Hukum Selfie dengan Lawan Jenis dalam Islam

Bagaimana hukum selfie dengan lawan jenis dalam Islam? Di zaman modern sekarang, selfie merupakan salah satu aktivitas yang sangat digemari oleh masyarakat secara luas. Baik laki-laki, perempuan, tua maupun muda, semua sangat menggandrungi aktifitas yang satu ini. 

Hal ini dikarenakan selfie terkadang dibutuhkan bukan hanya sebagai kesenangan melainkan juga untuk mengabadikan momen penting atau membahagiakan. Demikian juga tak jarang selfie menjadi panggung buat muda-mudi bukan mahram (lawan jenis) untuk berfoto bersama.

Lantas bagaimana Islam menyikapi fenomena hukum selfie dengan lawan jenis tersebut?

Pada dasarnya, sebenarnya hukum selfie masuk dalam kategori muamalah yang hukumnya adalah boleh-boleh saja (mubah). Hal ini didasarkan pada kaidah fikih :

الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلَةُ الْإِبَاحَة حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمها

Hukum asal dalam muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya.” 

Menurut kaidah ini maka hukum foto selfie adalah diperbolehkan. Namun tidak cukup sampai disini, jika dikaji lebih lanjut selfie bisa saja menjadi haram  apabila hal tersebut menimbulkan fitnah dan mendorong seseorang memberikan komentar negatif.

Fitnah disini yaitu ketertarikan hati untuk melakukan zina atau hal-hal yang mengantarkan kepada zina serta mengundang orang lain untuk berkomentar negatif.

أما التصوير الشمسي أو الخيالي فهذا جائز، ولا مانع من تعليق الصور الخيالية في المنازل وغيرها، إذا لم تكن داعية للفتنة كصور النساء التي يظهر فيها شيء من جسدها غير الوجه والكفين

Adapun hukum gambar dari hasil kamera itu boleh dan juga tidak dilarang menggantung gambar (foto) yang tidak nyata di rumah-rumah dan lain sebagainya.  Hal ini diperbolehkan dengan catatan tidak mendatangkan fitnah seperti gambar wanita yang tampak sesuatu dari tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan” (Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jus 4 hal 2676)

Laman alodokter.com merilis beberapa dampak negatif yang diakibatkan oleh kecanduan selfie, diantaranya : 

  1. Meningkatkan citra negatif pada diri sendiri.

Semakin sering berfoto selfie, maka umumnya akan semakin banyak kekurangan yang ditemukan pada diri sendiri. Nah, hal inilah yang kemudian dapat membuat penderita selfisitis memiliki gambaran yang negatif terhadap dirinya sendiri.

  1. Merusak hubungan dengan orang lain.

Salah satu dampak negatif dari seringnya selfie yang nantinya kebanyakan di upload di media sosial yakni berpotensi memicu munculnya haters atau ujaran kebencian dari pengikut (followers).

2. Menghalangi prospek pekerjaan. 

Saat ini, beberapa perusahan mulai mempertimbangkan akun media sosial untuk menyeleksi para kandidatnya. Jadi daripada sekedar mengunggah foto-foto selfie, lebih baik sering menampilkan dokumentasi seputar prestasi.

3. Meningkatkan risiko terjadinya penyakit mental. 

Semakin banyak kamu mengkritik dan terus-menerus merasa buruk pada diri sendiri serta stres karena tidak mampu mendapatkan perhatian dan validasi orang lain, maka ini bisa membuatmu berisiko mengalami gangguan kecemasan, depresi dan lain sebagainya.

Alhasil, selfie atau mendokumentasikan peristiwa dan kenangan pada dasarnya adalah mubah (boleh-boleh saja). Namun kalau selfie tersebut melanggar ketentuan-ketentuan syariat seperti berkhalwat (berduaan) dengan lawan jenis saat foto maka hukumnya adalah tidak boleh (haram).

Hal ini dikarenakan hal tersebut dapat menimbulkan fitnah dan hal-hal lain yang cenderung bersifat negatif. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Awas Foto Selfie Bikin Ujub ke Hati

RASULULLAH Shallallahu alaihi wa sallam melarang keras seseorang ujub terhadap dirinya. Bahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyebutnya sebagai dosa besar yang membinasakan pelakunya.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Tiga dosa pembinasa: sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya. (HR. Thabrani dalam al-Ausath 5452 dan dishaihkan al-Albani)

Di saat yang sama, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memotivasi kita untuk menjadi hamba yang berusaha merahasiakan diri kebalikan dari menonjolkan diri. Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang berkecukupan, dan yang tidak menonjolkan diri. (HR. Muslim 7621).

Selfie, jeprat-jepret diri sendiri, sangat tidak sejalan dengan prinsip di atas. Terlebih umumnya orang yang melakukan selfie, tidak lepas dari perasaan ujub. Meskipun tidak semua orang yang selfie itu ujub, namun terkadang perasaan lebih sulit dikendalikan.

Karena itu, sebagai mukmin yang menyadari bahaya ujub, tidak selayaknya semacam ini dilakukan. Allahu alam.

 

INILAH MOZAIK

Ini Mudaratnya Berswafoto

Berswafoto adalah salah satu cara bagi seseorang untuk berfoto yang dilakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Swafoto ini terkadang hanya menunjukkan bagian wajah atau meliputi bagian tubuh atas. Dalam Islam swafoto tidaklah dikatakan haram dan tidak disebutkan pula dalam Alquran atau hadis. Namun Islam memandang kemudaratan dalam swafoto lebih banyak dari pada manfaatnya.

Ketua Komisi Dakwa MUI Ustaz Moh Zaitun Rasmin menghimbau, agar sebaiknyak tidak melakukan swafoto, terlebih kepada para Muslimah. Meskipun dalam berswafoto terkadang menampakkan wajah dan telapak tangan yang bukan merupakan bagian dari aurat perempuan.

“Tapi kan sebaikanya perempuan tidak menyebarkan fotonya dan menjadi konsumsi banyak orang. Apalagi sudah memiliki suami, sebaiknya kalau swafoto fotonya itu disimpan,” kata Rasmin.

Dalam hal ini muslimah yang melakukan swafoto bukanlah sekedar untuk berfoto saja namun terkadang masuk dalam perilaku narsis. Berswafoto akan menampilkan pose dan ekspresi, di mana perilaku tersebut mengarah pada keinginan untuk diperhatikan melalui komentar, like pada sosial media yang digunakan. Padahal Allah berpesan pada Muslimah: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka tundukkan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya’…” (QS 24:31)

Perintah Allah tersebut menyuruh perempuan untuk tidak memamerkan dirinya kepada publik dan menjaga dirinya dengan rasa malu. Sebab Islam memandang rasa malu adalah akhlak yang harus dimiliki oleh semua umat Islam. Terlebih bagi seorang perempuan, rasa malu adalah sebuah pakaian baginya. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu” (HR Ibnu Majah)

Selain itu swafoto yang disebarkan di sosial media tentunya akan dilihat oleh banyak orang. Mudharatnya dapat disalahgunakan lawan jenis. “Hanya boleh diperlihatkan pada orang-orang yang halal untuk melihatnya. Kecuali untuk kepentingan perempuan yang belum menikah kemudian dikirim pada laki-laki yang mau melamarnya itu boleh. Mudharatnya foto bisa disalahgunakan, dapat menimbulkan hasrat orang tertentu. Padahal, tidak melalui jalur pernikahan. Dilihat-lihat fotonya, dinikmati oleh lawan jenis yang bukan mahram itukan tidak boleh,” tegas Rasmin.

 

REPUBLIKA

Awas! Kebiasaan Swafoto yang Dapat Dibenci Allah

DALAM alquran Allah menceritakan kondisi Qarun bersama masyarakatnya. Qarun sangat bangga dengan harta yang dia miliki. Hingga masyarakatnya yang taat menasehati Qarun,

“Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa [1138], maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (QS. al-Qashas: 76)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah membenci orang yang bangga dengan kekayaan dunianya. Dalam tafsir as-Sadi dinyatakan, “Artinya, janganlah kamu merasa sombong dengan duniamu yang banyak, bangga dengannya, sementara itu melalaikanmu dari akhirat. Karena Allah tidak menyukai orang yang bangga dengan dunia.” (Tafsir as-Sadi, hlm. 623).

 

 

Dan kita memahami, diantara bentuk kebanggaan terhadap dunia adalah berfoto atau selfie dengan kekayaan dunia, seperti orang yang berfoto dengan mobil barunya. Atau menunnjukkan jabatannya, seperti mereka yang berpose dengan semua atribut jabatan kebanggaannya. Bukan untuk data, bukan untuk kebutuhan, tapi untuk ditunjukkan di lingkungannya untuk menunjukkan status sosialnya. Bisa jadi termasuk pamer makanan istimewa ke orang lain.

Kita hindari semacam ini. Kita hindari setiap karakter yang dibenci Allah. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

sumber:MOZAIK