Tata Cara Tobat setelah Mengambil Harta Orang Lain

APABILA dosa itu berkaitan dengan manusia maka disyaratkan menghilangkan penderitaan (akibat kezalimannya) dari orang yang dizalimi atau berusaha memperoleh maaf darinya jika bisa.

Sehingga wajib baginya mengembalikan harta yang pernah diambilnya tanpa izin, atau dicurinya, kepada pemiliknya atau ahli warisnya, atau mengembalikan gantinya jika barang yang diambil telah hilang.

Apabila tidak dapat menemui pemiliknya atau ahli warisnya maka diserahkan kepada hakim yang dapat dipercaya. Bila tidak memungkinkan maka dibelanjakan untuk kepentingan umum dengan niat menggantinya jika menemukan orang yang berhak.

Apabila ia tidak mampu menggantinya, hendaklah berniat membayarnya ketika mampu. Dan bila meninggal sebelum dibayarkan maka yang diharapkan dari karunia Allah agar menggantinya kepada orang yang berhak.

Cukuplah seseorang meminta halalnya, yaitu dengan mengharap dari orang yang pernah dizaliminya untuk memaafkannya menurut kita -mazhab Syafi’i- disyaratkan mengetahui sebabnya.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2297792/tata-cara-tobat-setelah-mengambil-harta-orang-lain#sthash.CqBOMeHL.dpuf

Menjaga Anak dan Perempuan

Manusia kini sedang dihadapkan dengan persoalan yang seolah-olah tidak merusak iman. Sebagian ada yang menunda menikah karena takut persoalan impitan kehidupan saat menikah. Memilih pacaran dalam waktu yang lama, kemudian menikah. 

Meski satu sisi pacaran itu tak layak secara agama, banyak yang memilih cara ini. Alasannya karena ingin mendekatkan diri dengan keluarga, menunggu agar lebih mampu secara ekonomi, dan banyak lagi alasan. Hingga perintah yang harus disegerakan itu tertunda. Setelah sekian lamanya berpacaran, hingga tak pula menjadi istrinya. 

Sudah melakukan banyak dosa, justru menumpuk pula dosa itu. Fakta ini menjadi realitas dalam lingkungan sosial kini. Seharusnya, alasan tidak menikah bukan karena takut tidak dapat rezeki, melainkan karena belum dapat jodoh pilihan yang sesuai. Proses ini yang akan menentukan banyak atau tidaknya rezeki saat sudah menikah tadi. Saat setelah menikah, banyak pula yang menunda punya anak. 

Akhirnya, kembali diberikan cobaan kemiskinan sebab Allah belum akan melepaskan kemiskinan itu selagi ia menunda mempunyai anak. Alasannya karena ingin santai dan bahagia. Ada juga karena khawatir tidak bisa mengurus anak. Bahagia apa yang dimaksudkan jika tidak punya anak. Justru punya anak perempuan dan laki-laki, kebahagiaan yang memberikan motivasi hidup. Selain ditahan rezekinya, juga diberikan cobaan baru lagi, yaitu tidak punya anak sampai sekian tahun. 

Percayalah bahwa itulah salah satu penyebab mengapa tak dapat anak dan tak pula kaya. Kita tidak bisa berdiam diri atas kelahiran putra dan putri kita. Terbayang selalu wajah senyum mereka di rumah dan merasa bersalah jika tidak memberikan nafkah kepadanya. Seketika itu pula, Allah memberikan jalan terbaik, yaitu menitipkan rezeki istri dan anak kepada kepala keluarga. Terkumpullah menjadi banyak porsi itu jika mau mengejar harta yang disediakan Allah. 

Satu sisi keyakinan ini tidak tumbuh dalam diri manusia kini. Meyakini jika usahanya yang lebih penting. Ia tidak yakin jika ada porsi-porsi rezeki yang dititipkan Allah untuk ditangkap berupa rezeki di permukaan bumi itu. Akhirnya, ia tak sadar jika perbuatannya itu justru membuatnya tertunda menjadi manusia yang terkaya, baik di dunia maupun akhirat. Manusia kaya di dunia karena banyaknya harta yang kita peroleh titipan Allah dari anak perempuan tadi. Banyaknya rezeki dari istri tadi untuk kita. 

Akhirnya, memberikan dorongan bagi kepala keluarga untuk mencari rezeki sebanyak mungkin. Kedua, kita akan dapat pahala yang lebih banyak dengan membesarkan anak perempuan. Hal ini terkait dengan sulitnya menjaganya. Banyak yang menginginkannya di luar sana, baik yang beriman maupun tidak. Banyak pula yang ingin melamarnya. Jika nanti jatuh kepada laki-laki yang tidak benar secara agama, banyak sekali aliran dosa kepada orang tua. 

Mari kita jaga anak perempuan kita dengan baik dan yakin ada rezeki yang lebih banyak dengan membesarkan anak perempuan. Bahkan, jaminan surga bagi kita. Ketiga, berikan hak perempuan, yaitu sekolah. Jangan anggap karena mau mengurus anak sehingga tidak sekolah. Justru karena ingin mendidik anaklah maka perhatikan sekolah anak perempuan. Padanya bertumpu nasib anak-anak pada kemudian hari. 

Itulah kenikmatan yang tertinggi. Dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Anas bin Malik dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barang siapa dapat mengasuh dua orang anak perempuannya hingga dewasa, aku akan bersamanya pada hari kiamat kelak.’ Beliau merapatkan kedua jarinya.” 

Oleh Bahagia

Memuliakan Perempuan

Suatu ketika, seseorang melukai kepala seorang budak perempuan dengan batu sampai terluka. Kemudian salah seorang sahabat Nabi SAW menanyai budak wanita tersebut, siapa yang berbuat demikian kejam terhadapnya. Ketika disebutkan nama seseorang yang memukulinya. Wanita tersebut menganggukkan kepalanya. 

Kemudian, orang yang melukai budak wanita tersebut dihadapkan kepada Rasulullah, tetapi ia tidak mengakui perbuatannya sampai waktu yang cukup lama. Tetapi pada akhirnya, ia mengakui perbuatannya dan Rasulullah SAW memerintahkan sahabat untuk menghukum orang tersebut.  

Riwayat dari Anas RA di atas menunjukkan, betapa ajaran Islam sangat memuliakan wanita dengan menjadikannya manusia yang sama kedudukannya dengan laki-laki dalam setiap lini kehidupan, kecuali yang berhubungan dengan tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan karier yang tidak sesuai dengan fitrahnya sebagai wanita.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Alquran, “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana,” (QS. at-Taubah [91]: 71)

Islam memberikan kemuliaan dan penghargaan yang tinggi kepada kaum wanita. Sebagai contoh, Ummul Mukminin Aisyah RA banyak sekali meriwayatkan hadis yang disertai dengan penjelasannya. Aisyah sering berdiskusi dengan para sahabat Nabi SAW. Beliau juga termasuk yang menjadi salah satu sumber rujukan untuk memahami wahyu dan sunah Nabi.

Oleh karenanya, dalam Islam wanita juga memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki untuk menuntut ilmu sepanjang hayat dikandung badan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap Muslim laki-laki maupun Muslim perempuan.” (HR Ibnu Abdil Barr)

Terkait masalah ekonomi, seorang wanita berhak memiliki harta benda dan menafkahkannya sesuai dengan keinginannya. Tidak seorang pun berhak memaksanya untuk menafkahkan hartanya. Termasuk kerabat dekat dan suaminya sekalipun.

Termasuk memilih pendamping hidup, seorang wanita berhak menolak ketika akan dinikahkan oleh walinya apabila dilakukan tanpa seizinnya. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Seorang perawan dimintakan izin darinya (ketika hendak dinikahkan), sedangkan pertanda izinnya adalah diamnya.”

Begitulah Islam memposisikan sosok wanita, sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan pria. Dia adalah sosok ibu, saudara perempuan, anak perempuan, dan istri yang harus dihormati dan dihargai keberadaannya. 

Oleh Muslimin

Sumber : Pusat Data Republika

————————————————–

Baca juga:

Menjaga Sikap Tawadhu

“Tiada satu pun karunia yang diperoleh seseorang yang bersikap tawadhu kepada Allah, kecuali Allah meninggikan derajatnya.” (HR Muslim). 

Hadis di atas menjamin ganjaran yang bakal diterima seseorang jika tawadhu. Menghilangkan kesombongan, tinggi hati, merasa hebat, dan segudang penyakit hati lainnya. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun seberat biji sawi.” (HR Abu Dawud).

Manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Pemahaman yang benar terhadap hal tersebut seharusnya tidak melahirkan orang kaya yang merasa lebih hebat dibanding lainnya. Pejabat merasa lebih terhormat ketimbang rakyat biasa, kiai merasa lebih benar daripada santrinya, atau generasi tua merasa lebih tahu ketimbang yang muda. Hadis di atas seharusnya cukup membuat kita sadar dan takut. 

Shalat, puasa, zakat, haji, dan segudang amal saleh lainnya tidak menjamin kita masuk surga jika di dalam hati kita masih ada setitik kesombongan.Bahkan, pejabat setingkat presiden pun tidak berhak sombong. 

Hal ini dikisahkan dalam hadis riwayat Ibnu Majah. Diceritakan seseorang yang gemetar ketakutan ketika menemui Rasulullah yang dipersepsikan sebagai raja diraja.Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh hina engkau. Sesungguhnya, aku bukanlah seorang raja. Aku hanyalah anak seorang wanita yang memakan dendeng di Makkah.” 

Subhanallah, betapa agungnya ketawadhuan Nabi SAW. Muhammad bin Abdullah yang seorang Nabi, kepala negara, kepala pemerintahan, raja, panglima militer, pengusaha sukses, pendidik, dan manusia yang dijamin masuk surga tidak membuatnya sombong sedikit pun. 

Ketawadhuan beliaulah yang patut diteladani, diikuti, dan ditiru. Seperti telah disebut dalam Alquran surat Alahzab ayat 21, “Sesungguhnya, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang berharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” 

Marilah membuang jauh-jauh kesombongan dalam menjalani hidup yang singkat ini, seberapa pun hebatnya kita. Karena, sesungguhnya kekayaan, jabatan, ilmu, tubuh yang sempurna, wajah cantik, kecerdasan, dan bahkan anak istri kita adalah milik Allah yang dititipkan pada kita. Sesungguhnya, orang yang berlaku tawadhu zaman sekarang ini sangatlah sedikit. Apakah kita termasuk di antara mereka? 

Sambut Ramadhan dengan Alquran

Yayasan Cinta Quran bekerjasama dengan CIMB Niaga Syariah, Alanabi, dan Royal Indonesia menyelenggarakan acara bertajuk Amazing Quran. CEO dan Founder Cinta Quran Fatih Karim mengatakan, kegiatan ini digelar dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.

“Ramadhan kan bulan Alquran, Muslim Indonesia ini terbanyak, tapi banyak yang tidak bisa baca Alquran. Padahal umat ini semestinya menunjukkan akhlak Alquran,” kata Ustaz Fatih kepada Republika, Sabtu, (21/5) di Auditorium RRI, Jakarta.

Amazing Quran tahun ini menghadirkan pembawa acara Asep Fakhri, dengan pengisi acara Ustaz Fatih Karim dan Ustaz Abi Makki. Keduanya bercerita tentang penting Alquran dalam kehidupan.

Ustaz Abi Makki mengatakan, Alquran merupakan wahyu yang luar biasa sebab tidak ada perubahan sejak kitab ini diturunkan. Umat Islam hendaknya menghabiskan waktu dengan mempelajari kitab ini. Sebab, Rasulullah mengatakan, orang-orang yang menyibukkan diri dengan Alquran akan mendapatkan penghormatan dari Allah SWT.

Abi Makki menganalogikan, Alquran ibarat makanan bagi jasad. Alquran merupakan asupan bagi ruh yang bersumber langsung dari Allah SWT. Oleh karena itu, upaya menghafal Alquran dijanjikan balasan yang luar biasa dari Allah SWT. “Dengan syahadat ibu-bapak bisa menjadi ahli surga. Dengan bacaan Alquran menunjukkan di mana tingkatan surga kita,” kata dia.

Dalam acara tersebut hadir pula bintang tamu, yaitu Risty Tagor dan Sandrina Malakiano. Keduanya membagikan kisah hijrah mereka menuju Islam. “Agama adalah jalan dan setiap orang akan menemukan tuhannya,” kata Sandrina.

 

sumber: Republika Online

Ketika Anak tak Lagi Beradab

Orang tua adalah guru utama dalam pendidikan adab yang bermula dari penanaman akidah tauhid. Orang tua menjadi imam dalam ibadah dan teladan dalam akhlak (QS [2]:30-32, [31]:12-19).

Nabi SAW menasihati semua orang tua agar peduli akan adab anak-anaknya. “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka.” (HR Ibnu Majah).

Imam al-Bayhaqi meriwayatkan bahwa anak memiliki hak terhadap orang tuanya. “Hak seorang anak atas orang tuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik.”

Di Pesantren, ananda Ihza Aulia diajarkan mahfudzat, “Li kulli syai-in ziinatul fi-wara, wa ziinatul mar`i tamaamul adabi” yang artinya setiap sesuatu memiliki perhiasan. Dan, perhiasan seseorang adalah kesempurnaan adabnya.

Pendidikan adab bukan hanya sekadar moral atau etika, melainkan kemampuan mengenal Allah SWT dan Rasulnya. Dr Adian Husaini dalam buku Pendidikan Islam, Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab menjelaskan orang beradab dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan oleh Allah SWT.

Oleh karenanya, tujuan pendidikan Islam melahirkan manusia yang baik. Disebut orang baik jika ia mengenal Tuhan dan mencintai NabiNya, menghormati para ulama, menghargai ilmu, dan mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi.

Bangsa ini tengah dihadapkan dengan berbagai problem keadaban, khususnya di kalangan anak-anak remaja. Betapa memilukan ketika seorang gadis remaja (17 tahun) di Gorontalo mengajak pacarnya untuk membunuh ayah kandungnya, hanya karena tidak merestui hubungan mereka. 

Sepekan sebelumnya, seorang mahasiswa membunuh dosen di FKIP UMSU Medan karena sering ditegur dan tidak diluluskan jika tidak bersikap baik.

Peristiwa yang paling mengiris-iris hati ketika YY (14 tahun), seorang  murid SMP di Rejang Lebong, Bengkulu, diperkosa dan dibunuh secara biadab oleh 14 remaja. Mereka pecandu minuman tuak (miras) dan film porno.

Para pelaku yang sebagian putus sekolah itu mestinya mendapat hukuman mati atau dikebiri, tapi hanya dijatuhi 10 tahun penjara. Keluarga korban  menanggung derita dan malu sepanjang hayat.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawaban sederhana karena pemerintah, lembaga pendidikan dan sosial, serta keluarga belum mampu menjalankan peran dengan baik dan bersinergi dalam pendidikan anak.

Kini, sebagian anak bangsa telah hilang akal sehatnya sehingga mudah melakukan tindakan tak beradab, bahkan melebihi binatang (QS [7]:179, [45]:23).

Sejak dahulu, minuman keras (miras) dan narkoba selalu beririsan dengan perzinaan (pornografi, pemerkosaan, dan pelecehan seksual) yang berujung kekerasan atau pembunuhan.

Manusia beradab  lahir dari pendidikan yang dilandasi ketuhanan, kemanusiaan, kearifan, dan keadilan sosial. Jika semua pemangku kepentingan pendidikan menjalankan perannya, akan lahir anak-anak yang beradab.

Namun, jika salah satunya disfungsi, muncul generasi tak beradab. Pendidikan Islami hadir untuk membangun keluarga terbaik (khair al-usrah) sebagai sekolah pertama (al-madrasah al-uulaa) untuk melahirkan pribadi terbaik (khair al-bariyyah).

Kedua orang tua bertindak sebagai guru sekaligus kurikulum berjalan. Namun, bila tidak didukung oleh sekolah kedua (al-madrasah al-tsaniyah), yakni lembaga pendidikan formal dan sekolah ketiga (al-madrasah al-tsaalitsah), yakni lembaga-lembaga sosial, teman sebaya, media massa, dan publik figur, anak akan galau dan disorientasi.

Ketiga lembaga ini pun akan berdaya jika dikuatkan oleh kebijakan pemerintah sebagai sekolah keempat (al-madarasah ar-raabi’ah) yang berpihak pada kebenaran dan kemaslahatan.

Namun, kita tidak boleh putus asa menghadapi kondisi seburuk apa pun seraya memohon pertolongan kepada Allah SWT agar anak-anak dijaga dari fitnah dan neraka (QS [66]:6). Allahu a’lam bish-shawab. 

 

 

Oleh: Dr Hasan Basri Tanjung MA

sumber: Republika Online

Teknik Bercinta Menurut Syariat Islam

SALAH satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh (orgasme) adalah pendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (istiadah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh.

Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima juga diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,

“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).

Ciuman dalam hadits diatas tentu saja dalam makna yang sebenarnya. Bahkan, Rasulullah diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima.

Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087).

Karena itu, pasangan suami istri hendaknya sangat memperhatikan segala unsur yang menyempurnakan fase ciuman. Baik dengan menguasai teknik dan trik berciuman yang baik, maupun kebersihan dan kesehatan organ tubuh yang akan dipakai berciuman. Karena bisa jadi, bukannya menaikkan suhu jima, bau mulut yang tidak segar justru akan menurunkan semangat dan hasrat pasangan.

Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan merangsang gairah berjima. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram diucapkan kepada selain istrinya.

Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima. Demikian Ibnu Taymiyyah berpendapat.

Syaikh Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari,

“Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”

Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah radhiallahu ‘anhum, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana” (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima.

 

 

Sumber: Sutra Ungu, Panduan Berhubungan Intim Dalam Perspektif Islam, karya Abu Umar Basyiir

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296943/teknik-bercinta-menurut-syariat-islam#sthash.rltjUeRi.dpuf

Memanjangkan Kuku, Penyerupaan Diri dengan Hewan

MEMANJANGKAN kuku seakan menjadi tren tersendiri saat ini, dan hal itu dianggap lumrah. Tidak ada orang yang melarang atau setidaknya memberi pengertian akibat yang timbul akibat memanjangkan kuku, baik itu secara umum atau pun menurut pandangan Islam.

Hal ini akan sering kita jumpai pada kaum perempuan yang semakin banyak memanjangkan kuku. Berdalih ingin terlihat modern, terlihat fashionable, atau apapun itu yang menurut mereka wajar untuk memanjangkan kuku.

Lalu bagaimana pandangan islam tentang memanjangkan kuku?

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘Anhu ia berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam memberi kami batas waktu untuk menggunting kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, yaitu tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari.” (H.R Ahmad, Muslim dan Nasa’i, lafal hadis di atas adalah lafal hadis riwayat Ahmad)

Tahukah kita bahwa menggunting kuku ternyata termasuk ke dalam perkara fitrah? Begitulah sabda Nabi Muhammad saw: “Perkara fitrah ada lima: Berkhitan, mencukur bulu kemaluan, menggunting kumis, menggunting kuku dan mencabut bulu ketiak.” (H.R Al-Bukhari dan Muslim)

Jadi sangat jelas bahwa tidak ada anjuran dalam Islam untuk memanjangkan kuku. Islam telah mengatur semua hal dalam kehidupan kita dengan begitu jelas, termasuk hal yang sebagian dari kita menganggapnya hal sepele. Padahal hal sepele yang kita lakukan semakin memberatkan timbangan dosa kita.

Jangan, hanya karena ingin terlihat mengikuti perkembangan zaman, kita melakukan sesuatu yang benar-benar sudah dilarang. Ingatlah, memanjangkan kuku malah akan membuat bakteri-bakteri merajalela masuk ke dalam tubuh melalui kuku. Kuku tersebut tersimpan kotoran, dan juga untuk menghindari bentuk penyerupaan diri dengan orang-orang kafir dan hewan-hewan bercakar dan berkuku panjang.

Fatawa Lajnah Daimah V/173 :

Pada hari ini banyak kita jumpai kaum wanita yang menyerupakan dirinya dengan binatang-binatang buas, dengan memanjangkan kuku-kuku mereka kemudian mengecatnya dengan cat-cat kuku berwarna norak. Pemandangan seperti ini sangat buruk dan membuat jengkel hati orang-orang berpikiran sehat dan lurus fitrahnya. Termasuk kebiasaan jelek yang dilakukan sebagian orang pada hari ini adalah membiarkan panjang salah satu kukunya, sudah barang tentu perbuatan semacam itu menyalahi perkara fitrah. Hanya kepada Allah sematalah kita memohon keselamatan dan afiat dan Dia-lah yang menunjuki kepada jalan yang lurus. [sumber Islam QA]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2297502/memanjangkan-kuku-penyerupaan-diri-dengan-hewan#sthash.lYwsay5S.dpuf

Cara Jitu Memotivasi Anak Agar Rajin Sholat

Memiliki anak yang rajin mendirikan sholat tentu sangat menyejukan mata dan hati kita. Ada harapan kelak dia akan terjaga dari akhlak buruk karena sholat insya Allah mampu mencegahnya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar.

Kita sudah mengajarinya bacaan dan tata cara sholat, selalu mengajaknya sholat berjamaah di masjid. Kita pun sudah memasukannya ke sekolah yang membiasakan sholat dhuhur berjamaah di masjid sekolah.

Namun, anak kita terlihat masih belum bersegera sholat ketika azan atau iqomah terdengar, masih harus disuruh-suruh. Bahkan, mereka seperti sengaja menunda takbiratul ikhrom sampai sedetik sebelum ruku, masih tengok kanan tengok kiri selama sholat, dan tak jarang sholat sambil ngobrol atau sambil bercanda tertawa cekikikan dengan kawan sebelahnya.

Malah anak laki-laki tak sedikit yang sholat sambil main berantem-beranteman dengan kawannya.

Bagaimana ya cara memotivasi anak-anak itu agar tertib sholatnya? Bagaimanalah bisa khusyu jika tertib saja belum. Berikut ini cara jitu untuk memotivasi mereka, patut dicoba:

1.Ingatkan terus mengenai tujuan sholat
Ajak anak membuka Al-Qur’an Surat Thaha (20) ayat 14 : “Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat, untuk mengingat Aku.”

Setelah salam dan berdoa, cobalah tanyakan pada anak, apakah selama sholat tadi dia ingat kepada Allah? Jika anak menjawab belum, maka berbincanglah dari hati ke hati mengapa dia belum bisa mengingat Allah selama sholat.

Bantu anak melakukan refleksi atas sholatnya, lalu lakukan evaluasi dengan memancing ide anak kira-kira apa yang bisa ia lakukan agar sholat berikutnya lebih bisa mengingat Allah. Tantang dia agar berkomitmen melakukan idenya sendiri. Lakukan terus perbincangan ini dari hati ke hati, minimal sekali dalam sehari. Jika belum juga terlihat hasilnya, bersabarlah tanpa berhenti berusaha.

“Dan perintahkanlah keluargamu untuk shalat dan bersabarlah kamu dalam melakukannya.” (QS Thaha (20) : 132)

 

2.Kenalkan anak dengan karakter Al-Mushollin

Ajak anak membuka Al-Qur’an Surat Al-Ma’arij (70) mulai dari ayat 11 hingga 34. Berikan pengantar seperti bunyi ayat 11 hingga 21, bahwa pada hari kiamat, ada orang yang sangat ingin menebus dirinya dari siksa api neraka, dengan anaknya, atau dengan istrinya, atau dengan saudaranya, atau dengan keluarganya, bahkan kalau perlu dengan semua manusia di bumi. “Biarlah mereka masuk neraka semua, asalkan saya bisa selamat”, begitu kira-kira.

Mereka masuk neraka karena selama hidup di dunia, selalu menyikapi sesuatu tidak pada tempatnya. Jika mereka mendapat kesulitan, mereka selalu berkeluh kesah, menggerutu, ngambek, marah atau memukul. Jika mereka mendapat kebaikan atau kekayaan, mereka pelit bukan main, sombong, atau boros. Apapun yang terjadi, sikap mereka selalu negatif.

Masuk dan beri penekanan pada ayat ke 22 : “Ilaal musholliin, Kecuali orang-orang yang mendirikan sholat (secara berkesinambungan).” Hanya orang-orang yang berkarakter Al-Mushollin yang bisa selamat dari api neraka. Ini karena sholat membuat golongan Al-Mushollin mampu untuk bersikap positif terhadap apapun yang terjadi padanya.

Bantu anak melakukan refleksi, apakah sholatnya selama ini sudah bisa masuk kategori Al-Mushollin atau belum, misalnya : Menurutmu kalau sholatnya sambil bercanda, masuk golongan Al-Mushollin tidak?

Kalau sholat sengaja ditelat-telatin, masuk golongan Al-Mushollin tidak? Buat daftar terperinci tentang sikap sholat anak selama ini, dan tanyakan satu per satu padanya mana yang menurutnya sudah masuk kategori Al-Mushollin dan mana yang belum. Beri tantangan apakah ia ingin masuk golongan Al-Mushollin atau tidak. Jika ingin, bantu ia melakukan evaluasi apa saja yang harus ia perbaiki dari sholatnya.

Selain sholat secara berkesinambungan, ada ciri-ciri lain golongan Al-Mushollin yang disebutkan di ayat 24 hingga 33. Jika saat ini kita baru ingin menekankan sholat, maka ciri lain tersebut bisa kita kenalkan di lain waktu saat kondisinya lebih sesuai. Kita bisa langsung loncat ke ayat 34 : “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.”

Karakter Al-Mushollin yang dikenalkan Allah di surat ini, dibuka dengan sholat (ayat 22) dan ditutup dengan sholat (ayat 34). Beri penekanan pada anak, bahwa ini menunjukan betapa pentingnya kedudukan sholat dalam agama Islam. Tantang dia untuk mulai sholat dengan tertib, tertib tata caranya dan tertib bacaannya.

 

3. Minta anak selalu sholat di sebelah kita, orang tuanya.

Anak perlu role-model, bahkan dalam urusan sholat. Sangat jarang ada anak yang bisa langsung tertib sholatnya. Semua perlu waktu dan usaha. Rasulullah menyuruh kita mulai mengajarkan dan membiasakan anak sholat di umur 7 tahun, bahkan boleh memukulnya jika sampai usia 10 tahun belum bisa sholat dengan tertib.

Ada rentang waktu 3 tahun di sana, kurang lebih 5475 kali sholat fardhu. Alangkah baiknya jika 5475 kali sholat itu, anak melakukannya dalam pengawasan kita atau orang yang kita percaya. Anak bisa langsung melihat cara kita sholat, untuk kemudian menirunya. Jika ada yang salah dengan sholatnya pun, kita bisa langsung menegurnya seusai sholat.

 

4. Ajarkan anak doa agar istiqomah dalam sholat

Bersamaan dengan usaha kita memotivasi anak, jangan lupa mengajarinya doa Nabi Ibrahim a.s yang sudah terkenal mustajab.

Rabbiij’alnii muqiimash-shalaati wamin dzurrii-yatii, rabbanaa wataqabbal du’aa, Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang selalu mendirikan shalat, demikian juga anak keturunanku. Ya Tuhanku, perkenankan do’aku.” – (QS. Ibrahim (14) : 40)

Mintalah anak untuk membaca doa ini setiap selesai sholat. Tentu kita sendiri pun harus juga sering-sering membacanya. Wamin dzurrii-yatii, dan demikian pula anak keturunanku.

Mudah-mudahan Allah menumbuhkan dalam jiwa anak kita keinginan untuk sholat dengan tertib secara berkesinambungan, hingga suatu saat bisa mencapai derajat sholat khusyu. Amiin.

 

 

oleh Pida Siswanti,

 sumber:Ummi Online