Wahai Orangtua Milenial, Waspadai ‘Sharenting’

MEMBAGIKAN foto dan pengalaman tentang anak di media sosial sudah menjadi tren di kalangan orangtua generasi milenial. Kegiatan ini disebut sharenting (perpaduan kata “share” dan “parenting”), bahkan istilah ini resmi masuk ke dalam Collin English Dictionary pada tahun 2016.

Meski sharenting bernilai positif, seperti berbagi pengalaman dan tips kepengasuhan anak dengan sesama orangtua di media sosial, namun terlalu sering mendokumentasikan setiap tingkat perkembangan anak di media sosial, ada konsekuensi besar dibaliknya. Orangtua harus tetap berhati-hati.

Dikutip dari Internet Matters, inilah yang akan terjadi pada anak jika orangtua terlalu oversharing di media sosial:

Pertama, anak kehilangan hak privasi

Dengan melakukan sharenting, Anda memamerkan sisi kehidupan anak kepada pengikut Anda di media sosial, padahal anak Anda belum bisa mengatakan “tidak” atas apa yang Anda lakukan.

 

Anak-anak masih terlalu muda untuk memahaminya, tapi Anda telah mengambil hak privasi mereka, yang mana sebagai orangtua, Anda seharusnya melindungi privasi anak.

Kedua, anak merasa malu dan menjadi sasaran bullying.

Anda mungkin pernah memposting foto anak Anda dengan caption lucu yang berkomentar tentang ekspresi wajahnya atau kegiatan yang mereka lakukan. Bisa jadi ketika si anak mulai besar, justru hal tersebut membuatnya merasa tidak nyaman atau bahkan menjadi bahan ejekan teman-temannya.

Ketiga, orang lain menilai anak Anda dari apa yang Anda posting.

Apa saja yang Anda bagikan, berkontribusi kepada reputasi online Anda; seperti status, foto, link yang dibagikan, atau komentar. Semua hal ini adalah jejak yang sulit Anda hapus di internet. Jadi, ketika memposting tentang anak Anda, sebenarnya Anda sedang membentuk reputasi online mereka.

 

Seiring bertambahnya usia anak, kelak ia akan terjun ke dalam dunia pendidikan dan kerja. Apa yang Anda bagikan dapat mempengaruhi masa depan mereka. Misalnya, Anda pernah mengeluh tentang perilaku anak di media sosial. Hal itu akan menciptakan reputasi online negatif tentang anak.

Keempat, menjadi sasaran predator online.

Masih segar di ingatan kita kasus grup pedofil di Facebook. Atau kasus penipuan yang ternyata bermula dari infomasi yang didapat pihak yang tidak bertanggungjawab dari media sosial. Kasus-kasus tersebut hanyalah salah satu contoh akibat ketidaktahuan orangtua akan bahaya yang mengintai di dunia maya.

Jika Anda tidak memperhatikan pengaturan privasi media sosial Anda, orang asing manapun bisa dengan mudah mencari tahu nama anak Anda, sekolah, tanggal lahir, dan teman anak Anda. Logikanya, apakah Anda bersedia berbagi informasi seperti ini begitu saja dengan orang asing yang Anda temui di jalan? Tentu tidak, kan? Tapi tanpa sadar, ternyata Anda telah membagikannya kepada predator online.

Jadi, apakah sharenting berbahaya? Tentu ini kembali kepada orangtua. Sharenting bisa memberikan dampak positif jika dilakukan dengan aman dan benar. Berikut tips aman sharenting di media sosial.

Pengaturan Privasi

Cek siapa saja yang bisa melihat postingan Anda. Pastikan postingan tersebut tidak untuk publik atau semua kontak. Cari tahu bagaimana melakukan pengaturan privasi di media sosial mana saja yang Anda gunakan. Jika Anda menggunakan Instagram, ganti akun Anda menjadi akun privat.

Pertimbangkan dulu sebelum posting

Apakah foto ini akan membuat anak saya malu ketika ia besar nanti? Apakah orang lain nanti akan mengejek anak saya? Apa caption seperti ini nantinya akan disalahartikan? Jika ragu, jangan bagikan.

Pilah-pilih audiens

Daripada membagikan foto anak kepada semua pengikut, teman, atau kontak yang ada di media sosial, bagikan saja kepada orang-orang terdekat Anda yang memang ingin tahu tentang perkembangan anak Anda.

Bicarakan pada anak

Jika anak sudah bisa diajak berdiskusi dan tahu lebih banyak tentang media sosial, Anda harus meminta izin padanya jika ingin mengunggah foto atau memposting status tentang dirinya.*/Karina Chaffinch

 

HIDYATULLAH