Wasiat Ayah Shalih yang Membuat Hati Terenyuh

Di dalam buku Bidayatul Hidayah, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali Rahimahullahu Ta’ala mengutip sebuah nasihat yang membuat hati terenyuh. Nasihat itu disampaikan oleh sahabat Alqamah al-‘Utharidi Radhiyallahu ‘anhu kepada anaknya.

“Wahai putraku, jika engkau hendak berteman dengan seseorang, bertemanlah dengan orang yang jika engkau berkhidmat kepadanya, maka ia mau menjagamu. Jika engkau bersamanya, dia akan membahagiakanmu. Dan jika engkau tengah mendapat kesukaran, ia akan membantumu.”

Inilah sahabat sejati yang tidak hanya mengenal, tapi juga mengetahui dan memahami serta mampu mengorbankan diri untuk keperluan sahabatnya dalam hal kebaikan. Ia akan mengerahkan tenaga untuk menjaga sahabatnya. Ia mengupayakan agar sahabatnya bahagia dan senantiasa ulurkan tangannya untuk membantu.

“Bertemanlah dengan orang yang jika engkau mengulurkan tanganmu memberikan kebaikan, maka ia pun mengulurkan tangan untuk menerimanya. Jika melihat engkau berbuat baik, ia akan mendukungmu. Dan jika ia meihat engkau berbuat buruk, ia akan mengingatkanmu dengan baik.”

Ketika dibantu, ia tidak pasif. Ia menerima bantuan kemudian berupaya memberikan balasan atas kebaikan yang didapatkan. Tatkala kita susah, sahabat yang kita bantu itu menjadi sosok pertama yang ulurkan bantuan. Ia juga senantiasa mendukung kita di jalan kebaikan dan akan menjadi yang terdepan dalam mengingatkan, tatkala kita berbuat keliru.

“Bersahabatlah dengan seseorang yang akan membenarkan bila engkau berbicara, yang akan membantumu bila engkau memerlukan sesuatu, dan yang bersedia mengalah jika kalian bertentangan tentang suatu hal.”

Lantaran memahami kita sebagai sahabat baiknya, ia akan menjadi pembela saat kita berbicara kebaikan, saat kita menyampaikan dakwah kepada umat manusia agar hanya menyembah Allah Ta’ala.

Ia akan bergegas memberikan bantuan saat kita butuh, pun jika ia harus mengorbankan hal yang paling berharga di dalam hidupnya.

Tatkala ada ketidakcocokan atau salah paham di antara keduanya, ia juga bersikap dewasa dengan mengalah demi kemaslahatan ukhuwah yang lebih besar. Ia tidak egois, bukan sosok yang mau menang sendiri, bukan pula orang yang sombong dengan merasa paling benar.

Jika nasihat ini disampaikan oleh seluruh ayah kaum Muslimin, niscaya generasi ini menjadi sekumpulan manusia terbaik yang mengulangi sejarah kecemerlangan kaum Muslimin terdahulu. Sebab satu di antara sebab kehancuran generasi akhir adalah kesalahan dalam pergaulan.

Wallahu a’lam.

 

[Pirman/Bersamadakwah]