Cinta Membuatnya Melepas Harta

HUSEIN bin Ishak, seorang saudagar kaya, tidak sanggup lagi membendung perasaannya. Ia jatuh cinta pada Fauziah binti Abdullah. Namun wanita tersebut sudah memiliki suami bernama Salam bin Sufyan. Mereka pun pasangan yang bahagia meskipun hidup dengan kondisi seadanya.

Husein pun menceritakan kegelisahannya kepada sahabatnya Ismail bin Sholeh. “Dia adalah wanita bersuami. Apakah tidak ada perempuan lain?” Tanya Ismail yang sempat terkejut mendengar cerita Husein.

Saudagar tersebut pun menjawab dengan yakin, “Aku begitu mencintai Fauziah. Aku bahkan rela menukar apapun untuk bisa mendapatkannya.” Ismail sepakat untuk membantu Husein. Keduanya pun membuat sebuah rencana.

Beberapa hari kemudian, Ismail datang mengunjungi rumah Salam dan Fauziah. Ismail berkata bahwa saudagar Husein mengundang Salam untuk datang ke rumahnya. Salam pun terkejut, namun juga merasa tersanjung. Ia pun datang ke rumah Salam, “Selamat datang, Sahabatku.”

Sapaan sahabat membuat Salam sedikit canggung. Namun sikap ramah Husein membuat suasana menjadi cair dan hangat. “Sebenarnya ada apa saudagar mengundangku? Jika engkau sedang membutuhan bantuanku, aku akan sangat senang membantumu,” kata Salam.

“Bagaimana keadaanmu?” Tanya Husein. “Meskipun kami dalam kondisi kemiskinan, kondisi aku dan istriku baik-baik saja.” Ada harapan dari nada ucapan Salam. Mungkin saja Husein akan memberikan sesuatu.

“Sebenarnya itulah kenapa aku mengundangmu kemari.” Tanggapan Husein membuat Salam terkejut. Apakah harapannya akan terwujud? Apa yang akan saudagar kaya ini lakukan? “Bagaimana keadaan istrimu?” lanjut Husein.

Salam menjawab dengan antusias, “Istriku adalah perempuan yang shalihah. Ia sangat sabar dengan kondisi kami. Ia juga tidak pernah mengeluh dan tetap menjadi istri yang berbakti padaku. Kecantikannya juga tidak pernah memudar meski kesulitan melilit.

“Kira-kira apa yang terjadi jika kalian bercerai?” Pertanyaan Husein membuat Salam sangat terperanjat. “Pertanyaanmu ada-ada saja. Aku sangat mencintai istriku. Hanya Allah yang akan memisahkan kami.”

“Sebenarnya” ujar Husein dengan nada suara bergetar. “Sudah lama aku mencintai istrimu. Dia benar-benar membuatku sangat gelisah, sampai-sampai aku tidak bersemangat menjalani hari-hariku. Karena itu aku memanggilmu. Aku ingin menyampaikan bahwa aku rela memberikan separuh hartaku untuk mendapatkan istrimu.”

Kekagetan membuat Salam membisu. Namun pikirannya pun berkecamuk, jika ia mempertahankan Fauziah hidupnya akan tetap miskin. Jika ia melepas Fauziah, ia akan menjadi kaya raya dalam hitungan detik. Akhirnya Salam pulang dan menceritakan perbincangan tersebut kepada Fauziah.

Istrinya tersebut sangat terkejut sekaligus cemas. Dan benar saja. Salam suaminya kemudian memilih untuk menceraikannya. Ia benar-benar sangat sedih karena tidak menyangka suaminya rela menukarnya dirinya dengan harta.

Husein pun memenuhi janjinya pada Salam. Setelah masa idah Fauziah lewat, ia segera meminang wanita tersebut. Jawaban shalat istikharah Fauziah pun berpihak padanya. Keduanya menikah dan hidup bahagia.

Di tempat lain, Salam yang hidup bergelimang harta mulai sakit-sakitan karena terbakar oleh api cemburu. Ia tidak sanggup menerima kenyataan bahwa mantan istrinya yang cantik dan shalihah kini telah dimiliki oleh orang lain. Lambat laun hartanya pun habis untuk biaya pengobatan.

Seperti kehidupan lamanya, Salam kembali jatuh miskin. “Cinta yang sangat terhadap harta dan kududukan dapat mengikis agama seseorang.” (HR Aththusi)

 

[An Nisaa Gettar]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305413/cinta-membuatnya-melepas-harta#sthash.g2zCrwWH.dpuf

Nasrudin Hoja Dijebak untuk Memanah

SESEKALI, Timur Lenk ingin juga mempermalukan Nasrudin. Karena Nasrudin cerdas dan cerdik, ia tidak mau mengambil risiko beradu pikiran. Maka diundangnya Nasrudin ke tengah-tengah prajuritnya. Dunia prajurit, dunia otot dan ketangkasan.

“Ayo Nasrudin,” kata Timur Lenk, “Di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuanmu memanah. Panahlah sekali saja. Kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah besar menantimu. Tapi kalau gagal, engkau harus merangkak jalan pulang ke rumahmu.”

Nasrudin terpaksa mengambil busur dan tempat anak panah. Dengan memantapkan hati, ia membidik sasaran, dan mulai memanah. Panah melesat jauh dari sasaran. Segera setelah itu, Nasrudin berteriak, “Demikianlah gaya tuan wazir memanah.”

Segera dicabutnya sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Masih juga panah meleset dari sasaran. Nasrudin berteriak lagi, “Demikianlah gaya tuan walikota memanah.”

Nasrudin segera mencabut sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Kebetulan kali ini panahnya menyentuh sasaran. Nasrudin pun berteriak lagi, “Dan yang ini adalah gaya Nasrudin memanah. Untuk itu kita tunggu hadiah dari Paduka Raja.”

Sambil menahan tawa, Timur Lenk menyerahkan hadiah Nasrudin.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305648/nasrudin-hoja-dijebak-untuk-memanah#sthash.BEQs5wZC.dpuf

Nasrudin Hoja, Pajak dan Roti Hangat

PADA masa Timur Lenk, infrastruktur rusak, sehingga hasil pertanian dan pekerjaan lain sangat menurun. Pajak yang diberikan daerah-daerah tidak memuaskan bagi Timur Lenk. Maka para pejabat pemungut pajak dikumpulkan.

Mereka datang dengan membawa buku-buku laporan. Namun Timur Lenk yang marah merobek-robek buku-buku itu satu per satu, dan menyuruh para pejabat yang malang itu memakannya. Kemudian mereka dipecat dan diusir keluar.

Timur Lenk memerintahkan Nasrudin yang telah dipercayanya untuk menggantikan para pemungut pajak untuk menghitungkan pajak yang lebih besar. Nasrudin mencoba mengelak, tetapi akhirnya terpaksa ia menggantikan tugas para pemungut pajak. Namun, pajak yang diambil tetap kecil dan tidak memuaskan Timur Lenk. Maka Nasrudin pun dipanggil.

Nasrudin datang menghadap Timur Lenk. Ia membawa roti hangat.

“Kau hendak menyuapku dengan roti celaka itu, Nasrudin ?” bentak Timur Lenk. “Laporan keuangan saya catat pada roti ini, Paduka,” jawab Nasrudin dengan gaya pejabat.

“Kau berpura-pura gila lagi, Nasrudin ?” Timur Lenk lebih marah lagi. Nasrudin menjawab takzim, “Paduka, usiaku sudah cukup lanjut. Aku tidak akan kuat makan kertas-kertas laporan itu. Jadi semuanya aku pindahkan pada roti hangat ini.” []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305649/nasrudin-hoja-pajak-dan-roti-hangat#sthash.zVaGRAJn.dpuf

Oezil Ucapkan Selamat Idul Fitri

Gelandang serang tim nasional Jerman Mesut Oezil mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri kepada umat Islam di seluruh dunia melalui media sosial Twitter.

Dalam akun resminya @MesutOzil1088, ia mengunggah foto dengan mengenakan kaus berlogo timnas Jerman dan memakai topi berwarna hitam.

“Saya berharap Anda semua melewati Eid yang sangat bahagia dan penuh kedamaian,” tulis Oezil, yang memang seorang Muslim, sebagai keterangan dari fotonya pada Selasa.

Gelandang klub sepakbola Arsenal itu juga mencantumkan hashtag #EidMubarak dalam postingannya, yang disertai emotikon senyum dan tanda salam.

Oezil saat ini masih berada di Prancis untuk membela timnas Jerman yang akan menghadapi tim tuan rumah Prancis pada semifinal Piala Eropa 2016.

Kedua tim akan berlaga di Stadion Veleodrome, Marseille, pada Jumat (8/7) pukul 02.00 WIB.

 

sumber: Republika Online

IHR dan Sinergi Foundation Salurkan Bantuan untuk Korban Konflik Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, REIHANLY — Indonesia Humanitarian Relief (IHR) bersama dengan Sinergi Foundation menyalurkan bantuan kepada anak yatim korban konflik Suriah. Penyerahan bantuan ini dilakukan kedua lembaga kemanusiaan tersebut di kamp pengungsian wilayah Reihanly, Turki, Kamis (30/6) waktu setempat.

Ada di 3 Pos Layanan Yatim di Reihanly yang menampung anak-anak mulai dari balita sampai usia 15 tahun di Reihanly. Pertama, Pos Layanan Yatim Shafa, yang terdiri dari anak-anak yatim usia pra sekolah dan sekolah dasar. Kedua, Pos Layanan Yatim Halimah Sa’diyyah, yang berisi anak-anak balita, dengan jumlah kurang lebih 40 orang dan diasuh oleh 14  pengurus.

Tempat ketiga bernama Pos Layanan Yatim Ikram, yang berisi anak-anak perempuan, mulai usia balita sampai 15 tahun. Pos ikrimah diasuh oleh 20 pengasuh. Pos-pos layanan yatim ini, selain dijadikan tempat tinggal, juga difungsikan sebagai tempat belajar. Khususnya, tempat belajar agama dan pengajian Alquran.

Belajarlah dari Sejarah

SEJARAH mengajarkan kita bahwa tak banyak orang yang membaca sejarah dan mengambil hikmah dari sejarah itu. Kebanyakan manusia adalah berupaya mencoba sesuatu dengan sendiri dengan tidak mempercayai apa yang telah terjadi pada orang lain akan terjadi juga kepada dirinya jika sikapnya adalah sikap yang sama dengan yang dilakukan oleh orang lain dalam sejarah masa lalu.

Bacalah kitab “Siyar A’lam al-Nubala” yang berjilid-jilid itu. Komentar atau kesimpulan dari pembaca yang membaca tuntas kitab itu adalah bahwa kitab ini merupakan kisah sejarah yang mengabarkan nasib baik bagi orang yang berakhlak baik dan nasib jelek bagi orang yang berperilaku jelek. Namun, masih banyak juga yang tidak percaya pada paparan sejarah dalam kitab itu. Mengapa? Nafsu dan syetan telah menguasai dirinya.

Sejarah juga memberitahu bahwa tidak ada orang besar yang tidak mengalami ujian dan cobaan. Inipun merupakan pelajaran yang sering dilupakan. Begitu banyak yang ingin menjadi tokoh besar dengan cara enak-enakan dan santai-santai dengan hanya mengandalkan tipu muslihat jegal sana jegal sini.

Mereka lupa bahwa menaiki tangga membutuhkan keseriusan melihat ke atas dan berpegang pada pinggiran tangga. Mereka juga lupa bahwa tanaman yang baik itu harus diberi pupuk kandang yang merupakan tahi binatang. Belum ada tanaman yang tumbuh baik dan besar karena disemprot parfum. Betul?

Sejarah juga menunjukkan bahwa perintah Allah dan Rasulullah untuk selalu taat pada apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang adalah untuk kemaslahatan diri dan kemaslahatan umum di sini dan di sana, kini dan nanti. Namun banyak yang melupakan ini sehingga memposisikan diri berbeda dengan apa yang dimau Allah dan Rasulullah.

Ketaatan adalah sumber kebahagiaan, sementara pembangkangan adalah sumber penderitaan, saat ini dan nanti, di sini dan di sana kelak.

 

Salam, AIM@Pondok Pesantren Alif Laam Miim Surabaya. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2307630/belajarlah-dari-sejarah#sthash.GWuTOAad.dpuf

Membangun Jembatan Rohani

TAK banyak orang yang berkenan membangun jembatan jika dibandingkan dengan yang berkenan membangun masjid. Membangun masjid jelas pahalanya, sementara membangun jembatan tidak jelas ‘dalil’-nya.

Demikian alasan yang sering kita dengar dalam masyarakat. Mereka lupa bahwa “pahala” membangun masjidpun tidak bisa dipukul rata, karena dalam sejarah ada yang dikenal dengan masjid dliror (penuh madlarat) karena diniatkan memecah belah umat Islam.

Pada waktu tertentu bisa jadi membangun jembatan memiliki nilai pahala yang juga sangat tinggi, saat jembatan itu menyambung yang terpisah dan mempersatukan yang tercerai berai. Kehidupan menjadi indah dengan barokah jembatan itu. Subhanallah, luar biasa hikmah jembatan.

Kalau jembatan yang diceritakan di atas adalah jembatan yang sudah biasa kita lihat, maka bagaimanakah hikmah jembatan ruhani atau jembatan jiwa yang mempertemukan jiwa-jiwa yang terpisah atau menyatukan jiwa-jiwa yang berjarak? Inilah jawaban dari pertanyaan mengapa silaturrahim mendapat perhatian khusus dalam al-Qur’an dan hadits, jawaban dari pertanyaan mengapa Allah dan RasulNya menjaminkan surga dan ridla Allah bagi sang pembangun jembatan rohani.

Akhir ramadlan bisa jadi secara budaya adalah momen yang paling tepat untuk membangun jembatan rohani itu. Yakinlah bahwa pahalanya tak kalah dengan pahala membangun masjid yang menggemakan syi’ar Islam.

 

Salam silaturrahim. AIM dan segenap keluarga besar Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2307721/membangun-jembatan-rohani#sthash.Huf7KS2q.dpuf

Eratkan Tali Kekeluargaan, Kencangkan Persaudaraan

“POLA hubungan harmonis senantiasa menawarkan manfaat berupa hidup lebih lama dan perasaan lebih bahagia.” Demikian salah satu kesimpulan penelitian yang dilakukan The Crown Street Resource Centre tentang hubungan persahabatan dengan kebahagiaan. Hasil penelitian ini saling menguatkandengan penelitian serupa di beberapa pusat dan lembaga penelitian.

Tak salah kalau silaturrahim (menyambung kekerabatan) ini menjadi salah satu pesan penting dari Islam. QS an-Nahl ayat 90 , QS al-Baqarah ayat 215, dan QS al-Rad ayat 21 merupakan di antara ayat yang menjelaskan tentang perintah silaturrahim. Beberapa ulama menyatakan bahwa silaturrahim berstatus hukum wajib dan meninggalkannya merupakan sebuah dosa. Ini bermakna bahwa terwujudnya pola hubungan yang damai dan harmonis merupakan cita-cita Islam.

Dalam al-Quran, kata al-arhaam sebagai bentuk pural dari rahim disebutkan sebanyak tujuh (7) kali. Kesemuanya bermakna keluarga atau kerabat. Kala begitu maka silaturrahim ini pada intinya adalah menyambung hubungan kekerabatan atau kekeluargaan.

Yang termasuk dalam katagori al-arhaam, menurut sebagian ulama, adalah mereka yang masuk dalam katagori mahram (orang yang tidak boleh dikawini): kedua orang tua, orang tuanya kedua orang tua dan terus jalur ke atas, anak dan cucu serta terus jalur ke bawahnya, saudara (saudari) kandung dan anak-anaknya, paman dan bibi baik dari jalur ayah atau ibu.

Meskipun demikian, menyambung hubungan dengan selain yang disebut di atas bukannya sesuatu yang tidak perlu karena kata rahima itu, menurut Imam al-Qurthubi, memiliki makna yang luas dan makna yang sempit. Kalau makna sempitnya adalah hanya terbatas pada hubungan kerabat sebagaimana disebutkan di atas, maka makna luasnya adalah semua orang mukmin yang disebutkan oleh Allah dalam al-Quran dengan istilah bersaudara.

Kerabat adalah sekumpulan orang yang memiliki hak-hak yang menjadi kewajiban kita. Ada minimal tiga (3) hak kerabat yang perlu diperhatikan: pertama adalah hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik yang sesuai dengan adab, etika atau akhlak Islami; kedua adalah hak untuk mendapatkan nafaqah (bantuan) harta ketika mereka berada dalam posisi butuh atau kekurangan; dan ketiga adalah hakuntuk dimaafkan manakala mereka melakukan kesalahan.

Kerabat adalah kerabat, yang bermakna dekat. Oleh karena itu mereka harus diperlakukan sama sebagai orang dekat. Tidaklah layak untuk memandang mereka dengan pandangan sebelah mata karena adanya perbedaan stratifikasi sosial ekonomi di antara sanak kerabat. Kekerabatan itu lahir sebelum adanya stratifikasi sosial ekonomi itu ada. Kekerabatan itu muncul karena pilihan dari Allah danbukan karena pilihan masing-masing orang. Menistakan kerabat adalah penghinaan akan pilihan Allah Swt.

Berbagi kebahagiaaan dengan menyisihkan bagian anugerah Allah berupa harta kepada sanak kerabat adalah sebuah kemuliaan yang diperintahkan Allah. Melakukannya tidak akan menjadi sebab miskin dan terhina melainkan sebaliknya. Perhatikan QS an-Nahl ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Perhatikan pula QS al-Baqarah ayat 215: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” Kebaikan tak akan pernah terbalaskan kecuali dengan kebaikan.

Kerabat sebagai orang-orang terdekat yang senantiasa saling berkomunikasi sangatlah mungkin memiliki kesalahan kepada kita selama bergaul. Kesalahan serupa juga sangat mungkin untuk kita lakukan terhadap mereka. Oleh karena itu saling memaafkan adalah keluhuran budi yang harus selalu dibiasakan agar hubungan kekeluargaan tetap berjalan indah dan damai.

Berbahagialah mereka yang memiiki kelapangan hati untuk memaafkan dan tetap menyambung hubungan, celakalah mereka yang memiliki ati yang sempit yang tak mau berdamai dan selalu berhendaak memutuskan hubungan. Rasulullah bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturrahim.”

Ketika tali hubungan kekeluargaan dan tali hubungan persaudaraan itu berjalan dengan baik,maka bisa dibayangkan bagaimana indahnya tatanan masyarakat yang akan tercipta sebagai buah atau faidah silaturrahim itu. Para ulama menyebutkan sedikitnya tiga kaidah silaturrahim: terbentukkan tatanan sosial (soscial order) yang saling membantu, mendukung dan melindungi, terciptanya nuansa penuh cinta dan kasih sayang, serta tergapainya ridla Allah Swt.

Manusia tidak bisa hidup sendirian, lahir dan besar membutuhkan bantuan orang lain, matipun membutuhkan orang lain untuk merawat dan membawanya ke pekuburan. Kalau begitu maka hubungan yang baik merupakan sebuah keniscayaan ketika berkehendak untuk tetap diperlakukan sebagai manusia oleh manusia yang lain. Isilah pola hubungan itu dengan ruh positif bernama cinta dan kasih sayang maka perbedaan yang ada di antara kerabat akan terlihat indah bagai warna pelangi yang beraneka ragam.

Menggapai ridla Allah merupakan faidah terakhir yang meliputi banyak hal. Perhatikanlah hadits Rasulullah tentang hikmah silaturrahim itu. Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam ukhari dan Imam Muslim dikisahkan bahwa Anas bin Malik berkata,” Telah bersabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya hendaklah ia menyambung silaturahim.

Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh kedua imam hadits shahih di atas diceritakan bahwa Abu Ayub Al Anshari, seseorang berkata kepada nabi, “Ya Rasulullah beri tahukan aku amalan yang dapat memasukkanku ke syurga”. Rasul bersabda:” Sembahlah Allah dan jangan syirik, dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan sambunglah tali silaturahim.

Ternyata, bukan hanya kebahagiaan dunia saja yang didapat oleh mereka yang giat silaturrahim, sebagaimana disebutkan dalam hasil banyak penelitian ilmiah, melainkan juga kebahagiaan di akhirat kelak sebagaimana dinyatakan dalam hadits Rasulullah Saw di atas. Masih adalah alasan untuk tidak bersilaturrahim?

Buanglah “duri” di jalan kekerabatan dan persaudaraan kita, tanamlah “bunga” di sepanjang jalan yang dilalui bersama maka hidup akan menjelma sebagai bagian dari potongan surga yang dijatuhkan ke atas bumi. Indonesia membutuhkan silaturrahim nasional dimana ada pertemuan rasa antar anak bangsa agar hidup tak kering makna dan kasih sayang melainkan penuh dengan hiknah dan keberkahan.

Infak para pejabatuntuk rakyat berupa ketulusan perhatian dan keseriusan pengaturan, serta uluran tangan orang besar untuk orang kecil berupa kerja sama yang saling menguntungkan merupakan salah satu “jembatan hati” yang paling diharap.Selamat menyambut hari raya Idul Fitri 1437 H. Damailah Indonesiaku, jayalah bangsaku. [*]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2307270/eratkan-tali-kekeluargaan-kencangkan-persaudaraan#sthash.SDSh70QQ.dpuf

Makna dan Hakikat Idul Fitri

IDUL Fitri bagi sebagian masyarakat Indonesia memiliki arti yang sangat sakral sehingga jauh-jauh hari dia sudah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya, mulai dari mudik ke kampung halaman, mempersiapkan pakaian baru untuk bersilaturahim, melengkapi perabot rumah agar ia menjadi indah ketika tamu berkunjung, dan menyiapkan beraneka ragam makanan dan minuman. Namun sebagian orang ada yang terlalu memaksakan diri untuk mewujudkan hal tersebut walaupun di luar batas kemampuannya, bahkan tidak jarang berujung pada terganggunya hubungan dengan pasangan. Waktunya banyak terkuras untuk mempersiapkan lebaran, sehingga menjadikan Ramadhan hanya sebagai sebuah rutinitas belaka tanpa menyadari akan hakikat dan keistimewaan bulan suci Ramadhan yang hanya hadir sekali dalam satu tahun.

Sebagian orang merasa kurang afdhal jika tidak memakai atau menggunakan sesuatu yang baru di saat lebaran, padahal lebaran Idul Fitri tidaklah melulu identik dengan sesuatu yang baru, tetapi sejatinya ia lebih pada kesucian jiwa dan rasa tulus kepada Allah dalam melaksanakan perintah-Nya. Menyiapkan aneka makanan dan minuman di rumah ketika lebaran sah-sah saja dilakukan apabila dilandasi dengan niat yang tulus dan murni karena Allah. Tetapi jangan sampai memberatkan diri dan melampau batas serta menyimpang dari ajaran agama, misalnya karena ingin mendapat pujian dan sanjungan. Unsur riya‘ dengan memamerkan kekayaan, bersikap mubazir dan lain-lain merupakan sifat iblis yang harus dijauhi.

Menggapai kesucian
Idul Fitri bagi umat Islam merupakan hari bergembira dan hari kemenangan karena telah berhasil dalam menggapai kesucian sehingga kembali kepada keadaan fitrah, yang dalam konteks ini berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam yang benar. Jadi, pengertian Idul Fitri ialah menjadi suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya sebagaimana sabda Nabi saw: “Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan suci.” Hal ini dapat terwujud apabila yang bersangkutan telah menunaikan ibadah puasa secara maksimal yang diiringi dengan ibadah lainnya berdasarkan keimanan dan semata-mata hanya karena mengharap ridha Allah.

Ramadhan sangat erat kaitannya dengan Idul Fitri karena ibadah puasa merupakan suatu proses berkesinambungan yang melatih manusia untuk memperoleh gelar muttaqin sehingga diibaratkan seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibunya. Maka wajar ia bergembira karena telah lulus dalam madrasah Ramadhan yang tetap menjiwai semangat Ramadhan di luar Ramadhan. Orang-orang muttaqin tidak melokalisir kesalehan hanya di bulan Ramadhan, tetapi mereka membelenggu setan, nafsu dan menghambakan diri hanya kepada sang Khalik juga di luar Ramadhan. Selalu berusaha untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Allah Swt dan Rasul-Nya karena menyadari bahwa Allah itu benar-benar ada, Maha Melihat, dan pertolongan-Nya itu dekat dan benar-benar siksa-Nya itu berat.

Dengan demikian, selalu berusaha untuk berakhlak mulia semenjak kecil, seperti menghargai orang tua, guru, teman, dengan tidak melakukan tawuran di sekolah, ketika menempuh ujian tidak melakukan kecurangan, tidak memalsukan gelar dan ijazah, tidak mencorat coret baju seragam ketika lulus karena ini merupakan sikap mubazir yang bertentangan dengan nilai-nilai ramadhan, tetapi banyak melakukan hal baik, seperti melakukan sujud syukur, shalat, mengaji dan lain sebagainya. Mereka menjadi hamba yang saleh karena selalu merasakan kehadiran Allah dalam jiwanya sepanjang masa, sepanjang usia, sampai Allah mencabut nyawa mereka.

Sudah menjadi tradisi yang mengakar di Indonesia apabila lebaran Idul Fitri tiba, pada umumnya masyarakat saling bersilaturahim antar sesama. Tradisi seperti ini dinilai sesuatu yang baik dan mulia sebagaimana sabda Nabi saw: “Barang siapa yang menginginkan kelapangan rezeki dan keberkahan usia, maka hendaklah dia menjalin silaturahim.” Silaturahim adalah kata majemuk yang terambil dari kata shilat dan rahim. Kata shilat berarti “menyambung”, dan “menghimpun”. Ini berarti bahwa hanya yang putus dan yang terseraklah yang dituju oleh kata shilat. Sedangkan kata rahim pada mulanya berarti “kasih sayang” kemudian berkembang sehingga berarti pula “peranakan” (kandungan), karena anak yang dikandung selalu mendapatkan curahan kasih sayang.

 

Dengan demikian, hakikat dari silaturahim bukan hanya sekadar berjabat tangan ataupun kunjungan yang bersifat formalitas, tetapi apabila kunjungan tersebut dapat membawa nuansa ukhuwah yang mencairkan suasana beku dan menjernihkan apa yang keruh sehingga jiwa menjadi bening dan suci laksana embun di pagi hari, sebagaimana sabda Nabi saw: “Tidak bersilaturahim (namanya) orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi (yang dinamakan bersilaturahim adalah) yang menyambung apa yang putus.”

Dalam Idul Fitri, silaturahim dan saling memaafkan sangat dianjurkan sebagai isyarat peluntur dosa. Namun hal itu sejatinya tidak hanya dapat dilakukan pada saat Idul Fitri tetapi bisa dilakukan kapan saja tanpa menunggu moment-moment tertentu seperti idil fitri. Salah satu cara bersilaturahim adalah dengan diperintahkannya shalat berjamaah setiap hari, karena shalat berjamaah merupakan pertemuan sesama umat Islam untuk saling menjalin rasa persaudaraan. Pada saat itulah kita saling bertukar pikiran mengenai masalah-masalah yang dihadapi, maupun masalah yang menyangkut kepentingan bangsa.

Harapan dan doa
Satu ucapan populer dalam konteks Idul Fitri adalah “minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin”. Minal aidzin berarti (semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah, yakni “asal kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”. Sedangkan al-faidzin berarti “keberuntungan”. Dan ini harus dipahami dalam arti harapan dan doa, yaitu semoga kita orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridha Allah Swt sehingga kita semua mendapatkan kenikmatan surga-Nya. Kemudian kata maaf berasal dari bahasa Alquran al-afwu yang berarti “menghapus”, karena yang memaafkan menghapus bekas-bekas luka di hatinya. Dan bukanlah memaafkan namanya, apabila masih ada tersisa bekas luka itu di dalam hati dan rasa dendam yang membara.

Alquran yang berbicara tentang pemaafan semuanya dikemukakan tanpa adanya usaha terlebih dulu dari orang yang bersalah (lihat QS. Ali Imran: 152 dan 155, Al-Maidah: 95 dan 101). Dalam beberapa ayat ini tidak ditemukan satu ayat pun yang menganjurkan agar meminta maaf, tetapi yang ada adalah perintah untuk memberi maaf. Allah berfirman: “Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada. Tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?” (QS. an-Nur: 22).

Kesan yang disampaikan oleh ayat di atas adalah anjuran untuk tidak menanti permohonan maaf dari orang yang bersalah, melainkan hendaknya memberi maaf sebelum diminta. Mereka yang enggan memberi maaf pada hakikatnya enggan memperoleh pengampunan dari Allah Swt. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk berkata: “tiada maaf bagimu”, karena segalanya telah dijamin dan ditanggung oleh Allah Swt (Quraish Shihab, 2013).

Beberapa ayat Alquran yang mengupas mengenai maaf sering beriringan dengan kata as-shafht. Dan berjabat tangan dalam bahasa Arab disebut dengan mushafahat yaitu lambang kesediaan seseorang untuk membuka lembaran baru, dan tidak mengingat atau menggunakan lagi lembaran lama. Sebab, walaupun kesalahan telah dihapus, kadang-kadang masih saja ada kekusutan masalah. Memaafkan kesalahan adalah satu sifat terpuji. Bahkan Rasulullah telah mempergunakan sifat pemaaf ini dalam menghadapi kawan dan lawan, dan ternyata memaafkan kesalahan itu menyebabkan orang banyak masuk Islam. Jadi, marilah kita saling berlapang dada, mengulurkan tangan dan saling mengucapkan minal aidzin wal faidzin. Semoga kita dapat kembali menemukan jati diri kita dan semoga kita memperoleh ampunan, ridha dan kenikmatan surgawi. Amin!

 

* Dr. H. Agustin Hanafi, MA.

sumber: Aceh TriubunNews