Alquran Menggetarkan Hati Mualaf Monica Witt, Mantan Intelijen Amerika Serikat

Mantan Intelijen Amerika Serikat Monica Witt memeluk Islam berkat pelajari Alquran

Mantan perwira intelijen angkatan udara Amerika Serikat (AS), Monica Witt (39 tahun) ini, kini masih menjadi buron FBI. Dia dituduh sebagai mata-mata setelah membelot ke Iran pada 2013. Dia diduga telah membocorkan identitas para agen Amerika Serikat dan rahasia lainnya. 

Menurut dakwaan, Witt membelot ke Iran pada Agustus 2013 dengan membawa dokumen rahasia tentang agen dan intelijen Amerika Serikat yang pernah bekerja bersamanya. Hal ini kemudian menjadi sasaran bagi para hacker Iran. Empat di antaranya disebutkan dalam dakwaan tersebut.

Namun, apa yang menjadikan Monica Witt membelok dan dikabarkan telah memeluk Islam? Pemilik nama lengkap Monica Elfriede Witt ini ketika 2013 pernah diwawancara Kantor Berita Quran Iran. Dahulu dia merupakan seorang kristen namun bukan jamaah yang taat hingga dia mendaftar di militer Amerika Serikat.

Monica lahir pada 8 April 1979 di El Paso, Texas. Ibunya meninggal sebelum dia aktif bertugas di militer tahun 1997. Dia pun tinggal bersama kerabatnya hingga pada 2008. Ayahnya Harry Witt sejak 2019 tinggal di Longwood, Florida.

Monica dekat dengan Islam sejak dia mendapatkan sebuah misi ke Irak. Untuk memahami penduduk Irak, dia pun terpaksa mempelajari Alquran.

Namun semakin lama mempelejari Alquran dia semakin antusias dengan isi Alquran. Meskipun setelah dia menjadi mualaf ngaranya menuduh dia membelot, dia yakin bahwa ini adalah keputusan sepenuh hati.

“Sangat mengesankan, saya tidak pernah membayangkan sebelumnya. Saya menjadi begitu tertarik dengan Alquran sehingga setiap malam saya mempelajarinya,”jelas dia dilansir di BBC.com.

Witt muncul di televisi Iran dan dia kemudian mendeklarasikan diri sebagai seorang muslim. Saat itu dia berharap setelah memeluk Islam sebagai seseorang yang bertugas di tentara AS selama bertahun-tahun, hak untuk memilih agama dan kepercayaan akan dihormati.

“Namun, seorang anggota tentara Amerika Serikat yang menjadi Muslim bukanlah sesuatu yang bisa mereka pertahankan. Mereka takut pada orang-orang seperti itu,” jelas dia.

Monica menjelaskan bahwa teman-temannya, keluarga, dan militer Amerika Serikat di bawah pengaruh propaganda anti Islam dan tidak menerima agamanya saat ini. Setelah memeluk Islam dia pun mendapatkan banyak dakwaan dari pemerintah Amerika Serikat terutama pelanggaran militer.

Baca juga: Keindahan Islam Memikat Hati Jayina Chan, Mualaf Cantik Asal Singapura Ini

Dilansir di theguardian.com, dia masuk Islam dalam acara televisi di 2012 pada perjalanan pertamanya ke Teheran bersama seorang mualaf yang lebih terkenal, Sean Stone, putra sutradara film Amerika Serikat Oliver Stone.

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang menarik dirinya lebih dekat kepada Islam terutama tentang tujuan utama kehidupan dan mengapa kita harus hidup dengan cara terbaik?

Monica yang bernama Muslim Fatemah Zahra ini merupakan lulusan dari dari University of Maryland, College Park dan gelar master dari Universitas George Washington (GWU). Dia juga memiliki sertifikasi bahasa Persia dari Defense Language Institute.

Teman-teman sekelas di GWU menggambarkan Witt sebagai orang yang pendiam dan introvert. Meskipun ketika dia berbicara tentang dinas militernya, dia menggambarkan dengan jelas tentang serangan pesawat tak berawak, pembunuhan di luar hukum, dan kekejaman terhadap anak-anak. Ini lah yang menjadi penyebab dia terserang insomnia.

Karier Monica

Monica bekerja dengan intelijen militer, dia bergabung dengan Angkatan Udara Amerika Serikat pada Desember 1997. Sebagai bagian dari spesialisasi Angkatan Udara, Moica diberi akses ke SECRET dan TOP SECRET “informasi pertahanan nasional yang berkaitan dengan intelijen asing dan intelijen Amerika Serikat, termasuk HUMINT yang berisi nama sebenarnya dari sumber intelijen dan agen klandestin dari Amerika Serikat.

Sekitar Februari 1998 hingga April 1999, dia ditugaskan ke Lembaga Bahasa Pertahanan untuk dilatih dalam bahasa Persia. Antara Mei 1999 hingga November 2003, di ditugaskan beberapa kali untuk melakukan misi rahasia dan mengumpulkan sinyal intelijen tentang musuh Amerika Serikat.

Selama awal Perang Irak, Sersan Witt adalah seorang Analis Bahasa Kriptologis Udara yang ditugaskan ke Skuadron Pengintai ke-95, yang ditempatkan di Pangkalan Angkatan Laut Kreta. Ketika perang meletus pada tanggal 20 Maret 2003, tiga pekan berikutnya dia melakukan operasi tempur besar yang berkelanjutan.

Dia menjadi anggota awak pesawat Boeing RC-135V atau W Rivet Joint. Untuk tugas ini, Monica dianugerahi Medali Udara oleh Presiden AS George W Bush.

Monica  lantas berpartisipasi dalam penerbangan udara yang berkelanjutan dari 29 Maret hingga 18 April. Selama periode ini, angkatan udara dan keberanian Sersan Witt dapat menyelesaikan misi pengintaian dalam mendukung Operasi IRAQI FREEDOM , dalam kondisi yang sangat berbahaya, dia menunjukkan kemahirannya yang luar biasa dan pengabdian yang teguh pada tugas.

Kemampuan profesional dan pencapaian udara luar biasa dari Sersan Witt mencerminkan penghargaan besar pada dirinya dan Angkatan Udara Amerika Serikat.

Monica lalu dipindahkan ke Pangkalan Angkatan Udara Andrews dari Pangkalan Angkatan Udara Offutt pada November 2003, dan mulai penugasannya sebagai agen khusus Kantor Penyelidikan Khusus (OSI) Angkatan Udara, dengan fokus pada penyelidikan kriminal dan intelijen. Witt melanjutkan operasi rahasia di Timur Tengah, dan memiliki akses ke program akses khusus (SAP) informasi rahasia hingga Agustus 2010.

Sepanjang layanannya dengan militer AS, Witt dikerahkan ke Arab Saudi, Diego Garcia, Yunani, Irak, dan Qatar. Selain Air Medal-nya, Witt menerima tiga Medali Penghargaan Angkatan Udara dan tiga Medali Prestasi Udara.

Witt berpisah sebagai sersan teknis pada bulan Juni atau Maret 2008. Ini karena dia berniat untuk memeluk Islam dan tentu menjadi pendorong dalam keputusannya untuk meninggalkan Angkatan Udara.    

KHAZANAH REPUBLIKA

Cerita Muslimah Amerika Kesulitan Cari Pasangan

Seorang pengacara dan penulis Muslim Afro-Latina yang tinggal di Bay Area, Tahirah Nailah Dea (29) mengungkap kesulitan wanita muslim mencari suami yang seiman di Amerika Serikat (AS). Dean baru dua tahun lulus dari sekolah hukum ketika dia mulai serius mencari suami.

Dia meminta teman-teman dan imam komunitas Muslim setempat untuk membantu menghubungkannya dengan prospek yang baik. Akan tetapi berulang kali, dia diberitahu bahwa setiap pria Muslim yang memenuhi syarat yang dia temui hanya mencari istri dari latar belakang etnisnya sendiri.

“Saya mendengar, ‘Pasangan mereka harus orang Mesir,’ atau ‘Mereka hanya mencari istri Palestina,'” kenang Dean, dilansir dari laman the Lily pada Selasa (21/9).

“Mereka bahkan tidak bisa mengajukan saya sebagai kandidat. Saya bahkan tidak bisa masuk ke pintu,” lanjutnya.

Pada tahun-tahun sejak itu, Dean telah mencatat perjuangan berat yang dihadapi wanita Muslim, sering kali berusia akhir 20-an dan lebih. Mereka kesulitan dalam menemukan suami Muslim di AS.

Sekarang, dalam seri foto berjudul “The ISMs Project,” Dean mendokumentasikan prasangka yang dia dan banyak wanita Muslim lainnya hadapi. Itu disebut sebagai “krisis pernikahan”: ageisme, seksisme, rasisme, dan warna kulit.

Dean bekerja dengan fotografer Qamara El-Amin dan videografer Hauwa Abbas untuk mengabadikan pengalaman wanita Muslim lajang di seluruh negeri. Setiap model digambarkan dalam dua foto. Satu yang menunjukkan dia berjuang dengan bentuk prasangka, dilambangkan dengan barang seperti jam, teko atau cermin. Satu lagi yang menunjukkan perlawanannya terhadap rintangan ini. 

“Sejak 2018, saya telah menulis tentang kesulitan menemukan suami Muslim yang taat dan budaya kencan Muslim di AS. Saya sedang bekerja untuk menerbitkan memoar, tetapi sementara itu, saya ingin mendapatkan memoar pengalaman saya dan wanita lain ke dalam ruang publik. Saya ingin menunjukkan para wanita yang mengalami kesulitan menemukan pasangan di usia berkencan di masyarakat Amerika, mencoba untuk mempertahankan nilai-nilai Islam mereka, tetapi menemukan “isme” ini di jalan mereka. Saya pikir serangkaian foto akan membantu menempatkan wajah pada masalah dan memanusiakan masalah tersebut,” kata dia.

 “Ini kata yang berat, krisis, tapi saya merasa kita berada dalam situasi seperti itu. Saya pernah mendengar istilah yang digunakan oleh para ulama dan pemimpin Muslim dalam dua hal. Salah satunya adalah meningkatnya angka perceraian di masyarakat. Banyak konselor pernikahan Muslim dan imam menanggapi hal ini dan bekerja pada inisiatif untuk membantu menjaga pernikahan tetap bersama. Aspek lain, yang tidak banyak Anda temukan dalam penelitian apa pun, adalah meningkatnya jumlah lajang Muslim. Tampaknya jumlah wanita yang belum menikah lebih tinggi daripada pria. Sebagian karena laki-laki Muslim diperbolehkan menikahi seseorang dari luar agama, menurut banyak ulama Islam. Tetapi wanita tidak diizinkan melakukan hal yang sama,” lanjut dia.

Dean mengatakan, kesulitan menemukan pasangan Muslim ini terutama di kalangan wanita berusia antara 25 hingga 35 tahun, seringkali berpendidikan tinggi dan berprestasi. Banyak juga yang berkulit hitam atau berkulit gelap. Inilah wanita yang dia fokuskan.

Ketika Dean mulai mewawancarai orang-orang untuk bukunya, ia menyadari bahwa ia bukan satu-satunya yang berjuang untuk menemukan seseorang yang cocok. 

“Semuanya diperbesar dalam komunitas Muslim, di mana ada penekanan pada pernikahan sebagai bagian dari iman, menikah muda, dan persetujuan atau fasilitasi orang tua. Ada beban budaya dengan ibu terutama memiliki gagasan tentang siapa anak laki-laki mereka harus menikah, ingin menantu perempuan mereka untuk mengambil tugas yang lebih tradisional, tinggal di rumah, kurang menghargai istri yang berprestasi, memiliki gagasan bahwa wanita “kedaluarsa” jika dia tetap tidak menikah melewati usia 27. Ini adalah kata-kata yang sebenarnya diucapkan kepada wanita: Anda sudah kadaluarsa, waktu Anda hampir habis,” ucap Dean.

IHRAM

Islam di Amerika tak Lepas dari Jasa Mualaf Alexander Russel

Berkembangnya Islam di Amerika tak lepas dari jasa seorang mualaf bernama Muhammad Alexander Russel.

Russel yang seorang penulis menggunakan bakatnya dalam mengenalkan Islam yang rahmatan lil-alamin di negeri Paman Sam itu.

Dalam buku Tujuh Mualaf yang Mengharumkan Islam karya Tofik Pram dijelaskan, Russel dikenal sebagai seorang yang teguh terhadap pendirian.

Sehingga baginya tidaklah mungkin untuk mengambil keputusan berdasarkan hasil ikut-ikutan, termasuk dalam keputusannya untuk memeluk Islam.

Pria yang di masa mudanya pernah bekerja di perusahan perhiasan logam mulia ini pada akhirnya menekuni dunia jurnalistik lantaran cukup familier dengan pekerjaan ayahnya yang seorang editor di salah satu surat kabar.

Singkat kata, kemampuan Russel dalam hal menulis juga tak berbeda jauh dengan ayahnya sehingga ia pun akti di bidang jurnalistik hingga politik.

Di New York, jiwa sastra ia pun makin dalam sehingga tulisan-tulisannya mampu mempengaruhi pembaca sedemikian luas.

Totalitasnya di dalam dunia literasi pada akhirnya mengantarkan dia menduduki jabatan tertinggi sebagai ketua dewan redaksi surat kabar Missouri Republican.

Di saat menggeluti profesinya sebagai jurnalis inilah, Russel mulai merasa jenuh dan kering tentang ajaran-ajaran agama yang diwariskan ayahnya.

Ia kemudian mempelajari sejumlah agama seperti Konghucu, Zoroaster,  termasuk agama Yahudi dan Nasrani lengkap dengan ‘madzhab’ yang ada dalam ajaran tersebut.

Sampai kemudian ia mempelajari Alquran dan belajar Islam. Di akhir abad 19, Amerika memasuki era baru dalam dunia jurnalistiknya.

Dalam hal ini, Russel menjadi tokoh yang cukup diperhitungkan. Dalam perjalanan karirnya itu, Russel mulai yakin terhadap ajaran Islam.

Kemampuannya dalam karir jurnalistik juga mengantarkan dia sebagai politisi yang pada akhirnya ia berhasil menjadi pejabat di Kedutaan Besar Amerika di Filipina.  

Namun di tahun 1893, ia mengundurkan diri dari dunia diplomatik dan memutuskan untuk pergi ke India untuk mempelajari Islam lebih jauh dan bertemu tokoh serta pemikir Muslim.

Setelah Russel yakin, ia pun memeluk Islam dan ia menerbitkan The Moslem World sebagai sarana dakwahnya.

Ia juga aktif memberikan kuliah-kuliahnya tentang Islam di berbagai kota, Islam pun mulai dikenal di Negeri Paman Sam itu berkat jasanya.

Boleh dibilang, Russel adalah salah satu mualaf berpengaruh generasi awal di Amerika. 

KHAZANAH REPUBLIKA