Pacaran dalam koridor syariat masih diperbolehkan dalam batas wajar
Dalam Islam, tujuan dilakukannya pernikahan adalah untuk menyempurnakan agama, selain juga sebagai sunnah Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan berpacaran meski dalam batasan syariat ada dispensasinya, namun bila dilakukan dengan tanpa disertai niat menikahi memiliki konsekuensi hukum yang menyertainya.
Prof Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menjelaskan, berpacaran dapat dianggap pendahuluan perkawinan yang disebut bertunangan atau meminang jika pacaran tersebut masih dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sedangkan dalam fikih Islam, bertunangan atau peminangan disebut dengan al-khitbah.
Syekh Wahbah Zuhaili, sebagaimana dikutip Prof Huzaemah, menyebutkan bahwa bertunangan menunjukkan keinginan untuk kawin dengan seorang wanita tertentu. Serta memberitahukan kepadanya, atau walinya tentang hal itu. Kemudian, pemberitahuan itu dapat dianggap sempurna, langsung, atau dengan perantara walinya.
Bertunangan adalah apabila seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk dijadikan istrinya. Baik dengan cara terang-terangan, maupun dengan cara sindiran.
Sedangkan menurut Sulaeman Rasyid, meminang adalah menyatakan permintaan untuk perjodohan dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai.
Sehubungan dengan kedudukan perkawinan merupakan dasar dan awal pembentukan masyarakat, maka Islam membenarkan kepada calon yang akan mendirikan rumah tangga untuk meninjau pasangan hidupnya dari berbagai segi melalui pertunangan atau peminangan. Pertunangan atau peminangan itu merupakan mukaddimah perkawinan.
Salah satu tujuan perkawinan adalah untuk melestarikan keturunan dan mengandung unsur mendidika jiwa manusia agar bertambah kelembutan jiwanya dan kecintaannya. Terutama, kata Prof Huzaemah, di masa sekarang ini di mana masalah seksual erat kaitannya dengan kebutuhan biologis manusia.
Seorang pria yang bermaksud akan melakukan akad nikah dengan seorang wanita, perlu mengenal calon istrinya itu (begitu pun sebaliknya). Dengan mengetahui seluk beluk dan hal-ihwal calon istri, sehingga akan menimbulkan kemantapan atau gambaran yang konkret tentang kemampuan calon suami istri itu dalam mengemban rumah tangga.
Memilih calon pasangan hidup dengan meninjau latar belakang, sikap, serta agamanya adalah tuntunan agama. Sedangkan apabila seseorang melakukan pacaran tanpa niat menikahi, hal ini sama sekali bukan tuntunan agama melainkan tuntunan setan. Sebab dalam pacaran pada umumnya terdapat unsur-unsur pendekatan terhadap zina. Allah berfirman dalam Alquran surat Ar Rum ayat 21.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Wa min aayatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwaaja litaskunuu ilaiha wa ja’ala bainakum mawaddatan wa rahmatan inna fii dzalika la-aayati liqaumi yatafakkarun.”
Yang artinya, “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Dijelaskan bahwa dalam kompilasi hukum Islam, apabila perwakinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, maka tidak demikian dengan pacaran yang dilakukan tanpa adanya niat keseriusan.
Terlebih pacaran yang dilakukan hanya menjerumuskan satu sama lainnya ke dalam jurang kemaksiatan, hal ini jelas dilarang agama. Sebab untuk mendekati zina saja, umat Islam tidak diperkenankan. Terlebih, Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ “Apabila seseorang dari kamu meminang perempuan dan sanggup dia melihat darinya sebagian apa yang menarik untuk menikahinya, hendaklah dia lakukan.”
Sehingga apabila terdapat seseorang yang menyatakan cinta kepada pacarnya tanpa ada sedikit pun niat keseriusan menikahi, sudah dipastikan apa yang dikatakannya itu hanyalah isapan jempol semata.