Munafik, Saat Hati dan Mulut Tidak Sinkron

TIDAK sedikit manusia yang seperti ini. Munafik. Ia mengatakan sesuatu yang tidak sinkron antara apa yang ia katakan dengan hatinya. Hatinya berkata tidak, tetapi mulutnya malah berkata iya.

Jika kita contohkan dengan keimanan seseorang, orang yang beriman iya percaya bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan nabi Muhammad ﷺ adalah utusan Allah.

Selain itu, orang yang beriman juga melafadzkan nya dengan mulut, seperti membaca syahadat. Ketika manusia sudah melafadzkan syahadat, maka ia harus percaya itu. Bukan hanya seksdar ucapan di mulut saja. Karna kepercayaan letaknya di hati.

Munafik, Gombal

Hati dan mulut tidak sinkron juga bisa diumpamakan kepada orang-orang yang suka gombal. Ia berkata seperti ini: “MasyaAllah, alangkah cantiknya ciptaanmu ini”.

Biasanya para lelaki mengatakan seperti ini kepada wanita yang iya cintai, padahal dihatinya tidak seperti itu, yang ada di hatinya adalah ucapan seperti ini “dih, cantik dari mananya, jelek iya”.

Ini perbuatan yang tidak baik. Tidak seharusnya kita mencontohnya.

Munafik, sebutan ini juga bisa diberikan kepada orang yang hati dan mulutnya tidak sinkron. Orang yang munafik tidak bisa dipercaya. Terdapat dalam sebuah hadist. Tanda-tanda orang munafik ada tiga, jika berbicara berdusta, jika berjanji mengingkari, dan jika diberi amanah mengkhianati.” (HR Bukhari dan Muslim).

“Jika berbicara berdusta” maksudnya adalah, ucapan yang keluar dari mulutnya berbeda dengan apa yang ada di hatinya. “lain di mulut lain di hati”.

Munafik, Jauhi Meskipun Pahit

Seorang muslim tidak seharusnya memiliki sifat ini. Karena kejujuran itu penting meskipun pahit, dari pada berbohong demi diri sendiri. Ketika mulut dan hatu sudah tidak sinkron, maka itu adalah awal dari perselisihan.

Mulut bisa berkata iya, tapi hati belum tentu bisa. Karena hati yang bisa merasakan, sedangkan mulut hanya bisa berucap. Didalam hidup kita bisa merasakan sedih dan senang, dan perasaan itu munculnya dari hati. []

Oleh: Uli Qurrata A’yuni Candra
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Depok
candrauli8@gmail.com

ISLAMPOS

Larangan Menjadi Munafik, ini Penjelasannya

Islam sangat melarang manusia menjadi bermuka dua atau munafik. Bahkan Agama Islam mengancam orang-orang munafik dengan siksaan yang pedih atau neraka jahanam.

حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kalian akan menjumpai seburuk-buruk manusia, yaitu orang yang bermuka dua, dia datang ke sini dengan satu sikap dan bila datang ke yang lain dengan sikap yang lain.” (HR Muslim)

Maksud hadist ini, Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa manusia akan menjumpai manusia paling buruk yaitu orang bermuka dua atau munafik. Terkait hal ini dalam hadist lain maknanya sama hanya redaksinya berbeda.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِرَاكِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ ذُو الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ

Abu Hurairah mengatakan mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sejelek-jelek manusia adalah orang yang bermuka dua, dia datang ke sini dengan satu sikap dan bila datang ke yang lain dengan sikap yang lain.” (HR Muslim)

وَسَلَّمَ تَجِدُونَ مِنْ شَرِّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ

IHRAM

Senang di Atas Penderitaan Orang Lain adalah Ciri Munafik?

Islam melarang sesama manusia bahagia di atas penderitaan orang lain

Musibah atau peristiwa buruk pasti pernah dirasakan setiap manusia, entah kematian saudara, kehilangan harta atau hal menyedihkan lainnya.

Pada saat-saat seperti ini, Islam mengajarkan untuk saling tenggang rasa atau juga membantu meringankan beban sesama. 

Namun ada juga orang-orang yang justru senang dengan penderitaan orang lain, baik ditunjukkan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Hal ini merupakan perilaku yang dilarang dalam Islam. 

Dilansir dari Elbalad, Lembaga Fatwa Mesir, Dar Ifta bahkan menyebut perilaku senang atas penderitaan orang adalah tindakan orang munafik. 

Perbuatan ini juga disebut sebagai perbuatan orang-orang sombong karena seakan tidak menyadari bahwa suatu saat akan ada masa ia merasa kesulitan. 

Seperti diketahui, seorang Muslim diajarkan bahwa penderitaan tidak akan bertahan lama sebagaimana kebahagiaan tidak akan terjadi selamanya. 

Karena buruknya tindakan ini, Rasulullah ﷺ melarang hal ini di lebih dari satu riwayat hadits. Senang dengan penderitaan orang lain juga dikatakan akan mendatangkan musibah bagi orang yang melakukannya. Rasulullah ﷺ bersabda: 

لاَ تُظْهِرِ الشَّمَاتَةَ لأَخِيكَ فَيَرْحَمُهُ اللَّهُ وَيَبْتَلِيكَ 

Artinya, “Janganlah engkau menampakkan kegembiraan karena musibah yang menimpa saudaramu. Karena jika demikian, Allah akan merahmatinya dan malah memberimu musibah.” (HR Tirmidzi) 

Menunjukkan kesenangan atas musibah yang dialami sesama, dikatakan juga merupakan perbuatan yang merendahkan orang lain. Padahal seorang mukmin diajarkan untuk saling menjaga kehormatan sesama mukmin. Rasulullah ﷺ bersabda: 

بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Artinya, “Seseorang dicap jelek jika ia merendahkan saudara muslim yang lain. Sesama Muslim itu haram darah, harta dan kehormatannya.” (HR  Muslim).   

KHAZANAH REPUBLIKA

Peringatan Alquran untuk Orang-Orang Munafik

Dalam Surah An-Nisa Ayat 138, Alquran memberi kabar atau pesan kepada orang-orang munafik. Bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat kemunafikannya.

بَشِّرِ الْمُنٰفِقِيْنَ بِاَنَّ لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًاۙ

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (QS An-Nisa: 138).

ۨالَّذِيْنَ يَتَّخِذُوْنَ الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۗ اَيَبْتَغُوْنَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَاِنَّ الْعِزَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًاۗ

(yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah bahwa semua kekuatan itu milik Allah. (QS An-Nisa: 139)

Dalam penjelasan Tafsir Ringkas Kementerian Agama, ayat 138 ini menerangkan, sampaikanlah berita sebagai ejekan dan kecaman kepada orang-orang munafik, wahai Nabi Muhammad, bahwa bagi mereka di akhirat kelak siksaan yang pedih. Bahkan mereka akan berada pada tingkat yang paling rendah, buruk, dan berat dari neraka Jahanam sebagai balasan dari perbuatan mereka.

Ayat 138 dalam Tafsir Kementerian Agama menerangkan, orang-orang munafik sangat tercela karena sikap mereka yang selalu berubah-ubah, dan tidak sesuai ucapannya dengan perbuatannya. Pada saat berkumpul dengan orang-orang Mukmin, mereka menampakkan keimanannya dan menyembunyikan kekufurannya. 

Sebaliknya apabila bertemu dengan orang-orang kafir, mereka menampakkan kekafirannya dan menyembunyikan keimanannya. Mereka benar-benar akan mendapat siksaan yang pedih.

Ayat 139 dalam penjelasan Tafsir Ringkas Kementerian Agama menerangkan, walau mengaku beriman, mereka sebenarnya tetap dalam keadaan kufur dan menyembunyikannya. Salah satu buktinya ialah bahwa mereka adalah orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya, yakni pemimpin-pemimpin, teman-teman penolong serta pendukung meraka. Hal itu dilakukan dengan meninggalkan orang-orang Mukmin, yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan iman yang mantap.

Mereka seharusnya menjadikan orang Mukmin itu auliya mereka, tetapi hal itu tidak mereka lakukan. Apakah mereka yaitu orang-orang munafik mencari kekuatan di sisi mereka yakni orang-orang kafir untuk memberikan pertolongan dan dukungan kepada mereka? Ketahuilah, wahai Muhammad dan orang-orang yang beriman, bahwa apa yang mereka lakukan itu merupakan hal yang sia-sia karena semua kekuatan itu milik Allah.

IHRAM

Munafik dalam Tubuh Umat Islam, Ibarat Setan yang Tampak

Rasulullah SAW menyebut munafik Nabtal bin Al Harits ibarat setan tampak

Keberadaan orang munafik dalam tubuh umat Islam diidentikkan dengan setan yang terlihat atau tampak. 

Hal ini disampaikan Syekh Ibnu Hasan Bisry At Turjani dalam bukunya yang telah dialihbahasakan dengan judul “Hamba-hamba yang Selamat Dari Tipu Daya Musuhnya”. 

Setan terlihat ini dinisbatkan kepada Nabtal bin Al Harits seorang munafik yang telah menyakiti hati Rasulullah SAW.

Dia adalah orang munafik dari Bani Laudzan,” kata Syekh Ibnu Hasan Bisry At-Turjani dalam bukunya Hamba-hamba yang Selamat Dari Tipu Daya Musuhnya”. Dia Nabtal inilah yang oleh Rasulullah dikatakan: 

“مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إلَى الشَّيْطَانِ، فَلْيَنْظُرْ إلَى نَبْتَلَ بْنِ الْحَارِثِ“ “Barangsiapa ingin melihat setan, lihatlah Nabtal bin Harits.”

Nabtal memang pernah berdialog dengan Rasulullah SAW, dan setelah dia kembali kepada orang-orang munafik dan Yahudi, lantas berkata Nabtal, “Muhammad itu adalah seorang yang udzun, barangsiapa yang mengajaknya berbicara maka ia akan membenarkanya.” 

Atas apa yang disampaikan Nabtal itulah akhirnya Allah SWT membantahnya melalui firman surat At Taubah ayat 61:

وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ ۚ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ ۚ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ 

“Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah: “Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.”

Begitulah kemunafikan Nabtal terhadap Nabi SAW, dia mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang udzun yang mendengarkan dan membenarkan apa saja yang dia katakan, baik benar maupun salah. Akan tapi Allah menyuruh Nabi menjawab dengan mengatakan kepada manusia. Mendengar tapi mendengarkan yang baik dan mempercayai karena Allah, mempercayai orang-orang beriman akan kebaikannya. 

Bukankah Muhammad itu diutus sebagai rahmat dan petunjuk bagi orang-orang mukmin. Dan tentu celakalah orang-orang mengatakan bahwa Rasulullah SAW itu udzun  dan pastilah mereka akan mendapat azab yang pedih. “Itu semua sebagai balasan atas perbuatan dan ucapan mereka,” kata Syekh Ibnu Hasan.   

KHAZANAH REPUBLIKA

Gampang Tuduh Orang Munafik, Jangan-Jangan Kita Termasuk?

Sahabat Hudzaifah disebut sebagai Pemilik Rahasia Nabi Muhammad SAW. Hal ini karena Sahabat Hudzaifah pernah diberi tahu Rasulullah SAW tentang sosok-sosok orang munafik di antara para sahabat.  

ﻬﺎ ﺃﻭ ﻳﺮﻳﺪﻫﺎ، ﻓﺘﻌﻠﻘﺖ ﺑﻪ ﻓﻘﻠﺖ: اﺟﻠﺲ ﻳﺎ ﺃﻣﻴﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ; ﻓﺈﻧﻪ ﻣﻦ ﺃﻭﻟﺌﻚ، ﻓﻘﺎﻝ: ﻧﺸﺪﺗﻚ ﺑﺎﻟﻠﻪ، ﺃﻧﺎ ﻣﻨﻬﻢ؟ ﻗﺎﻝ: ﻻ، ﻭﻻ ﺃﺑﺮﺉ ﺃﺣﺪا ﺑﻌﺪﻙ. ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﺰاﺭ، ﻭﺭﺟﺎﻟﻪ ﺛﻘﺎﺕ  

Hudzaifah berkata: Umar bin Khattab pernah diundang menghadiri jenazah, ia pun mendatanginya. Saya hubungi Umar dan saya bilang: “Duduklah (jangan ikut salat jenasah), Wahai Pemimpin Umat Islam. Jenasah ini termasuk orang munafik”. Umar berkata: “Aku sumpah engkau, apakah aku termasuk orang-orang munafik?” Kujawab: “Tidak! Aku takkan ceritakan lagi setelah ini” (Riwayat Al-Bazzar) 

Sejenak kita lihat sosok Sayidina Umar, beliau adalah salah satu pengganti Rasulullah, tergolong Sahabat yang telah dijamin masuk surga (HR Tirmidzi), ada banyak ayat Alquran diturunkan karena Sayidina Umar dan lainnya.

Namun beliau masih khawatir termasuk orang-orang munafik. Sementara itu, anehnya dengan kita, sering menuduh orang lain sebagai munafik. Jangan-jangan malah kita sendiri termasuk golongan yang dikecam agama itu?

Oleh Ustadz Yendri Junaidi, Lc MA  

*Magister hadits Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang.    

KHAZANAH REPUBLIKA

Dua Waktu Salat Terberat bagi Orang Munafik

INI nasihat berharga bagi yang malas bangun Subuh dan salat Subuh. Kita tahu bahwa salat yang paling berat dilakukan oleh kita adalah salat Subuh. Karena ketika itu keadaan kita masih berat untuk bangun dan sulit untuk beraktivitas. Oleh karenanya, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan motivasi yang besar untuk menjaga salat Subuh tersebut.

Dari Abu Musa radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan salat bardain (yaitu salat subuh dan asar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari, no. 574; Muslim, no. 635)

Dari Jundab bin Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang salat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu, janganlah menyakiti orang yang salat Subuh tanpa jalan yang benar. Jika tidak, Allah akan menyiksanya dengan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahanam.” (HR. Muslim, no. 657)

Namun hati-hati kalau tidak menjaga salat Subuh dapat tergolong dalam orang-orang munafik. Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Tidak ada salat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari salat Subuh dan salat Isya. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua salat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 657)

Ibnu Hajar mengatakan bahwa semua salat itu berat bagi orang munafik sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, “Dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas” (QS. At Taubah: 54).

Akan tetapi, salat Isya dan salat Subuh lebih berat bagi orang munafik karena rasa malas yang menyebabkan enggan melakukannya. Karena salat Isya adalah waktu di mana orang-orang bersitirahat, sedangkan waktu Subuh adalah waktu nikmatnya tidur. (Fathul Bari, 2: 141). []

INILAH MOZAIK


4 Tanda Orang Munafik dalam Alquran Surat Al-Ahzab

Terdapat sejumlah tanda-tanda orang munafik dalam surat Al-Ahzab

Setiap orang mukmin sepatutnya merasa khawatir jika sifat nifaq melekat pada dirinya, baik disadari maupun tidak. Inilah yang menjadi keresahan para sahabat Nabi SAW.

Ibnu Abi Mulaikah (wafat 117 H) berkata, “Aku bertemu dan berteman dengan 30 sahabat besar Nabi Muhammad SAW yang selalu merasa ketakutan bila digolongkan sebagai orang munafik. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang menyombongkan keimanan dan kesalehannya ataupun membual.”

Dalam surat al-Ahzab ayat 19, Allah SWT menyebutkan empat kriteria orang munafik. 

أَشِحَّةً عَلَيْكُمْ ۖ فَإِذَا جَآءَ ٱلْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَٱلَّذِى يُغْشَىٰ عَلَيْهِ مِنَ ٱلْمَوْتِ ۖ فَإِذَا ذَهَبَ ٱلْخَوْفُ سَلَقُوكُم بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى ٱلْخَيْرِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَمْ يُؤْمِنُوا۟ فَأَحْبَطَ ٱللَّهُ أَعْمَٰلَهُمْ ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا

“Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

Ciri pertama adalah bakhil. Jika diminta mengorbankan harta bendanya di jalan Allah, mereka enggan dan menolak. 

Apalagi, saat ada instruksi perang, mereka bersembunyi dan melarikan diri. Perangai orang munafik ini sesuai dengan peribahasa yang mengatakan, “Berat turut memikul dan ringan turut menjinjing, mereka me lengah seakan-akan tidak tahu.”

Kedua, karakter pura-pura, yaitu watak menipu, ingkar janji, bohong, dan khianat. Apabila berada dalam situasi sulit dan bahaya, mereka meminta tolong kepada Rasulullah dan orang-orang mukmin dengan mata yang terbalik-balik, seperti orang pingsan karena takut akan mati.

Namun, tatkala ditolong, rasa takut hilang dan situasi kembali normal, orang-orang munafik itu kembali kepada karakter aslinya. 

Mereka mencaci maki Nabi SAW dan orang-orang mukmin dengan kata-kata yang pedas dan sikap yang menyakitkan.

Ketiga, suka mencaci maki dan menghujat orang-orang beriman yang saleh. Mereka begitu membenci orang-orang mukmin yang gigih membela kebenaran (al-haq) demi menegakkan agama Allah.

Memuncaknya kebencian mereka adalah sesuatu yang lumrah karena prinsip dan worldviewnya berbeda. Misalnya, barisan mukmin sejati itu memiliki se mangat tinggi dalam melakukan gerakan dakwah Islam amar makruf nahi mungkar. 

Sebaliknya, kalangan orang munafik justru suka menyuruh berbuat mungkar dan mencegah kebaikan. Keempat, amal baik orang munafik menjadi sia-sia. Maknanya, amal baiknya itu dihapus dan ditolak sebab sejatinya mereka tidak beriman kepada Allah SWT.

Selain itu, terdapat sifat-sifat nifaq lainnya yang juga dijelaskan Alquran dan hadits Nabi Muhammad SAW. Seperti merasa berat mengerjakan ibadah, malas mengerjakan sholat, tidak berzikir kepada Allah kecuali sedikit, riya, menistakan agama, dan hatinya terkunci. Bahkan, untuk menutupi niat jahatnya, penampilan dan retorika mereka begitu memukau dan mengagumkan.

Berdasarkan ciri-ciri hipokrit tersebut, para ulama membaginya menjadi dua macam, yaitu nifak akbar (nifaq i’tiqadi) dan nifaq ashghar (nifaq amali). Oleh sebab itu, setiap Muslim wajib mewaspadai dan menjauhi keduanya. Apalagi nifaq akbar statusnya sama dengan kufur. Ancaman azabnya neraka jahanam paling bawah (QS an-Nisa [4]:145).

Oleh Imron Baehaqi

KHAZANAH REPUBLIKA

Bingung, Kok Ada Ulama Munafik dan Bagaimana Cara Mengenali Mereka?

Ulama Su’ dan Munafik

Mohon penjelasannya terkait ulama Su’ atau ulama munafik, kami sebagai orang awam kadang bingung kebanyakan mereka punya dalil-dalil. Bagaimana cara mengenali mereka? syukron

Jawab:

Segala puji bagi Allah atas keagungan sifat-sifat-Nya dan kemurahan anugerah-Nya, Shalawat dan Salam bagi Nabi Muhammad, berserta keluarga dan seluruh para sahabatnya.

Amma Ba’du..

Ulama artinya orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan tentang sesuatu. Sedangkan ilmu pengetahuan mempunyai dasar-dasar, berupa kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang jelas yang bisa diajarkan kepada orang lain. Setiap ilmu pengetahuan punya kekhususan dan terperinci yang hanya bisa dipahami oleh orang yang mendalaminya.

Ketika kita mengatakan Ulama Islam, maka yang dimaksud adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang syariat Islam, artinya mereka yang telah mempelajari ilmu-ilmu Islam sebagai sebuah ilmu pengetahuan.

Sehingga ulama adalah orang-orang yang menjelaskan kepada umat tentang ajaran Islam dari dua sumbernya yaitu Al Quran dan Sunnah. Mereka adalah penghubung antara Allah Taala dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dengan umat manusia. Para Ulama adalah orang-orang terbaik dan manusia pilihan dalam menyampaikan ajaran Allah Ta’ala.

Perlu diketahui ulama adalah manusia biasa, sehingga ada oknum atau beberapa orang diantara mereka menjadikan agama sebagai kendaraan untuk mendapatkan dunia dan hawa nafsu pribadinya berupa kekuasaan atau yang lainnya. Tapi sekali lagi saya ulangi, bahwa ulama sejenis ini adalah hanya oknum dalam jumlah yang sedikit saja.

Pada realita kehidupan kita sekarang, ulama yang dikategorikan sebagai ulama Suu’ (buruk) terdiri dari tiga kelompok:

1. Bukan ulama Islam, tapi seseorang yang sekedar mempunyai sedikit wawasan disebabkan membaca beberapa buku Islam, kemudian tampil seakan-akan seperti ulama; memberikan fatwa, mengarahkan umat.

Mereka hadir di media massa atau media sosial dengan sangat massif, sehingga masyarakat mengganggap mereka sebagai ulama.

Kenapa mereka bukan Ulama Islam?

Jawabnya: Karena mereka tidak mendalami ilmu Islam sebagai bidang ilmu pengetahuan, tapi mereka hanya memiliki wawasan umum tentang ajaran Islam.

Saya berikan contoh sederhana, ada orang yang suka baca buku kedokteran dan pengobatan, apakah dia langsung dianggap sebagai dokter? Jelas-jelas tidak.

Dokter adalah orang-orang yang telah sekolah dan menempuh Pendidikan kedokteran.

Andaikan masalah agama dan ulama kita berlakukan seperti masalah kedokteran, -Insya Allah- sebagian besar kerusakaan yang diakibatkan fatwa dan ceramah-ceramah tidak jelas akan hilang dan tiada.

2. Ulama yang terkena Syubhat, yaitu orang yang mempelajari Islam dan mempunyai pengetahuan tentang Islam, akan tetapi pengetahuan mereka telah tercampur dengan pengetahuan yang bertentangan dengan Islam, sehingga lahirlah pandangan-pandangan yang merusak Islam dan ajarannya. Mereka menjadi tokoh kelompok liberal.

3. Oknum Ulama yang mempunyai hawa nafsu berkuasa atau mengumpulkan harta atau memperbanyak pengikut; sehingga membolehkan yang haram atau melegalkan yang batil atau melarang yang halal untuk mencapai tujuannya.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Utsaimin rahimahullah berkata,”Ulama Suu’ adalah mereka yang mengajak orang kepada kesesasatan dan kekufuran, atau yang mengajak kepada bid’ah, atau menghalalkan apa yang diharamkan Allah Taala, atau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah Ta’alaa” (Syarah Tsalatsul Usul, Hal.151)

“Imam Ibnu Uyainah rahimahullah berkata: ”Mereka yang rusak dari ulama kita menyerupai orang-orang Yahudi, mereka yang rusak dari ahli ibadah kita menyerupai orang-orang Nashara”.

Penjelasannya, Allah Ta’ala mencela ulama Yahudi karena memakan hasil suap, mengumpulkan harta dengan cara yang batil, menghalangi dakwah di jalan Allah, membunuh para Nabi, membunuh orang-orang yang mengajak kepada kebaikan dan keadilan, menolak kebenaran karena kesombongan atau karena takut kehilangan sumber keuangan atau jabatan. Mereka memiliki sifat hasad, keras hati, menutupi kebeneran, menyamarkan kebatilan. Semua sifat itu ada pada ulama suu’, ahlul bid’ah dan yang serupa dengannya” (Al Hikam Al Jadirah bil ‘Idza’ah, Hal.44)

Permasalahan selanjutnya adalah kenapa ada ulama’ yang mengajak kepada kesesatan dengan mengunakan dalil-dalil, tentu saja ini akan membuat binggung terutama orang-orang awam (umum).

Saudaraku, jangan heran, Iblis saja melawan perintah Tuhan pakai dalil.

Untuk mempermudah pemahaman, saya contohkan dengan obat dan penyakit. Hampir semua orang tau, kalau sakit kepala obatnya minum X, mabuk perjalanan minum Y. Tanpa harus periksa ke dokter.

Akan tetapi, jika sakit kepala tidak kunjung sembuh dengan minum X, ditambah gejala-gejala lainnya. Bisa dipastikan akan periksa ke Dokter untuk mencari tau penyakitnya dan untuk mendapatkan resep obatnya.

Artinya, permasalahan agama ada yang bisa diketahui oleh semua orang dan ada yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang mendalami ilmu agama, bukan mereka yang hanya membaca bacaan yang bersifat keislaman saja.

Masalah dalil dan pendalilan adalah bagian atau domain orang-orang yang mendalami ilmu-ilmu Islam.

Dalam masalah dalil dan hukum perlu ada 4 perkara:

  1. Dalil, yaitu Al Quran dan Sunnah.
  2. Cara pendalilan, dipahami dengan memahami Usul Fiqih atau Usul Istidlal.
  3. Hukum yang dihasilkan, ini menjadi domain ilmu Fiqih.
  4. Orang yang berdalil, adalah orang yang memiliki kompetensi untuk mengambil hukum dari dalil, mereka disebut Mujtahid.

Namun yang terjadi adalah banyak orang hanya mengetahui dalil langsung dan kesimpulan hukum. Tanpa mengetahui cara istidlal (pendalilan) yang benar atau kompetensi orang yang berbicara tentang dalil tersebut.

Bagaimana harusnya kita bersikap?

Kami nasehatkan, ikutilah fatwa ulama yang sudah jelas keilmuannya atau lembaga-lembaga fatwa yang jelas kredibelnya.

Dan jangan lupa, kita harus mengetahui  profil Da’i atau Ulama tersebut; sekolahnya dari mana? atau berguru pada siapa? Sehingga diketahui kredibilitas dan kompentensinya dalam berbicara masalah agama.

Wallahu a’lam.

***

Dijawab oleh Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf , Lc. MA. (Dosen Ilmu Hadits STDI Jember)

Read more https://konsultasisyariah.com/36161-bingung-kok-ada-ulama-munafik-dan-bagaimana-cara-mengenali-mereka.html

Rasulullah SAW Ungkap Beda Mukmin dan Munafik Depan Alquran

Alquran menjadi sebaik-baik petunjuk bagi manusia untuk menemukan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Membaca, mempelajari, menghafal dan mengamalkan isi kandungan Alquran akan mengantarkan pada kemuliaan. 

Rasulullah SAW memberikan beberapa perumpamaan bagi orang yang membaca dan tidak membaca Alquran. Ini dapat ditemukan dalam Shahih al-Bukhari nomor 7.005 atau nomor 7560 dalam Fath al-Bari. Retikan redaksi haditsnya:  

“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran seperti utrujah, rasanya enak dan baunya wangi, dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Alquran seperti kurma, rasanya enak namun tidak berbau, dan perumpaman orang durhaka (munafik) yang membaca Alquran seperti buah raihana, baunya wangi namun rasanya pahit, dan perumpamaan orang durhaka (munafik) yang tidak membaca Alquran seperti hanzhalah, rasanya pahit dan tidak berbau,” Hadits serupa juga bisa ditemukan di Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, dan Tirmidzi. 

Rasulullah menjelaskan perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran seperti buah utrujah yang memiliki rasa enak dan baunya wangi. Utrujah sendiri merupakan buah yang masuk pada marga dari jeruk. Buah ini sangat harum dan enak bahkan dijadikan sebagai bahan untuk membuat parfum. 

Orang mukmin yang membaca Alquran bukan saja membuatnya mulia, terhormat, melainkan juga memancarkan kemuliaannya sehingga memberi manfaat bagi orang-orang lainnya. Dalam at- Tibyan, Imam Nawawi menjelaskan bahwa dengan membaca Alquran bisa melembutkan hati sehingga membuat yang membacanya mencium harumnya iman.   

Orang mukmin yang tidak membaca Alquran seperti kurma, rasanya enak namun tidak beraroma. Kurma merupakan buah yang rasanya manis dan memiliki banyak khasiat untuk kesehatan kendati buah ini tak memunculkan harum. Beberapa ulama berpendapat kategori ini merupakan orang yang beriman dan menjalankan ibadah namun hari-hari jarang dihiasi dengan membaca Alquran.  

Sedang perumpaman orang durhaka (munafik) yang membaca Alquran seperti buah raihana, baunya wangi namun rasanya pahit. Buah raihana memiliki wangi sehingga kerap diguanakan untuk wewangian. Namun buah ini memiliki rasa yang pahit bahkan disebutkan mengandung racun. 

Imam Nawawi menjelaskan kategori ini merupakan orang yang membaca Alquran tapi tak mengamalkannya. Orang seperti ini kerap menampakkan diri dihadapan orang lainnya seperti orang suci namun pada praktiknya kerap lalai dari ketaatan kepada Allah.   

Sedangkan perumpamaan orang durhaka (munafik) yang tidak membaca Alquran seperti hanzhalah. Beberapa ulama menyatakan hanzalah adalah rumput yang pahit dan bau.  Maka kategori ini merupakan orang-orang yang tidak bisa merasakan manisnya iman. Orang seperti ini tidak memberi manfaat baik bagi dirinya maupun orang lain.

KHAZANAH REPUBLIKA