Apa Benar Nabi Isa Lahir Bulan Desember?

KITA tahu bahwasanya di antara Nabi-Nabi Ulul Azmi, nabi-nabi yang kita muliakan juga adalah Nabi Isa ‘alaihi salam. Beliau adalah nabi yang kita muliakan. Bahkan beliau dengan ibunya yaitu Maryam itu disebutkan kisahnya dalam satu surat yaitu disebut dengan Surat Maryam.

Di dalam surat ini kita akan mengetahui bagaimanakah Maryam itu melahirkan Nabi Isa dan kita akan mengetahui pula kapankah Nabi Isa itu dilahirkan dan nanti kita bisa bandingkan dengan ajaran Nasrani.

Apakah memang benar natal itu berlangsung pada musim winter atau musim dingin yaitu pada bulan Desember ataukah pada waktu yang lainnya. Kita lihat apa yang disebutkan yaitu dalam Surat Maryam ayat ke 22 sampai 25. Allah berfirman:

“Maka ketika Maryam itu mengandung Nabi Isa lalu ia mengasingkan diri dengan kandungan itu ke tempat yang jauh. Maka ketika rasa sakit ingin melahirkan (berarti ingat ini momen-momen saat Maryam itu akan melahirkan) maka ia menuju ke batang pohon kurma. Lantas Maryam itu mengatakan bahwasanya, “Aduhai alangkah baiknya aku mati sekarang juga dan aku menjadi barang yang tidak berarti lagi dilupakan”.

“Kemudian Malaikat Jibril ketika itu datang menyuruhnya dari tempat yang rendah, ketika itu dikatakan dalam ayat ini, bahwasanya Malaikat Jibril itu datang mengatakan kepada Maryam dari bawahnya, “Janganlah engkau bersedih wahai Maryam, sudah dijadikan oleh Rab-Mu, Allah Ta’ala di bawahmu itu ada sungai yang mengalir”.

Kemudian dikatakan di ayat 25, Allah katakan, disini disebutkan malaikat:

“Memerintahkan dan goyanglah pohon kurma tersebut. (jadi dia tadi bersandar di pohon kurma) dan goyanglah kurma itu ke arahmu (salah satu mukjizat yang di berikan kepada Maryam dia bisa dalam keadaan hamil tua seperti itu dia bisa menggoyangkan pohon kurma) niscaya pohon itu (kata Malaikat) akan menggugurkan buah kurma yang sudah matang kepadamu”

Maka kita lihat, berarti disini Maryam saat itu melahirkan Isa as saat musim kurma itu ada. (Saat-saat musim kurma). Karena dikatakan dalam ayat tadi, Maryam itu mendapatkan apa? Mendapatkan buah kurma yang segar. Berarti buah kurmanya ini baru berbuah ketika itu, pohonnya baru berbuah, lezat dan banyak manfaat.

Lantas kapankah pohon kurma tadi berbuah seperti itu? Kalau kita lihat dan kalau kita pernah hidup di Arab. Di negeri gurun seperti itu tumbuh buah kurma, yang ada buah kurma itu baru ada, pohon kurma. Itu baru panen ketika musim panas yaitu ketika itu suhu diatas empat puluh lima derajat celcius. Keadaannya panas seperti inilah para petani kurma itu mulai panen.

Jadi berarti kalau kita melihat dari apa yang disebutkan Alquran. Maryam itu melahirkan Nabi Isa pada musim kurma yaitu pada musim panas. Dan kalau kita lihat berarti yang disebutkan dalam Alquran bukanlah pada bulan desember Nabi Isa lahir.

Dan ini dalam Kitab Bible yang di pegang orang-orang nasranipun itu menyebutkan demikian pada Bible yang asli pun menyebutkan demikian bahwasanya yang benar Nabi Isa tidak lahir pada bulan Desember yaitu pada musim winter atau musim dingin seperti saat ini. Namun beliau lahir pada musim panas sebagaimana yang dibuktikan juga di dalam Alquran.

Maka kita bisa ambil pelajaran di sini bahwasanya inilah sejarah yang benar. Dan inilah yang sudah di buktikan di Alquran. Dan Alquran itu membenarkan apa yang sudah disebutkan sebelumnya.

Dan kita simpulkan bahwasanya Nabi Isa, nabi kita yang mulia. Nabi diantara nabi ulul azmi dan beliau juga adalah nabi yang dimintai safaatul uzma. Beliau itu dilahirkan pada musim panas dan bukan pada musim dingin, seperti yang diakui orang-orang nasrani.

Jadi prinsip Alquran inilah yang kita pegang yaitu bahwasanya Nabi Isa lahir pada musim panas dan mudah-mudahan aqidah kita semakin lurus dengan memahami hal ini dan tidak tercampur dengan aqidah-aqidah yang lainnya yang dapat merusak prinsip kita dalam beragama.

Demikian mudah-mudahan bermanfaat, semoga Allah memberikan kita taufik untuk mendapatkan aqidah yang benar sesuai apa yang di ajarkan Allah dan rasulnya. Dan kitapun di berikan keistiqomahan diatas ajaran islam yang hakiki ini. [Ustaz Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Toleransi, Biarkan Mereka Rayakan Natal tapi…

INTINYA di antara kaum muslimin lebih-lebih yang hidup di lingkungan non muslim sampai hati mengucapkan selamat natal. Dan ini diyakini sebagai bentuk toleransi.

Padahal toleransi dalam Islam adalah membiarkan non muslim merayakan perayaan mereka, tanpa kita ikut campur dan tanpa kita memberi ucapan selamat. Ingat prinsip yang diajarkan pada kita,

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6).

Tugas kita adalah menjauh dari perayaan non muslim, bukan turut serta. Umar berkata, “Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.” Demikian apa yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 723-724.

Tak takutkah kita pada murka Allah? Beda halnya jika yang dikunjungi adalah kekasih Allah dari kalangan orang beriman. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang menengok orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka ada dua malaikat yang menyeru dan mendoakan, “Engkau sudah baik dan baik pula perjalananmu, maka sudah disiapkan tempatmu di surga.” (HR. Tirmidzi no. 2008. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan ghorib).

Semoga Allah memberi hidayah. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Ternyata Soal Natal Sudah Disebut dalam Alquran

ALQURAN ternyata sudah membicarakan kapan Nabi Isa alaihis salam lahir, yaitu kapan Natal. Itu terjadi pada musim panas, bukan pada musim winter seperti diklaim pada bulan Desember ini. Bila kita telurusuri dalam Al Quran, hari kelahiran Isa bukan pada musim winter (musim dingin) seperti di klaim pada bulan Desember. Simak ayat berikut,

“Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 22-25).

Sebagaimana kata Syaikh As Sadi, “ruthoban janiyya” yang dimaksud adalah kurma yang punya sifat, “Segar, lezat dan banyak manfaat.” Syaikh Abu Bakr Al Jazairi juga menyatakan semisal itu yaitu kurma yang sudah baik dan layak dipanen. Berarti dari penjelasan dua ulama tersebut kurma yang segar di sini berarti kurma yang matang.

Kurma adalah buah khas negeri gurun. Yang pernah tinggal di Arab pasti tahu bahwa buah ini barulah matang ketika musim panas (sekitar Juni Oktober) saat suhu di atas 45 derajat celcius. Walau sangat panas dan menyiksa, saat itulah yang dinantikan para petani untuk memanen kurma. Jika demikian hari kelahiran Isa apakah pas di bulan Desember? Di bulan Desember, malah daerah jazirah mengalami musim dingin yang sangat, bukan panas seperti saat pohon kurma berbuah.

Dari Al Quran saja dapat dibuktikan bahwa 25 Desember bukanlah hari Natal (hari kelahiran Isa). Pelajaran berharga dari Syaikh Abu Bakr Al Jazairi dalam kitab tafsirnya Aysarut Tafasir, di mana beliau mengatakan, “Dalam ayat di atas terdapat pelajaran bahwa kita dituntut melakukan usaha. Ketika itu Allah telah menetapkan adanya pohon yang berbuah yang disediakan untuk Maryam, yang tentu mendatangkan pohon semacam itu di luar kemampuan Maryam. Kemudian Maryam diperintahkan untuk menggerakkan pohon kurma saat ia merasakan sakit ketika melahirkan. Ia menggoyangkan tersebut untuk membuat kurma (ruthob) yang sudah matang tersebut jatuh. Untuk menggerakkan tersebutlah yang masih dalam taraf kemampuan Maryam.”

Hanya Allah yang memberi taufik. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Aku Tak Ucapkan Selamat Natal, Itu Prinsipku

BAGAIMANA hukum mengucapkan selamat natal pada rekan atau teman yang beragama Nashrani? Apakah boleh seorang muslim mengucapkan selamat natal? Ada diskusi menarik sebagai ilustrasi bahwa mengucapkan selamat natal tidaklah pantas bagi seorang muslim walau hanya sekedar kata-kata di lisan.

(Muslimah = Muslim, Natali = Nashrani)

Natali : Mengapa engkau tidak mengucapkan selamat natal padaku?

Muslimah : Ooh maaf, untuk yang satu ini aku tidak bisa. Agama kami mengajarkan berbuat baik terhadap sesama termasuk pada non muslim. Namun jika ada sangkut paut dengan urusan agama, maka prinsip kami, “Lakum diinukum wa liyadiin”, bagi kalian agama kalian, bagi kami agama kami. Monggo kalian berhari raya, kami tidak mau turut campur. Demikian toleransi antar beragama dalam agama kami.

Natali : Kenapa tidak mau ucapkan selamat? Bukankah itu hanya sekedar kata-kata? Teman muslimku yang lain mengucapkannya padaku.

Muslimah : Mungkin mereka belum tahu kalau itu tidak boleh. Natali, coba seandainya saya suruh kamu mengucapkan “dua kalimat syahadat”, asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah, engkau mau?

Natali : Oh tidak, saya tidak bisa mengucapkannya. Itu akan mengganggu kepercayaan saya.

Muslimah : Kenapa gak mau? Bukankah itu hanya sekedar kata-kata? Ayo, ucapkanlah. Sekali saja.

Natali : Baik, sekarang, saya mengerti.

Inilah logika yang sederhana namun cerdas cukup menggambarkan kepada kita bagaimana seharusnya hubungan antara kedua umat yang berbeda keyakinan. Sementara hari ini banyak orang yang dianggap “tokoh” masyarakat level nasional/lokal dari kalangan muslim tampil sok humanis, pluralis, wisdom, menjadi pahlawan, pemimpin hebat kemudian mengucapkan “selamat natal” kepada umat Nashrani tanpa disadari hal tersebut telah merusak akidah dirinya dan umat Islam. Tentu ini menabrak tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sosok muslim yang kehilangan jati diri, “muslim KTP” yang eksis terlepas dari pakem dan manhaj hidup yang digariskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “selamat” artinya terhindar dari bencana, aman sentosa; sejahtera tidak kurang suatu apa; sehat; tidak mendapat gangguan, kerusakan dsb; beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal. Dengan begitu ucapan selamat artinya adalah doa (ucapan, pernyataan, dsb) yang mengandung harapan supaya sejahtera, tidak kurang suatu apa pun, beruntung, tercapai maksudnya, dsb.

Adapun natal adalah sebuah perayaan kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa Al Masih alaihis salam) yang dalam pandangan umat Nashrani saat ini ia adalah anak Tuhan dan Tuhan anak serta meyakini ajaran Trinitas. Lalu bagaimana bisa seorang muslim yang bertolak belakang dan jelas berbeda pemahamannya mengenai Nabi Isa mendoakan kaum Kristen keselamatan atas apa yang mereka pahami tadi? Padahal dengan sangat jelas Allah menyatakan mereka sebagai orang kafir,

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). ” (QS. Al Maidah: 72-75).

Jadi, sekiranya ada umat muslim yang berkata, “Selamat Hari Natal” berarti dia menganggap, bahwa Yesus itu memang pernah lahir pada tanggal 25 Desember, sebagai anak Tuhan. Dan jelaslah hal ini haram. Karena telah merusak akidah Islamnya. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Mengucapkan Natal demi Menjaga Hubungan?

BOLEHKAH bertamu pada non muslim untuk mengucapkan selamat natal? Kebiasaan seperti ini masih dilakukan di sebagian tempat apalagi yang berada di tempat yang mayoritas tetangganya adalah Nashrani. Hal ini pun kita temukan pada sebagian pegawai ketika mengucapkan selamat natal pada atasannya yang non muslim.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya, “Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat Natal dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?”

Beliau rahimahullah menjawab, Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashrani dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)

Adapun dulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.

Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita samakan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan hanya mengikuti hawa nafsu.

 

INILAH MOZAIK

Saudara ada yang Nasrani, Bolehkah Ucapkan Natal?

BOLEHKAH mengucapkan selamat natal pada kerabat? Karena barangkali di antara kerabat ada yang non muslim, bisa jadi orang tua, saudara atau yang masih punya hubungan dekat seperti hubungan mahram.

Allah Taala berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah: 22).

Ayat ini menunjukkan bahwa konsekuensi dari hamba yang beriman adalah mencintai orang yang beriman dan loyal padanya, serta benci pada orang yang tidak beriman dan menjadi musuh Allah dan Rasul-Nya walau itu adalah kerabat dekat. Lihat Taisir Al Karimir Rahman, hal. 848.

Berarti dukungan apa pun pada agama dan perayaan kerabat yang non muslim tidak dibolehkan. Termasuk bentuk dukungan yang tidak boleh adalah menghadiri perayaan non muslim seperti perayaan natal. Ibnul Qayyim menuturkan bahwa Allah telah menyebut perayaan non muslim dengan istilah “az zuur”. Inilah yang dimaksudkan dari ayat, “Dan orang-orang yang tidak menghadiri az zuur” (QS. Al Furqan: 72). Adh Dhahak menyatakan bahwa yang dimaksudkan adalah perayaan orang-orang musyrik. (Ahkam Ahli Adz Dzimmah, hal. 492)

Ibnul Qayyim menerangkan, “Sebagaimana mereka tidak boleh menampakkan hari raya mereka di tengah-tengah kaum muslimin, kaum muslimin pun tidak boleh turut serta, membantu dan hadir dalam perayaan mereka tersebut. Hal ini telah disepakati oleh para ahli ilmu (para ulama) dan telah dinyatakan oleh para ulama empat madzhab di kitab-kitab mereka.” (Idem)

Untuk menghadiri perayaan tersebut saja tidak boleh, apalagi sampai kaum muslimin yang merayakan atau membuat acaranya. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah memiliki kata sepakat akan tidak bolehnya orang kafir menampakkan perayaan hari raya mereka di tengah-tengah kaum muslimin. Maka bagaimana mungkin kaum muslimin yang dibolehkan merayakannya? Atau mau dikata kalau muslim tidaklah masalah dari merayakannya daripada kafir yang merayakannya terang-terangan?!” (Iqtidha Ash Shirothil Mustaqim, 1: 510).

Bentuk dukungan yang tidak boleh ada pula adalah mengucapkan selamat natal. Ibnul Qayyim berkata, “Adapun memberi ucapan selamat pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma (kesepakatan) para ulama.” (Ahkam Ahli Adz Dzimmah, hal. 154).

 

INILAH MOZAIK

Memajang Ucapan Selamat Natal

Sebagian pedagang muslim pun demi menghormati customer-nya, ia sengaja memajang ucapan selamat natal atau merry christmas, berupa stiker, spanduk atau tempelan lainnya di tokonya. Inilah yang biasa kita saksikan di bulan Desember ini. Apakah seperti ini dibolehkan dilakukan oleh seorang muslim?

Sebagian pedagang muslim pun demi menghormati customer-nya, ia sengaja memajang ucapan selamat natal atau merry christmas, berupa stiker, spanduk atau tempelan lainnya di tokonya. Inilah yang biasa kita saksikan di bulan Desember ini. Apakah seperti ini dibolehkan dilakukan oleh seorang muslim?

Toleransi dalam Islam

Islam sangat menjunjung toleransi. Namun toleransi yang dimaksud adalah masih dibolehkannya bermuamalah dengan non-muslim. Juga kita diperintahkan untuk membiar saja non-muslim beribadah tanpa turut campur. Ingat prinsip kita sebagaimana yang telah tertera dalam ayat,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun: 6)

Juga disebutkan dalam ayat lain,

أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ

Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)

لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ

Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55)

Prinsip ini berarti kita biarkan non-muslim berhari raya, tanpa ada peran serta dari kita untuk membantu, mengucapkan selamat, atau memberi hadiah.

Sepakat Ulama: Seorang Muslim Haram Mengucapkan Selamat Natal

Klaim ijma’ haramnya mengucapkan selamat pada hari raya non-muslim terdapat dalam perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah berikut ini, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” (Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 441)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan pula, “Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama orang kafir adalah haram berdasarkan sepakat ulama” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3: 45).

Syaikhuna, Syaikh Dr. Sholih Al Fauzan hafizhohullah berkata dalam fatwanya, “Hal-hal yang sudah terdapat ijma’ para ulama terdahulu tidak boleh diselisihi bahkan wajib berdalil dengannya. Adapun masalah-masalah yang belum ada ijma’ sebelumnya maka ulama zaman sekarang dapat ber-ijtihad dalam hal tersebut. Jika mereka bersepakat, maka kita bisa katakan bahwa ulama zaman sekarang telah sepakat dalam hal ini dan itu. Ini dalam hal-hal yang belum ada ijma sebelumnya, yaitu masalah kontemporer. Jika ulama kaum muslimin di seluruh negeri bersepakat tentang hukum dari masalah tersebut, maka jadilah itu ijma’.” (Lihat fatwa beliau di sini: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2385)

Memajang Ucapan Selamat Natal

Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,

اجتنبوا أعداء الله في عيدهم

“Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi di bawah judul bab ‘terlarangnya menemui orang kafir dzimmi di gereja mereka dan larangan menyerupai mereka pada hari Nairuz dan perayaan mereka’ dengan sanadnya dari Bukhari, penulis kitab Sahih Bukhari sampai kepada Umar).

Nairuz adalah hari raya orang-orang qibthi yang tinggal di Mesir. Nairuz adalah tahun baru dalam penanggalan orang-orang qibthi. Hari ini disebut juga Syamm an Nasim. Jika kita diperintahkan untuk menjauhi hari raya orang kafir dan dilarang mengadakan perayaan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin diperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.

Sebagai penguat tambahan adalah judul bab yang dibuat oleh Al Khalal dalam kitabnya Al Jaami’. Beliau mengatakan, “Bab terlarangnya kaum muslimin untuk keluar rumah pada saat hari raya orang-orang musyrik…”. Setelah penjelasan di atas bagaimana mungkin kita diperbolehkan untuk mengucapkan selamat kepada orang-orang musyrik berkaitan dengan hari raya mereka yang telah dihapus oleh Islam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam bukunya, Al Iqtidha’ 1: 454 menukil adanya kesepakatanpara sahabat dan seluruh pakar fikih terhadap persyaratan Umar untuk kafir dzimmi, “Di antaranya adalah kafir dzimmi baik ahli kitab maupun yang lain tidak boleh menampakkan hari raya mereka … Jika kaum muslimin telah bersepakat untuk melarang orang kafir menampakkan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin seorang muslim diperbolehkan untuk menyemarakkan hari raya orang kafir. Tentu perbuatan seorang muslim dalam hal ini lebih parah dari pada perbuatan orang kafir.”

Dan jelas saja, memajang ucapan selamat natal di toko termasuk dalam bentuk menyemarakkan perayaan non muslim.

Selaku muslim pun kita diperintahkan untuk tidak loyal pada orang kafir walaupun itu anggota kerabat, apalagi terkait dengan urusan agama mereka.

لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah: 22)

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Nabi Isa Disebutkan 25 Kali Dalam Al-Quran

Pak Ustad, Apakah Benar dalam Al-Quran tertulis nama ISA (YESUS) sebanyak 75%? Sedangkan MUHAMMAD hanya 2%?

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sebenarnya nabi Isa ‘alaihissalam bukan disebutkan 25 persen di dalam Al-Quran, tetapi nama nama beliau disebutkan sebanyak 25 kali. Sedangkan nama Muhammad SAW hanya disebutkan 4 kali dalam Al-Quran.

Jauh lebih banyak nama Nabi Isa ‘alaihissalam yang disebutkan namanya dari pada nama Nabi Muhammad SAW. Semua ini menunjukkan banyak hal. Di antaranya:

1. Kedudukan Nabi Isa ‘alaihissalam sangat tinggi dalam Islam

Kedudukan nabi Isa memang sangat tinggi dalam Islam. Sampai-samapi Al-Quran menyebut namanya puluhan kali.

Dan memang sesungguhnya Nabi Isa memang benar-benar seorang nabi yang wajib diimani dan dihormati. Tentunya dengan nabi-nabi yang lainnya.

Sudah seharusnya para pemeluk kristiani pun menghormati nabi Muhammad SAW. Sebab umat Islam tidak kurang hormatnya kepada nabi mereka. Walau pun tidak harus menjadikan sang Nabi sebagai tuhan.

Namun penghormatan kepada nabi Isa dalam pandangan Islam berbeda dengan pandangan kristiani. Islam tidak menuhankannya, Islam hanya mengakuinya sebagai manusia biasa, namun beliau menerima wahyu dan syariah yang berlaku untuk kaumnya saja.

Adapun untuk umat Islam, yang dijadikan sandaran dalam hukum syariah adalah sikap dan teladan Nabi Muhammad SAW.

2. Adanya Keterkaitan antara Isa dan Muhammad

Sebenarnya hubungan antara agama yang dibawa nabi Isa dengan yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW berasal dari sumber yang sama. Kecuali kemudian orang-orang sesat menyelengkan peninggalan beliau dan menggantinya dengan agama yang mereka karang sendiri.

Dan karena hubungannya sangat dekat, tidak aneh kalau nama Nabi Isa diulang-ulang sebagai 25 kali dalam Al-Quran.

Bahkan hubungan Islam dengan nabi Musa dan umatnya juga sangat erat. Tahukah anda, berapa kali kata Musa terulang-ulang di dalam Al-Quran?

Jawabnya adalah kata Musa diulang sebanyak 131 kali.

3. Yang Penting Bukan Berapa Banyak Penyebutannya

Selain itu buat umat Islam, tidak ada masalah bila nama nabi Muhammad SAW hanya disebut 4 kali saja di dalam Al-Quran. Sebab yang penting bukan penyebutannya namanya, melainkan kita semua tahu bahwa ke-114 surat dan 30 juz dalam Al-Quran memang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.

Jadi kalau keseluruhan Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, buat apa lagi nama beliau harus selalu disebut-sebut.

Dan yang penting, kemuliaan suatu makhluq tidak ditentukan dari berapa kali namanya disebutkan di dalam Al-Quran. Tahukah anda, berapa kali kata Syaithan disebutkan di dalam Al-Quran? Jumlahnya tidak kurang dari 62 kali.

Apakah kita akan menghormati syaithan? Tentu saja tidak.

Tahukah Anda berapa kali kata Iblis diulang-ulang di dalam Al-Quran? Jawabnya adalah 11 kali. Apakah kita akan menghormati iblis hanya karean namanya diulang 11 kali dalam Al-Quran? Tentu saja tidak.

Di sisi lain, sebenarnya setiap kali ada ayat Al-Quran yang dimulai dengan kata Qul (katakanlah), itu merupakan dialaog Allah kepada beliau SAW untuk mengatakan sesuatu atau menyampaikan sesuatu. Dan kalau dihitung-hitung, jumlahnya mencapai 300 lebih.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc

Ucapan Selamat Natal, Ulama Dahulu dan Sekarang

Coba kita lihat hari ini, banyak yang disebut ustadz/ustadzah di TV ucapin selamat natal dan katakan ini khilaf, ada perselisihan di antara para ulama.

Coba kita lihat hari ini, banyak yang disebut ustadz/ustadzah di TV ucapin selamat natal dan katakan ini khilaf, ada perselisihan di antara para ulama.

Coba bandingkan saja keilmuan dan kewara’an ulama dahulu dan ulama saat ini. Yang disebut ulama di masa kini, mereka berkata bahwa dalam ucapan selamat natal bagi musim terdapat khilaf (ada beda pendapat). Namun ulama di masa silam katakan tidak ada beda pendapat sama sekali atau itu adalah Ijma’ (kesepakatan ulama).

Coba lihat saja perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah,

“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.”

Bahkan jauh-jauh hari saja para sahabat Nabi sudah katakan jauhilah perayaan non-muslim, bukan malah dekati.

Umar berkata,

اجتنبوا أعداء الله في أعيادهم

“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم

“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”

Yang disebut ulama saat ini malah ada yang turut masuk gereja untuk merayakan natal dan ucapkan selamat natal.

Kami lebih tentram dengan pendapat ulama masa silam. Mereka berpendapat di atas ilmu, di atas kewara’an dan bukan ingin cari simpati orang. Kalau mau bandingkan ilmunya pun bagaikan langit dan …. .

Tapi itulah musibah di akhir zaman, banyak muncul ustadz-ustadz selebriti yang asal berfatwa.

Hamdun bin Ahmad pernah ditanya, ” Mengapa ucapan ulama salaf lebih berkesan dibanding ucapan kita?” Jawabnya,

لأنهم تكلموالعز الإسلام ونجاة النفوس ورضا الرحمن ، ونحن نتكلم لعزالنفوس وطلب الدنيا ورضا الخلق

“Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa manusia dan keridhaan Ar-Rahman. Sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri sendiri, mencari dunia dan keridhaan manusia.” (Shifatush Shafwah, 4: 122)

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

إنما الفقيه من يخشى الله

“Orang yang faqih (berilmu) adalah yang takut pada Allah.” Dinukil dari Talbisul Iblis karya Ibnul Jauzi. Cukup nasehat ini menjadi isyarat bagi kita manakah orang yang berilmu dan manakah orang yang cuma cari kemasyhuran dan ketenaran.

Wallahu waliyyut taufiq.

Disusun di pagi di Panggang, Gunungkidul, 22 Safar 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Karyawan Toko dengan Topi Sinterklas

Semua mal, kantor-kantor swasta dan BUMN pakai pohon natal, pegawai atau karyawannya disuruh pakai topi-topi merah (Sinterklas). Seandainya kita pergi ke negara-negara Kristen di Eropa tidak ada tuh kalau Idul Fitri karyawan tokonya disuruh pakai sorban kayak ustadz-ustadz. Di Indonesia saja yang aneh, begitu menjelang natal ramai kenakan busana seperti itu.

Selama bulan Desember, sebagian karyawan mulai berdandan dengan aksesoris perayaan Natal umat Nashrani dengan menggunakan topi sinterklas (santa klaus). Hari Ahad lalu, kami pun sempat menemukan di Bandara Soeta, pelayan toko sibuk melayani kami dengan topi sinterklas. Padahal kami tahu, tampangnya adalah muslim. Sungguh sayang, malah penampilan Nashrani yang ia kenakan. Ini tidak hanya ditemukan pada pelayan toko, ada pula pengemudi taksi yang mengenakan pakaian ala christmas ini di bulan Desember.

Toleransi yang Kebablasan

Semua mal, kantor-kantor swasta dan BUMN pakai pohon natal, pegawai atau karyawannya disuruh pakai topi-topi merah (Sinterklas). Seandainya kita pergi ke negara-negara Kristen di Eropa tidak ada tuh kalau Idul Fitri karyawan tokonya disuruh pakai sorban kayak ustadz-ustadz. Di Indonesia saja yang aneh, begitu menjelang natal ramai kenakan busana seperti itu.

Toleransi yang sebenarnya adalah membiarkan kaum Nashrani dengan perayaan mereka, bukan ikut nimbrung merayakan. Banyak umat Islam yang salah kaprah dengan istilah toleransi. Padahal agama kita sudah memiliki prinsip,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun: 6). Ayat ini semisal firman Allah Ta’ala,

قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ

Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (QS. Al Isra’: 84)

أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ

Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)

لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ

Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55)

Ibnu Jarir Ath Thobari berkata, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang aku anut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 24: 704)

Lakum diinukum wa liya diin juga bisa terdapat dua makna. Pertama, bagi kalian akidah kekufuran yang kalian anut, bagi kami akidah Islam. Kedua, karena diin bisa bermakna al jazaa’, yaitu hari pembalasan, maka artinya: bagi kalian balasan dan bagiku balasan. Demikian dijelaskan oleh Al Mawardi dan Muhammad Sayid Thonthowi dalam kitab tafsir keduanya.

Simbol Agama Nashrani, Nabi Suruh Lepas

‘Adi bin Hatim pernah berkata bahwa beliau pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di lehernya terdapat salib dari emas. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan,

يَا عَدِىُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ

Wahai ‘Adi buang berhala yang ada di lehermu.” (HR. Tirmidzi no. 3095, hasan menurut Syaikh Al Albani)

Kita tahu bahwa ‘Adi bin Hatim dulunya adalah Nashrani, sehingga masih ada bekas-bekas agamanya yang dulu. Wajar ketika itu beliau masih menggunakan salib. Maka Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam suruh melepas simbol agama Nashrani tersebut. Tentu hal yang sama akan diberlakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika melihat pegawai, karyawan, pelayan dan pengemudi muslim mengenakan simbol Nashrani berupa topi santa klaus atau sinterklas. Karena kita umat Islam pun setuju, itu bukan simbol perayaan kita.

Tidak Boleh Mentaati Atasan dalam Maksiat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ

Tidak boleh mentaati makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad 5: 66, dari Al Hakam bin ‘Amr Al Ghifari. Sanad hadits ini shahih, kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth). Mengenakan aksesoris natal tentu tidak boleh ditaati jika diperintah oleh atasan.

Bagaimana jika paksaan? Kami jawab, bahwa senyatanya pekerjaan di muka bumi itu banyak. Jika harus keluar dari pekerjaan seperti itu, pasti Allah akan beri ganti yang lebih baik.

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً اتِّقَاءَ اللَّهِ جَلَّ وَعَزَّ إِلاَّ أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْراً مِنْهُ

Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah ‘azza wa jalla, melainkan Allah mengganti dengan yang lebih baik” (HR. Ahmad 5: 78, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)

Bagi atasan Nashrani, tolong jangan paksa kami untuk memakai simbol agama kalian. Karena kalian pun tidak pernah menggunakan koko, kopiyah dan simbol agama kami ketika kami merayakan Idul Fitri dan Idul Adha. Sudah cukup dengan karyawan atau pegawai Nashrani yang mengenakannya, bukan kami yang ingin komitmen dengan ajaran Islam turut nimbrung dalam merayakan.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 1 Safar 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id