Joe Biden Ungkap Peran Yahudi Bentuk Persepsi LGBT di AS

Peran Yahudi dalam perkembangan perspektif dunia, terutama dalam memandang isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender tidak bisa dianggap remeh.

Bangsa Amerika Serikat yang pernah menegaskan sebagai bangsa Kristen bahkan bisa diubah persepsi dan sikapnya dalam kasus perkawinan sesama jenis. Atas keputusan Mahkamah Agung AS, semua negara bagian pun kini melegalkan pernikahan sesama jenis.

Dikutip dari artikel Aldian Husaini,LGBT: Belajar dari Yahudi” (Republika, 18/2), proses tersebut tidak sederhana. Pada 22 Mei 2013, Wakil Presiden AS Joe Biden memberikan pujian kepada tokoh-tokoh Yahudi yang telah berjasa dalam mengubah persepsi bangsa AS tentang perkawinan sejenis.

Harian Israel, Haaretz, menulis sebuah berita berjudul, “Biden: Jewish leaders drove gay marriage changes”. Dikatakan bahwa Vice President Joe Biden is praising Jewish leaders for helping change American attitudes about gay marriage and other issues. Biden says culture and arts change people’s attitudes. He cites social media and the old NBC TV series “Will and Grace” as examples of what helped changed attitudes on gay marriage. Biden says, quote, “Think … behind of all that, I bet you 85 percent of those changes, whether it’s in Hollywood or social media, are a consequence of Jewish leaders in the industry.” Biden says the influence is immense and that those changes have been for the good.” 

Pernyataan Joe Biden itu tidak dapat dipandang enteng. Bahwa para tokoh Yahudi-lah yang telah mendorong terjadinya perubahan sikap bangsa Amerika terhadap perkawinan sejenis. Bahwa budaya dan kesenian adalah media yang berhasil mengubah sikap dan perilaku masyarakat.

Ia pun menyebut peran penting media sosial dan satu film serial TV,Will and Grace, di NBC-TV. Biden berani bertaruh bahwa 85 persen perubahan itu dimainkan oleh para tokoh Yahudi yang berperan besar di Hollywood atau media sosial.

Kajian-kajian tentang dominasi peran Yahudi di AS sangat melimpah. Prof Norman Cantor dalam bukunya, The Sacred Chain, menyebutkan pada 1994, jumlah Yahudi di AS hanya tiga persen dari populasi bangsa AS. Namun, pengaruh mereka setara dengan kekuatan 20 persen penduduk AS. Bahkan, Prof Cantor menulis, “Jews were over represented in the learned professions by a factor of five or six.”

Kemampuan dan dominasi Yahudi dalam pembentukan opini di AS tidak diragukan lagi. Kekuatan kaum Yahudi AS adalah dalam pembentukan opini. Eugene Fisher, direktur Catholic-Jewish Relations, menyatakan, “If there is Jewish power, it’s the power of the word, the power of Jewish columnist and Jewish opinion makers.”

Ia pun menambahkan, “And if you can shape opinion, you can shape events.” Jadi, kata Fisher, jika Anda bisa membentuk opini, Anda akan mampu mencipta aneka peristiwa. (Dikutip dari buku The New Jerusalem: Zionist Power in America, karya Michael Collins Piper, Washington, DC: American Free Press, 2004).

Pengaruh tokoh-tokoh Yahudi dalam mempromosikan legalisasi perkawinan sejenis-–seperti disebutkan Joe Biden–-tentu tak lepas dari proses liberalisasi pemikiran tentang homoseksual dalam ajaran Yahudi.

Dan Cohn-Sherbok, dalam bukunya, Modern Judaism (New York: St Martin Press, 1996, hlm 98), mengungkapkan perkembangan pemikiran kalangan Yahudi reformis terhadap status hukum homoseksual.

Menurut mereka, perumusan hukum-hukum Yahudi modern harus memperhitungkan aspek psikologis. Homoseksual, misalnya, meskipun dilarang dalam Bibel, saat ini perlu dibolehkan sebab saat ini manusia telah memiliki pemahaman terhadap seksualitas yang lebih tercerahkan (a more enlightened understanding of human sexuality).

Kebahagiaan Dian Sastro Ketika Masuk Islam, Meski Ayahnya Buddha dan Ibunya Katolik

Raut wanita dalam foto itu serius. Tampak tekun. Kepala berbalut kerudung, tertunduk. Mata terkunci ke bawah. Khusyuk. Tangan kanan menggenggam mic. Disodorkan ke bibir yang terlihat tengah membaca. Demikian dilansir posmetro.

Dia tak sendiri. Di samping kanan, duduk perempuan paruh baya. Juga berkerudung. Wanita berkaca mata itu memaku pandangan ke arah kiri. Mengamati wanita muda di samping dengan lekat.

“Khataman Qur’an dan pengajian sebelum akad..” Demikian bunyi kalimat yang tertulis di sebelah kanan foto kedua perempuan tersebut.

Dua perempuan dalam foto itu adalah Dian Sastrowardoyo dan sang bunda, Dewi Parwati Setyorini. Dian tengah membaca Alquran sebelum akad nikah. “Mama aku yang Katolik benar -benar supportif dan mendukung aku untuk khatamin Qur’an sebelum menikah..”

Gambar itu diambil sebelum pernikahan Dian dengan Maulana Indraguna Sutowo pada 2010. Kemudian diunggah ke Instagram melalui akun @therealdisastr pertengahan tahun lalu.

Dian dan sang bunda memang beda agama. Pemeran Cinta dalam film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) ini memutuskan masuk Islam. Mengucap Syahadat pada tahun 2006. Tepat pada malam peringatan Isra Mi’raj.

Kala itu, nama Dian sudah gemilang. Dikenal luas sebagai artis papan atas. Sukses menjadi pelakon film dan juga bintang iklan. Sehingga keputusan menjadi mualaf menjadi perhatian banyak orang. Diberitakan berbagai media.

Perempuan kelahiran Jakarta, 16 Maret 1982, ini mengaku keputusan masuk Islam datang dari jiwa. Tak ada yang membujuk. Apalagi memaksa. “Dari hatiku sendiri,” tutur Dian saat diwawancara sebuah media.

Namun, proses mualaf itu butuh perjalanan panjang. Mungkin inilah yang ditiru oleh Dian dari sang ayah, Ariawan Sastrowardoyo. Dulu, sang ayah juga mengembara mencari jati diri, sebelum akhirnya memeluk Buddha.

“Mungkin oleh proses yang sama sekarang aku memeluk Islam. Sementara mamaku tetap Katolik,” ujar Dian.

Tapi Dia yakin, menjadi mualaf bukanlah pilihan salah. Keputusan ini benar. Dan dengarlah kebahagiaan Dian setelah memeluk Islam.

“Perasaanku lega. Karena aku masuk Islam bukan karena popularitas. Yang membuat aku memilih Islam karena aku ingin berserah diri dan pasrah kepada Allah.”

Sebagai seorang mualaf, Dian terus belajar. Memperdalam ilmu Islam. Berbagai buku dia lahap. Termasuk tuntunan salat. Selain itu, dia juga bertanya pada orang yang lebih tahu tentang Islam.

“Ada guru juga yang ngajarin, tapi lebih banyak aku baca buku.”[RN]

 

 

sumber: Panji Mas

Sudahkah Kita Memperolah Nikmatnya Shalat?

Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan kita karunia shalat lima waktu. Sungguh, shalat adalah solusi terbaik untuk beristirahat, menenangkan pikiran, menyenangkan hati, dan berhenti dari segala aktifitas didunia ini yang tidak pernah ada hentinya.

Contoh yang paling jelas dalam pemanfaatan fungsi shalat ini adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam(SAW). Dalam malam-malam yang sunyi dan sepi, beliau bangun menghiasinya dengan dzikir dan doa dalam sujud-sujud yang panjang. Air mata berderai-derai diantara lantunan ayat suci Al-Qur’an yang beliau baca dengan perlahan dan penuh perenungan.

Saat Rasulullah SAW penat dan lelah dari tugasnya sebagai juru dakwah, kepala negara, jenderal perang, kepala rumah tangga dan banyak peran lainnya yang beliau emban, maka pilihan istirahat yang terbaik adalah dengan melaksanakan shalat. Beliau berkata kepada Bilal bin Rabbah radhiyallahu ‘anhu:

أرِحْنَا بِالصَّلاَةِ يَا بِلاَلُ

“Hiburlah kami dengan melaksakan shalat wahai Bilal”.

Maksudnya beliau SAW adalah meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan untuk melaksanakn shalat. Bagi beliau dan para sahabat yang ada di sekitar Rasulullah, shalat menjadi saat-saat terbaik untuk menenangkan kembali jiwa, pikiran dan anggota tubuh dari berbagai kepenatan.

Dengan kita menjalankan ibadah shalat, aliran darah akan menjadi lancar, jiwa dan pikiran kembali rileks dan kembali ke puncak semangat untuk melanjutkan tugas-tugas berikutnya yang sudah ada didepan mata.

Saat shalat adalah saat yang paling tepat tepat untuk menyampaikan segala pinta dan doa. Sang Penguasa alam semesta ini pada saat itu sangat dekat kepada hamba-hamba-Nya, siap mendengarkan segala pinta dan juga permohonan hamba-Nya. Tak perlu ragu untuk menyampaikan permintaan besar dan keinginan yang sulit untuk diwujudkan dalam pandangan manusia.

Sebab Dia, Allah ‘Azza wa Jalla yang menjadi sumber karunia adalah Dzat yang Maha Kuasa dengan kemahakuasaan yang tidak terbatas. Kerajaan dan kekayaannya lebih luas daripada langit dan bumi, dan tidak terbatas oleh apapun juga. Kehendaknya tidak dapat dihalangi oleh siapapun juga.

Maka sungguh berbahagialah dan amat sangat beruntung bagi orang-orang yang dikaruniai kekhusyu’an shalat dalam hidupnya. Ia meraih banyak keutamaan dan lebih banyak ketenangan daripada orang yang tidak pernah merasakannya.

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”.(QS. Al-Mu’minuun 23 : 1-2)

Dalam bulan suci Ramadhan 1436 H ini, tentunya kita amat sangat berharap agar bisa diberikan karunia mengecap kekhusyu’an shalat itu, sebagaimana yang dirasakan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dan orang-orang yang selalu mendekatkan diri dengan Allah. Sebab orang-orang tersebut telah merasakan kenikmatannya.

Sahabat dan saudaraku, setelah kita hidup sekian tahun, sudahkah kita memperoleh nikmatnya shalat? Mari dibulan yang penuh berkah ini, yakni di bulan Ramadhan, kita perbaiki dan evaluasi shalat kita dan amalan kita diluar ibadah shalat agar hingga akhir hayat nanti, hidup kita tenang dan ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamin.. [Edt; GA]

Oleh: Ustadz Umar Faruq Lc (Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo Mesir)

 

sumber: Panji Mas

Ketua Umum PBNU: LGBT Menjijikan!

Maraknya penolakan yang dilakukan masyarakat Indonesia terhadap virus LGBT, ternyata juga dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Hal itu ditegaskan oleh Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj dengan menyatakan, “LGBT menjijikkan dan mengerikan.”

Said Agil menegaskan karena LGBT sangat bertentangan dengan fitrah. “Perbuatan LGBT bukan hanya bertentangan dengan hukum, tetapi bertentangan dengan fitrah,” tegasnya saat diwawancara Panjimas Senin (22/02).

Said menyatakan perilaku LGBT bertentangan dengan fitrah, karena Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan.

“Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan. Kalau sejenis jelas sangat bertentangan,” pungkasnya.

Untuk itu, Said Agil Siradj meminta warga NU untuk menjaga anak-anak dari bahaya LGBT. Nasihat itu diberikan Said Agil karena bahayanya virus homoseks bagi perkembangan anak.

Said Agil menjelaskan bagaimana anak dapat meniru perbuatan artis kebancian dan bahaya bagi perkembangan anak.

“Artis yang kebancian di televisi itu bahaya. Karena tingkah laku mereka dapat ditiru dengan anak kita,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Said Agil mengharapkan artis yang kebancian tidak tayang di televisi. Said berharap pelaku homoseks dapat kembali ke jalan yang benar.

“Buat yang sudah terhanyut di sana (homoseks, -read) tolong kembali ke jalan yang benar,” tegasnya. [AW/Tommy]

 

sumber: Panji Masyarakat

Lengkap, Fatwa MUI tentang Operasi Alat Kelamin

Isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) kembali memunculkan perbincangan tentang bagaimana struktur fisik seorang transgender. Beberapa kalangan transgender pernah melakukan operasi alat kelamin demi “menuntaskan” perubahan bentuk fisiknya.

Pertanyaannya adalah, apakah seseorang diperbolehkan mengubah alat kelamin? Ada dua hal yang harus dibedakan dalam soal ini. Pertama, jika dia seorang lelaki kemudian ingin mengubah alat kelamin menjadi perempuan atau sebaliknya, hal ini disebut penggantian alat kelamin.

Kedua, jika hal ini dilakukan seorang khunsa atau orang yang berkelamin ganda, disebut penyempurnaan alat kelamin. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat membedakan hukum keduanya.

Berdasarkan fatwa MUI, penggantian kelamin dari perempuan menjadi alat kelamin laki-laki dan sebaliknya ditetapkan hukumnya haram. Penetapan hukum haram juga dilakukan untuk perbuatan yang membantu orang tersebut mengganti kelaminnya.

Hal ini sesuai dengan kaidah fikih, larangan terhadap sesuatu juga merupakan larangan terhadap sarana-sarananya. Kedudukan hukumsyara jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin adalah dinilai sama dengan jenis kelamin sebelum operasi. Meskipun, misalnya, penggantian tersebut sudah mendapat penetapan pengadilan.

MUI mendasarkan keputusan ini sesuai dengan firman Allah SWT, “(Tetapkanlah atas) Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada pengubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS ar-Rum [30]: 30).

Intinya manusia dilarang untuk mengubah apa yang diciptakan oleh Allah SWT. Fitrah manusia sebagai lelaki, maka ia tidak bisa mengubahnya menjadi perempuan.

Secara lebih perinci dan tegas, hadis dari  Abdullah Ibnu Mas’ud RA ia berkata, “Allah SWT melaknat orang perempuan yang memakai tato dan yang meminta membuat tato, memendekkan rambut, serta yang berupaya merenggangkan gigi supaya kelihatan bagus yang mengubah ciptaan Allah.” (HR Bukhari)

Dalam hadis lain dari Abdullah bin Abbas RA ia berkata, “Rasulullah SAW melaknat kaum laki-laki yang menyerupakan diri dengan perempuan dan perempuan yang menyerupakan diri dengan laki-laki.” (HR Bukhari).

Makna dari hadis di atas sudah sangat jelas. Perbuatan meniru dan menyerupakan saja dilarang, apalagi sampai mengubah total menjadi alat kelamin yang berbeda.

 

Begini Islam Mengatur Jenis Kelamin yang Diragukan

Islam menetapkan hukum bagi khunsa secara berbeda. Khunsa secara istilah adalah seseorang yang diragukan  jenis kelaminnya, apakah laki-laki atau perempuan. Penyebabnya, ia memiliki dua alat kelamin, yakni laki-laki dan perempuan, atau tidak memiliki alat kelamin sama sekali.

Para ulama fikih memberi penjelasan, jika pada seorang khunsa tampak tanda keluarnya mani, ada tanda kemampuan menghamili, atau keluarnya kencing dari alat kelamin laki-laki, maka ia digolongkan laki-laki dan hukum yang dijatuhkan kepadanya seperti laki-laki.

(Baca: Lengkap, Fatwa MUI Soal Operasi Alat Kelamin).

Jika seorang khunsa ada tanda-tanda haid atau tanda kehamilan, maka ia dikatakan sebagai perempuan dan hukum yang dibebankan padanya seperti seorang perempuan. Kedua ciri ini adalah golongan khunsa ghairu musykil. Sementara, jika tidak tampak ciri-ciri keduanya, maka ia dimaksudkan sebagai khunsa musykil.

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), penyempurnaan alat kelamin bagi seorang khunsa yang fungsi salah satu alat kelamin lebih dominan daripada yang lain hukumnya boleh. Proses membantu penyempurnaan alat kelamin bagi seorang khunsa juga diperbolehkan.

Namun MUI memberi catatan, proses penyempurnaan alat kelamin seorang khunsa selain harus mendapatkan pertimbangan dari sisi psikis juga harus mendapatkan pertimbangan dari sisi medis. Mana alat kelamin yang dominan secara psikis maupun fungsi tubuh itu yang dijadikan acuan operasi.

Secara hukum syara, MUI menetapkan seorang khunsa yang melakukan penyempurnaan alat kelamin dinilai berkelamin sesuai kondisi pascapenyempurnaan. Meskipun penyempurnaan itu belum mendapat pengesahan dari pengadilan.

Soal penggantian dan penyempurnaan alat kelamin ini, MUI memberikan rekomendasi agar Kementerian Kesehatan RI membuat aturan pelarangan terhadap operasi penggantian alat kelamin. Selain itu diperlukan pengaturan pelaksanaan operasi penyempurnaan alat kelamin dengan menjadikan fatwa MUI di atas sebagai pedoman.

Selain itu organisasi profesi kedokteran diminta membuat kode etik kedokteran terkait larangan praktik operasi penggantian alat kelamin serta pengaturan operasi penyempurnaan alat kelamin.

Mahkamah Agung juga diminta agar memberikan edaran kepada para hakim agar tidak mengesahkan pergantian alat kelamin dengan cara yang dilarang dalam agama. Ulama dan psikiater juga diminta aktif melakukan pendampingan terhadap seseorang yang memiliki kelainan psikis agar memiliki perilaku seksual yang normal.