Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (9)

7. Ciuman cinta

Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- berkata,

قَبَّلَ النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ ، وَعِنْدَهُ الأقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِىُّ جَالِسًا ، فَقَالَ الأقْرَعُ : إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ قَالَ : مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin ‘Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro’ bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata, ‘Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat kepada Al-‘Aqro’ lalu beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang tidak menyayangi maka ia tidak akan dirahmati’” (HR Al-Bukhari no 5997 dan Muslim no 2318).

Dalam kisah yang sama dari ‘Aisyah –semoga Allah meridhainya- ia berkata,

جَاءَ أَعْرَابِى إِلَى النَّبِى صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ ، فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِى صلى الله عليه وسلم أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ

Datang seorang Arab badui kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda, ‘Apakah kalian mencium anak-anak laki-laki? Kami tidak mencium mereka.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa sayang dari hatimu’” (HR Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317).

Ibnu Baththol rahimahullah berkata, “Menyayangi anak kecil, memeluknya, menciumnya, dan lembut kepadanya termasuk dari amalan-amalan yang diridhai oleh Allah dan akan diberi ganjaran oleh Allah. Tidakkah engkau perhatikan Al-Aqro’ bin Haabis menyebutkan kepada Nabi bahwa ia memiliki sepuluh orang anak laki-laki, tidak seorang pun yang pernah ia cium, maka Nabi pun berkata kepada Al-Aqro’ bahwa siapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang.

Maka hal ini menunjukan bahwa mencium anak kecil, menggendongnya, ramah kepadanya merupakan perkara yang mendatangkan rahmat Allah1.

8. Candaan Cinta

Dari Mahmud bin Ar-Robi’ berkata,

عَقَلْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَجَّةً مَجَّهَا فِي وَجْهِي وَأَنَا ابْنُ خَمْسِ سِنِينَ مِنْ دَلْوٍ

“Saya teringat sebuah semburan (air dari mulut) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau semburkan di wajahku, air itu diambil dari timba, sedangkan ketika itu saya (masih) seorang anak berumur lima tahun” (HR. Al-Bukhari).

Ada sebuah riwayat Imam Ahmad, tentang kisah Abu Umair yang telah disebutkan sebelum ini, terdapat keterangan, “Dan beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dahulu banyak mencandainya (Abu Umair). Suatu saat beliau mengunjunginya, lalu beliau melihatnya dalam keadaan sedih, kemudian beliau bertanya,

مالي أرى أبا عمير حزيناً ؟

“Saya melihat Abu Umair bersedih, ada apa gerangan?”

Kemudian orang-orangpun menjawab, “Telah mati burung kecilnya yang dahulu ia bermain dengannya!” (HR. Imam Ahmad, shahih)

[Bersambung]

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29200-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-9.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (8)

4. Kata Cinta

عن أنس بن مالك رضي الله عنه أنه مر على صبيان فسلم عليهم وقال كان النبي صلى الله عليه وسلم يفعله

Diriwayatkan dari Anas, bahwa beliau melewati beberapa anak kecil lalu beliau (Anas) memberi salam kepada mereka dan berkata, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud  dan At-Tirmidzi).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian” (HR. Muslim no. 54).

Al-Baraa` radhiyallahu ‘anhu berkata, Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda –sedangkan Al-Hasan bin Ali diatas pundaknya-,

اللهم إني أحبه فأحبه

“Ya Allah, sesungguhnya saya mencintainya, maka cintailah ia” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

5. Sentuhan Cinta

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

كان صلى الله عليه وسلم يزور الأنصار، ويسلِّم على صبيانهم، ويمسح رؤوسهم

“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi para sahabat Anshar, mengucapkan salam kepada anak-anak mereka dan mengecup kepala anak-anak mereka” (HR. An-Nasaa`i, shahih).

Dari Jabir bin Samuroh berkata,

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْأُولَى، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى أَهْلِهِ وَخَرَجْتُ مَعَهُ، فَاسْتَقْبَلَهُ وِلْدَانٌ، فَجَعَلَ يَمْسَحُ خَدَّيْ أَحَدِهِمْ وَاحِدًا وَاحِدًا

“Saya menunaikan shalat Zhuhur bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau keluar menuju ke rumah istri beliau dan saya pun keluar bersama beliau. Muncullah anak-anak menemui beliau, beliaupun mulai mengusap kedua pipi salah seorang dari mereka, satu persatu”.

Jabir bin Samuroh berkata,

وَأَمَّا أَنَا فَمَسَحَ خَدِّي

“Adapun saya, maka beliau mengusap satu pipiku” (HR. Muslim).

6. Dekapan Cinta

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengambilku dan mendudukkanku di atas pahanya serta meletakkan Hasan di paha beliau yang lainnya, lalu beliau mendekap keduanya dan berdo’a,

اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمَا فَإِنِّي أَرْحَمُهُمَا

Ya Allah kasihilah keduanya karena aku mengasihi keduanya” (HR. Al-Bukhari).

Pelajaran

Kata-kata cinta, sentuhan dan dekapan cinta yang dicontohkan oleh sosok utusan Allah yang paling mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika kita terapkan dengan ikhlas dan semangat ittiba’ kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akan melahirkan buah-buah positif bagi pembentukan karakter keturunan kita. Sebut saja sifat-sifat positif pada diri anak yang diharapkan muncul dan menguat itu, seperti sang anak akan terpupuk rasa kasih sayangnya terhadap sesama, mencintai dan menghormati orang yang lebih tua, merasa diperhatikan dan dihargai oleh orang yang lebih tua usianya, serta melatih komunikasi atas dasar cinta kasih, baik verbal maupun non verbal.

(Bersambung)

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29186-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-8.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (7)

2. Panggilan Cinta

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia berkata, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menjenguk kami. Ketika itu saya memiliki adik laki-laki yang masih kecil, dijuluki Abu Umair. Ia memiliki burung kecil yang ia suka bermain dengannya. Lalu matilah burung itu. Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya, lalu beliau melihatnya sedang bersedih, kemudian beliau bertanya,

مَا شَأْنُهُ

“Ada apa dengannya?”

Orang-orang menjawab “Telah mati burung kecil itu!”, maka beliaupun bertanya,

يَا‏ ‏أَبَا عُمَيْرٍ‏ مَا فَعَلَ ‏ ‏النُّغَيْرُ

“Wahai Abu Umair! Apakah gerangan yang dilakukan oleh burung kecil itu?” (HR. Abu Dawud, shahih).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sengaja memanggilnya dengan panggilan khas (tashghiir) dalam rangka untuk membuatnya senang dan merasa diperlakukan dengan sikap yang memang diharapkannya, yaitu memberi perhatian yang lebih disaat dirinya sedang bersedih. Cobalah ayah dan ibu perhatikan kisah di atas, bukankah sebenarnya beliau sudah diberitahu bahwa Abu Umair sedih karena burung kecilnya mati?

Namun mengapa beliau tetap saja bertanya? Hikmah yang besar tentunya di balik sikap beliau tersebut.

Secara psikologis, anak-anak yang mengalami kesedihan butuh tempat untuk curhat, mengeluarkan uneg-uneg yang ada dalam hatinya. Dan semakin orang itu memiliki keutamaan yang tinggi ditambah dengan sifatnya yang mudah akrab dengan anak-anak, hal ini akan mendorong anak-anak semakin terbuka untuk curhat kepadanya.

Oleh karena itu, sengaja beliau bertanya menggunakan kalimat yang memancing tercurahkannya isi hati sang anak kepadanya. Di samping itu, seorang anak kecil ketika mendapatkan perhatian dari orang yang terhormat, apalagi dari sosok Utusan Allah yang termulia, akan sangat merasa dihargai, sehingga giliran selanjutnya diharapkan terbentuk kepribadian yang memiliki kepercayaan diri yang bagus.

3. Sambutan Cinta

Dari Abdullah bin Ja’far berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ تُلُقِّيَ بِصِبْيَانِ أَهْلِ بَيْتِهِ

Dahulu kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika datang dari safar, diarahkanlah anak-anak dari Ahli Bait beliau (untuk menyambut beliau)”.

Abdullah bin Ja’far berkata,

وَإِنَّهُ قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَسُبِقَ بِي إِلَيْهِ فَحَمَلَنِي بَيْنَ يَدَيْهِ ثُمَّ جِيءَ بِأَحَدِ ابْنَيْ فَاطِمَةَ فَأَرْدَفَهُ خَلْفَهُ قَالَ فَأُدْخِلْنَا الْمَدِينَةَ ثَلَاثَةً عَلَى دَابَّةٍ

Suatu saat beliau datang dari safar, lalu akupun didahulukan untuk menyambut beliau, lalu beliaupun mengangkatku (untuk didudukkan di atas tunggangan beliau) di depan beliau, kemudian didatangkanlah salah satu dari dua putra Fathimah (Hasan atau Husain, pent.), beliaupun memboncengnya di belakangnya, lalu kamipun bertiga menaiki binatang tunggangan masuk Madinah” (HR. Muslim).

Lihatlah bagaimana sambutan hangat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat memungkinkan beliau ketika itu masih dalam keadaan capai karena beratnya safar zaman dahulu, namun tetap bertawadhu’ dan menyempatkan diri untuk menyambut kedua anak tersebut dengan penuh kedekatan, sehingga mereka berduapun merasa tersanjung dan merasa akrab dengan manusia yang paling mulia di muka bumi. Kenangan seperti inilah yang masih diingat oleh bocah sang pelaku sejarah ketika itu, Abdullah bin Ja’far radhiallahu ‘anhu. Hal ini menanamkan pelajaran-pelajaran karakter yang mulia, seperti rendah hati, kemampuan membangun komunikasi dengan baik, dan empati yang bagus kepada orang lain.

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29174-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-7.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (6)

Cinta yang murni itu memiliki tanda-tanda. Kasih sayang yang tuluspun menuntut adanya pernyataan dan sikap sebagai bukti-buktinya. Tanda-tanda cinta dan bukti-bukti kasih sayang itu adalah sebuah bahasa manusia saat mengungkapkan perasaan yang terpendam dalam hatinya. Nah, apa saja tanda-tanda dan bukti-bukti cinta dan kasih sayang yang tulus dari seorang ayah dan ibu kepada putra-putrinya? Berikut ini jawabannya.

  1. Cinta Allah Ta’ala
  2. Panggilan Cinta
  3. Sambutan Cinta
  4. Kata Cinta
  5. Sentuhan Cinta
  6. Dekapan Cinta
  7. Ciuman Cinta
  8. Candaan Cinta
  9. Penghargaan Cinta
  10. Pemberian Cinta

Perlu dipahami bahwa jumlah sepuluh disini bukanlah maksudnya sebagai pembatasan, namun hal ini sekedar untuk memberi contoh bentuk-bentuk cinta dan kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anak-anak. Selanjutnya diharapkan para pembaca terpacu untuk mencari contoh-contoh lain dari suri teladan terbaik di dunia ini.

1. Cinta Allah Ta’ala Adalah Asal dari Seluruh Cinta yang Terpuji

Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan,

فأصل المحبة المحمودة التي أمر الله تعالى بها، وخلق خلقه لأجلها: هي محبته وحده لا شريك له المتضمنة لعبادته دون عبادة ما سواه، فإن العبادة تتضمن غاية الحب بغاية الذل، ولا يصلح ذلك إلا لله عز وجل وحده

“Dasar cinta terpuji yang Allah Ta’ala perintahkannya dan Allah ciptakan makhluk karenanya adalah mencintai Allah semata, tiada sekutu baginya. Cinta Allah mengandung peribadahan kepada-Nya semata dan tidak menyembah selain-Nya, karena sesungguhnya ibadah mengandung puncak cinta diiringi dengan puncak perendahan diri. Sikap ini tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah Azza wa Jalla semata” (Ighaatsatul Lahfan, hal. 457-458).

Kecintaan seseorang kepada Allah wajib ada di atas segala bentuk kecintaannya kepada selain-Nya, karena cinta Allah adalah dasar dari agama Islam ini, dengan sempurnanya cinta ini pada hati seseorang, menjadi sempurna pula keimanannya, dan sebaliknya, dengan berkurangnya kadar kecintaan seseorang kepada Allah, akan berkurang pula keimanannya.

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Adapun orang-orang yang beriman lebih mencintai kepada Allah” (QS. Al-Baqarah: 165).

Ibnul Qoyyim pun juga menjelaskan bahwa cintalah yang menggerakkan orang yang mencintai sesuatu mencari sesuatu tersebut. Maka orang yang mencintai Allah dengan benar dan baik, akan tergerak untuk mencari perkara yang dicintai oleh Allah pada setiap ucapan maupun perbuatannya. Lahirnya maupun batinnya akan ia pantau terus agar sesuai dengan kecintaan dan keridhaan Rabbnya. Inilah yang kita kenal pada penjelasan sebelum ini dengan definisi ibadah.

Ayah dan Ibu, ajarkanlah kepada ananda cinta kepada Sang Penciptanya. Tanamkan kepada diri putra-putri Anda bagaimana mencintai Allah dengan baik dan benar. Pahamkan mereka dengan penuh kasih sayang, bahwa mencintai Allah itu harus dibuktikan dengan mencari segala sesuatu yang dicintai-Nya. Perkara yang dicintai oleh Allah terdapat dalam syari’at-Nya yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencintai Allah yang benar adalah dengan mengikuti Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’” (QS. Ali Imraan: 31).

Semoga dengan demikian putra-putri kita menjadi sadar bahwa tujuan hidup mereka adalah menjadi anak-anak yang dicintai oleh Allah. Inilah letak kebahagiaan yang hakiki bagi kita sebagai orang tua ketika melihat putra-putri kita dicintai dan diridhai oleh Allah. Bagaimana kita tidak bahagia, tidak sejuk pandangan mata kita, dan tidak ridha hati kita sebagai orang tua? Bukankah apabila Allah ridha kepada seorang anak, maka tentulah setiap orang tua yang lurus fithrahnya akan ridha terhadapnya.

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29152-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-6.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (3)

Renungkanlah

Dengan demikian, harapan punya anak yang sekedar lucu dan sehat, tidaklah cukup. Sekedar anak cerdas nan berprestasi duniawi juga belumlah cukup. Anak yang bergelar akademik tinggi dengan seabrek prestasi lomba ini dan itupun masih tidak cukup.

Barangkali kita pernah mendengar seorang anak yang semasa kecilnya berbadan sehat, lucu, dan sedap dipandang mata, lalu setelah orang tuanya susah payah mendidik sampai sang anak tumbuh besar dengan prestasi duniawi yang ‘wah’ dan sang ortu telah tua renta, tiba-tiba dengan berani sang anak berlaku kasar dan membentak orang tuanya dan melupakan jasa-jasanya bahkan mencampakkan ke panti jompo tanpa merasa bersalah.

Itu baru di dunia, akankah seabrek prestasi dan gelar sang anak itu  dapat membantu kedua orang tuanya menghadap Allah. Apalagi jika ditambah dengan malas mendoakan untuk kebaikan kedua orang tuanya1. Mari, semangat mendidik anak dalam bingkai ibadatullah yang terkandung dalam QS. Adz-Dzaariyaat: 56 menjadi cita-cita kita bersama. Sehingga terlahir sosok anak-anak yang berhasil dicintai dan diridhai Allah Tabaraka wa Ta’ala dan selamat dari api neraka. Inilah kesuksesan yang hakiki berumah tangga dan keberhasilan dalam mendidik anak, tatkala semua anggota keluarga selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS.At-Tahriim: 6).

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS. Ali Imraan:185).

Saya katakan, “Tinggal satu permasalahannya, yaitu akankah seorang anak bisa beribadah kepada Allah Ta’ala dan bisa menjadi sosok anak yang ucapan dan perbuatannya dicintai oleh-Nya tanpa mengetahui syari’at-Nya? Bukankah syari’at-Nya berisikan segala hal yang dicintai-Nya?”

Sayapun bertanya kepada anda, wahai ayah dan ibu. “Apakah Anda bisa beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menjadi orang tua yang sukses tanpa tahu Syari’at-Nya?”

Ya, benar. Tak akan bisa orang tua menjadi sukses mendidik anak dan tidaklah bisa sang anak menjadi sholeh atau sholehah sampai mengetahui syari’at-Nya.

[bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29111-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-3.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (2)

Tujuan Pendidikan Anak (Tarbiyyatul Aulad)

Ketika dua sejoli memadu kasih dengan ikatan nikah yang diungkapkan dalam Alquran sebagai mitsaaqan gholiizhan, maka terbayanglah cita-cita yang mulia menanti untuk diraih. Cita-cita yang tinggi dari pernikahan yang suci tentunya tidaklah sebatas untuk menyalurkan kebutuhan biologis sepasang anak manusia dengan cara yang halal. Namun di sana terdapat tujuan-tujuan besar lainnya, seperti menjaga kehormatan, memperbanyak jumlah orang-orang yang menyembah Allah semata, menjaga keberlangsungan keturunan Nabi Adam ‘alaihis salam, dan selainnya.

Nah, salah satu tujuan mulia tersebut yang tentunya sangat diidam-idamkan kita bersama sebagai orang tua adalah terlahir dari rahim ibu-ibu muslimah generasi yang saleh dan salehah lagi mampu menjadi penyejuk pandangan kedua orang tuanya, bermanfaat bagi keduanya di dunia terlebih lagi di akhirat.

Berpikirlah sejenak, dan renungkanlah dengan hati yang bening jawaban pertanyaan berikut, “Bukankah anak saleh dan salehah adalah sosok anak yang memahami untuk apa mereka diciptakan di muka bumi ini?” Ya, anak saleh berarti anak yang berhasil meraih tujuan hidupnya. Kesanalah bermuara seluruh tujuan-tujuan pernikahan, kembali kepada tujuan hidup kita sebagai hamba Allah.

Oleh karena itu, jika ada yang bertanya apakah tujuan pendidikan anak dalam Islam? maka sebut saja sebuah jawaban sederhana namun universal cakupannya,

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (saja)” (QS.Adz-Dzaariyaat: 56).

Adapun pada ayat ini, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia menciptakan jin dan manusia dengan tujuan agar mereka beribadah kepada-Nya saja, dan tidak menyekutukan-Nya. Tahukah anda,wahai orang tua, apakah ibadah itu?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan ibadah dalam kitab beliau Al-‘Ubudiyyah (hal. 4) sebagai berikut.

الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ تَعَالَى وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ

“Ibadah adalah suatu kata yang mencakup setiap perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah Ta’ala, baik berupa ucapan maupun perbuatan, (baik) yang batin (hati), maupun yang lahir (anggota tubuh yang nampak)”.

Jadi, tatkala seseorang berusaha dan berjuang keras agar setiap kata dan perbuatannya yang lahir maupun batin dicintai oleh Rabbnya, maka itulah profil seorang hamba yang sadar akan tujuan hidupnya, apapun kedudukan dan strata sosialnya. Dengan demikian, jika kita kembalikan kepada pertanyaan untuk apa kita mendidik anak.

Jawablah, “Agar mereka menjadi generasi penyembah Allah semata, generasi muwahhidiin muwahhidah yang seluruh ucapan dan perbuatan mereka dibingkai dan didasari dengan niat yang tulus untuk beribadah kepada Rabbul ‘Aalamiin. Agar setiap ucapan anakku dan setiap perbuatannya diridhai oleh-Nya. Agar batin dan lahir buah hatiku sesuai dengan keridhaan-Nya.”

[bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29097-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-2.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (1)

Jadilah Orang Tua Betulan, Bukan Kebetulan Jadi Orang Tua

Setiap orang yang berpikir sehat tentunya sepakat bahwa mendidik anak itu perlu ilmu. Jangankan mendidik anak, hanya sekedar masak nasi pun butuh ilmu kan?

Apalagi mendidik anak yang diposisikan dalam jalur ibadah ini dan diharapkan menghasilkan amal-amal jariyah. Benarlah kata Imam Al-Bukhari rahimahullah, al-’ilmu qoblal qaul wal ‘amal.

Apabila kita telah sama-sama tahu bahwa mendidik anak itu sangat butuh ilmu, marilah kita bandingkan antara dua aktifitas keseharian kita, yaitu mendidik anak dan bekerja.

Banyak orang yang sangat antusias mempersiapkan diri untuk menjadi pegawai atau profesi tertentu yang menjadi cita-citanya semenjak duduk di SD. Tidak hanya sekedar kegiatan utama KBM di kelas, namun juga les privat dan kursus pun dijalani untuk sebuah persiapan itu, bahkan sampai kuliah gelar S3 bukan?

Hal itu berarti untuk urusan pekerjaan bagi banyak orang harus benar-benar menjadi ‘profesionalis betulan’ dan bukan ‘kebetulan profesional’ kan?

Namun…

Untuk urusan menjadi orang tua, sang pendidik anak, apakah banyak orang mempersiapkan diri seperti persiapan mereka untuk menjadi profesionalis? Bukankah urusan pekerjaan itu pada umumnya ada jam kerja yang terbatas beberapa jam saja? Adapun tugas menjadi orang tua dan mendidik anak tak terbatasi dengan ‘jam kerja’ bukan?

Tapi…

Lihatlah kenyataannya antara dua urusan tersebut, sungguh jauh berbeda. Banyak lho, lelaki yang menyandang gelar ‘bapak’, hanya karena istrinya melahirkan anak. Dan gak kalah banyaknya, wanita yang dijuluki ibu, hanya karena baru saja melahirkan sang jabang bayi.

Yang laki-laki adalah bapak ‘kebetulan’ , nah yang wanita adalah ibu ‘tak diprogram’. Kalau urusan pekerjaan, sampai harus melakukan standarisasi dan sertifikasi, namun jika urusan menjadi orang tua sang pendidik anak, cukuplah belajar sambil langsung magang atau learning by doing.

Ini mirip dengan prinsip muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga! Urusan mendidik anak, bukan asal punya uang sehingga bisa memasukkan sang anak ke sekolah unggulan. Boleh jadi, sekolahnya yang unggulan, namun lulusannya bisa saja bukan manusia unggulan. Terlalu banyak perkara yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Ustadzuna Abdullah Zaen, MA hafizhahullah mengatakan, “Uang memang bisa membeli tempat tidur yang mewah, tetapi bukan tidur yang lelap. Uang bisa membeli rumah yang lapang, tetapi bukan kelapangan hati untuk tinggal di dalamnya. Uang juga bisa membeli pesawat televisi yang sangat besar untuk menghibur anak, tetapi bukan kebesaran jiwa untuk memberi dukungan saat mereka terempas. Betapa banyak anak-anak yang rapuh jiwanya, padahal mereka tinggal di rumah-rumah yang kokoh bangunannya. Mereka mendapatkan apa saja dari orangtuanya, kecuali perhatian, ketulusan dan kasih sayang” (Dinukil dan diolah dari : http://tunasilmu.com/jurus-jitu-mendidik-anak/).

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29083-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-1.html

Memperhatikan Waktu Bermain Anak dan Waktu Shalat

Baca pembahsan sebelumnya Parenting Islami: Bolehkah Anak-Anak Main Boneka?

Hendaknya kita mendidik anak agar tidak bermain di waktu-waktu shalat, khususnya shalat Jum’at. Allah Ta’ala telah melarang aktivitas jual beli -padahal hukum asal jual beli adalah halal- di waktu shalat. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Demikian pula, anak-anak juga hendaknya dilarang untuk bermain menjelang tenggelamnya matahari (menjelang shalat maghrib). Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ، أَوْ أَمْسَيْتُمْ، فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَحُلُّوهُمْ

“Jika awal malam telah tiba (setelah matahari tenggelam), tahanlah anak-anak kecil kalian (di dalam rumah), karena ketika itu setan sedang berkeliaran. Jika telah berlalu sesaat di waktu malam (misalnya setelah isya’, pen.), lepaskanlah mereka (jika mereka mau bermain di luar rumah, maka dipersilakan, pen.).” [1]

Berdasarkan hadits di atas, anak-anak tidak boleh bermain keluar rumah beberapa saat sebelum masuk waktu maghrib karena pada saat itu, setan-setan sedang berkeliaran.

Menjaga Anak-Anak dari “Maniak Bola”

Satu hal yang juga hendaknya menjadi perhatian serius bagi orang tua adalah hendaknya menjaga dan mengontrol anak-anak agar jangan sampai mereka menjadi “maniak” atau “kecanduan” sepak bola. Karena ketika mereka sudah menjadi penggila bola, maka hilanglah berbagai faidah kebaikan. Cinta dan benci mereka tidak lagi dibangun atas kecintaan dan kebencian karena Allah Ta’ala, tetapi dibangun di atas fanatisme terhadap klub sepak bola atau negara peserta piala dunia. Jadilah permusuhan mereka dibangun di atas fanatisme klub sepak bola, sebagaimana yang kita lihat dan kita saksikan di negeri kita.

Ketika menjadi penggila bola, kita bisa menyaksikan banyak anak-anak bermain bola atau minimal menjadi suporter pertandingan sepak bola, lalu mereka melupakan shalat, misalnya ketika mereka pergi ke stadion sejak siang sampai malam sehingga terlewat (minimal) shalat ashar atau maghrib. Atau mereka sibukkan diri mereka untuk membaca berita-berita sepak bola, transfer jual-beli pemain dan skor atau klasemen pertandingan. Mereka lebih rela bangun tengah malam untuk menonton pertandingan sepak bola daripada bangun shalat malam.

Apa faidah dan keuntungan yang bisa kita ambil, ketika membaca berita bahwa Perancis menang melawan Italia, misalnya? Tidak ada. Manfaat apa yang akan kembali ke diri kita baik dari sisi agama maupun dari sisi dunia? Tidak ada.

Lebih parah lagi, sebagian di antara kita yang juga penggila bola, justru memberikan nama anak-anak kita dengan mengambil nama pemain sepak bola yang notabene orang kafir. Hanya karena mereka terkenal sebagai pesebak bola dunia. Barangsiapa yang mencintai seseorang, maka mereka akan dikumpulkan bersama mereka.

Nasihat untuk Orang Tua: Jagalah Waktumu

Nasihat yang sama pun berlaku untuk orang tua agar menjaga waktu mereka, untuk diisi hal-hal yang bermanfaat. Jangan menghabiskan waktu hanya untuk bermain-main dengan anak dan istri, lalu melupakan aktivitas bermanfaat lainnya. Sebagaimana kegelisahan ini pernah dialami oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Diriwayatkan dari Handzalah Al-Usaidi radhiyallahu ‘anhu, yang beliau ini adalah juru tulis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata, “Aku bertemu dengan Abu Bakar, dan beliau berkata, ‘Apa kabarmu, wahai Handzalah?’

Aku berkata, ‘Handzalah telah menjadi orang munafik.’

Abu Bakar berkata, ‘Subhanallah, apa yang Engkau katakan?’

Aku berkata, ‘Ketika kita duduk bermajelis di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengingatkan kita tentang neraka dan surga, seakan-akan keduanya ada di depan mata kita. Namun ketika kita pulang, kita sibuk dengan istri, anak-anak dan juga aktivitas bisnis (pekerjaan) kita, maka kita pun menjadi lupa akan banyak hal.’

Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah, aku juga mengalami hal seperti itu.’

Aku dan Abu Bakar pun pergi dan menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, Handzalah sudah menjadi seorang munafik.’

Rasulullah berkata, ‘Ada apa ini?’

Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, ketika kami di sisimu, Engkau mengingatkan kami tentang neraka dan surga, sampai seakan-akan ada di depan mata kami. Ketika kami pulang, kami sibuk dengan istri, anak-anak dan aktivitas pekerjaan kami, sehingga kami pun menjadi lupa akan banyak hal (tentang akhirat, pen.).

Maka Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِي، وَفِي الذِّكْرِ، لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلَائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ، وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً» ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Demi Allah Yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya kalian terus-menerus berada dalam kondisi sebagaimana kalian pengajian bersamaku dan berdzikir, niscaya malaikat akan menjabat tangan-tangan kalian baik ketika di rumah atau di jalan-jalan. Akan tetapi wahai Handzalah, sesaat dan sesaat.’” (Nabi katakan hal ini tiga kali.) [2]

Maksud perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesaat dan sesaat” adalah, ada waktu ketika kita sibuk menuntut ilmu, ada waktu khusus untuk kita beribadah kepada Allah Ta’ala, dan ada waktu tersendiri ketika kita bermain, bercanda dan bercengkerama dengan anak-anak dan istri kita, juga ada waktu untuk kita bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Oleh karena itu, hendaknya semua aktivitas ini diatur sehingga kewajiban kita pun terlaksana semuanya dengan baik. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/35642-memperhatikan-waktu-bermain-anak-dan-waktu-shalat.html

Menjaga Anak dan Pemuda dari Paham Liberal dan Pluralisme

Orang Tua, Engkau Mempunyai Tugas yang Berat

Tugas terbesar dan terberat orang tua bukanlah menjadikan anaknya semata-mata memiliki banyak harta dan berkedudukan tinggi, tetapi tugas terbesar orang tua adalah menjadikan anak tersebut dekat dengan Allah dan memiliki akidah yang baik dan benar.

Jika ada anak-anak dan pemuda yang memiliki akidah tidak benar, seperti mengarah kepada pemikiran liberal atau pluralisme, sebaiknya jangan menyalahkan mereka secara total, apalagi di-bully habis-habisan. Mereka adalah anak-anak dan pemuda yang sedang mencari jati diri dan lebih banyak butuh bimbingan daripada celaan atau cacian.

Bisa jadi ini adalah kesalahan dan kelalaian kita bersama terhadap pendidikan akidah dasar pada anak-anak dan remaja. Sebagai orang tua bahkan kita sendiripun kadang lalai mempelajari dan mendakwahkan cara beragama yang benar kepada mereka. Jangan sampai buku-buku dan bacaan akidah tersimpan rapi di rumah tetapi sangat jarang bahkan tidak pernah disentuh.

Orang Tua, Jangan Hanya Fokus Pada Pendidikan Dunia Saja

Bisa jadi sebagian orang tua hanya fokus pada pendidikan dunia semata, sedangkan pendidikan agama benar-benar lalai. Bahkan demi mengejar pendidikan dunia tersebut, orang tua sampai mendatangkan guru les matematika atau fisika ke rumah, akan tetapi guru ngaji dan guru agama tidak diperhatikan sama sekali.

Orang Tua, Sadarilah Bahaya Pemikiran Liberal dan Pluralisme pada Anak

Paham liberal dan pluralisme secara sederhana adalah suatu pemikiran yang bebas dalam menafsirkan agama. Mereka beranggapan bahwa semua agama itu sama dan tidak ada kebenaran mutlak pada satu agama. Paham ini tidak hanya menimpa orang dewasa saja, tetapi saat ini mulai memasuki pikiran anak-anak. Padahal  sangat jelas, ajaran Islam menolak dan bertentangan dengan paham ini. dalil-dalilnya sudah sangat jelas dan mudah didapatkan  di dalam ajaran dasar-dasar Islam. Ini bukti bahwa kita benar-benar mulai lalai akan pendidikan akidah dan agama bagi anak-anak dan para pemuda.

Orang Tua, Lebih Awaslah Terhadap Perilaku Anak di Sosial Media

Terlebih di zaman modern sekarang ini, berkembangnya internet dan sosial media akan semakin memudahkan anak dalam  mendapatkan akses berbagai informasi. Orang tua benar-benar harus memperhatikan akidah anak-anak dan para pemuda. Inilah yang dicontohkan oleh nabi Ya’qub, beliau benar-benar memastikan akidah dan agama anak-anak beliau.

Allah berfirman mengenai kisah nabi Ya’qub,

ﺃَﻡْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَ ﺇِﺫْ ﺣَﻀَﺮَ ﻳَﻌْﻘُﻮﺏَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﺒَﻨِﻴﻪِ ﻣَﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻱ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﺇِﻟَٰﻬَﻚَ ﻭَﺇِﻟَٰﻪَ ﺁﺑَﺎﺋِﻚَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻭَﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞَ ﻭَﺇِﺳْﺤَﺎﻕَ ﺇِﻟَٰﻬًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻟَﻪُ ﻣُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ

“Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ”Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab:”Kami akan menyembah Sesembahanmu dan Sesembahan nenek moyangmu; Ibrahim, Isma’il, dan Ishak, (yaitu) Sesembahan satu-satu-Nya yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya”. (Al-Baqarah/2:133)

Dalam Tafsir Al-Baghawi dijelaskan bahwa nabi Ya’qub benar-benar ingin memastikan anak dan cucunya memiliki akidah yang baik. Beliau mengumpulkan semua anak dan cucunya menjelang kematiannya untuk memastikan hal ini. Al-Baghawi berkata,

ﻓﺠﻤﻊ ﻭﻟﺪﻩ ﻭﻭﻟﺪ ﻭﻟﺪﻩ ، ﻭﻗﺎﻝ ﻟﻬﻢ ﻗﺪ ﺣﻀﺮ ﺃﺟﻠﻲ ﻓﻤﺎ ﺗﻌﺒﺪﻭﻥ ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻱ

“Nabi Ya’qub pun mengumpulkan anak  dan cucunya, kemudian bertanya kepada mereka tatkala akan datang ajalnya, apa yang akan mereka sembah setelah kematiannya.” (Lihat Tafsir Al-Baghawi)

Orang Tua, Contohlah Orang-Orang Shalih Terdahulu Dalam Mendidik Anaknya

Demikian juga orang-orang shalih sebelum kita, semisal Luqman yang menasehati anak-anaknya agar menjaga akidah dan agama mereka, jangan sekali-kali menyekutukan Allah atau berbuat syirik. Luqman berkata kepada anak-anaknya

ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟُﻘْﻤَﺎﻥُ ﻟِﺎﺑْﻨِﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﻌِﻈُﻪُ ﻳَﺎ ﺑُﻨَﻲَّ ﻟَﺎ ﺗُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ۖ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙَ ﻟَﻈُﻠْﻢٌ ﻋَﻈِﻴﻢٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)

Orang Tua, Jangan Takut Menolak Paham Liberal dan Pluralisme

Untuk menolak dan membantah paham liberal dan plutalisme cukup mudah dan jelas, karena ada dalam pelajaran agama yang sangat mendasar. Jika sampai anak-anak dan pemuda kita tidak paham, berarti kita memang benar-benar lalai akan hal ini.

Misalnya untuk membantah paham mereka bahwa semua agama itu sama dan kebenaran pada satu agama itu tidaklah mutlak yang mereka kampanyekan dengan bertopeng toleransi, bijaksana dan merangkul/menyenangkan semua pihak. Sangat jelas bahwa dalam ajaran Islam, agama yang diridhai adalah Islam saja, sedangkan agama selain Islam tidak benar.

Yaitu firman Allah,

ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺒْﺘَﻎِ ﻏَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡِ ﺩِﻳﻨًﺎ ﻓَﻠَﻦْ ﻳُﻘْﺒَﻞَ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮِﻳﻦَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Orang Tua, Tanamkan Sejak Dini Bahwa Hanya Islam Agama yang Benar

Hanya Islam agama yang benar, sehingga untuk menyenangkan dan merangkul agama lain bukan dengan membuat pernyataan semua agama sama baiknya dan sama-sama benar, akan tetapi dengan menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang adil dan indah, tidak memaksakan ajaran kepada orang lain serta larangan keras menzalimi agama lain tanpa uzur syariat. Oleh karena itu, sebagai bentuk kasih sayang kepada manusia, Islam mengajak agar manusia memeluk Islam.

Contohnya adalah perintah Allah agar adil meskipun kepada orang non-muslim sekalipun

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir  As-Sa’diy  rahimahullah menafsirkan,

لا ينهاكم الله عن البر والصلة، والمكافأة بالمعروف، والقسط للمشركين، من أقاربكم وغيرهم، حيث كانوا بحال لم ينتصبوا لقتالكم في الدين والإخراج من دياركم، فليس عليكم جناح أن تصلوهم، فإن صلتهم في هذه الحالة، لا محذور فيها ولا مفسدة

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturahmi, membalas kebaikan, berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka, karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” [Taisir Karimir Rahmah hal. 819, Dar Ibnu Hazm]

Demikian juga dasar-dasar Islam lainnya. Satu-satunya kebenaran adalah dari nabi Muhammad shallallahualaihiwasallam dan Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya.

Nabi shallallahualaihiwasallam bersabda,

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻧَﻔْﺲُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻻَ ﻳِﺴْﻤَﻊُ ﺑِﻲْ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦْ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻷُﻣَّﺔِ ﻳَﻬُﻮْﺩِﻱٌّ ﻭَﻻَ ﻧَﺼْﺮَﺍﻧِﻲٌّ ﺛُﻢَّ َﻳﻤُﻮْﺕُ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﺆْﻣِﻦْ ﺑِﺎﻟَّﺬِﻱْ ﺃُﺭْﺳِﻠْﺖُ ﺑِﻪِ ﺇِﻻَّ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ

“Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun dari umat manusia yang mendengarku; Yahudi maupun Nasrani, kemudian mati dan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia adalah penghuni neraka.” (HR Muslim)

Mari kita giatkan  kembali dakwah serta pelajaran akidah kepada anak-anak dan pemuda kita. Semoga Allah menjaga mereka dan kaum muslimin dari akidah dan pemahaman yang rusak seperti pemahaman liberal dan pluralisme.

Yogyakarta tercinta, dalam keheningan jaga malam

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30123-menjaga-anak-dan-pemuda-dari-paham-liberal-dan-plurarisme.html

Tips Mengajak Anak Puasa dan Bangun Shubuh

Bagaimana tips mengajak anak puasa dan bangun shubuh?

 

Perintahkan kepada Anak Shalat dan Puasa

Dalam masalah shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud, no. 495. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dalam puasa, dari Rabi binti Mu’awwid radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِى حَوْلَ الْمَدِينَةِ : مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ) ، فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusannya pada siang hari ‘Asyura (sepuluh Muharam) ke desa-desa kaum Anshar di sekitar Madinah untuk mengumumkan, ‘Barangsiapa telah berpuasa sejak pagi hari, hendaklah dia menyempurnakan puasanya. Barangsiapa yang pagi harinya tidak berpuasa, maka hendaknya puasa pada sisa harinya.’ Maka setelah itu kami berpuasa, dan kami membiasakan anak-anak kecil kami untuk berpuasa insya Allah. Kami pergi ke masjid, lalu kami buatkan untuk   mereka (anak-anak) mainan dari kapas yang berwarna. Kalau salah satu diantara mereka menangis karena (kelaparan). Kami berikan kepadanya (mainan tersebut) sampai berbuka puasa.” (HR. Bukhari, no. 1960 dan Muslim, no. 1136).

Umar radhiyallahu ’anhu berkata kepada orang yang mabuk-mabukan di bulan Ramadan, “Celakalah anda!! padahal anak-anak kami berpuasa. Kemudian beliau memukulnya (sebagai hukuman).” (HR. Bukhari–secara mu’allaq yaitu tanpa sanad–bab “Puasa Anak-Anak”).

 

Metode Mengajak Anak Puasa

 

  1. Menjelaskan keutamaan puasa kepada mereka, bahwa hal itu termasuk sebab masuk ke dalam surga. Di surga ada pintu yang dinamakan Ar-Rayyan dimana hanya orang-orang puasa yang masuk ke dalamnya.
  2. Membiasakan sebelumnya untuk berpuasa seperti puasa beberapa hati di bulan Syaban agar tidak kaget dengan puasa di bulan Ramadhan.
  3. Puasa pada sebagian siang, dan menambahi waktunya sedikit demi sedikit (seperti sebagian kalangan menyebut dengan puasa bedug).
  4. Mengakhirkan sahur sampai di akhir malam, hal itu membantu puasa mereka pada siang hari.
  5. Menyemangati mereka berpuasa dengan memberi hadiah yang diberikan setiap hari atau setiap pekan.
  6. Menyanjung mereka di depan keluarga sewaktu berbuka, ketika sahur. Hal itu dapat menaikkan semangat spiritualnya.
  7. Mendorong semangat berlomba-lomba apabila dia mempunyai banyak anak tanpa harus mencela yang tertinggal.
  8. Melalaikan rasa lapar dengan tidur atau dengan mainan mubah yang tidak memerlukan tenaga. Sebagaimana para shahabat yang mulia melakukan terhadap anak-anaknya. Di sana ada program anak-anak yang tepat. Film kartun di chanel islam yang terpercaya dapat menyibukkan mereka.
  9. Diutamakan agar sang ayah mengajak anaknya–khusus setelah Ashar–ke masjid untuk ikut shalat, menghadiri pengajian, tetap di masjid untuk membaca Al-Qur’an dan dzikir kepada Allah Ta’ala.
  10. Mengkhususkan berkunjung pada siang hari dan malam hari ke keluarga yang anak-anaknya berpuasa untuk memberi semangat kepada mereka terus melakukan puasa.
  11. Memberi imbalan kepada mereka dengan tamasya yang mubah setelah berbuka puasa atau memasakkan makanan kesukaannya dan kue-kue, buah-buahan, dan jus.

Perlu diperhatikan kalau sekiranya anak-anak merasakan keletihan yang sangat, jangan dipaksa untuk menyempurnakan puasanya. Hal itu agar tidak menjadikan sebab dirinya benci beribadah atau menjadi sebab berbohong atau timbulnya penyakit. Karena pada dasarnya, dia belum termasuk mukallaf (terkena beban kewajiban). Hendaknya masalah ini diperhatikan, jangan terlalu keras dalam memerintahkannya berpuasa.

 

Mengajak Anak Bangun Shubuh

 

  1. Ucapkan kata-kata yang lemah lembut
  2. Usaplah punggung dan kepalanya
  3. Biarkan ia tertidur sebentar, kembalilah bangunkan setelah lima menit kemudian (jika memang ada keluasan waktu).
  4. Nyalakanlah lampu kamar.
  5. Percikkanlah air ke wajahnya jika memang masih susah dibangunkan.
  6. Berikanlah kata-kata motivasi dengan membacakan beberapa dalil pendek seperti “Nak bangunlah, shalat akan menjadi cahaya di alam kubur kelak”, atau “Bangun nak, tidak ada pilihan kelak kecuali surga dan neraka”.
  7. Singkap selimutnya lalu goncangkan badan si anak dengan pelan-pelan.
  8. Jika anak sudah mulai membuka mata, ajaklah si anak bercanda.
  9. Ikutilah si anak jika sudah bangun supaya ia tidak tidur di lokasi yang lain.
  10. Jika semua cara telah ditempuh namun belum berhasil maka kita sebagai orang tua boleh melakukan pemukulan jika si anak sudah menginjak usia sepuluh tahun.

 

Kunci Utama Sukses Mendidik Anak

1- Faktor utama adalah doa

 

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 178)

Karena hidayah di tangan Allah, tentu kita harus banyak memohon pada Allah. Ada contoh-contoh doa yang bisa kita amalkan dan sudah dipraktikkan oleh para nabi di masa silam.

Doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

ROBBI HABLII MINASH SHOOLIHIIN” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash-Shaffaat: 100).

Doa Nabi Zakariya ‘alaihis salam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

ROBBI HAB LII MIN LADUNKA DZURRIYYATAN THOYYIBATAN, INNAKA SAMII’UD DU’AA’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa].” (QS. Ali Imron: 38).

Doa ‘Ibadurrahman (hamba Allah yang beriman),

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

ROBBANAA HAB LANAA MIN AZWAJINAA WA DZURRIYATINAA QURROTA A’YUN WAJ’ALNAA LIL MUTTAQIINA IMAAMAA” [Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa].” (QS. Al-Furqan: 74)

Ada lagi satu doa yang akan mendidik anak rajin shalat yaitu,

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“ROBBIJ’ALNII MUQIIMASH SHOLAATI WA MIN DZURRIYATII, ROBBANAA WA TAQOBBAL DU’AA’ [Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku].” (QS. Ibrahim: 40)

Yang jelas doa orang tua pada anaknya adalah doa yang mustajab. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Ada tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Abu Daud, no. 1536; Ibnu Majah, no. 3862 dan Tirmidzi no. 1905. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

 

2- Orang tua harus memperbaiki diri dan menjadi saleh

 

Dalam surah Al-Kahfi disebutkan,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Al-Kahfi: 82). Lihatlah ini mendapatkan penjagaan dari Allah karena orang tuanya dulu adalah orang yang saleh.

‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan,

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إِلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عَقِبِهِ وَعَقِبِ عَقِبِهِ

“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban pada Allah, pen.), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:467)

 

3- Pendidikan agama sejak dini

 

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6). Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7:321), ‘Ali mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah,

أَدِّبُوْهُمْ وَعَلِّمُوْهُمْ

“Ajarilah adab dan agama pada mereka.”

Semoga bermanfaat.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber https://rumaysho.com/20163-tips-mengajak-anak-puasa-dan-bangun-shubuh.html