Tujuh Tanda Kaum Munafik Terlihat dalam Salatnya

SEBAGAIMANA diketahui bahwa kaum munafik diancam oleh Allah dengan mendapat siksa di dalam Neraka Jahannam.

Artinya: “Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” QS. At Taubah: 68.

Salah satu penyebabnya adalah sikap mereka yang sangat buruk di dalam perihal salat. Di bawah ini sifat buruk kaum munafik terhadap salatnya:

1. Kaum munafik merasa berat dalam mengerjakan salat

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada salat yang paling berat atas kaum munafik dari salat subuh dan isya.” HR. Bukhari dan Muslim.

2. Kaum munafik tidak menghadiri salat berjemaah

Artinya: “Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu berkata: “Sungguh aku telah melihat kami (yaitu para shahabat radhiyallahu anhum), tidak ada yang absen darinya (salat berjemaah), kecuali seorang munafik yang dikenal kemunafikannya.” HR. Muslim.

Artinya: “Abu Umair bin Anas meriwayatkan dari pamannya yang mempunyai persahabatan dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalam, ia meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak menghadiri kedua (salat subuh dan isya secara berjemaah)nya seoranvg munafik.” Maksudnya adalah salat subuh dan salat isya, berkata Abu Bisyr: maksudnya adalah tidak selalu menghadiri kedua salat itu.

3. Kaum munafik mengakhirkan salat ashar sehingga matahari mau terbenam

4. Kaum munafik salatnya terlalu cepat, tidak thumaninah seperti burung memakan makanannya

5. Kaum munafik tidak mengingat Allah di dalam salatnya kecuali sedikit

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah salatnya seorang munafik, ia duduk menunggu matahari, sehingga jika matahari tersebut terletak antardua tanduk setan (mau terbenam), maka ia bangun (shalat) ia salat dengan cepat sebanyak empat rakaat, tidak menyebut/mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit sekali.” HR. Muslim.

6. Kaum munafik malas ketika mendirikan salat

7. Kaum munafik riya di dalam salatnya

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” QS. An NIsa: 142

Artinya: “Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” [Ahmad Zainuddin/dakwahsunnah]

INILAH MOZAIK

Orang Mukmin Harus Jaga Jarak dari Sifat Nifak

MELIHAT bahayanya sifat nifak, hendaknya seorang mukmin berusaha semaksimal mungkin memasang jarak dari sifat nifak, baik nifak besar maupun kecil. Adalah para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang saleh sangat mengkhawatirkan terjangkit penyakit hati yang satu ini.

Sampai-sampai Abu Ad-Darda setiap habis salat selalu minta perlindungan kepada Allah dari sifat nifak. Kebiasaan ini pun membuat orang bertanya pada beliau, “Ada apa antara engkau dengan nifak?” “Jauhi kami. Demi Allah, sesungguhnya seseorang bisa saja agamanya berubah dalam sesaat sehingga ia terlepas darinya,” jawab Abu Ad-Darda radhiyallahu anhu.

Huzhaifah bin Al-Yaman adalah seorang pemegang rahasia Nabi. Beliau pernah diberi tahu nabi nama-nama orang munafik. Oleh sebab itu, karena Umar bin Al-Khattab amat sangat khawatir terhadap sifat nifak, beliau memberanikan diri bertanya pada Huzhaifah apakah Nabi mengkategorikannya sebagai orang munafik, maka Huzhaifah pun menjawab, “Tidak. Setelahmu, aku tidak mau lagi memberi rekomendasi.”

Dikisahkan bahwa sebagian sahabat biasa berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya hamba memohon perlindungan dari khusyuknya nifak.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud khusyuk nifak?” Jawabnya, “Tubuh yang terlihat khusyu namun ternyata hati tidak.”

Ibnu Abi Malikah pernah mengatakan, “Aku telah menjumpai tiga puluh sahabat Nabi, seluruhnya takut akan nifak. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengatakan, bahwa dirinya memiliki iman seperti imannya Jibril dan Mikail.

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidak ada orang merasa aman dari sifat nifak kecuali orang munafik dan tidak ada orang yang merasa khawatir terhadapnya kecuali orang mukmin.”

Beberapa tips agar terhindar dari sifat nifak

Agar seorang mukmin dapat terjaga dari sifat nifak ini, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Mufsidat Al-Qalb: An-Nifaq hlm. 47-52 memberikan beberapa tips yang sebaiknya dilakukan:

– Bersegera melaksanakan salat jika waktunya telah tiba dan berusaha mendapatkan takbiratul ihram imam salat jemaah di masjid. Hal ini mengingat hadis Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menunaikan salat berjemaah selama 40 dengan memperoleh takbiratul ihram imam, maka ia akan ditetapkan terbebas dari dua hal, yakni terbebas dari neraka dan terbebas dari kenifakan” (HR At-Tirmidzi).

– Berakhlak baik dan memperdalam agama. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua sifat yang tidak akan pernah tergabung dalam hati orang munafik: perilaku luhur dan pemahaman dalam agama” (HR At-Tirmidzi).

– Bersedekah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah merupakan bukti” (HR Muslim). Bukti di sini maksudnya bukti akan keimanan. Oleh karena itu, orang munafik tidak suka bersedekah karena tidak adanya iman yang mendasarinya.

– Menghidupkan salat malam. Adalah Qatadah pernah berkata, “Orang munafik itu sedikit sekali salat malam.” Hal tersebut karena orang munafik hanya akan semangat beramal jika ada orang yang menyaksikannya. Jika tidak ada, maka motifasi untuk beramal saleh pun tiada. Maka jika ada seorang hamba mendirikan salat malam, maka itu menjadi bukti bahwa dalam dirinya tidak ada sifat nifak dan menjadi bukti keimanannya yang benar.

– Jihad di jalan Allah, Imam Muslim menceritakan dari Abu Musa Al-Asyari, Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mati dalam keadaan tidak pernah berperang dan tidak pernah terbetik dalam dirinya, maka ia mati di atas cabang kemunafikan.” An-Nawawi menjelaskan, “Maksudnya, siapa yang melakukan hal ini, maka ia dianggap telah menyerupai orang-orang munafik yang tidak melaksanakan jihad.”

– Memperbanyak zikir, Kab menyatakan, “Orang yang memperbanyak zikir, akan terlepas dari sifat nifak.” Sedangkan Ibnul Qayyim menulis, “Sejatinya banyak zikir merupakan jalan aman dari kemunafikan. Sebab, orang-orang munafik sedikit berzikir. Allah berfirman tentang orang-orang munafik, Dan mereka tidak berzikir kecuali sedikit. (QS: 3: 142)” Sebagian sahabat pernah ditanya, “Apakah sekte Khawarij itu munafik?” Maka dijawablah, “Tidak. Orang munafik itu sedikit berzikir.”

– Berdoa, Hal ini sebagaimana riwayat dari Abu Ad-Darda di atas.

– Mencintai sahabat anshar. Baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tanda keimanan ialah mencintai kaum anshar, sedangkan tanda kemunafikan adalah membenci kaum anshar” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Mudah-mudahan Allah Taala menjauhkan kita semua dari sifat kemunafikan ini dan segala sifat buruk yang melemahkan iman dan agar kita diwafatkan di atas cahaya keimanan.[]

INILAH MOZAIK

Konsekuensi Hoaks

Berbagai macam konsekuensi akan muncul akibat perbuatan hoaks yang dilakukan.

Dalam Alquran telah jelas diterangkan bahwa berita bohong (hoaks) adalah modalnya orang munafik untuk merealisasikan niat kotor mereka (QS al-Ahzaab [33] :60-61).

Menyebarkan hoaks dan isu termasuk qiila wa qaala (katanya dan katanya) merupakan sikap yang ditolak dalam Islam dalam kondisi apa pun dan dalam model apa pun (QS al-Isra’ [17]: 36). Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah RA, “Dan Rasulullah membenci dari kalian ‘katanya dan katanya’, banyak bertanya, dan membuang-buang harta.”

Berbagai macam konsekuensi akan muncul akibat perbuatan hoaks yang dilakukan oleh seseorang, baik yang berasal dari Allah SWT maupun dari sesama manusia sendiri. Maka dari itu, berhatihati dan waspadalah terhadap hoaks tersebut. Di antara konsekuensi yang bisa ditimbulkan akibat orang yang sering berbohong dan menyebarkan hoaks adalah dapat merugikan diri sendiri.

Pertama, dari sudut akidah, bila seorang mukmin sudah berani berdusta, maka martabat kemukminannya itu hilang, berganti dengan predikat munafik (na’udzu billah). Hal itu sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW melalui sabdanya, “Ciri-ciri orang munafik itu ada tiga, yaitu bila berkata dusta, bila berjanji mengingkari, dan bila diberi amanat menghianati.”(HR Bukhari- Muslim).

Predikat mukmin adalah predikat yang sungguh sangat mulia, tetapi seorang mukmin jika berani dusta atau bohong maka predikatnya hilang dan diganti predikat munafik. Padahal, orang munafik sangat jelas ditegaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya: “Sesung guhnya orang munafik itu (ditem patkan) pada tempat yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun dari mereka.” (QS an-Nisaa [4] :145).

Kedua, hilangnya petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS al-Mu’min:28). Ketiga, Allah SWT menambahkan penyakit dalam hati dan siksa yang pedih bagi orang-orang yang suka berbohong lagi pendusta. Firman Allah SWT, “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu di tam bah Allah penyakitnya, dan bagi me reka siksa yang pedih disebabkan me reka berdusta.” (QS al-Baqarah [2] :10).

Keempat, seseorang yang masih berdusta dan memilih kedustaan sehingga Allah menulis di sisi-Nya sebagai orang yang dusta. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya benar (jujur) itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu menuntun ke surga, dan seseorang itu berlaku benar sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang yang siddiq (yang sangat jujur dan benar). Dan dusta menuntun kepada curang, dan curang itu menuntun ke dalam neraka. Dan seorang yang dusta sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.”

Kelima, hilangnya kepercayaan. Sesungguhnya selama dusta menyebar dalam kehidupan masyarakat maka hal itu akan menghilangkan kepercayaan di kalangan kaum Muslimin, memutuskan jalinan kasih sayang di antara mereka, sehingga menyebabkan tercegahnya kebaikan dan menjadi penghalang sampainya kebaikan kepada orang yang berhak menerimanya

Keenam, pengaruh dusta terhadap anggota badan. Dusta menjalar dari hati ke lidah, maka rusaklah lidah itu, lalu menjalar ke anggota badan, maka rusaklah amal perbuatannya sebagaimana rusaknya lidah dalam berbicara. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebajikan, sedangkan dusta menuntun kepada kedurhakaan.” (Muttafaq’alaih).

Itulah sebagian konsekuensi melakukan perbuatan dusta (hoaks) yang terasa di dunia, dan di sisi Allah balasan bagi pendusta lebih dahsyat dan mengerikan. Jelaslah bahwa para pendusta akan berjalan di atas jalan yang menuju neraka, karena dengan berdusta berarti ia akan membuka berbagai pintu keburukan lainnya. Wallahu’alam.

 

Oleh:  Ahmad Agus Fitriawan

REPUBLIKA

Sikap Orang Munafik Terlihat pada Sholatnya

SEBAGAIMANA diketahui bahwa kaum munafik diancam oleh Allah dengan mendapat siksa di dalam Neraka Jahanam.

“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” QS. At Taubah: 68.

Salah satu penyebabnya adalah sikap mereka yang sangat buruk di dalam perihal salat. Di bawah ini sifat buruk kaum munafik terhadap salatnya:

1. Kaum munafik merasa berat dalam mengerjakan salat.

“Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada salat yang paling berat atas kaum munafik dari salat Subuh dan Isya.” HR. Bukhari dan Muslim.

2. Kaum munafik tidak menghadiri salat berjemaah

“Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu berkata: “Sungguh aku telah melihat kami (yaitu para sahabat radhiyallahu anhum), tidak ada yang absen darinya (salat berjemaah), kecuali seorang munafik yang dikenal kemunafikannya.” HR. Muslim.

“Abu Umair bin Anas meriwayatkan dari pamannya yang mempunyai persahabatan dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalam, ia meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak menghadiri kedua (salat subuh dan isya secara berjemaah)nya seorang munafik.” Maksudnya adalah salat subuh dan salat Isya, berkata Abu Bisyr: maksudnya adalah tidak selalu menghadiri kedua salat itu.

3. Kaum munafik mengakhirkan salat ashar sehingga matahari mau terbenam

4. Kaum munfaik salatnya terlalu cepat, tidak thumaninah seperti burung memakan makanannya

5. Kaum munafik tidak mengingat Allah di dalam salatnya kecuali sedikit

“Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah salatnya seorang munafik, ia duduk menunggu matahari, sehingga jika matahari tersebut terletak antardua tanduk setan (mau terbenam), maka ia bangun (salat) ia salat dengan cepat sebanyak empat rakaat, tidak menyebut/mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit sekali.” HR. Muslim.

6. Kaum munafik malas ketika mendirikan salat

7. Kaum munafik riya di dalam salatnya

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” QS. An NIsa: 142

“Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” [Ahmad Zainuddin/dakwahsunnah]

 

MOZAIK

Tanda Kelima: Jika Berjanji, Tidak Dipenuhi

ALLAH Taala telah memerintahkan supaya menepati janji, sebagaimana yang difirmankan Allah Taala,

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).” (QS. An Nahl: 91).

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma, dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Bagi setiap pengkhianat memliki bendera pada hari Kiamat kelak. Lalu dikatakan kepadanya: “Inilah pengkhianat si Fulan” (HR. Bukhari no. 3187 dan Muslim no. 1735)

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324826/tanda-kelima-jika-berjanji-tidak-dipenuhi#sthash.XUUkvYWL.dpuf

Tanda Keempat: Jika Berselisih, Dia Akan Zalim

YANG dimaksud dengan al-fujuur di sini adalah keluar dari kebenaran secara sengaja, sehingga dia menjadikan yang benar menjadi keliru dan yang keliru menjadi benar. Ini yang membawanya kepada dusta.

Dalam hadis disebutkan,

“Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah penantang yang paling keras.” (HR. Bukhari no. 2457 dan Muslim no. 2668)

Jika seseorang mempunyai kemampuan bersilat lidah pada saat berdebat -baik perselisihan itu berkenaan dengan masalah agama atau masalah dunia- untuk mempertahankan kebatilan, dia menyuarakan kepada orang-orang bahwa kebatilan itu sebagai suatu yang benar, serta menyamarkan yang benar dan menampilkannya sebagai suatu kebatilan, seperti itu merupakan keharaman yang paling buruk serta kemunafikan yang paling busuk.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya di antara penjelasan (al-bayan) itu adalah sihir (yang membawa daya tarik).” (HR. Bukhari no. 5767)

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324825/tanda-keempat-jika-berselisih-dia-akan-zalim#sthash.U8L2KYOf.dpuf

Tanda Kedua: Jika Berjanji, Tidak Menepati

IBNU Rajab menyebutkan bahwa mengingkari janji itu ada dua macam:

a. Berjanji dan sejak awal sudah berniat untuk tidak menepatinya. Ini merupakan pengingkaran janji yang paling jahat.

b. Berjanji, pada awalnya berniat untuk menepati janji tersebut, lalu di tengah jalan berbalik, lalu mengingkarinya tanpa adanya alasan yang benar.

Adapun jika dia berniat untuk memenuhi janji tersebut, tetapi karena alasan tertentu atau ada hal lainnya yang dapat dibenarkan, maka dia tidak termasuk dalam sifat tercela ini.

Ada perkataan dari Ali, namun dalam sanad perkataan ini ada perawi yang majhul,

“Janji adalah utang. Celakalah orang yang berjanji namun tidak menepati.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 483)

Contoh sederhananya, kalau janji pada anak kecil (seorang bocah) tetap harus ditepati. Az Zuhri mengatakan dari Abu Hurairah, ia berkata,

“Siapa yang mengatakan pada seorang bocah: “Mari sini, ini kurma untukmu”. Kemudian ia tidak memberinya, maka ia telah berdusta.” Namun riwayat ini, sanadnya terputus karena Az Zuhriy tidak mendengar dari Abu Hurairah. (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 485)

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324822/tanda-kedua-jika-berjanji-tidak-menepati#sthash.nmR1jlee.dpuf

Tanda Pertama: Jika Berbicara, Dusta

DI antara hadis yang menunjukkan dicelanya perbuatan dusta adalah hadis Abdullah bin Masud. Ibnu Masud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.

Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)

Asalnya berbohong itu terlarang dikecualikan dalam tiga hal. Ketika itu berbohong jadi rukhsoh atau keringanan karena ada maslahat yang besar. Ada hadis yang menyebutkan hal ini,

Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Muaythin, ia di antara para wanita yang berhijrah pertama kali yang telah membaiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ia mengabarkan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak disebut pembohong jika bertujuan untuk mendamaikan di antara pihak yang berselisih di mana ia berkata yang baik atau mengatakan yang baik (demi mendamaikan pihak yang berselisih, -pen).”

Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).” (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324820/tanda-pertama-jika-berbicara-dusta#sthash.LTuSByJK.dpuf

3 Tanda Kemunafikan dalam Sifat Lahiriah

NIFAK yang kedua adalah nifak amali atau nifak ashgor (nifak kecil atau ringan) yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Karena bentuk nifak atau kemunafikan ini nampak dalam sifat lahiriah dan tidak nampak pada batinnya.

Seperti misalnya seseorang yang menampakkan dirinya saleh ketika berada di khalayak ramai. Namun ketika tidak berada di keramaian, ia jauh berbeda.

Oleh karena itu Al Hasan Al Bashri mengatakan,

“Di antara tanda kemunafikan adalah berbeda antara hati dan lisan, berbeda antara sesuatu yang tersembunyi dan sesuatu yang nampak, berbeda antara yang masuk dan yang keluar.” (Jaamiul Ulum wal Hikam, 2: 490)

Intinya sebagaimana kata Ibnu Rajab, kemunafikan ringan adalah adanya perbedaan antara yang nampak dan yang tersembunyi.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324817/3-tanda-kemunafikan-dalam-sifat-lahiriah#sthash.liOvLk5D.dpuf

Sahabat Rasul Saja Takut Tertimpa Kemunafikan

LIHAT cerita Hanzhalah dan Abu Bakr berikut ini,

Dari Hanzholah Al Usayyidiy -beliau adalah di antara juru tulis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam-, ia berkata, “Abu Bakr pernah menemuiku, lalu ia berkata padaku, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?”

Aku menjawab, “Hanzhalah kini telah jadi munafik.” Abu Bakr berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?”

Aku menjawab, “Kami jika berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kami teringat neraka dan surga sampai-sampai kami seperti melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami keluar dari majelis Rasul shallallahu alaihi wa sallam dan kami bergaul dengan istri dan anak-anak kami, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi banyak lupa.” Abu Bakr pun menjawab, “Kami pun begitu.”

Kemudian aku dan Abu Bakr pergi menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami berada di sisimu, kami akan selalu teringat pada neraka dan surga sampai-sampai seolah-olah surga dan neraka itu benar-benar nyata di depan kami. Namun jika kami meninggalkan majelismu, maka kami tersibukkan dengan istri, anak dan pekerjaan kami, sehingga kami pun banyak lupa.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu bersabda, “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kalian mau kontinu dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, maka niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidurmu dan di jalan. Namun Hanzhalah, lakukanlah sesaat demi sesaat.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim no. 2750).

Mereka masih khawatir diri mereka munafik, padahal keduanya adalah sahabat yang mulia, bagaimana lagi dengan kita-kita. Demikianlah sifat para sahabat, mereka takut tertimpa kemunafikan.

“Ibnu Abi Mulaikah pernah berkata: Aku telah mendapati 30 orang sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, semuanya khawatir pada dirinya tertimpa kemunafikan.” (HR. Bukhari no. 36)

Imam Ahmad pernah ditanya, “Apa yang kau katakan pada orang yang tidak khawatir pada dirinya kemunafikan?” Beliau menjawab, “Apa ada yang merasa aman dari sifat kemunafikan?”

Al Hasan Al Bashri sampai menyebut orang yang nampak padanya sifat kemunafikan dari sisi amal (bukan itiqod atau keyakinan), maka ia disebut munafik. Sebagaimana ada perkataan Hudzaifah dalam hal itu. Seperti ada perkataan Asy Syabi semisal itu pula,

“Siapa yang berdusta, maka ia adalah munafik.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 493)

Al Hasan Al Bashri berkata, “Orang yang khawatir terjatuh pada kemunafikan, itulah orang mukmin. Yang selalu merasa aman dari kemunafikan, itulah senyatanya munafik.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 491)

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kemunafikan. [Muhammad Abduh Tuasikal, MSc]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324829/sahabat-rasul-saja-takut-tertimpa-kemunafikan#sthash.SAfSv3F8.dpuf