Shaum dan Amanah Umar

Umar bin Khattab terkenal sebagai sosok khalifah yang jujur memegang amanah, cerdas, dan berani mengambil keputusan dengan cepat. Banyak gagasan-gagasan dan inovasi Umar yang monumental sehingga masih tetap menjadi sumber inspirasi dalam mengembangkan kemajuan peradaban umat manusia sampai saat ini.

Mahmud al-Mishri Abu Amar dalam kitab Masu’ah Min Akhlaqi ar-Rasul mengisahkan sebuah peristiwa pada masa pemerintahan Umar. Suatu hari, Muaiqib, seorang penjaga baitul mal, membersihkan gedung dan menemukan uang sebesar satu dirham. Kemudian, uang tersebut diberikan Muaqib kepada putra Umar. 

Muaiqib pun pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ternyata utusan Umar sudah berada di depan rumahnya dan memintanya agar segera menghadap khalifah. Muaiqib pun menghadap Khalifah Umar dan ternyata uang satu dirham yang diberikan kepada putranya itu dia pegang. 

Lantas Umar berkata kepada Muaiqib, “Celaka kamu, wahai Muaiqib penjaga baitul mal! Apakah aku pernah bersalah kepadamu? Apakah kamu punya masalah denganku?” Muaiqib merasa heran. Kemudian, ia bertanya kepada Khalifah Umar, “Memangnya ada apa, wahai Umar?” Umar berkata, “Apakah kamu, wahai Muaiqib, mau dimusuhi umat Islam pada hari kiamat kelak disebabkan satu dirham itu?”  

Kisah lain, putra Umar bernama Abdullah bin Umar memelihara kambing. Kebetulan, ia menggembalakan kambing-kambingnya di halaman istana Khalifah Umar. Pada suatu saat, Umar bertanya kepada anaknya, “Kambingmu itu gemuk-gemuk, di mana kamu gembalakan kambing itu?” Abdullah menjawab, “Aku gembalakan di sekitar rumput halaman istana.”

Mendengar jawaban sang anak, Umar langsung berkata, “Jual kambing itu! Dan kelebihan daging sebelum digembalakan di sekitar istana dan sesudahnya diberikan pada baitul mal. Karena, kambing itu telah memakan rumput sekitar istana dan rumput di sekitar istana itu adalah milik negara.”  

Umar bin Khattab adalah seorang yang wajahnya terdapat dua garis hitam akibat air mata karena sering menangis. Ia merasa  takut akan azab Allah SWT yang disebabkan melanggar amanah yang dibebankan kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, dan sesungguhnya pada hari kiamat kepemimpinan itu merupakan kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya secara hak dan melaksanakan tugas kewajibannya.” (HR Muslim). 

Hadis ini menjelaskan tentang pentingnya melaksanakan amanah bagi seorang pemimpin dan memperoleh kepemimpinan dengan cara yang benar. Kita merasa prihatin dengan kondisi bangsa saat ini. Kita menyaksikan maraknya pelanggaran hukum yang terjadi di mana-mana sehingga mencederai amanah yang diembannya, baik dilakukan masyarakat biasa maupun para pemimpin bangsa yang seharusnya menjadi teladan rakyatnya. 

Mudah-mudahan ibadah puasa yang kita laksanakan pada bulan Ramadhan ini dapat menjadi sarana terapi untuk mewujudkan amanah dengan sebaik-baiknya, di mana pun kita berada.Wallahu a’lam. 

Oleh: Nanat Fatah Natsir

sumber:RepublikaOnline

Yuk, Tiru Cara Rasulullah Berpuasa

Ramadhan adalah bulan istimewa. Diwajibkan di dalamnya berpuasa. Bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran, dilipatgandakannya pahala, yang sunah disejajarkan dengan yang wajib dan yang wajib dilipatgandakan 70 kali lipat. 

Pada bulan Ramadhan, ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Dan, pada bulan ini juga umat Islam diberikan sarana untuk diampunkan dosa-dosanya yang lalu. Yaitu, berpuasa sebulan penuh, shalat Tarawih sebulan penuh, dan ada malam lailatul qadar. Bila semua dilakukan dengan imanan wah tisaban, akan diampuni semua dosa kita yang lampau. 

Oleh sebab itu, kita harus semaksimal mungkin mengisi bulan suci Ramadhan ini dan menggapai banyak bonus yang diberikan Allah untuk umat Islam. Dalam berpuasa, kita wajib meneladani Rasulullah SAW. Demikian pula dalam memulai hari berpuasa dan mengakhirinya, kita meneladani beliau. 

Rasulullah SAW bersabda, “Berpuasalah ketika melihat hilal dan berbukalah ketka melihat hilal.” Dalam hadis yang diriwayatkan Ubadah bin ash-Shamit, Rasulullah SAW menyambut Ramadhan dengan khutbah singkat, “Ramadhan telah datang kepada kalian, bulan yang penuh berkah, pada bulan itu Allah SWT memberikan naungan-Nya kepada kalian. Dia turunkan Rahmat-Nya, Dia hapuskan kesalahan-kesalahan, dan Dia kabulkan doa. Pada bulan itu, Allah SWT akan melihat kalian berpacu melakukan kebaikan. Para malaikat berbangga dengan kalian, dan perlihatkanlah kebaikan diri kalian kepada Allah. Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang pada bulan itu tidak mendapat rahmat Allah SWT.” (HR ath-Thabarani). 

Rasulullah SAW memuliakan bulan Ramadhan karena bulan nan suci ini adalah bulan ampunan dosa, bulan peluang emas melakukan ketaatan, bulan dilipatgandakannya amal saleh, serta bulan ditambahkannya rezeki orang mukmin. 

Siapa yang memberikan makanan untuk berbuka kepada seorang yang berpuasa, balasannya adalah ampunan terhadap dosa-dosanya, dibebaskan dari neraka, dan mendapatkan pahala sebesar yang didapat oleh orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang tersebut. 

Dalam berpuasa, Rasulullah SAW memulai dengan menginapkan niat pada malam hari. Kecuali puasa sunah. Rasulullah bersahur dan mengakhirkannya. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda, “Bersahurlah kamu sekalian karena dalam sahur itu ada keberkahan.” (Muttafaq alaih). 

Dalam hadis lain dsebutkan bahwa Rasulullah mengakhirkan sahur. Beliau bersahur beberapa menit sebelum waktu Subuh. Beliau SAW juga bersabda, “Perbedaan puasa kami dengan puasa Yahudi adalah makan sahur.” (HR Muslim). Pada hadis lain, “Janganlah kamu sekalian meninggalkan sahur walau hanya dengan seteguk air karena sesungghnya Allah memberikan ampunan dan malaikat memintakan rahmat untuk orang-orang yang bersahur.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban). 

Rasulullah juga menyegerakan berbuka. Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya manusia masih berada dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka.” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam berbuka, Rasulullah mengutamakan makanan yang tidak terkena api, seperti kurma dan air zamzam. 

Selama berpuasa, Rasulullah SAW memperbanyak amalan saleh, berdoa, dan beristighfar, khususnya menjelang berbuka. Semua perbuatan yang tidak bermanfaat dijauhinya, apalagi yang diharamkan Allah. Selama berpuasa, beliau mengokohkan dakwah, memperbanyak sedekah, mewujudkan keharmonisan dalam keluarga, dan amalan saleh lainnya. Semoga kita bisaa meneladani Rasulullah dalam berpuasa. Amin.

Oleh: Ahmad Satori Ismail

sumber: Republika Online

Mengoptimalkan Kerja Otak Saat Puasa

Ketika berpuasa, sebagian organ di tubuh mengalami beberapa perubahan seperti di lambung misalnya. Pada satu minggu pertama puasa, organ inilah yang paling terasa perubahannya mengingat kerja organ ini sangat bergantung pada makanan atau minuman yang kita konsumsi sehari-hari.

Meski begitu, ternyata tidak hanya organ lambung saja yang memiliki perubahan ketika berpuasa. Organ lain seperti otak juga mengalami perubahan, meskipun tidak berubah secara signifikan dan fungsinya masih tetap sama layaknya kerja otak saat tidak berpuasa.

Menurut dokter ahli bedah saraf dari Mayapada Hospital dr. Roeslan Yusni Hasan, SpBs mengungkapkan, sebaiknya ketika berpuasa kita tetap perlu menjaga kesehatan otak. Sebab, ketikakerja otak menurun maka akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari.

Memilih makanan yang dikonsumsi pada saat sahur dan berbuka menjadi salah satu kunci yang dapat membuat kerja otak tetap berfungsi normal meski berpuasa. Perubahan gaya hidup seperti menghindari rokok juga penting dilakukan, agar puasa dapat berjalan lancar dan tidak mengalami kendala kesehatan tertentu.

“Saat berpuasa, pola makan kita berubah terlebih saat tiba waktunya untuk berbuka rasanya ingin menyantap semua makanan yang dihidangkan. Padahal, tanpa disadari kerusakan otak banyak dipengaruhi oleh cara makan yang tidak baik dan perilaku tak sehat seperti merokok,” katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Roeslan mengatakan otak merupakan identitas diri dari seorang manusia sehingga fungsinya pun tidak bisa tergantikan. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan organ tubuh lain seperti organ liver atau ginjal yang bisa didonorkan atau digantikan orang lain, namun apabila otak diganti atau didonorkan tentu tidak akan pernah bisa.

Untuk itu, ketika berpuasa agar fungsi kerja otak tetap bekerja secara optimal, kebutuhan akan zat glukosa dan oksigennya harus dipenuhi dengan baik. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi otak yang bisa didapatkan dari karbohidrat dan protein.

Keberadaan glukosa sendiri sangat berpengaruh pada proses psikologis. Bila kadar glukosa rendah, beberapa kondisi yang membutuhkan upaya mental maksimal, seperti pengambilan keputusan, berpikir logis, atau kontrol diri akan ikut terganggu. Dalam hal ini, glukosa merupakan sumber tenaga yang membantu kerja otak dan sistem saraf.

“Selama berpuasa glukosa akan menurun, berdampak pada asupan ke otak sehingga bisa mengganggu kerja otak. Untuk itu kesehatan otak harus dijaga dengan mengonsumsi makanan sehat saat berbuka puasa,” jelasnya.

Sementara oksigen sangat dibutuhkan otak agar dapat menjalankan fungsinya, kurangnya ketersediaan oksigen dapat memiliki dampak negatif pada fungsi otak. Sebab, sel-sel otak sangat rentan terhadap perubahan pasokan oksigen, apabila otak kekurangan oksigen maka dapat membahayakan jiwa seperti koma atau kematian otak bisa muncul gangguan lain yang mempengaruhi pasokan oksigen ke otak untuk jangka waktu lama.

 

sumber: Republika Online

Kafarat Hubungan Intim di Siang Hari Bulan Ramadan

HUBUNGAN intim yang telah legal asalnya halal bahkan bisa bernilai pahala. Namun ketika puasa, bersetubuh atau bersenggama (hubungan intim suami istri) menjadi terlarang bahkan menjadikan puasa seorang muslim batal. Karena kehormatan bulan Ramadhan, pelanggaran tadi dihukumi dengan hukuman yang berat dalam kafaroh.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,

“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.”

Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”.

Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata,”Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.”

Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku.”

Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).

Laki-laki mengatakan bahwa dirinya itu binasa, yaitu karena telah menyetubuhi istrinya di siang hari Ramadhan.

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1- Wajib bagi yang berhubungan intim di siang bulan Ramadhan untuk membayar kafaroh seperti yang disebutkan dalam hadits: (1) membebaskan satu orang budak, (2) jika tidak diperoleh, berpuasa dua bulan berturut-turut, (3) jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin.

2- Pembatal puasa lainnya tidak ada kewajiban kafaroh seperti di atas seperti misalnya ada yang melakukan onani di siang hari Ramadhan.

3- Yang terkena hukuman adalah bagi yang melakukan hubungan intim di siang hari Ramadhan, bukan di bulan lainnya. Bentuk kafaroh ini untuk menebus kesalahan di bulan Ramadhan sebab mulianya bulan tersebut. Kafaroh ini hanya berlaku bagi puasa di bulan Ramadhan, namun tidak berlaku pada puasa qodho dan puasa sunnah lainnya. Pendapat ini dianut oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi -semoga Allah merahmati beliau-.

4- Bersetubuh di siang hari mendapat dosa besar karena dalam hadits disebut sebagai suatu kebinasaan.

5- Kasus yang terjadi dalam hadits amatlah menakjubkan karena ia mengadu kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam keadan takut, namun ia balik pulang dalam keadaan senang karena membawa kurma.

6- Tertawa dalam keadaan yang pas, itu terpuji dan menunjukkan baiknya akal serta menandakan akhlak yang lemah lembut. Sebaliknya tertawa dalam keadaan yang tidak pada tempatnya, malah menunjukkan kurangnya akal.

7- Jika seseorang tidak mampu menunaikan kafaroh lantas orang lain yang menunaikannya, maka itu dianggap sah. Dan kafarohnya bisa diberikan kepada yang tadi punya kewajiban kafaroh. Namun hadits ini bukan menjadi dalil bahwa orang yang tidak mampu menjadi gugur kewajibannya. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang membayarkan kafarohnya. Kafaroh itu seperti halnya utang, bisa gugur jika pemberi utang menggugurkannya.

8- Jika seseorang berbuat dosa, maka hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah, termasuk pula dalam menunaikan kafaroh.

9- Sekedar memberi makan walau tidak dibatasi kadarnya dibolehkan. Kalau sudah mengenyangkan 60 orang seperti kasus di atas, maka sudah cukup.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. [Muhammad Abduh Tuasikal, MSc]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303295/kafarat-hubungan-intim-di-siang-hari-bulan-ramadan#sthash.CZYQfDrI.dpuf

Saat Paman Rasul Meminta Hujan

Pada suatu hari dalam pemerintahan Khalifah Umar, terjadi paceklik hebat dan kemarau ganas. Orang-orang berdatangan kepada Khalifah untuk mengadukan kesulitan dan kelaparan yang melanda daerahnya masing-masing.

Umar menganjurkan kepada Muslimin yang berkemampuan supaya mengulurkan tangan membantu saudara-saudaranya yang ditimpa kekurangan dan kelaparan. Kepada para penguasa di daerah diperintahkan supaya mengirimkan kelebihan daerahnya ke pusat.

Ka’ab menemui Khalifah Umar seraya berkata,”Wahai Amirul Mukminin, biasanya Bani Israel kalau menghadapi bencana semacam ini, mereka meminta hujan dengan kelompok para nabi mereka.”

Umar berkata,”Ini dia paman Rasulullah dan saudara kandung ayahnya. Lagi pula, ia pimpinan Bani Hasyim.”

Khalifah Umar pergi kepada Abbas dan menceritakan kesulitan besar yang dialami umat akibat kemarau panjang dan paceklik itu. Kemudian ia naik mimbar bersama Abbas seraya berdoa, “Ya Allah, kami menghadapkan diri kepada-Mu bersama dengan paman Nabi kami dan saudara kandung ayahnya, maka turunkanlah hujan-Mu dan janganlah kami sampai putus asa!”

Abbas lalu meneruskan, memulai doanya dengan puja dan puji kepada Allah SWT,”Ya Allah, Engkau yang mempunyai awan dan Engkau pula yang mempunyai air. Sebarkanlah awan-Mu dan turunkanlah air-Mu kepada kami. Hidupkanlah semua tumbuh-tumbuhan dan suburkanlah semua air susu. Ya Allah, Engkau tidak mungkin menurunkan bencana kecuali karena dosa dan Engkau tidak akan mengangkat bencana kecuali karena tobat. Kini umat ini sudah menghadapkan dirinya kepada-Mu, maka turunkanlah hujan kepada kami…”

Ternyata doanya itu langsung diterima dan diijabah Allah SWT. Hujan lebat turun dan tumbuh-tumbuhan tumbuh dengan suburnya. Orang-orang bersyukur kepada Allah dan mengucapkan selamat kepada Abbas,”Selamat kepadamu, wahai Saqil Haramain, yang mengurusi minuman orang di Makkah dan Madinah.”

Abbas bin Abdul Muththalib, paman Rasululah SAW dan saudara kandung ayahnya, termasuk salah seorang tokoh sahabat yang ikut mengibarkan panji Islam. Sepak terjangnya dicatat sejarah dengan tinta emas dalam Baiat Aqabah Kubra.

Ia bertindak sebagai seorang penasihat dan juru runding, menyertai keponakannya dalam majelis itu. Abbas ra wafat pada hari Jumat, 12 Rajab 32 H, dalam usia 82 tahun. Ia dikebumikan di Baqi’, Madinah.

sumber: Republika Online

Pesan Rasulullah untuk Abdullah bin Amr

Abdullah bin Amr lebih dulu masuk Islam ketimbang bapaknya, Amr bin Ash. Dan semenjak ia dibaiat dengan menaruh telapak tangan kanannya di telapak tangan kanan Rasulullah SAW, hatinya tak ubahnya seperti cahaya Subuh yang cemerlang diterangi nur Ilahi dan cahaya ketaatan. 

Suatu hari Rasulullah memanggilnya, dan menasihatinya agar tidak berlebihan dalam beribadah. Rasulullah SAW bertanya, “Kabarnya engkau selalu puasa di siang hari tak pernah berbuka, dan shalat di malam hari tak pernah tidur? Cukuplah puasa tiga hari setiap bulan!”

Abdullah berkata, “Saya sanggup lebih banyak dari itu.”

“Kalau begitu, cukup dua hari dalam seminggu.”

“Aku sanggup lebih banyak lagi.”

“Jika demikian, baiklah kamu lakukan puasa yang lebih utama, yaitu puasa Nabi Daud, puasa sehari lalu berbuka sehari!”

Dan benarlah ketika Abdullah bin Amr dikarunia usia lanjut, tulang-belulangnya menjadi lemah. Ia selalu ingat nasihat Rasulullah dulu. “Wahai malang nasibku, kenapa dulu tidak melaksanakan keringanan dari Rasulullah.”

Pada saat terakhir, Rasulullah menasihatinya agar tidak berlebih-lebihan dalam beribadah sambil membatasi waktu-waktunya. Amr bin Ash, bapaknya, kebetulan hadir. Rasulullah mengambil tangan Abdullah dan meletakkannya di tangan bapaknya. “Lakukanlah apa yang kuperintahkan, dan taatilah bapakmu!” pesan Rasulullah SAW.

Dan sepanjang usianya, sesaat pun Abdullah tidak lupa akan kalimat pendek itu, “Lakukanlah apa yang kuperintahkan, dan taatilah bapakmu!”

Dan ketika terjadi Perang Shiffin (perang antara Ali dan Muawiyah), Amr bin Ash berpihak kepada Muawiyah. Dia pun mengajak anaknya, Abdullah bin Amr, untuk turut serta bersamanya membela Muawiyah.

Demikianlah, Abdullah berangkat demi ketaatannya terhadap sang ayah. Namun ia berjanji takkan pernah memanggul senjata dan tidak akan berperang dengan seorang Muslim pun.

Pada suatu hari, ketika ia sedang duduk-duduk dengan beberapa sahabatnya di Masjid Rasul, lewatlah Husein bin Ali bin Abi Thalib. Mereka pun bertukar salam. Tatkala Husein berlalu, berkatalah Abdullah kepada orang-orang di sekelilingnya,

“Sukakah kalian aku tunjukkan penduduk bumi yang paling dicintai oleh penduduk langit? Dialah yang baru saja lewat di hadapan kita tadi, Husein bin Ali. Semenjak Perang Shiffin, ia tak pernah berbicara denganku. Sungguh ridhanya terhadap diriku, lebih kusukai dari barang berharga apa pun juga.”

Abdullah berunding dengan Abu Said Al-Khudri untuk berkunjung kepada Husein. Demikianlah, akhirnya kedua orang mulia itu bertemu di muka rumah Husein. Abdullah bin Amrterlebih dahulu membuka percakapan, hingga menjurus ke Perang Shiffin.

Husein mengalihkan pembicaraan ini sambil bertanya, “Apa yang membawamu hingga kau ikut berperang di pihak Muawiyah?”

Abdullah menjawab, “Pada suatu hari, aku diadukan bapakku Amr bin Ash menghadap Rasulullah SAW. Kata bapakku, ‘Abdullah ini puasa setiap hari dan beribadah setiap malam.’

Rasulullah berpesan kepadaku, ‘Hai Abdullah, shalat dan tidurlah, serta berpuasa dan berbukalah, dan taatilah bapakmu!’ Maka sewaktu Perang Shiffin itu, bapakku mendesakku dengan keras agar ikut bersamanya. Aku pun pergi, tetapi demi Allah aku tidak pernah menghunus pedang, melemparkan tombak atau melepaskan anak panah!”

Tatkala usianya mencapai 72 tahun, ia sedang berada di musholanya, beribadah dan bermunajat. Tiba-tiba ada suara memanggil untuk melakukan perjanalan jauh, yaitu perjalanan abadi yang takkan pernah kembali. Abdullah bin Amr wafat dan menyusul mereka yang telah mendahuluinya menghadap Ilahi.

Sumber: 101 Sahabat Nabi Karya Hepi Andi Bastoni

Ini Kata Rasulullah Soal Keutamaan Niat

Masih banyak di antara kita melakukan perbuatan baik, termasuk menjalani rutinitasnya tanpa niat. Padahal, Nabi Muhammad SAW dalam hadis mutawatirnya selalu mengingatkan: Innamal a’mal bi al-niyat (sesungguhnya perbuatan [yang bernilai ibadah] ialah perbuatan yang disertai dengan niat [karena Allah]). Hadis ini menafikan nilai ibadah setiap amal dan perbuatan tanpa niat. Sekalipun yang dilakukan adalah ibadah khusus. 

Sebaliknya, amal perbuatan duniawi yang baik dan dilakukan dengan niat ibadah, maka  akan bernilai ibadah di mata Tuhan. Ulama fikih menganggap sia-sia amal perbuatan tanpa niat. Karena itu, Imam Syafi’i pendiri Mazhab Syafi’i yang banyak dianut di Asia Tenggara dan Mesir mengharuskan adanya niat bagi setiap perbuatan jika dikehendaki sebagai ibadah.

Kalangan ulama kalam (teolog) menganggap niat sebagai faktor yang membedakan antara perbuatan manusia (human creations) dan perbuatan binatang (animal creations). Senada dengan pandangan ulama tasawuf seperti dikatakan oleh Ibnu ‘Arabi di dalam Fushush al-Hikam-nya, perbuatan yang dilakukan dengan niat suci dan penuh penghayatan adalah perbuatan keilahian (al-af’al al-Haqqani/divine creations). Niat adalah bentuk keterlibatan Tuhan mulai dari kehendak (masyi’ah), kemampuan (istitha’ah), sampai terjadinya perbuatan (kasab).

Semakin terasa keterlibatan Tuhan di dalam sebuah perbuatan maka semakin kuat niat itu. Segala perbuatan yang dilakukan dengan kekuatan niat, maka semakin berkah pula perbuatan itu. Pada hakikatnya niat adalah konsep matang dan penuh kesadaran dari dalam diri kita tentang suatu perbuatan yang akan kita lakukan. Dalam bahasa manajemen, niat dapat dihubungkan dengan programming atau perencanaan yang baik. Tanpa perencanaan sulit mengharapkan hasil yang baik.

Dalam ilmu manajemen modern, selalu dititikberatkan arti penting sebuah programming karena sebuah pekerjaan tanpa perencanaan yang baik pasti tidak akan menjanjikan output dan outcome lebih baik. Niat adalah the first creation dan implementasinya adalah the second creation. Muslim yang ideal selalu mengerjakan amal perbuatannya dua kali. Sekali dalam niat/program dan sekali dalam actions. Tuhan yang Mahakuasa pun melakukan kehendaknya dua kali. Sekali dalam konsep, yaitu di dalam Al-Lauh al-Mahfudh dan yang kedua dalam bentuk implementasi.

“Bukan gugur selembar daun dari dahannya, melainkan sudah tercatat di Lauh Mahfudh,” kata Nabi. Nabi juga mengingatkan kita: “Takhallaqu bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dengan mencontoh akhlak Allah).

Ketulusan dan kesucian sebuah niat melahirkan energi positif yang dahsyat. Seseorang yang bekerja dengan niat ikhlas tidak akan pernah merasa lelah, kecewa, dan frustrasi. Bahkan, menjalani kematian pun ia akan tersenyum.

Niat yang baik akan melahirkan mental hard worker dan good performance, yang merupakan prasyarat masyarakat profesional. Niat yang baik tentunya menjanjikan output dan outcame yang lebih baik dan besar. Ini perintah agama dan ini juga tuntutan hidup sebagai seorang Muslim.

Para ahli motivasi dan ahli manajemen meyakini bahwa orang yang memiliki niat luhur dan baik akan mengadopsi kekuatan dalam (inner power) yang bekerja luar biasa di dalam dirinya. Seberat apa pun tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab yang dipikulnya akan dirasakan lebih mudah. Sebaliknya, tanpa niat ikhlas akan menyedot energinya sendiri. Bahkan, yang bersangkutan juga akan mengalirkan fibrasi negatif ke lingkungan sekitarnya sehingga orang lain juga merasa tersedot dengan energi negatif itu.

Di sinilah perlunya niat yang baik dan benar agar perbuatan kita mempunyai dampak spiritual lebih utama (insan kamil). Tingkatan efek spiritual inilah yang membedakan antara perbuatan manusia dan perbuatan binatang (hayawanat) dan karakter tumbuh-tumbuhan (nabatat). Kita perlu mengingatkan pada diri kita agar selalu tersambung (connected littishal) dengan Tuhan dalam melakukan setiap pekerjaan kita. Hanya dengan demikianlah seorang hamba bisa meraih martabat utama. 

Oleh: Nasarudin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal

sumber: Republika Online

Zina itu Utang, Anggota Keluarga Tebusannya

SALIM A Fillah menuliskan dalam karyanya.

Suatu saat Asy Syafii ditanya mengapa hukum bagi pezina sedemikian beratnya? Wajah Asy Syafii memerah, pipinya rona delima.

“Karena,” jawabnya dengan mata menyala, “Zina adalah dosa yang bala akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya.”

Ia ditanya lagi: Dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu? Allah berfirman, “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama!”

Asy Syafii terdiam Ia menunduk, Ia menangis.

Setelah sesak sesaat, ia berkata, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba .. Dan syaitan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya.”

Ia ditanya lagi, “Dan mengapa, Allah berfirman pula, “Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” Bukankah untuk pembunuh, si murtad, pencuri Allah tak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?

Janggut Asy-Syafii telah basah, bahunya terguncang-guncang.

“Agar menjadi pelajaran”

Ia terisak

“Agar menjadi pelajaran”

Ia tersedu

“Agar menjadi pelajaran”

Ia terisak

Lalu ia bangkit dari duduknya, matanya kembali menyala, “Karena ketahuilah oleh kalian.. sesungguhnya zina adalah hutang. Hutang, sungguh hutang dan.. salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!”

Ya, hindarilah segala yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang muslim. Zina adalah utang, utang, utang. Jika engkau berhutang, maka ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu.

Barangsiapa berzina, maka akan ada yang dizinai, meskipun di dalam rumahnya. Camkanlah hal ini jika engkau termasuk orang yang berakal. Semoga bermanfaat. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303518/zina-itu-utang-anggota-keluarga-tebusannya#sthash.1EzHnFq0.dpuf

Jaga Baik-baik Adik Perempuanmu!

KISAH ini disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman As-Suhaim:

Suatu ketika ada seorang pemuda yang pamit untuk safar, mencari pekerjaan demi membantu ekonomi keluarga. Sang ayah berpesan kepada putranya, “Jaga baik-baik adik perempuanmu.”

Pemuda ini kaget dengan pesan ini. Karena dia berangkat sendirian, dan adiknya bersama keluarga di rumah. Apa maksud dia harus menjaga adik perempuannya.

Berangkatlah si pemuda, namun dia juga ternyata belum paham dengan pesan ayahnya. Setelah berlalu beberapa hari, tiba-tiba sang ayah melihat ada orang (penjual air) yang mencium anak perempuannya.

Sesampainya pemuda ini pulang ke rumah, sang ayah langsung menegurnya. “Bukankah saya telah berpesan kepadamu, jaga adik perempuanmu baik-baik.”

“Apa yang terjadi?” tanya putranya keheranan.

“Sejengkal dibalas sejengkal. Andaikan kamu melakukan pelanggaran lebih dari itu, niscaya si penjual air itu akan melakukan tindakan lebih kepada anak perempuannya.”

Siapapun wanita yang menjadi keluarga kita, sejatinya mereka adalah kehormatan kita. Ibu anda, istri anda, putri anda, saudari perempuan anda, bibi anda, dan semua wanita yang menjadi kerabat anda, adalah kehormatan bagi sang lelaki. Jika salah satu diantara mereka berzina, sejatinya telah menodai kehormatan sang lelaki.

Untuk itu, jaga kehormatan mereka dengan tidak mengganggu kehormatan orang lain. Karena zina adalah hutang dan taruhannya adalah keluarga anda. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303524/jaga-baik-baik-adik-perempuanmu#sthash.s0VzTsXm.dpuf

Dokter dan Puskesmas Harus Tersedia di Setiap Pemondokan Haji

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan seluruh pemondokan yang tersedia harus dilengkapi dengan dokter dan puskesmas kecil bagi jamaah haji Indonesia. Layanan kesehatan ini harus tersedia terutama bagi jamaah lansia dan risiko tinggi.

“Layanan kesehatan sangat dibutuhkan bagi jamaah haji lansia dan risti, sehingga diperlukan dokter dan puskesmas yang siaga setiap saat di hotel,” ungkap Saleh Daulay kepada Republika, Jumat (27/5).

Selain itu, menurut Saleh, berkaca dari masa haji tahun lalu, obat-obatan yang tersedia di Tanah Suci masih minim. Kementrian Agama dan Kementrian Kesehatan seharusnya sudah siap menyediakan obat-obatan bagi para jamaah haji.

“Sebelum tiba di Arab Saudi, jamaah biasanya dicek kesehatan, dan sudah diketahui penyakit yang mereka derita, sehingga pemeirntah harus siap untuk ketersediaan obat-obatan, jika jamaah kehabisan obat yang dibawa dari Tanah Air,” ujar Saleh menjelaskan.

Terkait izin pendirian rumah sakit Indonesia, DPR RI mengatakan akan mendorong rencana ini untuk segera terealisasi. Saleh mengatakan lokasi rumah sakit nantinya harus dekat dengan pemondokan jamaah haji dan umrah. Karena selain digunakan untuk ibadah haji, rumah sakit juga dapat digunakan bagi jamaah umrah.