Rasulullah, Sosok Pribadi Shalih dan Mushlih

SAUDARAKU, menjadi pribadi yang shalih adalah dambaan kita semua. Pribadi yang memiliki hati bersih, jernih, terpaut kuat kepada Allah SWT.

Pribadi yang selalu merasa tidak nyaman saat berdekatan sedikit saja dengan kemaksiatan kepada Allah. Pribadi yang hatinya segera bereaksi merasa tidak enak, manakala sedikit saja lalai dari kewajiban beribadah kepada-Nya. Pribadi yang berada dalam posisi merasakan kenikmatan tiada tara, manakala duduk terpekur bermunajat kepada Allah di sepertiga malam ketika orang lain sedang tertidur lelap.

Merasakan kenikmatan saat beribadah kepada Allah adalah anugerah besar yang tidak ternilai. Sehingga saat kemampuan untuk merasakan nikmat saat ibadah ini hilang, maka sesungguhnya ini adalah kehilangan yang sangat besar, namun seringkali luput dari perhatian seorang insan.

Orangtua senantiasa mendambakan putra-putrinya tumbuh menjadi orang-orang shalih, berjodoh dengan orang shalih, dan melahirkan keturunan yang shalih pula. Nabi Ibrahim pernah berdoa kepada Allah SWT, “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. ash-Shaffaat [37]: 100)

Banyak keberkahan dari seorang anak yang shalih. Seperti hadis Rasulullah saw, “Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim).

Seorang pemilik perusahaan mendambakan karyawan-karyawannya adalah orang-orang shalih, sehingga mendatangkan berkah untuk perusahaannya. Para guru dan pengajar mendambakan murid-muridnya menjadi orang-orang shalih, sehingga mereka berupaya sebaik mungkin mendidiknya.

Selain menjadi pribadi yang shalih, kita juga amat mendambakan bisa menjadi pribadi yang mushlih. Apa itu pribadi mushlih? Yaitu pribadi yang shalih secara personal, sekaligus juga mengajak orang lain dan lingkungannya untuk menjadi lebih baik. Orang yang shalih hampir bisa dipastikan akan disukai semua orang. Namun, tidak demikian dengan orang yang mushlih. Mengapa bisa begitu?

Menjadi orang yang mushlih adalah suatu kemuliaan. Namun, sejalan dengan resikonya yang juga besar. Tetapi, disinilah ladang ibadah bagi orang yang ingin menjadi mushlih. Mari kita tafakuri bagaimana pribadi Rasulullah saw.

Rasulullah semenjak kanak-kanak sudah dikenal sebagai pribadi yang shalih, banyak orang kagum dan menyayanginya. Namun, manakala beliau tumbuh semakin dewasa dan telah datang tugas dakwah kepadanya, untuk mengajak orang-orang meninggalkan kemusyrikan dan memasuki jalan tauhid, maka disinilah berbagai ujian dimulai. Orang yang asalnya kagum, berubah menjadi benci. Orang yang asalnya menyayangi, berbalik jadi memusuhi. Orang yang awalnya mencintai, berubah jadi menyakiti.

Orang-orang kafir Quraisy yang berubah menjadi benci kepada Rasulullah, bukan karena tidak tahu kemuliaan akhlak beliau, bahkan mereka sudah sangat mengenal akhlak mulianya sejak lama. Mereka membenci Rasulullah karena mereka tidak suka dengan ajaran yang dibawa oleh beliau. Mereka tidak suka diajak kepada tauhid. Mereka tidak suka diajak berhenti menyembah Manat, Lata dan Uzza, dan kemudian berhijrah menyembah Allah SWT.

Allah berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. al-Ashr [103]: 1-3)

Jadi, orang yang beruntung itu, pertama adalah orang yang beriman. Artinya dia harus belajar agar memiliki pemahaman tentang kebenaran, sehingga setelah paham dia menjadi yakin atau iman. Kedua, adalah orang yang mengamalkan pemahamannya dengan cara beramal shalih. Dan yang ketiga, yaitu nasihat-menasihati kebenaran dalam kesabaran.

Mengamalkan kebenaran itu ujiannya lebih berat dari sekadar memahami atau meyakini. Dan akan lebih besar lagi ujiannya manakala mendakwahkan kebenaran. Oleh karena itulah, mendakwahkan kebenaran disandingkan dengan kesabaran karena memang memerlukan kesabaran ekstra dalam menjalaninya. Mengapa? Karena akan ada pihak-pihak yang tidak suka dengan kegiatan kita mendakwahkan kebenaran. Dakwah inilah ciri dari orang mushlih.

Rasulullah saw adalah sosok yang shalih sekaligus mushlih. Mulia akhlaknya sekaligus mengajak orang lain pada kemuliaan akhlak. Bersih dan lurus tauhidnya sekaligus mengajak orang lain kepada tauhiid yang kokoh. Berat ujian yang dihadapi oleh Rasulullah, namun sangat tinggi derajat beliau di sisi Allah SWT.

Dan, kita sangat mendambakan derajat yang tinggi pula di hadapan Allah. Semoga kita bisa menjadi keduanya, pribadi yang shalih dan mushlih. Insya Allah! [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Air Mata Rasulullah SAW Antarkan Kepergian Sang Putra

Rasulullah SAW menangis atas kepergian sang putra, Ibrahim.

Rasulullah SAW begitu sedih dengan kematian putranya itu. Rasul pun dipapah oleh Abdurrahman bin Auf saat ke rumah Ibrahim. 

Beliau kemudian meletakkan Ibrahim di pangkuannya dengan hati yang remuk-redam sembari bersabda, “Ibrahim, kami tak dapat menolongmu dari kehendak Allah.” 

Rasulullah membiarkan ibunya, Mariyah dan adiknya Sirin, menangis tersedu-sedu di sampaing jenazah Ibrahim. Semuanya larut dalam kesedihan bersama Rasulullah dan keluarganya. 

“Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rab kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR Bukhari). 

Melihat air mata Nabi yang bercucuran, Abdurrahman bin Auf bertanya, “Engkau juga menangis Rasulullah?, Rasulullah menjawab ini adalah tangisan kasih sayang.”

Melihat kesedihan Rasulullah SAW, kaum Muslimin turut berduka-cita. Beberapa orang sahabat menyinggung larangan berbuat demikian.

Namun Nabi SAW bersabda, “Aku tidak melarang orang berduka cita, tapi yang Aku larang menangis dengan suara keras. Apa yang kamu lihat dalam diriku sekarang adalah pengaruh cinta kasih di dalam hati. Orang yang tiada menunjukkan kasih sayang, maka orang lain pun tidak akan menunjukkan kasih sayang kepadanya.” 

Namun Rasulullah kemudian menguatkan hati mereka. Rasulullah pun mengatakan bahwa Ibrahim memiliki pengasuh yang menyusuinya di surga. Kemudian, setelah dimandikan Ummu Burdah, sumber lain menyebutkan oleh Fadl bin Abbas, Ibrahim dibawa Nabi SAW dengan diantarkan sejumlah kaum Muslimin menuju ke Baqi’.

Di tempat itu dia dimakamkan setelah dishalatkan Nabi Muhammad SAW. Setelah makamnya ditutup, Nabi kemudian meratakan kuburan anaknya dengan tangannya sendiri.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Kenapa Nabi Muhammad Masih Memohon Ampunan Allah, Padahal Sudah Dijamin Masuk Surga?

Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Terdapat beberapa kabar dari hadits shahih bahwa Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam banyak beristighfar (meminta ampun) dalam sehari semalam. Di antaranya bersumber dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallau ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَاللهِ إِنِّيْ لأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرُ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً

“Demi Allah! Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. al-Bukhari)

Dalam hadits lain, beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ فَإِنِّيْ أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.” (Muslim)

Para ulama menjelaskan tentang istighfarnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cukup banyak, di antaranya untuk menampakkan ubudiyah beliau kepada Allah Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya atas semua nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya. Makna lainnya yang dijelaskan para ulama, supaya umatnya meniru dan mengikutinya dalam taubat dan istighfar tersebut sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits shahih bahwa beliau mengumpulkan manusia lalu bersabda, “Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.” (Muslim dan Nasai)

Sedangkan al-Hafidz Ibnul Hajar dalam Fathul Baari menyebutkan, boleh jadi istighfarnya Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam dan taubatnya karena kesibukan beliau dengan perkara-perkara mubah, seperti: makan, minum, jima’, ridur, istirahat, berbincang dengan orang-orang, melihat usaha-usaha mereka, memerangi musuh mereka, dan lain-lainnya yang menghalanginya dari sibuk zikrullah dan tadharru’ serta bermuraqabah kepada-Nya, lalu beliau menilai semua itu sebagai dosa bila dinisbatkan kepada kedudukan yang super tinggi.

Sebagaimana yang sudah maklum dan disepakati, Allah Ta’ala telah mengampuni semua dosa-dosa Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam yang lampau dan yang akan datang. Allah Ta’ala berfirman,

لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ

“Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.” (QS. Al-Fath: 2)

Hanya saja janji ampunan semua dosa untuk Rasulullah shallallau ‘alaihi wa sallam yang lalu dan akan datang tersebut bukan berarti menghalangi beliau untuk menjalankan berbagai ibadah yang bermanfaat bagi dirinya sebagai sebab diperolehnya ampunan yang telah Allah tetapkan untuknya. Karena sesungguhnya Allah, Apabila Dia menetapkan sesuatu maka Dia juga menetapkan sebab-sebab yang menghantarkannya. Dan istighfar merupakan sebab utama datangnya ampunan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang sabda Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih yang bunyi ujungnya berasal dari Allah, “Sungguh Aku telah ampuni hamba-Ku, maka hendaknya dia lakukan apa saja yang dia mau.” Bahwa Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam tidak menjadikan hadits tersebut berlaku pada semua dosa, yakni dari setiap orang yang berdosa, bertaubat dan mengulanginya lagi. Sesungguhnya beliau menyebutkan itu sebagai hikayat kondisi seorang hamba yang mendapatkan ampunan itu. Maka dapat diambil faidah, bahwa seorang hamba terkadang mengerjakan amal-amal baik yang besar dan dengan itu menjadi sebab ampunan terhadap dosa-dosanya yang akan datang, walaupun dia diberi ampunan melalui sebab lain.

Lalu Ibnu Taimiyah memberi contoh dengan kisah Hatib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu yang Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar yang mengusulkan ingin memenggal kepalanya, “Tidakkah engkau tahu bahwa Allah telah melihat hati Ahli Badar, lalu Dia berfirman, ‘Berbuatlah sesuka kalian, karena sungguh aku telah mengampuni kalian’.” Dan juga jawaban beliau terhadap pangaduan budaknya Hatib yang mengadukannya, “Demi Allah, wahai Rasulullah pasti Hatib akan masuk neraka,” lalu Rasulullah shallallau ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu dusta, sesungguhnya dia telah ikut serta perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah.” Dalam hadits-hadits tersebut terdapat keterangan bahwa seorang mukmin terkadang melakukan amal-amal kebaikan yang bisa mengampuni dosa-dosanya yang akan datang, walaupun dia diampuni dengan sebab selainnya. Hadits itu juga menunjukkan bahwa dia meninggal sebagai seorang mukmin dan menjadi ahlul jannah. Jika ada dosa yang telah dikerjakannya, maka Allah mengampuninya. Hal ini juga sebagaimana yang berlaku pada ahli Badar seperti Qudamah bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu saat minum khamer karena sebab takwil, lalu Umar dan para sahabat memberi istitabah (kesempatan taubat) dan menderanya. Dengan sebab itu dan taubatnya dia menjadi bersih walau ia termasuk orang yang dikatakan padanya, “berbuatlah sesuka kalian.”

Sesungguhnya jaminan ampunan Allah untuk hamba-Nya tidak meniadakan sebab-sebab (usaha-usaha) untuk mendapatkan ampunan dan tidak menghalangi taubat dari orang tersebut. Karena ampunan Allah untuk hamba-Nya tuntutannya adalah Allah tidak menyiksanya sesudah meninggal dunia. Dan Allah Mahatahu segala sesuatu sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Maka apabila Dia tahu seorang hamba akan bertaubat atau mengerjakan amal-amal baik yang menghapuskan dosa, maka Dia mengampuninya dalam satu waktu. Karena itulah, tidak ada perbedaan antara orang yang dihukumi mendapat ampunan atau masuk surga. Dan yang sudah maklum bahwa kabar gembira masuk surga yang disampaikan Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam adalah berdasarkan pengetahuan beliau terhadap kondisi kematian yang dialami orang itu dan tidak melarang untuk melakukan sebab-sebab untuk masuk surga.

Begitu juga orang yang dikabarkan akan mendapat kemenangan atas musuhnya, tidak melarang orang tadi melakukan sebab-sebab kemenangan. Begitu juga orang yang diberitahu akan punya anak tidak menghalanginya untuk menikah dan berkeluarga. Maka seperti itu juga orang yang dikabarkan mendapat ampunan atau surga, tidak melarangnya untuk melakukan sebab (usaha) ke arah itu, yakni menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh.

Sementara firman Allah kepada Nabi-Nya pada tahun keenam Hijriyah, “Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.” (QS. Al-Fath: 2), maka dengan ini beliau selalu beristighfar (memohon ampunan) kepada Rabbnya pada sisa umurnya. Lalu Allah menurunkan surat al-Nashr pada akhir-akhir dari kehidupan beliau shallallau ‘alaihi wa sallam,

فسبح بِحَمْد رَبك وَاسْتَغْفرهُ إِنَّه كَانَ تَوَّابًا

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” Beliau mengimplementasikan isi ayat itu dalam ruku’ dan sujud beliau dengan membaca:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ, اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

“Maha Suci Engkau Ya Allah Tuhan kami dan dengan memuji Engkau, Ya Allah berilah ampunan untuk aku.” (Lihat Mukhtashar Fatawa Mishriyah: 322-324)

Kesimpulan

Dari ulasan yang sudah dipaparkan di atas, tidak ada pertentangan antara ayat yang berisi jaminan ampunan untuk Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam dan beristighfarnya beliau yang terhitung cukup sering. Karena jaminan ampunan dosa tidak menghalangi seseorang dari beristighfar, bertaubat dan mengerjakan amal-amal shalih. Bahkan boleh jadi dengan istighfar, taubat dan amal-amal shalih menjadi sebab-sebab untuk didapatkannya janji yang agung itu. Sehingga apa yang dikerjakan Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam di atas adalah sebagai sebab dan usaha untuk terealisirnya apa yang dijanjikan Allah padanya. Wallahu Ta’ala a’lam.

Oleh: Badrul Tamam

Sumber: voa-islam/LAMPU ISLAM

Ketika Penguasa Romawi Bertanya Soal Sosok Rasulullah SAW

Sang Penguasa belum pernah mendengar sosok Rasulullah SAW.

Diplomasi surat yang dilakukan rasulullah saw mendapat respons beragam dari berbagai penguasa kala itu. Salah satunya, respons yang diungkap Kaisar Hiraklius, penguasa Romawi di Syam. 

Darii buku Inilah Rasulullah karya Salman Al- Audah diungkapkam Abdullah Ibnu Abbas RA mengisahkan ketika Abu Sofyan dihadapkan kepada Kaisar Hiraklius, penguasa Romawi di Negeri Syam. Ketika itu datanglah utusan Nabi SAW, Dihyah al-Kalbi membawa surat berisi ajakan masuk Islam. Sang Kaisar, yang belum pernah mendengar sosok sang Nabi, bertanya, “Siapa di antara kalian yang masih kerabat dengannya?”. “Aku,” jawab Abu Sofyan yang saat itu belum masuk Islam.

Terjadilah dialog mengesankan antara Kaisar dan Abu Sofyan. Pertanyaan Kaisar pun dijawabnya dengan meyakinkan. “Bagaimanakah keadaan keluarganya di tengah kalian?”. “Dia berasal dari keluarga terhormat.” “Apakah ada di antara nenek moyangnya menjadi raja?”. “Tidak ada”. “Sebelum mengaku Nabi, apakah dia pernah berbohong?”. “Tidak pernah.” “Apakah dia pernah berkhianat?”. “Tidak pernah”. “Apakah pengikutnya berasal dari orang terhormat atau orang lemah?”. “Orang-orang lemah.” “Apakah jumlah mereka semakin bertambah atau berkurang?”. “Tidak, justru semakin bertambah.” “Apakah ada yang murtad setelah masuk agamanya?”. “Tidak ada.”. “Apakah kalian memeranginya?”. “Ya”.

“Bagaimana peperangan kalian?”. “Kadang ia menang dan kadang kami yang menang.”. “Apa saja yang diperintahkannya?”. “Menyembah Allah saja dan jangan menyekutukan-Nya, mendirikan shalat, berlaku jujur, menjauhi maksiat, dan menyambung silaturahim.”

Setelah mengurai kembali pertanyaannya dengan jawaban Abu Sofyan, Kaisar pun berkata, “Orang itu akan menguasai bumi, tempat kedua kakiku berpijak. Aku memang sudah tahu bahwa Nabi akhir zaman akan muncul, tetapi tidak mengira jika ia akan berasal dari kalangan kalian. Sekiranya dapat menemuinya, niscaya aku akan berusaha semaksimal mungkin. Apabila sudah berada di hadapannya, aku akan mencuci kedua telapak kakinya.” (HR Bukhari).

Nabi Muhammad SAW adalah manusia pilihan yang diutus sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan serta rahmat bagi semesta (QS 2: 119, 21: 107). Beliau sosok pemimpin dan pendidik untuk menyempurnakan akhlak (HR Bukhari). Keagungan pekertinya pun dikagumi Allah SWT (QS 68:4), karena akhlaknya bagai Alquran berjalan (HR Muslim). Sebagai umatnya, kita mencintai Beliau dengan banyak shalawat, mencintai keluarganya, dan menjalankan sunahnya (QS 3:31, 33:56). Allahu a’lam bishshawab. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Mengapa Rasulullah Singgah di Rumah Abu Ayyub al-Anshari?

Ketika tiba di Madinah, pembesar-pembesar Anshar berebut mendekati unta Nabi Muhammad, memegangi kendalinya, berdesak mengitarinya, dan saling menariknya. Masing-masing ingin Nabi tinggal bersamanya dan memberi layanan terbaiknya. Rumah-rumah mereka dipamerkan kelayakannya untuk beliau, status sosial mereka pun ditunjukkan.

Semua berharap Nabi menyambut tawaran jamuan mereka.

Di tengah kerumunan pembesar itu terdapat pula paman-paman beliau dari jalur ibu, dari Bani Najjar. Dan, tentu saja, mereka inilah orang teragung bagi Kanjeng Nabi. Tetapi, beliau adalah pemimpin agung yang bijak dan genius. Pria yang ingin diterima semua kalangan, membuka hati untuk semua orang, tak ingin menyulitkan siapa melukai perasaan.

Pada detik-detik yang dikenang dalam sejarah itu, dunia menyaksıkan Kanjeng Nabis bersabda, “Biarkan untaku berjalan, biarkan ia yang memilih. Unta ini ada yang menuntun. Dan, aku akan tinggal di mana aku ditempatkan Allah nanti.”

Semua takjub, semua terkesima. Tak ada hati yang tersinggung, tak ada pembesar yang merasa kalah saing, tak ada yang harus diperselisihkan. Semua puas menerima ucapan Kanjeng Nabi tersebut.

Unta itu melangkah pelan di ruas-ruas jalanan Madinah diikuti tatapan beratus mata manusia. Jalanan yang sama sekali asing baginya. Suasana demikian agung dan sakral. Sampai di suatu tempat unta berhenti, menatap ke sekeliling, seolah mencermati tempat itu, kemudian menderum tepat di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari

Tak pernah terlintas di hati Abu Ayybu al-Anshari waktu di hadapan Nabi rumahnya akan mendapat kehormatan di luar dugan.

Di tengah para pemuka Quraisy yang bersaing ketat memperebutkan kehormatan itu, ia sadar dirinya bukan siapa-siapa. Tak berani ia berdiri se barisan dengan mereka. Maka, bukan kepalang bahagianya, ketika tanpa diduga kehormatan itu ternyata untuknya. Apa gerangan anugerah langit, embusan kudus, dan kebaikan Allah yang turun serta merta ini?

Maka, sebelum kesempatan tercabut, cepat-cepat Abu Ayyub menyambut Nabi dan sahabatnya lalu membawa mereka masuk. Sementara, bagi istri Abu Ayyub, Yatsrib terlalu sempit untuk merangkum kebahagiaan yang menyeruak di hatinya. Tak pernah ia bermimpi anugerah agung ini turun ke rumahnya, mengalahkan rumah-rumah lain di seluruh Madinah.

Sebelum masuk, Nabi dikepung gadis-gadis cilik Bani Najar, yang tak lain adalah kerabat-kerabat dekat beliau. Mereka bersenandung merayakan kedatangan beliau, menabuh rebana dengan riang. Kanjeng Nabi tampak bahagia dengan sambutan ini. Beliau menebar senyum kepada gadis-gadis cilik itu.

“Apakah kalian menyukaiku?” tanya Kanjeng Nabi.

“Ya, demi Allah, Wahai Rasulallah.” Suara mereka jernih dan polos.

“Allah Maha Mengetahui hatiku sangat mencintai kalian,” Nabi menimpali

Sebenarnya rumah Abu Ayyub tidak luas. Tak ada yang istimewa dibanding umumnya rumah penduduk Madinah. Tak ada kesan megah, tak ada yang layak diperhatikan. Ukurannya kecil, hanya ada dua kamar, satu di atas satu di bawah. Dindingnya lempung, tiangnya batang kurma, atapnya pelepah daun kurma yang rapuh.

Abu Ayyub pun bukan orang berpengaruh, bukan orang kaya, dan tidak memiliki status sosial terhormat. la hanya orang biasa seperti penduduk pada umumnya, cukup makan, hidup tenang.

Pilihan Kanjeng Nabi terhadap rumah itu menunjukkan bahwa beliau tidak menginginkan rumah kaya dan berlimpah harta, atau rumah miskin yang akan terbebani kehadiran beliau.

Rumah yang beliau cari adalah rumah bersahaja yang dipenuhi cinta dan rida. Rumah itu adalah rumah Abu Ayyub yang di belakang hari diketahui berasal dari Bani Najjar; klan paman Nabi dari jalur ibu, klan yang paling dekat dengan Nabi secara nasab dan kerabat.

Kelebihan lain, rumah itu terletak di tengah-tengah areal Madinah, bukan di pinggiran. Sesuatu yang kelak menjadi titik sentral Madinah, bahkan sentral bagi dunia hingga hari ini.

Nabi menempati kamar bawah. Sengaja tidak memili kamar atas agar tidak menyulitkan tamu yang akan menemui beliau, tidak perlu memaksa mereka naik ke kamar tingkat.

Malam pertama, Abu Ayyub dan istrinya di kamar atas saling berbisik tentang makanan yang akan dihidangkan besok dan penghormatan yang layak. Sehari berlalu. Dicengkeram rasa capek Abu Ayyub tak kuat menahan kantuk. Tetapi, ia hanya duduk termangu, seperti disengat ular

“Bagaimana mungkin tidur tenang, di bawah kan ada Nabi?” ia berbisik kepada istrinya.

“Lalu?”

Keduanya diam termangu. Lalu diputuskanlah tidur di ujung paling tepi agar, paling tidak, terhindar dari titik lurus tempat Nabi di bawah. Tetapi sial, baru saja beranjak mau ke pojok kamar, Abu Ayyub tersandung sebuah tempayan hingga terdorong dan air di dalamnya tumpah ruah.

la terkesiap. Begitu pula istrinya. Mereka khawatir air akan menetes melalui celah-celah atap darurat itu, lalu mengenai kepala dua tamu agung itu hingga mereka terganggu.

Tanpa ragu, Ummu Ayyub melesat meraih kain beludru miliknya, lalu dilapnya air itu hingga kering tandas. la tak peduli betapa bagus dan mahalnya beludru itu; betapa itu satu-satunya miliknya yang paling berharga. Beludru yang hanya ia pakai pada acara-acara tertentu dan hari raya.

Sejak kejadian itu, Abu Ayyub tak-henti-hentinya mendesak Nabi tinggal di atas. Desakan itu disambut Nabi demi menenangkan hati Abu Ayyub. Lagi pula, bukankah tamu mesti nurut tuan rumah? Sebab, ia yang lebih tahu bagaimana membuat tamunya betah.

ALIF ID

Nabi Isa Saja Ingin Menjadi Umat Nabi Muhammad

SUATU hari, Nabi Isa berjalan menuju puncak sebuah gunung untuk beribadah. Di sana, ia menemui batu besar putih yang warnanya mirip air susu.

Nabi mengamati keindahannya dengan mengitarinya secara perlahan. Belum selesai mengitarinya, Allah lalu berfirman, “Wahai Isa, senangkah engkau jika Aku menunjukkan padamu sesuatu yang menakjubkan?”

“Tentu, wahai Tuhanku.”

Tidak lama kemudian batu besar itu terbelah dengan sendirinya. Tampaklah di dalamnya seorang laki-laki yang sedang salat, rambutnya telah memutih, di sisinya sebuah tongkat biru dan anggur segar. Setelah beribadah, Nabi Isa menyapanya. “Wahai Syekh, bagaimana Anda bisa bertahan hidup di dalam batu ini?”

“Bukankah Anda melihat anggur segar di hadapanku? Inilah rezekiku sepanjang hari,” kata manusia dari dalam batu itu.

“Sejak kapan Anda beribadah pada Allah di dalam batu ini?” tanya Nabi Isa kembali.

“Sejak empat ratus tahun lalu.”

“Ya Allah,” kata Nabi spontan dengan suara parau dan penuh rasa takjub. Putra Maryam as itu melanjutkan, “Sungguh, saya tidak mampu membayangkan ada makhluk Allah yang lebih mulia darimu.”

Kemudian Allah menurunkan wahyu pada Isa, “Sesungguhnya kelak akan datang suatu umat, yaitu umat Muhammad saw. Jika mereka beribadah pada-Ku dengan sungguh-sungguh, kedudukan mereka lebih mulia di sisi-Ku daripada orang yang beribadah selama empat ratus tahun ini.”

“Ya Allah, betapa beruntungnya umat Muhammad dan betapa bahagianya saya jika Engkau menjadikanku sebagai bagian dari umat Muhammad,” kata Nabi Isa separuh meminta.[]

INILAH MOZAIK

Apakah Nabi Muhammad Pernah Lakukan Kesalahan? (dibaca hingga selesai!)

Khazanahalquran menulis, bahwa sebagian orang meyakini bahwa Rasulullah saw pernah melakukan kesalahan.

Mereka berpendapat bahwa beliau maksum (terjaga dari salah dan dosa) hanya ketika diutus sebagai nabi, sebelum itu beliau dikatakan “tidak terjaga” dan bisa saja melakukan kesalahan. Bahkan sebagian lagi berpendapat bahwa Nabi Muhammad itu tidak beriman sebelum menjadi nabi.

Untuk mencari jawaban dari pernyataan ini, marilah kita renungkan sejenak ayat-ayat berikut ini.

Sejak Nabi Musa as lahir, Allah telah merencanakan skenario yang begitu indah untuk menyelamatkan nabi-Nya dari keganasan Firaun.

Dia memerintahkan ibu Musa untuk menghanyutkannya di sungai hingga diselamatkan oleh istri Firaun sendiri. Hingga dewasa pun, Firaun tidak pernah mampu menggagalkan dakwah Nabi Musa kepada umatnya.

Semua ini dapat terjadi karena Musa berada langsung dibawah pengawasan dan penjagaan Allah swt. Seperti dalam Firman-Nya,

“Dan agar engkau (Musa) diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (QS.Thaha:39)

Sekarang kita mulai akan menyimpulkan bahwa ternyata Nabi Musa as telah berada dalam “penjagaan” dan “pengawasan” Allah sejak masih bayi. Sementara kita tau bahwa Nabi termulia dari deretan para Nabi adalah Nabi Muhammad saw.

Mungkinkah Nabi Musa berada dalam pengawasan Allah sejak bayi sementara Nabi Muhammad baru memdapatkannya setelah menjadi Nabi?

Mungkinkah Nabi Musa ‘dijaga’ oleh Allah sejak awal kelahirannya sementara Nabi Muhammad baru mendapat penjagaan setelah diutus sebagai Rasul?

Sungguh hal yang mustahil

Karena Allah pun menggunakan kata yang sama seperti yang digunakan kepada Nabi Musa, yaitu dengan kata dibawah “Penglihatan” atau “Pengawasan”-Ku) seperti dalam Firman-Nya,

“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu Ketetapan Tuhan-mu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami.” (QS.At-Thur:48).

Jika Nabi Musa dibawah pengawasan Allah sejak bayi, maka Nabi Muhammad pasti mendapat kemuliaan yang lebih agung dari Musa. Beliau telah terjaga dari segala kesalahan, bahkan ketika masih kanak-kanak dan belum diutus sebagai Nabi.

Bagaimana Nabi Muhammad akan melakukan kesalahan sementara beliau adalah makhluk termulia dan ciptaan paling sempurna yang telah mendapat stempel dari Allah sebagai Uswatun Hasanah, contoh bagi seluruh umat manusia. “Allah telah mendidikku dan itulah sebaik-baik didikan” (Rasulullah saw).

Dalam berbagai Firman-Nya, Allah selalu mengagungkan Nabi Muhammad saw, Lalu mengapa kita pelit untuk mengagungkan seorang yang telah diagungkan oleh Allah dengan kemuliaan yang tak terhingga? []

INILAH MOZAIK

Kenapa Kita Harus Meneladani Rasulullah?

Setidaknya ada enam alasan kaum Muslimin perlu meneladani Rasulullah SAW.

Umat Islam di berbagai belahan dunia hari-hari belakangan ini tengah memperingati hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi sangat semarak. 

Hari kelahiran Rasulullah SAW diperingati di berbagai masjid, surau/mushala, majelis taklim, pondok pesantren/sekolah, hingga kantor-kantor pemerintah. Pada umumnya, para dai yang tampil mengisi acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW selalu mengajak kaum Muslimin untuk meneladani kehidupan Rasulullah SAW.

Pemkot Depok, Jawa Barat, menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tingkat Kota Depok di Lapangan Balaikota Depok, Jalan Margonda Raya Depok, Kamis (14/11). Penceramahnya adalah Dr KH Saroni NA, MA. Ia mengupas tema “Meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam kehidupan personal dan social untuk Depok unggul, nyaman dan religius.”

Menurut Dr Saroni, paling tidak ada enam alasan mengapa kaum Muslimin perlu meneladani Rasulullah.  Pertama, Rasulullah  adalah manusia yang paling baik ibadahnya.  Bahkan sampai-sampai bengkak kakinya.

“Kedua, Rasul adalah orang yang paling bertakwa di antara orang-orang  bertakwa,” kata pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Sa’id Yusuf, Parungbingung, Depok.

Ketiga, Rasulullah adalah manusia yang paling mulia dan terpuji baik di langit maupun di bumi,di dunia dan di akhirat. “Keempat, Rasulullah adalah manusia yang paling suci dan manusia yang diharapkan syafaatnya di hari kiamat kelak,” ujar Saroni dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Kelima, kata dia, Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya mahluk Allah di muka bumi ini.  Baik akhlaknya  maupun bentuknya.

Adapun yang keenam, Rasulullah adalah manusia yang sabar dalam menyampaikan dakwah. Ia tidak pernah dendam, apalagi sakit hati.

Jika sifat-sifat  ini kita teladani, kita ikuti dan aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, maka kita akan menjadi manusia mulia di atas dunia ini.  Maka, mari kita jadikan  momentum maulid untuk meneladani tata cara kehhidupan  Rasulullah SAW,” kata doktor pendidikan jebolan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor itu.

KHAZANAH REPUBLIKA


Hak dan Kewajiban Umat Terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Bag.1)

إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له و أشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن نبينا و سيدنا محمدا عبده و رسوله صلى الله عليه و على آله و أصحابه و من سار على نهجه و منواله إلى يوم الدين ثم أما بعد :

Segala puji semata-mata hanya untuk Allah azza wa jalla, kami memuji, meminta ampun, dan meminta perlindungan dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan dari keburukan amal perbuatan kami semata-mata hanya kepada Allah azza wa jalla. Siapa yang di beri hidayah oleh Allah maka tidak akan ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak akan ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi kami dan pemimpin kami Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan dan hamba-Nya. Semoga shalawat beriring salam semoga selalu terlimpahkan kepada beliau, kepada keluarga beliau, kepada sahabat beliau, dan kepada mereka yang berjalan di atas jalan beliau sampai hari kiamat nanti. Amma ba’du:

Ini adalah kesempatan yang sangat berharga sekali di mana Allah azza wa jalla telah memudahkan bagi kita untuk dapat bertemu dengan saudara-saudara kita seagama, di mana kita dapat saling mengingatkan kepada apa yang dapat mendatangkan manfaat bagi kita, baik yang berkaitan dengan perkara agama kita, kehidupan kita, atau kehidupan kita di akhirat kelak.

Wahai saudara-saudaraku sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki hak yang sangat besar atas umatnya. Karena beliau adalah sebab kita dihidupkan Allah azza wa jalla sesudah kematian, dan diberikan hidayah sesudah kesesatan. Semua hati berada di dalam kegelapan, kecuali hati yang disinari oleh cahaya risalah dan kenabian beliau. Maka pada kesempatan kali ini, ada baiknya pembahasan kita berkenaan tentang kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kewajiban Pertama Atas Umat Ini, Setelah Meyakini Kenabian Beliau Adalah Mencintai Beliau, Cinta yang Benar-Benar Tumbuh dari Hati yang Suci

Bahkan wajib hukumnya untuk mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi cinta kita kepada orang tua, anak, istri, bahkan seluruh manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

{ لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده و الناس أجمعين }

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sehingga dia mencintaiku melebihi daripada cintanya kepada orang tua, anak, bahkan manusia seluruhnya”. (HR. Bukhari bab Hubbur rasuul shallallahu ‘alaihi wa sallam minal iimaan)

Di antara tanda kebenaran cinta seseorang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keinginan mereka untuk dapat melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti sabda beliau di dalam shahih Muslim:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ {مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ}

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Yang paling cinta kepadaku di antara umatku adalah orang-orang yang hidup sesudahku, di mana salah seorang di antara mereka ingin melihatku walau harus mengorbankan keluarga dan harta benda.” (HR. Muslim bab Fii man yawaddu ru’yatan nabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Kalau kita mau merenungkan sejenak, bagaimana kecintaan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada beliau, niscaya akan kita dapatkan suatu kenyataan yang sangat mengagumkan sekali, di mana salah seorang di antara mereka tidak dapat tidur nyenyak hanya untuk menunggu waktu shalat subuh sehingga dia dapat melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu contoh yang lain, di mana salah seorang di antara mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya, menghadapi kilatan pedang dan tombak, hanya untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah seorang di antara mereka berkata:

صدري دون صدرك, نحري دون نحرك يا رسول الله

“Wahai Rasulullah! Dadaku adalah tameng bagi dadamu, begitu juga leherku adalah tameng bagi lehermu.” (HR. Bukhari 3811, Muslim 1811)

Di dalam shahih Bukhari terdapat kisah Khubaib bin Abdillah Al-Anshary yang ditawan oleh kaum musyrikin, ketika hendak membunuhnya, mereka berkata:

أتود أن محمدا مكانك و أنت في أهلك و مالك؟ قال: لوددت أني أقتل و أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لا يشاك بشوكة

“Bagaimana menurutmu, apabila engkau bebas dan berada di antara harta dan keluargamu, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada pada posisimu saat ini? Maka dia pun berkata: lebih baik saya mati, daripada harus melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertusuk walau oleh sebuah duri.” (HR. Bukhari 3045, Thobroni di dalam Al-Mu’jamul Kabir)

Saudaraku! Beginilah cinta sejati kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beginilah para salaf mencintai Rasulullah. Salah seorang di antara mereka, apabila teringat Rasulullah maka mata mereka akan berlinang air mata. Di antara mereka ada yang berwudu’ sebelum menyampaikan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan ada yang memerintahkan untuk diam ketika dibacakan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana mereka diam ketika mendengarkan ayat-ayat Allah.

Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Kedua Adalah Engkau Meyakini Bahwa Tidak Ada Kebahagiaan dan Tidak Ada Kebaikan, Melainkan Hanya Dengan Mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Semua jalan menuju Allah tertutup, kecuali jalan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wahai hamba Allah! Apakah engkau menginginkan hidayah? Sesungguhnya engkau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya dengan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah azza wa jalla berfirman:

وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ الأعراف: 158

“Dan ikutilah dia (Rasulullah) agar kalian mendapatkan petunjuk.” (QS. Al-A’raaf: 158)

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا النور: 54

“Dan apabila kalian mengikutinya (Muhammad) maka kalian akan mendapatkan petunjuk.” (Qs. An-Nur: 54)

Apakah engkau menginginkan cinta dan ampunan Allah azza wa jalla? Maka simaklah firman Allah berikut ini:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ آل عمران: 31

“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31)

Apakah engkau menginginkan rahmat Allah azza wa jalla? Renungkanlah firman Allah berikut ini:

وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ آل عمران: 132

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad) agar kalian diberikan rahmat.” (QS. Ali ‘Imran: 132)

Apakah engkau menginginkan kehidupan yang hakiki? Allah azza wa jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ الأنفال: 24

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepadamu.” (QS. Al-Anfaal: 24)

Jadi, pada hakikatnya engkau wahai hamba Allah! Adalah mati, kecuali apabila Allah azza wa jalla menghidupkanmu dengan mengikuti Rasulullah.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57-hak-dan-kewajiban-umat-terhadap-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-1.html

Mengenal Rasulullah saw Melalui Ayat Suci Al-Qur’an

Sebelum memulai tulisan kali ini, kami dari Khazanah Al-Qur’an mengucapkan selamat berbahagia kepada seluruh umat Muhammad atas lahirnya Manusia Termulia, penutup para Nabi, Baginda Muhammad saw. Kita semua tau bahwa nama Muhammad saw adalah nama yang paling terkenal di segala penjuru langit dan bumi, namun dibalik kemasyhuran namanya, sulit untuk menjangkau keagungan dan kemuliaannya. Kita hanya mampu mengambil penggalan demi penggalan kemuliaannya melalui kabar dari Penciptanya, dari orang-orang terdekatnya atau dari lisan sucinya sendiri.

Hari ini kita akan memulai untuk mengenal beliau lebih dalam melalui ayat-ayat suci Al-Qur’an, melalui Dzat yang paling mengenalnya, tiada lain adalah Allah Robbul Alamin.

1. Muhammad saw adalah penutup para Nabi.

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.” (QS.Al-Ahzab:40)

2. Dia adalah Rasul yang diutus untuk seluruh manusia.

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً

Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kalian semua. (QS.Al-A’raf:158)

3. Dia adalah Rasul yang diutus untuk memberi rahmat bagi seluruh alam.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan Kami tidak Mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS.Al-Anbiya’:107)

4. Dia adalah Rasul yang misinya Dijamin dan Dijaga langsung oleh Allah swt.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang Menurunkan al-Quran, dan pasti Kami (pula) yang Memeliharanya.” (QS.Al-Hijr:9)

5. Dia adalah Rasul yang tak pernah berbicara kecuali wahyu.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى – إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut keinginannya. Tidak lain (itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS.An-Najm:3)

6. Dia adalah Rasul yang Allah pernah Bersumpah demi kehidupannya.

لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ

(Allah Berfirman), “Demi umurmu (Muhammad), sungguh, mereka terombang-ambing dalam kemabukan (kesesatan).” (QS.Al-Hijr:72)

7. Dia adalah Rasul yang umatnya Dilarang oleh Allah untuk memanggil namanya secara langsung atau tanpa penghormatan.

لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضاً

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (QS.An-Nur:63)

وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ

“Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain. (QS.Al-Hujurat:2)

8. Dia adalah Rasul yang Allah dan para Malaikat pun bersalawat kepadanya.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS.Al-Ahzab:56)

9. Dia adalah Rasul yang Allah Memberinya gelar dengan Nama-Nya (Rouf dan Rohim.)

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, pengasih dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. (QS.At-Taubah:128)

إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sungguh, Tuhan-mu Maha Pengasih, Maha Penyayang” (An-Nahl:7)

10. Dia adalah Rasul yang perangainya Dipuji oleh Allah swt.

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” (QS.Al-Qalam:4)

11. Dia adalah Rasul yang meraih kesempurnaan hingga menjadi suri tauladan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ –

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat” (QS.Al-Ahzab:21)

12. Dia adalah Rasul yang ketaatan kepadanya disamakan dengan ketaatan kepada Allah swt.

مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS.An-Nisa’:80)

13. Dia adalah Rasul yang menjadi saksi para nabi di Hari Kiamat.

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَـؤُلاء شَهِيداً

“Dan bagaimanakah jika Kami Mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami Mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka.” (QS.An-Nisa:41)

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيداً عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيداً عَلَى هَـؤُلاء

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami Bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami Datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka.” (QS.An-Nahl:89)

14. Dia adalah Rasul yang memiliki kedudukan tertinggi.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat Tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu Mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS.Al-Isra’:79)

15. Dia adalah Rasul yang keberadaannya menjadikan umat manusia aman dari adzab yang menyeluruh.

وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS.Al-Anfal:23)

16. Dia adalah Rasul yang Allah Ingin Menjadikan dirinya rela.

وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى

“Dan sungguh, kelak Tuhan-mu pasti Memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.” (QS.Adh-Dhuha:5)

17. Dia adalah Rasul yang hampir membinasakan dirinya karena kecintaannya pada umatnya.

لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

“Boleh jadi engkau (Muhammad) akan membinasakan dirimu (dengan kesedihan), karena mereka (penduduk Mekah) tidak beriman.” (QS.Asy-Syuara’:3)

فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ

“Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.” (QS.Fathir:8)

Inilah ayat-ayat yang berbicara tentang Rasulullah saw. Tentu masih banyak lagi ayat yang membicarakan tentang beliau dan akan kita temukan dalam artikel-artikel selanjutnya.

Selamat menyambut bulan kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw, semoga kita mendapat syafaatnya kelak di Hari yang tiada penolong selain syafaatnya.

Khusus di bulan maulid ini, Khazanah Al-Qur’an akan fokus untuk menyajikan kajian tentang Nabi Muhammad saw. Semoga dapat menambah kecintaan kita kepada beliau.

KHAZANAH ALQURAN