Tingginya kedudukan rumah Allah
Cukuplah masjid itu menjadi mulia dan agung karena masjid adalah “rumah Allah”. Allah Ta’ala menyandarkan masjid itu kepada diri-Nya sebagai bentuk penghormatan kepada masjid, sekaligus menunjukkan betapa tinggi dan agung kedudukan masjid.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin [72]: 18)
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ، رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْماً تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nuur [24]: 36-37)
Firman Allah Ta’ala,
أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ
“yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya”; telah mengumpulkan hukum dan adab berkaitan dengan masjid.
Termasuk dalam “memuliakan masjid” adalah membangun masjid, membersihkan, memperhatikan, dan menjaga masjid dari hal-hal yang mengotori masjid.
Sedangkan termasuk dalam “menyebut nama Allah di dalamnya” adalah mendirikan shalat, membaca Al-Qur’an, mengadakan majelis ilmu (pengajian), dan sejenis itu.
Sedangkan firman Allah Ta’ala,
يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
“Bertasbih kepada-Nya di masjid pada waktu pagi dan waktu petang”; maksudnya bahwa hati mereka selalu terpaut dengan masjid, mereka mengetahui hak dan kedudukan rumah Allah tersebut, dan senantiasa memperhatikan apa yang seharusnya dilakukan untuk memakmurkan masjid.
Dua asas memakmurkan masjid
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah [9]: 18)
Dalam ayat tersebut, terdapat penjelasan bagaimanakah metode memakmurkan masjid yang hakiki. Memakmurkan masjid yang hakiki hanyalah bisa diraih dengan mewujudkan dua perkara ini, yaitu:
Asas pertama, memiliki aqidah yang benar (shahih).
Hal ini terkandung dalam firman Allah Ta’ala,
مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
“orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian (hari akhir).”
Orang-orang yang memiliki aqidah yang rusak (batil), keyakinan-keyakinan yang menyeleweng (menyimpang), bukanlah termasuk dalam orang-orang yang memakmurkan masjid Allah. Meskipun mereka hadir dan berdiri di shaf untuk shalat bersama kaum muslimin.
Hal ini karena sesungguhnya asas untuk memakmurkan masjid adalah benarnya aqidah dan bersihnya iman dari hal-hal yang membatalkan iman. Yaitu, seseorang meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Rabb yang menciptakan, memberikan rizki, memberikan nikmat dan keutamaan. Juga beriman kepada nama dan sifat Allah Ta’ala. Beriman bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya sesembahan yang berhak untuk disembah, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Ta’ala. Dia ruku’ dan sujud hanya untuk Allah, berdoa hanya kepada Allah, dia meminta semua kebutuhannya hanya kepada Allah, tidak menyembelih kepada selain Allah Ta’ala, dan perkara-perkara yang lain sebagai konsekuensi dari tauhid. Jika terdapat cacat dalam asas yang satu ini, maka hapuslah amal tersebut, sebanyak apa pun amal tersebut.
Sungguh termasuk perkara yang menyedihkan, bahkan termasuk dosa yang paling besar, kita dapati di dalam masjid orang-orang yang bergantung kepada selain Allah Ta’ala, mereka berdoa kepada selain Allah Ta’ala. Bahkan terdengar dari sebagian mereka yang mengucapkan dalam sujudnya di masjid,
مدد يا فلان
“Bantulah aku wahai fulan!”
Dan ketika dia mengangkat kedua tangannya, dia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau salah seorang wali yang shalih.
Lalu, di manakah hakikat iman kepada Allah Ta’ala?
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ، بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنْ الشَّاكِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Az-Zumar [39]: 65-66)
Juga dalam ayat yang telah kami sebutkan,
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin [72]: 18)
Maksudnya, masjid yang merupakan tempat paling mulia untuk beribadah itu terbangun di atas pondasi ikhlas karena Allah Ta’ala (pondasi tauhid) dan merendahkan diri karena keagungan Allah Ta’ala.
Asas kedua, amal yang shalih.
Terkandung dalam firman Allah Ta’ala,
وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ
“serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah.”
Yaitu, mendirikan shalat, baik shalat wajib atau shalat sunnah, mendirikannya baik lahir maupun batin. Juga menunaikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerima zakat dengan kerelaan hatinya. Kemudian dia hanya takut kepada Allah Ta’ala, dia menahan diri dari hal-hal yang Allah Ta’ala haramkan, dan tidak meremehkan hak-hak Allah Ta’ala yang menjadi kewajibannya.
Inilah orang-orang yang memakmurkan masjid secara hakiki, yaitu mereka yang memiliki dua asas tersebut. Adapun orang-orang yang tidak beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, tidak memiliki rasa takut kepada Allah Ta’ala, mereka bukanlah termasuk dalam orang-orang yang memakmurkan masjid Allah. Meskipun mereka menyangka dan mengklaim bahwa dirinya adalah orang-orang yang memakmurkan masjid Allah.
Masjid, tempat yang paling Allah Ta’ala cintai
Masjid adalah air mata penyejuk bagi orang-orang yang beriman, tempat yang bisa memberikan ketenangan dan kedamaian bagi orang-orang yang beriman, dan bisa melegakan dada-dada mereka. Masjid itulah tempat kebahagian dan tempat yang bisa menghibur jiwa-jiwa mereka.
Ini adalah perkara yang umum dijumpai oleh orang-orang yang shalat dan mereka yang pergi ke masjid ikhlas karena Allah Ta’ala dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Sampai-sampai di antara mereka mengatakan bahwa rasa sedih dan galau yang ada di dalam hatinya menjadi hilang, diganti dengan rasa bahagia, tenang, dan damai.
Masjid inilah tempat yang paling Allah Ta’ala cintai. Tempat yang paling baik dan paling agung, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا
“Lokasi (tempat) yang paling Allah cintai adalah masjid, dan lokasi yang paling Allah benci adalah pasar.” (HR. Muslim no. 671)
Masjid menjadi istimewa karena di dalamnya banyak orang yang berdzikir kepada Allah, mendirikan shalat, membaca Al-Qur’an, mengadakan majelis ilmu dalam rangka mempelajari agama, dan juga perkara-perkara agung lainnya yang dicintai oleh Allah Ta’ala.
Berbeda halnya dengan pasar, karena didapati di dalamnya muamalah-muamalah yang haram dan perkara-perkara yang mungkar lainnya. Dan juga perkara-perkara lain yang banyak ditemui di pasar.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita hidayah dan taufik agar menjadi orang-orang yang benar-benar memakmurkan masjid Allah.
[Selesai]
***
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id