak ada udzur lagi baginya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺃَﻋْﺬَﺭَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﺃَﺧَّﺮَ ﺃَﺟَﻠَﻪُ ﺣَﺘَّﻰ ﺑَﻠَّﻐَﻪُ ﺳِﺘِّﻴﻦَ ﺳَﻨَﺔً

“Allah telah memberi udzur kepada seseorang yang Dia akhirkan ajalnya, hingga mencapai usia 60 tahun.” [HR. Bukhari 6419]

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan,

ﻭَﺍﻟْﻤَﻌْﻨَﻰ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﻢْ ﻳَﺒْﻖَ ﻟَﻪُ ﺍﻋْﺘِﺬَﺍﺭٌ ﻛَﺄَﻥْ ﻳَﻘُﻮﻝَ ﻟَﻮْ ﻣُﺪَّ ﻟِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺟَﻞِ ﻟَﻔَﻌَﻠْﺖُ ﻣَﺎ ﺃُﻣِﺮْﺕُ ﺑِﻪ

“Makna hadits yaitu tidak tersisa lagi udzur/alasan misalnya berkata, ‘Andai usiaku dipanjangkan, aku akan melakukan apa yang diperintahkan kepadaku.’” [Fathul Bari Libni Hajar Al-Asqalani 11/240]

Rambut uban juga merupakan peringatan bahwa manusia sudah menjadi lemah kembali sebagaimana waktu ia masih bayi. Hendaknya tidak memaksakan diri tamak terhadap dunia karena tubuhnya sebenarnya sudah tidak kuat lagi.

Allah Ta’ala berfirman,

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفاً وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)

Dengan adanya peringatan ini, tetapi kita dapatkan ada saja manusia yang semakin tua, malah semakin tamak dan rakus dengan harta dena kehidupan dunia. Tidak heran, ini yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَكْبَرُ ابْنُ آدَمَ وَيَكْبَرُ مَعَهُ اثْنَانِ: حُبُّ الْمَالِ وَطُولُ الْعُمُرِ

“Anak Adam (manusia) semakin tua dan menjadi besar juga bersamanya dua hal: cinta harta dan panjang umur.” [HR. Bukhari & Muslim]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/45903-peringatan-dari-rambut-uban.html