Syarat Tanah untuk Tayamum

Tak sembarangan tanah bisa dijadikan untuk tayamum. Misalnya, tayamum tidak boleh dilakukan dengan menggunakan tanah yang najis, seperti tanah yang terkena kotoran manusia atau hewan. Nah berikut syarat tanah untuk tayamum.

Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka.

Salah satu contohnya adalah ketika kita sedang kesulitan air, berwudhu yang diwajibkan ketika hendak melakukan sejumlah ibadah seperti shalat dapat digantikan dengan tayamum. Ini merupakan bentuk kemudahan yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya untuk bersuci dari hadas.

Pengertian Tayammum

Tayammum menurut bahasa berarti al-Qashdu artinya menuju dan bermaksud terhadap sesuatu. Sedang menurut istilah tayammum adalah menuju kepada tanah untuk mengusap muka dan kedua telapak tangan sebagai ganti dari wudhu dan mandi yang berhalangan dilakukan dengan mengunakan debu/tanah yang suci.

Dasar hukumnya terdapat dalam QS. An Nisa ayat 43;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا
Artinya : Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub).

Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.

Lantas bagaimana kriteria debu tanah yang bisa digunakan untuk untuk tayamum? Apa syarat debu atau tanah untuk tayamum?

Kriteria Debu Tayamum

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 6;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٦

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.

Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.”

Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah menjelaskan mengenai jenis debu untuk tayamum. Tayamum bisa dilakukan dengan menggunakan debu yang suci dan semua jenis tanah, seperti pasir (raml), batu (hajar), atau kapur (jash).

Para ulama sepakat bahwa kata sha’id (debu) adalah permukaan tanah, baik itu berupa debu atau bukan. Orang yang melakukan tayamum diwajibkan untuk berniat terlebih dahulu. Lalu mengucapkan basmallah dan memukulkan kedua tangannya ke debu yang suci, kemudian mengusapkan debu itu ke wajah dan kedua tangannya hingga siku.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan hadits shahih oleh Amar RA, “Suatu ketika aku dalam keadaan junub, tapi tidak menemukan air. Kemudian aku berguling-guling di atas pasir lalu mengerjakan salat. Aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda,
إِنَّا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا
Artinya: ‘Kamu cukup melakukan ini.’

Lalu beliau memukulkan kedua tangannya ke tanah, meniupnya, lalu mengusap wajah dan kedua tangannya dengan debu tersebut.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih Bukhari, Kitab at-Tayamum)

إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَضْرِبَ بِيَدَيْكَ الْأَرْضَ ثُمَّ تَنْفُحَ ثُمَّ تَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَكَ وَكَفَّيْكَ إِلَى الرَّسْغَيْن

Artinya: “Kamu cukup memukulkan kedua tanganmu pada debu, lalu kamu tiup, kemudian kamu usapkan kepada wajah dan kedua tanganmu hingga siku.”

Mengutip Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Juz 1 karya Wahbah az-Zuhaili, menurut ulama Syafi’i tidak diperbolehkan bertayamum kecuali dengan tanah suci yang mempunyai debu yang dapat melekat di tangan.

Adapun debu yang terbakar tidak diperbolehkan. Seandainya tanah tersebut licin atau basah dan tidak berdebu, maka tanah jenis itu tidak mencukupi untuk bertayamum.
Ulama Syafi’i juga mengatakan bahwa bertayamum dengan pasir yang berdebu juga diperbolehkan. Mazhab Syafi’i tidak memperbolehkan tayamum dengan pahan petroleum, sulfur, bahan bakar, kapur, dan yang semacamnya.

Hal itu dikarenakan, semua jenis itu tidak termasuk jenis debu. Termasuk tidak boleh bertayamum dengan debu yang bercampur dengan tepung dan semacamnya, seperti za’faran dan kapur, sebab ia menghalangi sampainya debu ke anggota badan.

Demikian juga tidak boleh bertayamum dengan menggunakan kapur yang dimasak, karena ia bukanlah debu. Juga tidak boleh menggunakan sabkhah (tanah yang bergaram) dan bahan-bahan semacamnya yang tidak berdebu. Tayamum juga tidak diperbolehkan menggunakan tanah liat, sebab ia tidak berdebu. Demikian juga tidak boleh dengan tanah yang najis, sama seperti wudhu.

Demikian keterangan syarat tanah untuk tayamum. Semoga menambah pengetahuan kita tentang pelbagai hal tentang tayamum. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

3 Syarat yang Membolehkan Tayamum

Berikut ini 3 syarat yang membolehkan tayamum. Secara definisi, tayamum adalah salah satu bentuk ritual bersuci dalam agama Islam yang dilakukan ketika air tidak tersedia atau tidak dapat digunakan untuk wudhu (bersuci dengan air).

Tayammum dilakukan dengan menggantikan air dengan menggunakan tanah yang suci sebagai pengganti. Allah berfirman dalam Q.S an Nisa [4] ayat 43;

وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا

Artinya; Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Dari surah al-Maidah di atas, setidaknya ada dua sebab atau alasan dibolehkannya bertayamum, yaitu, pertama, ketidakadaan air. Kondisi ini dapat terjadi dalam keadaan apa pun, baik sedang sakit, bepergian, sepulang dari buang air, atau junub.

Kedua, karena kondisi sakit. Jika seseorang menggunakan air untuk bersuci, maka akan memperparah penyakitnya atau lambat sembuhnya menurut keterangan ahli medis.

3 Syarat yang Membolehkan Tayamum

Semantara itu, Imam Al-Ghazali , Ihya Ulumiddin dalam kitab Jilid 1, Tahun 2000, halaman 222 mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang boleh melaksanakan tayamum. Pertama, Ketiadaan air. Kedua, Jauhnya air. Ketiga, Sulitnya menggunakan air. Keempat, kondisi sangat dingin.

  مَنْ تَعَذَّرَ عَلَيْهِ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ لفقده بعد الطلب أو بمانع لَهُ عَنِ الْوُصُولِ إِلَيْهِ مِنْ سَبُعٍ أَوْ حَابِسٍ أَوْ كَانَ الْمَاءُ الْحَاضِرُ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ لِعَطَشِهِ أَوْ لِعَطَشِ رَفِيقِهِ أَوْ كَانَ مِلْكًا لِغَيْرِهِ وَلَمْ يَبِعْهُ إِلَّا بِأَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِ الْمِثْلِ أَوْ كَانَ بِهِ جِرَاحَةٌ أَوْ مَرَضٌ وَخَافَ مِنَ اسْتِعْمَالِهِ فَسَادَ الْعُضْوِ أَوْ شِدَّةَ الضنا فَيَنْبَغِي أَنْ يَصْبِرَ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ وَقْتُ الْفَرِيضَةِ

Artinya: Siapa saja yang kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya setelah berusaha mencari, maupun karena ada yang menghalangi, seperti takut hewan buas, sulit karena dipenjara, air yang ada hanya cukup untuk minim dirinya atau minum kawannya, air yang ada milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih mahal dari harga sepadan (normal), atau karena luka, karena penyakit yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau justru menambah rasa sakit akibat terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai masuk waktu fardhu.

Sementara itu dalam kitab Fiqhu Ibadah Ala Mazhabi Syafi’i, dijelaskan bahwa ada 3 keadaan yang membolehkan seseorang bertayamum, yaitu  pertama, tidak adanya air. Hal ini berarti bahwa tidak ada air sama sekali di sekitar tempat tersebut, atau ada air tetapi tidak cukup untuk berwudu atau mandi.

Jika tidak ada air sama sekali, maka orang tersebut boleh bertayammum tanpa perlu mencari air terlebih dahulu. Namun, jika ada air tetapi tidak cukup untuk berwudu atau mandi, maka orang tersebut harus mengutamakan untuk minum dan memasak, daripada untuk bertayammum.

Kedua, sakit. Hal ini berarti bahwa orang tersebut sakit dan menggunakan air akan membahayakan kesehatannya, atau memperlambat kesembuhannya. Jika seseorang sakit dan menggunakan air akan membahayakan kesehatannya, atau memperlambat kesembuhannya, maka orang tersebut boleh bertayammum. Misalnya, orang yang memiliki luka terbuka yang tidak tahan air, atau orang yang sedang demam tinggi.

Ketiga, dalam keadaan yang cuaca yang tengah dingin sekali. ika cuaca sangat dingin dan menggunakan air akan membahayakan kesehatan, maka orang tersebut boleh bertayammum. Misalnya, orang yang sedang berada di daerah pegunungan yang sangat dingin, atau orang yang sedang sakit dan tidak tahan air dingin.

الحالات التي يباح فيها التيمم: هي ثلاث: فقد الماء، والمرض، والبرد

Artinya; Keadaan-keadaan yang diperbolehkan untuk tayammum adalah tiga: tidak adanya air, sakit, dan kedinginan.

Selain tiga keadaan di atas, tayammum juga diperbolehkan bagi orang yang takut akan binatang buas atau perampok saat ingin mengambil air.

Tayammum dilakukan dengan cara memukulkan kedua telapak tangan ke tanah atau debu, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan kanan dan kedua tangan dengan telapak tangan kiri.

Tayammum hanya berlaku untuk satu kali shalat, jadi jika seseorang melakukan tayammum kemudian menemukan air, maka ia harus mengulang wudunya atau ghuslnya sebelum shalat lagi.

Semoga penjelasan terkait 3 syarat yang membolehkan tayamum. Semoga keterangan ini memberikan manfaat, yang bisa diamalkan ketika ada kesulitan air.

BINCANG SYARIAH

Safinatun Najah: Sebab Tayamum

Apa saja sebab tayamum? Kita pelajari lagi dari Safinatun Najah.

Safinatun Najah #11

Oleh: Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami Asy-Syafi’i

أَسْبَابُ التَّيَمُّمِ ثَلاَثَةٌ:

1- فَقْدُ الْمَاءِ

وَ2- الْمَرَضُ.

وَ3-الاحْتِيَاجُ إِلَيْهِ لِعَطَشِ حَيَوَانٍ مُحْتَرِمٍ.

Fasal: Sebab tayammum ada tiga, yaitu [1] tidak ada air, [2] sakit, dan [3] airnya dibutuhkan untuk memberi minum binatang (makhluk) yang kehausan yang muhtarom (yang dimuliakan syara’).

غَيْرُ الْمُحْتَرَم سِتَّةٌ:

1- تَارِكُ الصَّلاَةِ.

وَ2- الزَّانِيْ الْمُحْصَنُ.

وَ3- الْمُرْتَدُّ.

وَ4-الكَافِرُ الْحَرْبِيُّ.

وَ5- الْكَلْبُ الْعَقُوْرُ.

وَ6- الْخِنْزِيْرُ.

Yang tidak masuk muhtarom (tidak dihormati) ada enam, yaitu [1] orang yang meninggalkan shalat, [2] pezina yang sudah menikah, [3] murtad, [4] kafir harbi, [5] anjing galak, dan [6] babi.

 

Catatan Dalil

Pertama: Pengertian Tayamum

Tayamum secara bahasa berarti al-qashdu (berkehendak). Secara istilah, tayamum berarti sampainya debu untuk bersuci dengan mengusap wajah dan kedua tangan dengan niat tertentu dan dengan tata cara tertentu. Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:92.

 

Kedua: Dalil Disyariatkannya Tayamum dalam Al-Quran dan As-Sunnah

Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang suci; usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al-Maidah: 6)

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي ، نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا ، فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَة ُفَلْيُصَلِّ ، وَأُحِلَّتْ لِي الغَنَائِمُ ، وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي ، وَأُعْطِيْتُ الشَّفَاعَةُ ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ لِلنَّاسِ عَامَّةً

Aku dianugerahi lima perkara yang tidak pernah diberikan seorang pun dari Rasul-Rasul sebelumku, yaitu (1) aku diberikan pertolongan dengan takutnya musuh mendekatiku dari jarak sebulan perjalanan, (2) dijadikan bumi bagiku sebagai tempat shalat dan bersuci (untuk tayammum, pen.), maka siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka hendaklah ia shalat, (3) dihalalkan rampasan perang bagiku dan tidak dihalalkan kepada seorang Nabi pun sebelumku, (4) dan aku diberikan kekuasaan memberikan syafa’at (dengan izin Allah), (5) Nabi-Nabi diutus hanya untuk kaumnya saja sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 438 dan Muslim, no. 521, 523)

 

Ketiga: Tidak adanya air ketika safar

Ada empat keadaan untuk musafir, yaitu:

  1. Meyakini tidak ada air di sekitarnya, maka boleh tayamum dalam keadaan ini.
  2. Bisa mendapatkan air di sekitarnya dekat atau jauh, maka wajib air tersebut dicari. Hal ini dengan syarat kalau sudah masuk waktu shalat. Karena tayamum adalah bersuci darurat, maka tidak disebut darurat ketika mampu bersuci dengan air dan tidak disebut darurat jika bersuci sebelum waktunya.
  3. Yakin adanya air di sekitarnya selama tidak jauh. Standar jauh adalah jika air tersebut dicari, keluarlah waktu shalat, dan dipilihlah tayamum karena sudah tidak mendapati air pada waktu tersebut.
  4. Air sulit dijangkau karena terlalu padat orang yang ingin memakainya dan alat untuk mengambil air hanyalah satu, dalam kondisi ini—menurut pendapat yang kuat—boleh bertayamum, dan tidak perlu diulangi menurut madzhab.

Lihat bahasan Kasyifah As-Saja, hlm. 137.

Yang dijadikan patokan jarak untuk dikatakan jauh adalah sekitar setengah farsakh. Jarak ini sama dengan 2,5 km. Ketika keadaan air ada pada jarak tersebut, dianggap jauh, maka boleh tayamum karena kesulitan mendapati air. Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:93 dan Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 1:101.

Sebab tayamum karena safar disebutkan dalam ayat,

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al-Maidah: 6)

Syaikh As-Sa’di menerangkan dalam Taysir Al-Lathif Al-Mannan, “Adapun penyebutan safar dalam ayat karena safar diduga kuat lebih butuh pada tayamum dan sulitnya mendapatkan air. Sama seperti dikaitkannya gadai dengan safar (dalam ayat yang lain). Namun bukanlah safar jadi sebab orang bertayamum sebagaimana sangkaan sebagian orang. Pemahaman seperti itu dapat disanggah dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘lalu kamu tidak memperoleh air’.”

Dengan catatan lagi menurut Syaikh Muhammad Az-Zuhaili, safar yang boleh mengambil keringanan tayamum adalah bukan safar maksiat karena rukhsah (keringanan) tidaklah berlaku pada maksiat.

 

Keempat: Tayamum karena uzur tidak bisa menggunakan air

Misal yaitu air memang dekat namun ada musuh di dekat sumber air tersebut yang ditakuti.

Bisa juga ada uzur menggunakan air karena sakit yaitu:

  1. Karena takut muncul penyakit.
  2. Karena takut penyakitnya bertambah parah.
  3. Karena takut penyakitnya makin lama kesembuhannya.

Seperti ini dibolehkan untuk tayamum. Dalilnya adalah hadits berikut.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ « قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ»

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah keluar pada saat safar, lalu seseorang di antara kami ada yang terkena batu dan kepalanya terluka. Kemudian ia mimpi basah dan bertanya pada temannya, “Apakah aku mendapati keringanan untuk bertayamum?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati padamu adanya keringanan padahal engkau mampu menggunakan air.” Orang tersebut kemudian mandi (junub), lalu meninggal dunia. Ketika tiba dan menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menceritakan kejadian orang yang mati tadi. Beliau lantas bersabda, “Mereka telah membunuhnya. Semoga Allah membinasakan mereka. Hendaklah mereka bertanya jika tidak punya ilmu karena obat dari kebodohan adalah bertanya. Cukup baginya bertayamum dan mengusap lukanya.” (HR. Abu Daud, no. 336; Ibnu Majah, no. 572 dan Ahmad, 1:330. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasanselain perkataan ‘cukup baginya bertayamum’)

Bisa pula uzur lainnya karena keadaan sangat dingin dan sulit memanaskan air seperti kejadian ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu bertayamum ketika junub karena takut binasa ketika sangat dingin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujui hal ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan padanya,

يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ

“Wahai ‘Amr, engkau shalat dengan sahabat-sahabatmu sedangkan engkau dalam keadaan junub.” ‘Amr lantas memberitahukan beliau apa yang menyebabkan ia tidak mandi junub. ‘Amr menjawab,

وَقُلْتُ إِنِّى سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ (وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا) فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا

Aku berkata, ‘Aku mendengar firman Allah: Janganlah membunuh diri kalian sendiri sesungguhnya Allah terhadap kalian itu Maha Penyayang. (QS. An-Nisa’: 29). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa dan tidak berkata apa-apa.” (HR. Abu Daud, no. 334 dan Ahmad, 4:203. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Lihat bahasan dalam Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:93.

Catatan:

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam nasihat di telegram beliau (@almunajjid) menyatakan, “Tayamum tidaklah sah ketika masih terdapat air atau mampu untuk mencari air tanpa ada kesulitan apa pun. Di antara bentuk bergampang-gampangan yang tercela adalah memilih tayamum di saat dingin padahal mampu untuk menggunakan air atau dengan cara menghangatkan air. Ingat, yang dibolehkan untuk tayamum hanyalah mereka yang tidak mendapatkan air atau jauh dari air, atau air yang ada hanya cukup untuk minum, atau tidak mampunya menggunakan air karena sakit atau semisal itu.”

 

Keempat: Air hanya cukup untuk minum

Keadaan ketika memiliki air namun hanya cukup untuk minum saja, dibolehkan untuk tayamum berdasarkan dalil,

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا

Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah.” (QS. Al-Maidah: 6). Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:93.

Namun air tidak diberikan kepada enam dengan alasan untuk berganti pada tayamum sebagaimana disebut dalam Safinatun Najah yaitu: [1] orang yang meninggalkan shalat, [2] pezina yang sudah beristri, [3] murtad, [4] kafir harbi (kafir yang diajak perang), [5] anjing galak, dan [6] babi.

Untuk diberikan kepada hewan yang haus, boleh dijadikan alasan untuk tayamum, berarti dianggap tidak mendapati air.

 

Kelima: Setelah terbukti air tidak ada, barulah tayamum

Dalam Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i (1:101), Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili menyebutkan bahwa tidak bioleh dikatakan air itu tidak ada sebagai alasan tayamum kecuali setelah mencarinya karena dalam ayat disebutkan “falam tajiduu maa-an” (ketika tidak mendapati air). Tayamum itu badal (pengganti). Badal itu ada setelah yang digantikan (mubdal) itu tidak ada.

 

Keenam: Air mampu dibeli, bolehkah tayamum?

Jika ada air dengan harga yang wajar, maka wajib air tersebut dibeli dan tidak sah untuk tayamum saat itu selama mampu membeli air. Lihat Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 1:101.

 

Ketujuh: Jika mendapati air namun hanya bisa wudhu sebagian

Jika air hanya bisa membasuh sebagian anggota wudhu, maka air digunakan untuk wudhu terlebih dahulu kemudian untuk sisanya dilanjutkan dengan tayamum karena dalam ayat disebutkan “falam tajiduu maa-an” (ketika tidak mendapati air). Karena air masih didapati, maka tidak bisa beralih langsung kepada tayamum sedangkan ia masih mendapati air. LihatAl-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 1:101-102.

Masih berlanjut dengan bahasan tayamum insya Allah.

Pagi hari diselesaikan di #darushsholihin, 13 Rajab 1440 H (Rabu pagi)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/19940-safinatun-najah-sebab-tayamum.html

Bolehkah Tayamum dengan Debu pada Dinding/Kursi?

TENTANG media tanah yang bagaimana yang dibolehkan untuk bertayammum, para ulama ada yang mengharuskan tanah yang sesungguhnya dan bukan debu-debu yang menempel. Namun ada juga yang agak luas membolehkan tayammum pakai debu-debu yang menempel.

Kalau pun kita mau pakai pendapat yang membolehkan tayammum pakai debu itu, maka yang harus diperhatikan apakah debu itu memang betul-betul ada dan menempel di dinding rumah kita. Ini yang sebenarnya jadi masalah, yaitu biasanya tembok rumah kita seringkali dibersihkan, apalagi pesawat terbang, tentunya selalu dibersihkan. Tidak masuk akal kalau dinding pesawat dan kursinya dibiarkan kotor berdebu. Pasti para penumpang akan merasa tidak nyaman, bahkan boleh jadi bersin-bersin sepanjang perjalanan.

Sayangnya banyak orang yang kurang memperhatikan masalah ini. Sebenarnya debu yang dimaksud tidak ada, tetapi tetap saja orang-orang ‘berpantomim’ berpura-pura lagi tayammum, padahal tidak ada medianya. Lucunya, kelakuan seperti ini luput dari perhatian kita, ditambah lagi banyak ‘ustaz-ustaz’ amatiran yang membiarkan saja tindakan keliru ini. Malah ikut-ikutan berpantomim tayammum ria.

Semua itu dengan catatan bahwa seandainya kita pakai pendapat yang membolehkan bertayammum dengan debu. Sementara cukup banyak ulama yang tidak membolehkan tayammum kecuali dengan menggunakan media tanah yang sebenarnya. Maka kalau kita pakai pendapat yang satu lagi ini, tentu saja sejak awal bertayammum pakai tembok rumah atau dinding dan kursi pesawat tidak sah sejak awal.

Berikut ini adalah rinciannya disusun sesuai dengan urutan masing-masing mazhab:

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Al-Marghinani (w.593 H.), salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya Al-Hidayah Syarah Bidayatu Al-Mubtadi sebagai berikut: Tayammum diperbolehkan dengan menggunakan semua jenis tanah seperti debu, pasir, batu dan kapur. Dalam kitabnya yang lain, yaitu Al-Hidayah Syarah Bidayatu Al-Mubtadi, beliau juga menuliskan sebagai berikut: Sesungguhnya shoid adalah sesuatu yang ada dipermukaan tanah, dinamakan demikian karena debu itu bertebaran. Al-Qadhi Zaadah (w.1087 H.), salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya Majma Al-Anhur fii Syarhi Multaqa Al-Abhur sebagai berikut: Shaid adalah debu yang terdapat di permukaan bumi dan lainnya.

2. Mazhab Al-Malikiyah

Ibnu Juzai Al-Kalbi (w.741 H.), salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan di dalam kitabnya sebagai berikut: Shaid adalah debu, dan diperbolehkan tayammum dengan semua permukaan yang naik (lebih tinggi) dari tanah, seperti bebatuan, kerikil, pasir dan kapur.

 

3. Mazhab Asy-Syafi’iyah

Al-Mawardi (w.450 H.), salah satu ulama mazhab Asy-Syafi’iyah menuliskan di dalam kitabnya sebagai berikut: Tayammum khusus dengan tanah yang berunsur debu, dan tidak boleh selain dari itu. An-Nawawi (w.676 H.), salah satu ulama mazhab Asy-Syafi’iyah menuliskan di dalam kitabnya sebagai berikut: “Tidak sah tayammum kecuali menggunakan tanah, ini adalah pendapat yang maruf dalam mazhab.” Al-Hishni (w.829 H.), salah satu ulama mazhab Asy-Syafi’iyah menuliskan di dalam kitabnya sebagai berikut: Sha’id adalah yang mengandung unsur-unsur tanah dan semua yang ada di permukaan tanah (bumi).

 

4. Mazhab Al-Hanabilah

Al-Khiraqi (w.334 H.), salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah menuliskan di dalam kitabnya Mukhtshar Al-Khiraqi sebagai berikut: Menepukan kedua tangan pada sho’id yang suci yaitu tanah. Ibnu Qudamah (w.620 H.), salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah menuliskan di dalam kitabnya sebagai berikut: Dan tidak diperbolehkan tayammum kecuali menggunakan tanah suci yang debunya dapat menempel pada tangan, berdasarkan pada firman Allah taala “maka bertayamumlah dengan debu yang suci, usaplah wajahmu dan kedua tanganmu dengan debu itu” (al-maidah: 6) dan apa yang tidak ada debunya tidak dapat digunakan untuk mengusap. Ibnu Hazm (w.456 H.), salah satu ulama mazhab Adzh-Dzhahiriyah menuliskan di dalam kitabnya sebagai berikut: Tidak diperbolehkan tayammum kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya tidak ada teks kecuali yang telah kami sebutkan bahwa So’id adalah permukaan bumi, tanah dan debu baik yang diambil dari bumi, terbawa oleh baju, bejana, wajah manusia, pacuan kuda atau yang lainnya termasuk dalam katagori debu dan diperbolehkan untuk bertayamum dengan itu semua.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.,MA]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2350470/bolehkah-tayamum-dengan-debu-pada-dinding-kursi#sthash.peSUfryc.dpuf

Cara Bertayamum di Pesawat

Untuk bersuci (wudhu, istinja’ , tayamum) di pesawat, sebenarnya sama saja dengan di luar pesawat. Namun karena ada perbatasan fasilitas di pesatar, terutama air, maka umat Islam yang sedang melakukan perjalanan (safari) boleh melakukan tayamum.

Sebab, andaikan satu pesawat yang membawa jamaah haji (450 orang) berwudhu dengan menggunakan air, bisa dibayangkan sangat banyak air yang diperlukan untuk itu. Dianjurkan untuk bertayamum.

Caranya :

1. Berdoa: Nawaitut tayamumma li ittibahtis shalati lillahi ta’ala
2. Letakkan atau tepukkan kedua telapak tangan di kursi atau dinding pesawat
3. Usapkan kedua telapak tangan ke wajah. Mulai dari ujung dahi sampai dagu. Dari daun telinga secara merata.
4. Tepukkan lagi kedua telapak tangan ke kursi atau dinding pesawat. Usahakan tidak di tempat sebelumnya
5. Telapak tangan kiri mengusap tangan kanan dari ujung jari sampai siku secara merata
6. Kemudian tangan kanan mengusap tanngan kiri dari ujung jari sampai siku secara merata
7. Berdoa : Allahummaj’alni minat tawwabina waj’alni minal mutathahhirina waj’alni min ‘ibadikas shalihin

 

sumber:Jurnl haji