Benarkah Sunah Berhubungan Intim di Malam Jumat?

Ada keyakinan yang menyebar di Indonesia, yaitu sunah melakukan hubungan intim suami-istri pada malam Jumat (Kamis malam). Mereka berkeyakinan bahwa ini akan lebih berpahala. Bahkan ada istilah “ritual malam jumatnya suami-istri”. Keyakinan ini tidak tepat, karena tidak ada dalil khusus terkait hal ini. Berikut sedikit pembahasannya:

Pendapat Ulama tentang Sunah Berhubungan Intim sebelum Salat Jumat

Sunah waktu berhubungan intim yang berpahala adalah sebelum menunaikan salat Jumat, yaitu sejak pagi sampai sebelum salat Jumat, bukan pada malam hari (sebelum subuh). Terdapat dalil terkait sunah ini dan penjelasan ulama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا

Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat (dengan membasuh kepala dan anggota badan lainnya, pent), membuat mandi, pergi di awal waktu, mendapati khutbah pertama, mendekat pada imam, mendengar khutbah, serta diam. Maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan salat setahun.” (HR. Tirmidzi) Disahihkan oleh Syekh Al-Albani.

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ada tiga pendapat ulama terkait dengan lafaz ( اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ). Beliau menjelaskan,

روي غَسَلَ بتخفيف السين , وَغَسَّلَ بتشديدها, روايتان مشهورتان; والأرجح عند المحققين بالتخفيف..

, فعلى رواية التخفيف في معناه هذه الأوجه الثلاثة:”

أحدها: الجماع قاله الأزهري ; قال ويقال: غسل امرأته إذا جامعها.

والثاني: غسل رأسه وثيابه.

والثالث: توضأ

Diriwayatkan cara membacanya yaitu “gasala”  (dengan takhfif pada huruf sin) dan riwayat lainnya “gassala” (dengan tasydid pada huruf sin). Dua cara baca ini adalah dua riwayat yang masyhur. Yang rajih menurut muhaqqiqun (peneliti) adalah tanpa tasydid huruf sin. Berdasarkan cara baca ini, ada tiga pendapat dalam maknanya:

  1. Berhubungan intim dengan istri. Hal ini disampaikan oleh az-Zuhri. Beliau mengatakan “Dan dikatakan ‘membuat istri mandi wajib’, jika berhubungan intim dengan istri.”
  2. Membasuh kepala dan bajunya.
  3. Berwudu.

(Al-Majmu‘ 4/543)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan makna ‘gassala‘ adalah berhubungan intim dengan istri. Beliau berkata,

غَسَّل أي: جامع أهله، وكذا فسَّره وكيع

“Makna gassala adalah berhubungan intim dengan istrinya. Demikianlah yang ditafsirkan oleh Waki’.” (Zadul Ma’ad 1/385)

Pendapat Ulama tentang Wajibnya Mandi sebelum Salat Jumat

Syekh Muhammad Abdurrahman Al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa pendapat terkuat dari maksud hadis ini adalah mandi sebelum salat Jumat secara umum. Beliau berkata,

وبقوله: واغتسل، غسل سائر بدنه ، وقيل جامع زوجته فأوجب عليها الغسل فكأنه غسلها واغتسل

“Maksudnya adalah membasuh seluruh tubuhnya. Pendapat lain (lebih lemah) yaitu berhubungan badan dengan istrinya. Sehingga ‘membuat istri mandi wajib’ seakan-akan ia membasuh istrinya dan membuatnya mandi.” (Tuhfazul Ahwadzi 3/3)

Oleh karena itu, ada ulama yang berpendapat bahwa setiap hari Jumat (sebelum waktu salat Jumat), mandi hukumnya wajib (perlu diketahui ada juga ulama yang berpendapat hukumnya adalah sunah muakkadah).

Syekh Al-‘Utsaimin berkata,

فاحرص -يا أخي- على أن تغتسل يوم الجمعة؛ لأن غسل الجمعة واجب على كل بالغ، والدليل على وجوبه قول النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم: «غسل الجمعة واجب على كل محتلم».

“Bersemangatlah wahai saudaraku untuk mandi pada hari Jumat karena hukumnya wajib bagi yang sudah balig. Dalil wajibnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Mandi pada hari Jumat (sebelum salat Jumat) wajib bagi yang sudah bermimpi basah.” ( Silsilah Liqais Syahri no. 74)

Hikmah Berhubungan Intim sebelum Salat Jumat

Hikmah dari sunah berhubungan intim sebelum salat Jumat adalah agar pikiran menjadi lebih tenang, segar, serta fokus dalam melakukan ibadah yang akan dimulai, yaitu salat Jumat. Berhubungan badan dengan istri memiliki banyak keuntungan. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,

وَأَمَّا الْجِمَاعُ وَالْبَاهُ، فَكَانَ هَدْيُهُ فِيهِ أَكْمَلَ هَدْيٍ، يَحْفَظُ بِهِ الصِّحَّةَ، وَتَتِمُّ بِهِ اللَّذَّةُ وَسُرُورُ النَّفْسِ، وَيَحْصُلُ بِهِ مَقَاصِدُهُ الَّتِي وُضِعَ لِأَجْلِهَا

“Adapun jimak, berhubungan badan, maka petunjuk beliau –shalallahu alaihi wasallam– dalam hal ini adalah petunjuk yang paling sempurna. (Jimak) menjaga kesehatan. Kelezatan dan keceriaan jiwa akan menjadi sempurna. Akan tercapai semua maksud yang ditujukan (kemaslahatan).” [Thibbun Nabawi 1/187]

Demikian semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/68525-benarkah-sunnah-berhubungan-intim-di-malam-jumat.html

Meluruskan Istilah ‘Sunnah Rasul’ saat Malam Jumat

Sunnah Rasul saat Kamis malam atau malam Jumat belakangan ramai dipahami sebagai hubungan intim atau hubungan suami dan istri. Hal ini cukup beralasan karena dalam hadits ada riwayat yang mengarah ke sana. Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman al-Hamadani mengutip riwayat yang menyebut perkawinan para nabi di hari Jumat.

   روى أنس بن مالك رضي الله عنه بالإسناد الذي ذكرناه في المجلس الأول قال سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن يوم الجمعة فقال يوم صلة ونكاح قالوا كيف ذلك يا رسول الله قال لأن الأنبياء عليهم الصلاة والسلام كانوا ينكحون فيه

Artinya: Sahabat Anas bin Malik RA meriwayatkan dengan sanad yang telah kami sebutkan di bab pertama, ia bercerita bahwa Rasulullah SAW ditanya perihal hari Jumat. Rasulullah menjawab: (Jumat) adalah hari hubungan dan perkawinan. Sahabat bertanya: Bagaimana demikian, ya Rasulullah? Nabi Muhammad menjawab: Para nabi dahulu menikah di hari ini. (Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani, As-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah (Semarang, Maktabah Al-Munawwir, tanpa tahun, halaman 110).  

Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman al-Hamadani melanjutkan bahwa hari Jumat merupakan hari perkawinan beberapa rasul dan orang shaleh. Jumat merupakan hari perkawinan Nabi Adam AS dan Siti Hawa, Nabi Yusuf AS dan Zulaikha, Nabi Musa AS dan Shafura (Zipora) binti Nabi Syu’aib AS, Nabi Sulaiman AS dan Bilqis, Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW dan Siti Aisyah, dan Sayyidina Ali RA dan Siti Fathimah Az-Zahra, (Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman al-Hamadani, as-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah (Semarang, Maktabah al-Munawwir, tanpa tahun, halaman 110).

Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan keutamaan hubungan intim pada hari Jumat. Namun demikian, ulama-ulama hadits menilai riwayat hadits ini sebagai riwayat yang lemah sehingga tidak dapat menjadi dasar hukum. Teks hadits riwayat Imam Baihaqi berbunyi sebagai berikut:

أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته  

Artinya: Apakah kalian tidak sanggup berhubungan badan dengan istri kalian pada setiap hari Jumat. Hubungan badan dengan istri di hari Jumat mengandung dua pahala: pahala mandinya sendiri dan pahala mandi istrinya. (HR Baihaqi).  

Sebagian ulama memandang awal kesunahan hubungan badan pada hari Jumat dari interpretasi atas hadits riwayat Aus bin Abi Aus RA berikut ini yang menyebut kata ‘ghassala’ atau ‘membuat orang lain mandi’:

 من اغتسل يوم الجمعة وغسّل وغدا وابتكر ومشى ولم يركب ودنا من الإمام وأنصت ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة  

Artinya: Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dan membuat orang lain mandi, lalu berangkat pagi-pagi dan mendapatkan awal khutbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke imam, diam, lalu berkonsentrasi mendengarkan khutbah, maka setiap langkah kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun. (HR Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).  

Tetapi, hubungan badan dengan istri pada malam Jumat sebagai sunnah Rasul ditolak oleh sebagian ulama, salah satunya adalah Syekh Wahbah az-Zuhayli. Menurutnya: Di dalam sunnah tidak ada anjuran berhubungan seksual suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan seksual di malam Jumat. (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).  

Keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli ini dengan terang menyebutkan bahwa sunnah Rasulullah tidak menganjurkan hubungan suami-istri secara khusus di malam Jumat. Kalau pun ada anjuran, itu datang dari segelintir ulama yang didasarkan pada hadits Rasulullah SAW dengan redaksi: Siapa saja yang mandi di hari Jumat, maka…

Kalau pun anjuran dari hadits, riwayat hadits tersebut cenderung lemah. Tetapi dari banyak keterangan ini, hubungan badan suami dan istri sebagai sunnah Rasul malam Jumat menjadi cukup populer.

Alhafiz Kurniawan adalah redaktur NU Online.

NU ONLINE

Benarkah Berhubungan Intim pada Malam Jumat Sunah Rasul?

BincangSyariah.Com –  Jamak diketahui oleh masyarakat kita bahwa berhubungan intim malam jumat merupakan sunah rasul, Benarkah demikian?

Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, tidak ditemukan dalam nash baik Alquran ataupun hadis yang menunjukkan secara jelas akan kesunahan berhubungan intim pada malam jumat. Kecuali mungkin hadis yang menyinggung tentang mandi janabah berikut ini

قال صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الجُمُعَةِ غُسْلَ الجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barang siapa yang mandi pada hari jumat seperti mandi janabah kemudian dia berangkat shalat jumat di waktu pertama, maka seperti berkurban unta.. (HR. Bukhari & Muslim)

Imam Nawawi mengartikan bahwa hadis ini menerangkan tentang cara mandi jumat dilakukan seperti mandi junub, akan tetapi ada juga sebagian ahli fikih mengartikannya dengan barang siapa yang mandi jumat bertepatan dengan mandi junub lalu pergi jumatan fadhilahnya seperti berkurban unta. Namun menurut mayoritas ulama, pemahaman hadis pertama yang lebih benar.

Karena itu Imam Nawawi menegaskan

وَقِيلَ: فِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى الْجِمَاعِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ لِيَغْتَسِلَ فِيهِ مِنَ الْجَنَابَةِ، وَالْحِكْمَةُ فِيهِ: أَنْ تَسْكُنَ نَفْسُهُ فِي الرَّوَاحِ إِلَى الصَّلَاةِ ، وَلَا تَمْتَدُّ عَيْنُهُ إِلَى شَيْءٍ يَرَاهُ، وَفِيهِ حَمْلُ الْمَرْأَةِ أَيْضًا عَلَى الِاغْتِسَالِ ذَلِكَ الْيَوْمَ ذَهَبَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا إِلَى هَذَا، وَهُوَ ضَعِيفٌ أَوْ بَاطِلٌ، وَالصَّوَابُ الأول. انْتهى

Dan ada yang berpendapat bahwa dalam hadis tersebut terdapat isyarat agar berhubungan intim pada hari jumat dan mandi junub pada hari itu. Hikmahnya agar jiwanya tenang menuju shalat dan matanya tidak jelalatan pada apa yang ia pandang, dan wanita juga disunahkan mandi pada hari itu. Sebagian saudara kita berpendapat demikian, pendapat itu lemah dan tidak benar, yang benar adalah pendapat yang pertama. Selesai.

Demikian pula menurut Ibnu hajar, bahwa tasybih atau penyamaan yang dimaksud dalam hadis di atas adalah penyaman dalam hal taat cara mandi, bukan penyamaan dalam hal hukum, demikian menurut mayoritas ahli fikih.

Jadi hadis tentang mandi junub di atas, menerangkan kesunahan mandi di hari jumat serta keutamaan orang yang bersegera pergi shalat jumat. Hadis itu tidak ada kaitannya dengan kesunahan berhubungan intim pada hari jumat atau malam jumat. Wallahu’alam.

BINCANG SYARIAH

Mengapa Jaga Rahasia Jadi Sunnah yang Terlupakan?

Menjaga rahasia sesama merupakan salah satu perbuatan yang mulia

Nabi Muhammad SAW menjanjikan surga kepada umatnya yang mampu menghidupkan sunnah-sunnahnya mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. 

عَنْْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ. ثُمَّ قَالَ لِي: يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي، وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي، وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ

Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Anas bin Malik, dia berkata, “Rasulullah berkata kepadaku, “Wahai, anakku! Jika kamu mampu pada pagi sampai sore hari di hatimu tidak ada sifat khianat pada seorangpun, maka perbuatlah.” Kemudian beliau SAW berkata kepadaku lagi: “Wahai, anakku! Itu termasuk sunnahku. Dan barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barangsiapa yang telah mencintaiku, maka aku bersamanya di surga.”

Syekh Nawawi Al Bantani dalam kitabnya Nasaihul ‘Ibad, menuliskan bahwa Ali bin Abi Thalib RA pernah mengatakan, “Siapa yang tidak ada sunnatullah dalam dirinya, maksudnya aturan-aturan Allah SWT (sunnah rasul-Nya) aturan-aturan Rasul dan sunnah para walinya, yaitu contoh amal ibadah mereka, (maka tidak ada mempunyai sedikit pun di tangannya) maksudnya ia tidak mempunyai sedikit pun sesuatu yang berharga.” Lalu Ali pernah ditanya apa yang dimaksud dengan sunnatullah itu. Ali menjawab:  

من لم يكن عنده سنة الله وسنة رسوله وسنة اوليائه فليس فى يده شيء : قيل له ما سنة الله؟  قال: كتمان السر وقيل ما سنة الرسول؟  المدراة بين الناس وقيل ما سنة اوليائه؟  قال: احتمال الاذی عن الناس وكانوا من قبلنا يتواصون بثلاث خصال: ويكاتبون بها من عمل لأخرته كفاه الله امر دينه ودنياه ومن احسن سريرته احسن الله علانيته ومن اصلح ما بينه وبين الله اصلح الله ما بينه وبين الناس  

“Menyembunyikan rahasia. Rahasia, adalah sesuatu yang harus disembunyikan, agar orang lain tidak mengerti. Menyembunyikan rahasia orang lain adalah wajib. Ali ditanya lagi, “Apa yang dimaksud dengan sunnah Rasul itu?” Ali menjawab: “Bersikap ramah kepada sesama manusia.” Tentang sifat ramah, sebagaimana disebutkan dalam syair: 

“Berbuatlah terhadap mereka selagi engkau berada di rumah mereka dan buatlah hati mereka puas, selama engkau berada di bumi mereka.”

Ali RA, lalu ditanya lagi apa yang dimaksud dengan sunnah para wali itu? Ali menjawab: “Sabar dalam menghadapi perlakuan yang menyakiti hati.”  

Dalam kaitan ini orang-orang sebelum kami juga biasa saling mengingatkan, yaitu saling menasihati satu kepada yang lainnya dan berkirim surat dengan tiga hal berikut:  

Pertama, siapa yang beramal sesuatu dari amalan yang baik untuk kepentingan akhiratnya, maka Allah akan memelihara urusan agama dan dunianya.  

Kedua, siapa yang membina batinnya atau isi hatinya, maka Allah akan memperbaiki lahirnya karena keadaan zahir orang menunjukkan isi batinnya. 

Ketiga, dan siapa yang memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah SWT dengan berbuat amal yang ikhlas, terbebas dari riya, ujub dan sum’ah maka Allah akan menjamin kebaikan hubungan antara dia dan sesama manusia.  “Karena orang yang dicintai Allah itu juga akan dicintai makhluk-Nya,” katanya.

Menurut Syekh Nawawi riya berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang lain, sedangkan sum’ah beramal supaya diperdengarkan kepada orang lain. Riya berkaitan dengan indra mata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga. 

KHAZANAH REPUBLIKA

‘Sunnah Rasul’ di Malam Jumat?

SUATU kebahagiaan ketika kaum muslimin memperhatikan sunnah Nabi sebagai landasan dalam beragama (beramal shalih). Karena disamping Al Quran, Sunnah Nabi juga merupakan pedoman kaum muslimin dalam hidup dan beragamanya.

Dalam pelaksanaanya, Sunnah Nabi atau Sunnah Rasul ada yang bersifat umum, dan ada yang bersifat khusus. Yang bersifat khusus ini yakni apabila terkait dengan tempat atau waktu tertentu, di mana sunnah tersebut tidak dilakukan kecuali pada tempat atau waktu tersebut.

Salah satu yang diklaim sebagai sunnah rasul pada malam Jum’at oleh kebanyakan kaum muslimin adalah berhubungan intim. Bahkan hingga ada gurauan di masyarakat bahwa “waktu kecil, malam yang ditakuti adalah malam Jumat. Setelah besar (sudah menikah), malam yang disukai adalah malam Jumat”.

Lalu dari mana mereka menyandarkan hal ini sebagai sunnah rasul? Setelah ditelisik, ternyata mereka menyandarkannya pada hadits palsu berikut, “Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat (kamis malam) maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi,”.

Apabila dicari di kitab-kitab kumpulan hadits, seperti kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan An Nasai, Sunan Tirmidzi, dll, tidaklah ditemukan hadits dengan bunyi/lafadz tersebut maupun yang mendekati lafadz tersebut.

Maka haram hukumnya seorang muslim sunni (muslim yang berpegang teguh pada Sunnah Nabi) menjadikan hadits palsu atau hadits yang tidak ada asalnya sebagai bagian dari syariat Islam, atau sebagai landasan dalam keyakinan dan amalan.

Semoga Allah memberi hidayah kepada kita. [*]

INILAH MOZAIK

Menjalankan Sunah Rasul

Allah SWT mengutus seorang manusia paling sempurna di muka bumi ini untuk mengajak agar beriman kepada-Nya. Ia adalah Nabi Muhammad SAW. Ketika itu, masyarakat Makkah dalam kondisi jahiliyah.

Kehadiran Nabi Muhammad SAW untuk membawa masyarakat Makkah waktu itu keluar dari jahiliyah.Melalui agama Islam, Nabi Muhammad mengajak umat manusia untuk beriman kepada Allah dan rasul-Nya.

Syekh Malik Husein Syaban dalam kajian Islam Diaries di Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta, Ahad (1/7), mengajak agar menjalankan yang diperintahkan Allah dan dia- jarkan oleh Nabi Muhammad. Menurut dia, orang yang demikian akan masuk surga.

Syekh Malik mengatakan, ada orang-orang menurut Rasulullah yang enggan untuk masuk surga. Hal tersebut merujuk kepada konteks ketika Nabi Muhammad sebelum diutus oleh Allah yaitu masyarakat Makkah dalam keadaan jahiliyah.

Allah SWT kemudian mengutus Nabi Muhammad untuk mengeluarkan masyarakat Makkah dari kegelapan menuju kehidupan yang penuh tauhid. Nabi Muhammad tidak pernah meninggalkan kebaikan justru mengajak kepada umatnya agar menjauhi keburukan. Menaati nabi merupakan ketaatan pula kepada Allah, ujar Syekh Malik.

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surah an- Nisa ayat 80 yaitu: Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.

Ayat tersebut, Syekh Malik menegaskan bahwa dengan menaati yang diperintahkan Rasulullah, sama halnya dengan menaati Allah.A llah menggandengkan ketataannya kepada Rasulullah.

Penjelasan tersebut tertuang dalam surah al-Anfal ayat 20 yaitu: Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada- Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).

Syekh Malik mengungkapkan, banyak ayat-ayat Alquran yang menerangkan tentang sunah rasul. Seperti dalam surah al-Hasyr ayat 7 yaitu: Apa saja harta rampasan (faii) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Makkah adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang- orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarang bagi mu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumnya.

Maksudnya adalah upaya kita meneladani apa yang diperintah Rasul. Ketaatan kepada Rasul dan Allah adalah menjauhi yang dilarang oleh Rasul. Ini yang dimaksud menaati Rasul dan Allah, kata Syekh Malik.

Syekh Malik menjelaskan alasan umat Islam harus mentaati Allah dan Rasulullah. Menurut dia, karena diyakini dengan mentaati perintah keduanya, maka akan masuk surga. Ini juga sebagai upaya menyelematkan diri dari neraka dan siksa Allah.

Syekh Malik mengungkapkan ten tang dampak tidak mengingkari perintah Rasul dan Allah. Ia mengatakan, mereka akan tertimpa fitnah dalam hidupnya. Fit nah yang dimaksud adalah perbuatan syirik. Kemudian, dam pak lainnya adalah mereka akan terancam terjerumus kepada neraka.

Menaati Rasul itu seluruh perkara. Allah mengutus Rasul untuk ditaati. Allah menyeru masuk Islam dengan kafah seu- tuhnya. Orang beriman masuk Islam seutuhnya, ujarnya.

Ia menegaskan, taat dengan perintah Allah dan Rasul tidak akan mendatangkan kerugian, melainkan menghadirkan manfaat baik di dunia maupun akhirat. Menjauhi larangan dan menjalankan perintahnya, kata Syekh Malik, sama dengan menjaga agamanya, diri sendiri, keturunan, akal, dan harta.

Dalam kesempatan tersebut, Syekh Malik juga menjelaskan makna dari syahadat. Membaca dua kalimat syahadat merupakan upaya menaati apa yang diperintahkan oleh Rasulullah.

Selain itu, sebagai upaya membenarkan apa yang disampaikan Rasulullah ketika datang sebuah perintah darinya. Upaya kita untuk meninggalkan yang dilarang Rasul, kata Syekh Malik menambahkan makna membaca syahadat.

REPUBLIKA

 

Mengapa Kita Berpaling dari Sunah Rasul?

MELIHAT fenomena saat ini ketika banyak orang-orang yang memiliki pemikiran sekuler dan liberal maka banyak pula saat ini sunah yang menjadi fitnah.

Tidak hanya fitnah teroris saja, namun banyak contohnya orang yang tidak meyakini sunah atau adab Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallaam itu membawa manfaat baik bagi diri kita sendiri dan orang lain.

Seperti di saat makan, selain dengan makan tidak berlebihan itu bisa menjaga ‘iffah (kesucian/kehormatan) kita, hal ini pun bermanfaat bagi kesehatan kita. Rasulullah bersabda:

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas.”

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan, “Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.”

Bahkan kekenyangan hukumnya bisa haram, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:

“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat penuh perut dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Bisa jadi hukumnya berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan, pent)”

Tetapi semua ini ditanggapi orang banyak sangat lemah, dan tidak terlalu mempedulikannya, bahkan banyak yang tidak mengetahuinya, namun ketika penelitian yang berbicara di era modern ini, seperti:

Sebuah studi yang dilakukan Mount Sinai School of Medicine menemukan penjelasan tentang alasan makan berlebih bisa menyebabkan diabetes dan obesitas. Orang yang makan tanpa mengontrol jumlah yang dikonsumsinya, dapat mengalami gangguan fungsi pada sinyal insulin. Akibat dari gangguan ini, insulin tidak mampu melakukan pemecahan lemak dalam jaringan adiposa.

Barulah semua orang percaya dan menjaga komsumsi makanannya, contoh lain seperti kita makan atau minum dilarang sambil berdiri karena Rasulullah menganjurkan makan atau minum sambil duduk, tidak ada yang percaya, namun ketika penelitian berbicara bahwa ketika kita berdiri, ada selaput di dalam perut akan terbuka dan ketika duduk selaput akan tertutup baru kita memercayainya.

Ataupun seperti salat qiyamul lail yang dilaksanakan pada sepertiga malam, yang Rasulullah anjurkan, dan ketika ada penelitian bahwa di malam hari sistem kerja otak dan semua sistem aliran darah bekerja untuk memulihkan atau membuang toksin dalam tubuh baru kita percaya dan orang melakukan meditasi atau yoga di sepertiga malam.

Padahal jauh sebelum penelitian itu muncul kita sudah bisa mendapatkan manfaatnya dari semua itu. Mengapa kita harus menunggu penelitian, mengapa kita harus percaya bukti konkret. Terlalu lama. Dimana kiranya iman kita? Mengapa kita berpaling dari sunah Rasul bahkan malah dijadikan bahan olok-olokan, tidakkah kita berpikir bahwa umat muslim diwajibkan berpuasa satu bulan penuh? Bukankah kita kini mengetahui manfaat dari berpuasa itu sendiri?

Seperti kasus lainnya, Rasulullah dan sahabat melarang riba dan wajib menggunakan sistem perekonomian syariah, agar sistem ekonomi berjalan dinamis dan saling menguntungkan tanpa ada pihak yang dirugikan. Buktinya saat ini banyak negara-negara maju yang menggunakan sistem perekonomian umum yang pada akhirnya bangkrut, seperti di negara-negara Eropa sana, bisa kita teliti info lebih lanjut negara mana saja yang perekonomiannya limbung, bahkan Romawi menyarankan agar menteri perekonomiannya memelajari sistem ekonomi syariah.

Contoh lain dimana sunah Rasulullah shalallaah ‘alaihi wasallam ketika sunah malam jumat dijadikan olok-olokan dan bahan perbuatan yang tidak sepantasnya apalagi oleh para pasangan yang belum halal, naudzubillah himindzalik, apalagi jaman sekarang orang berpacaran agar alih-alih menjadi pasangan yang barokah, maka mereka shalat berjamaah pun berdua dengan yang bukan mahramnya.

“Sungguh tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita, kecuali yang ketiga dari keduanya adalah syaitan” (HR. At-Tirmidzi)

Contoh lain lagi ketika di dunia pendidikan, bahwasanya siswa dan siswi (remaja yang sudah baligh) itu tidak diperbolehkan berada di dalam satu kelas secara bersamaan, karena disamping bukan mahram, dari segi pemikiran, sifat dan perbuatan pun jauh berbeda, namun hal ini lagi-lagi tidak ditanggapi oleh pihak-pihak yang merendahkan sunnah Rasulullah.

Buktinya kini di negara paman sam menurut penelitian yang mereka dapatkan pada akhirnya mereka menyadari bahwa siswa dan siswi (remaja) harus dipisahkan tidak dalam satu kelas. Karena banyak pertimbangan yang buruk dan ketidak efektifan dalam belajar jika siswa dan siswi dipersatukan dalam satu kelas kembali. Bukti penelitiannya tersebut dapat dilihat disini. [Kutipan Ust.Budi Ashari,Lc]

 

INILAH MOZAIK

Meluruskan Sunah Rasul Malam Jumat

Beberapa tahun belakangan setiap hari Kamis tiba sebagian masyarakat bercanda satu sama lain dengan ucapan, “Sudah hari Kamis lagi, sunah rasul,” “Jangan ganggu, malam ini sunah rasul,” “Malam Jumatan, sunah rasul,” atau sedikit rasial “Ayo membunuh Yahudi,” dan banyak istilah lain dengan makna serupa.

Semua istilah itu kerap diartikan sebagai aktivitas hubungan suami-istri. Canda atau guyon semacam ini menjadi sangat lazim didengar seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang mempercepat peredaran pesan.

Canda atau guyon sebenarnya tidak masalah dalam agama. Hanya saja kalau mau tahu kedudukan hukum agama sebenarnya, kita perlu mendapat penjelasan ahli hukum Islam terkait hubungan sunah rasul, malam Jumat, dan hubungan intim suami-istri.

وليس في السنة استحباب الجماع في ليال معينة كالاثنين أو الجمعة، ومن العلماء من استحب الجماع يوم الجمعة.

Artinya, “Di dalam sunah tidak ada anjuran berhubungan seksual suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan seksual di malam Jumat,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).

Keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli ini dengan terang menyebutkan bahwa sunah Rasulullah tidak menganjurkan hubungan suami-istri secara khusus di malam Jumat. Kalau pun ada anjuran, itu datang dari segelintir ulama. Meski demikian, Syekh Wahbah sendiri tidak menyangkal bahwa hubungan intim suami-istri mengandung pahala. Hanya saja tidak ada kesunahan melakukannya secara prioritas di malam Jumat. Artinya, hubungan intim itu boleh dilakukan di hari apa saja tanpa mengistimewakan hari atau waktu-waktu tertentu.

Penjelasan kedudukan hukum ini menjadi penting agar tidak ada reduksi pada sunah rasul yang begitu luas itu. Karena banyak anjuran lain yang baiknya dikerjakan di malam Jumat seperti memperbanyak shalawat nabi, membaca surat Yasin, Al-Jumuah, Al-Kahfi, Al-Waqiah, istighfar, dan mendoakan orang-orang beriman yang telah wafat. Sementara guyonan dengan istilah semacam ini tidak masalah. Kalaupun sekadar guyon, baiknya istilah-istilah ini cukup terbatas di kalangan orang dewasa saja.

Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

 

NU ONLINE

Sunnah Sunnah di hari Jumat

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian diseru untuk shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, hal itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. AlJumu’ah: 9)

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala. Jum’at adalah satu hari dimana Allah mengistimewakannya dengan beberapa hal sebagaimana dalam hadits, “Hari terbaik dimana matahari terbit di hari itu adalah hari jum’at. Di hari itu Adam diciptakan, di hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga dan juga dikeluarkan dari surga. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari jum’at” (HR. Muslim)

Hari jum’at juga termasuk hari ‘ied (hari raya) pekanan umat Islam sebagaimana ucapan sahabat‘Abdullah bin Zubair ketika pernah di masa beliau ‘iedul fithri jatuh pada hari jum’at, “Dua hari raya dalam satu waktu” (HR. Abu Dawud, dinilai shahih Al Albani)

Di hari jum’at, seorang laki-laki muslim yang telah baligh wajib melaksanakan shalat jum’at secara berjamaah di masjid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat Jum’at berjama’ah adalah kewajiban bagi setiap muslim, kecuali 4 golongan, yaitu budak, wanita, anak kecil, dan orang yang sakit” (HR. Abu Dawud, dinilaishahih oleh Al Albani)

Para pembaca sekalian, sebagai seorang muslim yang mengetahui betapa agungnya hari jum’at, pasti akan bersemangat untuk melaksanakan berbagai macam ibadah yang dituntunkan di hari jum’at. Salah satu contoh langka yang mungkin sebagian kaum muslimin belum tahu adalah membaca surah Al Kahfi pada hari jum’at.Insya Allah akan ada pembahasan lebih lanjut lagi.

Sunnah-sunnah ibadah yang Nabi tuntunkan untuk dikerjakan di hari jum’at sangatlah banyak. Baik sunnah-sunnah secara umum, maupun terkait khusus bagi laki-laki yang hendak melaksanakan shalat jum’at.

Sunnah-Sunnah Secara Umum

[1] Memperbanyak shalawat Nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat kepadaku di dalamnya, karena shalawat kalian akan disampaikan kepadaku”. Para sahabat berkata, “Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?” Nabi bersabda,Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An Nasa-i)

[2] Membaca Surah AlKahfi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca surat AlKahfi pada hari Jum’at, maka Allah akan meneranginya di antara dua Jum’at.” (HR. Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menilainyashahih)

[3] Perbanyak Doa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari Jum’at kemudian berkata, “Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud dengan detik terakhir dari hari Jum’at adalah saat menjelang maghrib, yaitu ketika matahari hendak terbenam.

[4] Perbanyak Dzikir Mengingat Allah

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian diseru untuk shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah mengingat Allah…” (QS. AlJumu’ah: 9)

[5] Imam Membaca Surah AsSajdah di Rakaat ke-1 dan Surah AlInsan di Rakaat ke-2 pada Shalat Shubuh

Dari Abu Harairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alif Lam Mim Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani ḥiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuuraa (surat Al Insan) pada raka’at kedua.” (HR. Muslim)

Tapi seorang imam hendaknya tidak memaksakan diri untuk membaca kedua surah tersebut ketika kondisi makmumnya tidak mampu berdiri terlalu lama.

Sunnah-Sunnah Terkait Shalat Jum’at

[1] Mandi Jum’at

Diantara hadits yang menyebutkan dianjurkannya mandi pada hari jum’at adalah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari jum’at, maka ia mandi seperti mandi janabah…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagian ulama ada yang mewajibkan mandi jum’at dalam rangka kehati-hatian berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mandi pada hari Jum’at adalah wajib bagi setiap orang yang telah baligh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

[2] Membersihkan Diri dan Menggunakan Minyak Wangi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu shalat sesuai dengan kemampuan dirinya, dan ketika imam memulai khutbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jum’at ini sampai Jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

[3] Memakai Pakaian Terbaik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib bagi kalian membeli 2 buah pakaian untuk shalat jum’at, kecuali pakaian untuk bekerja” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al Albani)

Di dalam hadits ini Nabi mendorong umatnya agar membeli pakaian khusus untuk digunakan shalat jum’at.

[4] Bersegera Berangkat ke Masjid

Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jum’at dan tidur siang setelah shalat Jum’at” (HR. Bukhari).

Ibnu Hajar Al ‘Asqalani berkata dalam Fathul Bari, “Makna hadits ini yaitu para shahabat memulai shalat Jum’at pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada shalat zuhur ketika panas, sesungguhnya para shahabat tidur terlebih dahulu, kemudian shalat ketika matahari telah berkurang panasnya”

[5] Perbanyak Shalat Sunnah Sebelum Khatib Naik Mimbar

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi kemudian datang untuk shalat Jum’at, lalu ia shalat semampunya dan dia diam mendengarkan khutbah hingga selesai, kemudian shalat bersama imam, maka akan diampuni dosanya mulai jum’at tersebut sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)

Hadits di atas juga menunjukkan terlarangnya berbicara saat khatib sedang berkhutbah, dan wajib bagi setiap jamaah untuk mendengarkannya

[6] Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhutbah

Sahl bin Mu’adz bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) ketika sedang mendengarkan khatib berkhutbah” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, derajat : hasan)

[7] Shalat Sunnah Setelah Shalat Jum’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah selesai mengerjakan shalat Jum’at, maka shalatlah 4 rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka shalatlah 2 rakaat di masjid dan 2 rakaat apabila engkau pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)

Penutup

Demikian sebagian sunnah-sunnah pada hari jum’at yang dapat penulis sampaikan. Semoga kita senantiasa diberikan semangat dalam menjalankan sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bersegera menjauhi amalan yang tidak pernah beliau ajarkan. Wallahul muwaffiq.

Penulis : Wiwit Hardi P (Alumni Ma’had Al‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah : Ustadz Abu Salman, B.I.S