Mudik adalah Sarana Berbagai Kebahagiaan

Salah satu tradisi menjelang Lebaran adalah mudik ke kampung halaman. Kegiatan itu pun dinilai sebagai ajang silaturahim dengan keluarga besar.

Di mata Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto rasa suka, duka, kegembiraan dan kesedihan dalam mengarungi kehidupan dapat ditumpahkan dalam cerita mudik di kampung halaman. Ia menilai mudik menjadi instrumen berbagi rasa, merefresh dan berbagi kebahagiaan.

“Tak ada kebahagian yang tak terkira kecuali berkumpul bersama-sama keluarga besar,” kata Novanto dalam keterangan tertulisnya.

Menurut legislator asal NTT itu, berkata, mudik menjadi sarana untuk bercerita tentang lika-luku kehidupan kota kepada keluarga besar di kampung. “Tak heran jika orang rela berjubel-jubel agar dapat tiket angkutan lebaran. Bahkan rela, mengendarai sepeda motor untuk menembus kemacetan dalam jarak yang jauh,” ucap Novanto.

Ia pun berpesan kepada para pemudik untuk waspada di jalan. “Mohon pastikan mesin kendaraan Anda, terutama remnya. Jangan kebut-kebutan. Patuhi aturan lalu lintas agar selamat sampai tujuan,” ucap mantan ketua DPR RI itu.

 

 

sumber: republika Online

Tips Mudik Lebaran Penuh Berkah (bag. 2)

Pada artikel sebelumnya, kami telah sajikan beberapa hal yang berkaitan dengan tips persiapan sebelum mudik. Pada saat ini, kita masuk pada pembahasan beberapa tips ketika berada dalam perjalanan dan kembali dari safar. Semoga bermanfaat.

TIPS KETIKA DALAM PERJALANAN

Membaca Do’a Ketika Naik Kendaraan

Ketika menaikkan kaki di atas kendaraan hendaklah seorang musafir membaca, “Bismillah, bismillah, bismillah”. Ketika sudah berada di atas kendaraan, hendaknya mengucapkan, “Alhamdulillah”. Lalu membaca,

سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

“Subhanalladzi sakh-khoro lana hadza wa maa kunna  lahu muqrinin. Wa inna ilaa robbina lamun-qolibuun.” (Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami)[18].

Kemudian mengucapkan, “Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah”. Lalu mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.” Setelah itu membaca,

سُبْحَانَكَ إِنِّى قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِى فَاغْفِرْ لِى فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ

“Subhaanaka inni qod zholamtu nafsii, faghfirlii fa-innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta.” (Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku telah menzholimi diriku sendiri, maka ampunilah aku karena tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau).[19]

Membaca Do’a dan Dzikir Safar

Jika sudah berada di atas kendaraan untuk melakukan perjalanan, hendaklah mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.” Setelah itu membaca,

سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

“Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna  lahu muqrinin. Wa inna ila robbina lamun-qolibuun[20]. Allahumma innaa nas’aluka fi safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.” (Mahasuci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan, tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga)[21]

Dalam perjalanan, hendaknya seorang musafir membaca dzikir “subhanallah” ketika melewati jalan menurun dan “Allahu akbar” ketika melewati jalan mendaki. Dalam Al Kalim Ath Thoyib dikatakan,

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم و أصحابه إذا علوا الثنايا كبروا و إذا هبطوا سبحوا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya biasa jika melewati jalan mendaki, mereka bertakbir (mengucapkan “Allahu Akbar”). Sedangkan apabila melewati jalan menurun, mereka bertasbih (mengucapkan “Subhanallah”).” [22]

Hendaklah Memperbanyak Do’a Ketika Safar

Hendaklah seorang musafir memperbanyak do’a ketika dalam perjalanan karena do’a seorang musafir adalah salah satu do’a yang mustajab.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَالْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

“Tiga do’a yang tidak diragukan lagi terkabulnya yaitu do’a seorang musafir, do’a orang yang terzholimi, dan do’a orang tua kepada anaknya.”[23]

Membaca Do’a Ketika Mampir di Suatu Tempat

Hendaklah seorang musafir ketika mampir di suatu tempat membaca, “A’udzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa kholaq (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan setiap makhluk).” Tujuannya agar terhindar dari berbagai macam bahaya dan gangguan.

Dari Khowlah binti Hakim As Sulamiyah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. لَمْ يَضُرُّهُ شَىْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

“Barangsiapa yang singgah di suatu tempat kemudian dia mengucapkan, “A’udzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa kholaq (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan setiap makhluk)”, maka tidak ada satu pun yang akan membahayakannya sampai dia pergi dari tempat tersebut.” [24]

Ketika Kendaraan Tiba-tiba Mogok atau Rusak

Jika kendaraan mogok, janganlah menjelek-jelekkan syaithan karena syaithan akan semakin besar kepala. Namun ucapkanlah basmalah (bacaan “bismillah”)

Dari Abul Malih dari seseorang, dia berkata, “Aku pernah diboncengi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu tunggangan yang kami naiki tergelincir. Kemudian aku pun mengatakan, “Celakalah syaithan”. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyanggah ucapanku tadi,

لاَ تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَعَاظَمَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْبَيْتِ وَيَقُولَ بِقُوَّتِى وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ

“Janganlah engkau ucapkan ‘celakalah syaithan’, karena jika engkau mengucapkan demikian, setan akan semakin besar seperti rumah. Lalu setan pun dengan sombongnya mengatakan, ‘Itu semua terjadi karena kekuatanku’. Akan tetapi, yang tepat ucapkanlah “Bismillah”. Jika engkau mengatakan seperti ini, setan akan semakin kecil sampai-sampai dia akan seperti lalat.”[25]

Musafir Ketika Bertemu Waktu Sahur (Menjelang Shubuh)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar dan bertemu dengan waktu sahur, beliau mengucapkan,

سَمَّعَ سَامِعٌ بِحَمْدِ اللَّهِ وَحُسْنِ بَلاَئِهِ عَلَيْنَا رَبَّنَا صَاحِبْنَا وَأَفْضِلْ عَلَيْنَا عَائِذًا بِاللَّهِ مِنَ النَّارِ

“Samma’a saami’un bi hamdillahi wa husni balaa-ihi ‘alainaa. Robbanaa shohibnaa wa afdhil ‘alainaa aa’idzan billahi minan naar (Semoga ada yang memperdengarkan pujian kami kepada Allah atas nikmat dan cobaan-Nya yang baik bagi kami. Wahai Rabb kami, peliharalah kami dan berilah karunia kepada kami dengan berlindung kepada Allah dari api neraka).”[26]

Tips Kembali dari Safar

Pertama, memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga ketika ingin kembali dari safar. Bahkan tidak disukai jika datang kembali dari bepergian pada malam hari tanpa memberitahukan pada keluarga terlebih dahulu.

Dari Jabir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ يَطْرُقَ أَهْلَهُ لَيْلاً

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang untuk pulang dari bepergian lalu menemui keluarganya pada malam hari.”[27]

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ لاَ يَطْرُقُ أَهْلَهُ لَيْلاً وَكَانَ يَأْتِيهِمْ غُدْوَةً أَوْ عَشِيَّةً

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidak pulang dari bepergian lalu menemui keluarganya pada malam hari. Beliau biasanya datang dari bepergian pada pagi atau sore hari.”[28]

Kedua, berdo’a ketika kembali dari safar.

Do’a ketika kembali dari safar sama dengan do’a ketika hendak pergi safar yaitu mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar”, kemudian membaca,

سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

“Subhanalladzi sakhkhoro lana hadza wa maa kunna  lahu muqrinin. Wa inna ila robbina lamunqolibuun[29]. Allahumma innaa nas’aluka fi safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.” (Mahasuci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan, tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga)

Dan ditambahkan membaca,

آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

“Aayibuuna taa-ibuuna ‘aabiduun. Lirobbinaa haamiduun (Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji Rabb kami).” [30]

Ketiga, melakukan shalat dua raka’at di masjid ketika tiba dari safar.

Dari Ka’ab, beliau mengatakan,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ ضُحًى دَخَلَ الْمَسْجِدَ ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika tiba dari safar pada waktu Dhuha, beliau memasuki masjid kemudian beliau melaksanakan shalat dua raka’at sebelum beliau duduk.” [31]

Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau mengatakan, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. Tatkala kami tiba di Madinah, beliau mengatakan padaku,

ادْخُلِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ

“Masukilah masjid dan lakukanlah shalat dua raka’at.”[32]

Read more http://pengusahamuslim.com/1268-tips-mudik-lebaran-penuh-berkah-bag-2.html

Tips Mudik Lebaran Penuh Berkah ( Bag. 1)

Sebentar lagi bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan akan segera berakhir dan akan segera datang hari raya yang dinanti-nanti kaum muslimin yaitu ‘Idul Fitri. Banyak di antara kaum muslimin yang hidup di perantauan kembali ke kampungnya untuk merayakan lebaran bersama sanak keluarganya. Lantas hal-hal apa sajakah yang harus kita siapkan agar mudik kita penuh berkah? Simaklah tips-tips ketika melakukan perjalanan jauh berikut ini dan semoga bermanfaat.

 

Tips Persiapan Sebelum Mudik

Seseorang yang hendak mudik atau melakukan safar (perjalanan jauh) seharusnya bukan hanya mempersiapkan barang-barang dan bekal untuk perjalanan. Ada persiapan yang lebih penting dari itu semua, sehingga safar tersebut lebih dimudahkan dan diberkahi oleh Allah. Di antara persiapan yang bisa dilakukan adalah:

Pertama, melakukan shalat istikharah terlebih dahulu untuk memohon petunjuk kepada Allah mengenai waktu safar, kendaraan yang digunakan, teman perjalanan dan arah jalan. Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kami shalat istikhoroh dalam setiap perkara sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami Al Qur’an.” [1]

Kedua, jika sudah bulat melakukan perjalanan, maka perbanyaklah taubat yaitu meminta ampunan pada Allah dari segala macam maksiat, mintalah maaf kepada orang lain atas tindak kezholiman yang pernah dilakukan, dan minta dihalalkan jika ada muamalah yang salah dengan sahabat atau lainnya.

Ketiga, menyelesaikan berbagai persengketaan, seperti menunaikan utang pada orang lain yang belum terlunasi sesuai kemampuan, menunjuk siapa yang bisa menjadi wakil tatkala ada utang yang belum bisa dilunasi, mengembalikan barang-barang titipan, mencatat wasiat, dan memberikan nafkah yang wajib bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.

Keempat, meminta restu dan ridho orang tua atau keluarga, tempat berbakti dan berbuat baik.[2]

Kelima, melakukan safar atau perjalanan bersama tiga orang atau lebih. Sebagaimana hadits,

الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلاَثَةُ رَكْبٌ

“Satu pengendara (musafir) adalah syaithan, dua pengendara (musafir) adalah dua syaithan, dan tiga pengendara (musafir) itu baru disebut rombongan musafir.” [3] Yang dimaksud dengan syaithan di sini adalah jika kurang dari tiga orang, musafir tersebut sukanya membelot dan tidak taat.[4] Namun larangan di sini bukanlah haram (tetapi makruh) karena larangannya berlaku pada masalah adab.[5]

Keenam, mengangkat pemimpin dalam rombongan safar yang mempunyai akhlaq yang baik, akrab, dan punya sifat tidak egois. Juga mencari teman-teman yang baik dalam perjalanan. Adapun perintah untuk mengangkat pemimpin ketika safar adalah,

إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ

“Jika ada tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah di antaranya sebagai ketua rombongan.” [6]

Ketujuh, dianjurkan untuk melakukan safar pada hari Kamis sebagaimana kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ka’ab bin Malik, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ فِى غَزْوَةِ تَبُوكَ ، وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis. Dan telah menjadi kebiasaan beliau untuk bepergian pada hari Kamis.” [7]

Dianjurkan pula untuk mulai bepergian pada pagi hari karena waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah. Sebagaimana do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu pagi,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”[8]

Ibnu Baththol mengatakan, “Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan waktu pagi dengan mendo’akan keberkahan pada waktu tersebut daripada waktu-waktu lainnya karena waktu pagi adalah waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal (aktivitas). Waktu tersebut adalah waktu bersemangat (fit) untuk beraktivitas. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan do’a pada waktu tersebut agar seluruh umatnya mendapatkan berkah di dalamnya.”[9]

Juga waktu terbaik untuk melakukan safar adalah di waktu duljah. Sebagian ulama mengatakan bahwa duljah bermakna awal malam. Ada pula yang mengatakan seluruh malam karena melihat kelanjutan hadits. Jadi dapat kita maknakan bahwa perjalanan di waktu duljah adalah perjalanan di malam hari[10]. Perjalanan di waktu malam itu sangatlah baik karena ketika itu jarak bumi seolah-olah didekatkan. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالدُّلْجَةِ فَإِنَّ الأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ

“Hendaklah kalian melakukan perjalanan di malam hari, karena seolah-olah bumi itu terlipat ketika itu.”[11]

Kedelapan, melakukan shalat dua raka’at ketika hendak pergi[12]. Sebagaimana terdapat hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا خرجت من منزلك فصل ركعتين يمنعانك من مخرج السوء وإذا دخلت إلى منزلك فصل ركعتين يمنعانك من مدخل السوء

“Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang ada di luar rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.”[13]

Kesembilan, berpamitan kepada keluarga dan orang-orang yang ditinggalkan. Do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang hendak bersafar adalah,

أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ

“Astawdi’ullaha diinaka, wa amaanataka, wa khowaatiima ‘amalik (Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu kepada Allah)”[14].

Kemudian hendaklah musafir atau yang bepergian mengatakan kepada orang yang ditinggalkan,

أَسْتَوْدِعُكُمُ اللَّهَ الَّذِى لاَ تَضِيعُ وَدَائِعُهُ

“Astawdi’ukumullah alladzi laa tadhi’u wa daa-i’ahu (Aku menitipkan kalian pada Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipannya).”[15]

Kesepuluh, ketika keluar rumah dianjurkan membaca do’a:

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

“Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa hawla wa laa quwwata illa billah.” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya)[16].

Atau bisa pula dengan do’a:

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عليَّ

“Allahumma inni a’udzu bika an adhilla aw udholla, aw azilla aw uzalla, aw azhlima aw uzhlama, aw ajhala aw yujhala ‘alayya.” [Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau disesatkan orang lain, dari ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang lain, dari menzholimi diriku atau dizholimi orang lain, dari kebodohan diriku atau dijahilin orang lain] [17].

 

sumber: Pengusaha Muslim

Amaliah Menjelang Idul Fitri

“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangan (Ramadhan), (setelah itu) hendaklah kamu bertakbir (mengagungkan) asma’ Allah, mudah-mudahan kamu menjadi (hamba) yang bersyukur.” (QS. al-Baqarah: 185)

ALHAMDULILLAH, tanpa terasa kita sudah berada di penghujung ramadhan, yaitu sepuluh yang akhir, memasuki babak finalis setelah sukses melewati dua fase sebelumnya yaitu babak penyisihan (sa’ah rahmat) dan babak semi final (maghfirah). Pada babak ketiga (finalis) setidaknya ada dua hal yang diburu yaitu itqun minannar (sa’ah terbebas dari api neraka), dan sa’ah meraih reward, yaitu penganugerahan malam lailatul qadar dari Allah swt kepada hamba-Nya yang dikasihi.

Bila sejenak kita renungkan kembali, bahwa ibadah puasa yang kita kerjakan, mengandung aspek ibadah fisik (badaniyah), di samping ibadah mental (rohaniyah). Melalui ibadah (fisik) kita telah mampu menahan lapar dan haus dan segala yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan niat semata-mata menjalankan perintah Allah. Demikian pula melalui ibadah (rohaniyah), telah pula menyesuaikan sikap, prilaku tutur kata dan kepribadian kita dengan nilai-nilai akhlak al-karimah.

Melalui work shop dan tarbiyah selama satu bulan telah memberikan support yang sangat berarti bagi dorongan berbuat kebaikan (quwwah al-malakiyah) dan sekaligus akan mengikis segala dorongan berbuat jahat (quwwah al-syaitaniyah) dengan demikian diharapkan pula mampu mengendalikan diri dari segala dorongan hawa nafsu dan fatamorgananya dunia ini.

Reputasi nilai
Pertama, menyempurnakan bilangan puasa. Bilangan ibadah puasa Ramadhan, hanya beberapa hari yang ditentukan Allah (ayyaman ma’dudat). Bermodalkan iman dan ihtisaban memberikan reputasi nilai dan energisitas kuat dalam menggapai surga, yang disiapkan Allah Swt kepada hamba-Nya yang takwa seluas langit dan bumi.

Rasulullah saw menjelaskan, law ta’lamu ummati ma fiRamadhan latamannaw anta kunassanatu kulluha Ramadhan(sekiranya umatku tahu apa saja yang terkandung dalam (bulan suci Ramadhan), sungguh ia berkeinginan (besar) agar semua bulan (dalam setahun) semuanya Ramadhan). Namun satu bulanRamadhan bisa mengungguli sebelas bulan yang lain.

Karena bulan Ramadhan merupakan “proyek” Allah tanpa harus tender, sarat dengan nilai kebajikan, sebagaimana disebutkan Rasulullah saw: Liannal hasanata mujtami’ah, wa ta’atun maqbulah, wa da’watun mustajabah, wa zunubun maghfurah, wal jannatu musytaqah (karena Ramadhan sarat dengan nilai kebajikan, ketaatan yang diterima, doa yang diijabah, dosa-dosa yang diampuni dan surga merindukannya).

Di sepuluh yang akhir, Allah swt juga menyiapkan reward, yaitu lailatul qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan, khusus diberikan kepada umat Muhammad, dan tidak diberikan kepada umat sebelumnya. Barang siapa yang mendapatkannya seolah-oleh ia sudah beribadah selama 83 tahun tiga bulan. Pastikan diri kita masuk dalam daftar yang akan mendapatkan penganugerahan malam kemuliaan tersebut, setelah melewati proses ketat di babak final, dengan terus memperbanyak iktikaf, qiyamullail, membaca Alquran, berzikir dan amal shalih lainnya.

Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Allah swt, pada malam lailatul qadar kepada orang mukmin umat Muhamad saw, Allah ampuni kesalahanmereka, Allah berikan rahmat kepada mereka, kecuali empat golongan, yaitu peminum khamar, orang durhaka kepada orang tuanya, orang yang selalu dan terus berselisih (tanpa akhir) dan orang-orang yang memutuskan silaturrahmi (HR. dari Ibnu Abbas).

Kedua, membayar zakat fitrah. Zakat fitrah, diwajibkan bagi orang yang mampu, seperti juga halnya dengan zakat mal (harta). Zakat fitrah wajib karena berkaitan dengan ramadhan dan ibadah puasa, dengan kadar (nilai) yang dikeluarkan 2.5 kg lebih untuk setiap orang, baik dikeluarkan dengan makanan pokok (beras) yang sehari-hari dikonsumsikan maupun dengan harga setara dengan kadar yang ditentukan syara’. Bila dilihat nilainya sangat kecil, dibandingkan dalam limit waktu setahun, namun dalam pandangan Allah berat timbangannya.

Utsman bin Affan suatu ketika terlupa membayar zakat fitrah, ia baru teringat setelah shalat Id, 1 syawal. Segera ia melapor kepada Rasulullah saw, Rasulullah menegaskan: Ya Utsman, law a’taqta miata raqbatin, lam tablugh tsawaba mitsla tsawaba zakatal fitri (Wahai Utsman, seliranya hari ini kamu menggantikan dengan seratus ekor unta, tidaklah sama balasannya dengan balasan zakat fitrah yang kamu keluarkan sebelum shalat Id).

Zakat fitrah memiliki dua tujuan, (1) tuhratan lish shaimi (mensucikan bagi orang yang berpuasa) dan (2) tu’matan lil masakin (makanan bagi orang miskin). Hal ini menunjukkan satu hikmah dari puasa adalah agar orang kaya merasa iba dan kasihan kepada sesama, terutama fakir miskin dan anak yatim, sehingga dapat berhari raya secara bersama-sama di hari fitrah, hari kemenangan.

Idul Fitri 1 Syawal, merupakan hari kemenangan. Menang menundukkan hawa nafsu, menang melawan bisikan setan la’natillah, hari melahirkan kasih sayang kepada sesama –termasuk fakir miskin, anak yatim– lewat jalur zakat dan sadakah. Idul Fitri juga merupakan “reuni keluarga” dalam suasana gembira dan penuh persaudaraan. Lebih dari itu, Idul Fitri merupakan hari ta’aruf dan saling bermaafan satu sama lain, memupuskan semua dosa dan kesalahan, menggeser semua sekat yang selama ini menghijab disebabkan dendam dan permusuhan.

Ketiga, bertakbir (mengagungkan asma Allah). Gema takbir yang dikumandangkan sejak malam satu syawal setidaknya telah menggugah hati setiap insan akan kebesaran Tuhan-Nya, sekaligus sebagai rasa syukur atas hidayah-Nya, serta sukses besar melawan hawa nafsu dari berbagai syahwat selama ramadhan. Melalui gema takbir juga kita telah memproklamirkan diri ke tengah umat betapa mutlaknya kekuasaan Allah Swt di seantero alam yang fana ini.

Takbir telah menggugah hati insan yang bertakwa, takbir juga telah menimbulkan keberanian moril untuk senantiasa berpihak pada yang benar, (qulil haqqa walaukana murran), berani menempuh risiko dalam perjuangan sekalipun pahit dan getir, sesuai ikrar yang selalu diucapkan dalam shalat, inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin (sesungguhya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam).

Akhirnya renungkan pula ucapan hukama; laitsa al-‘idu liman labitsal jadid, wala akala al-qadid, wa lakinna al-‘idu liman ta’atahu tazid (tidaklah dinamakan hari raya bagi orang yang hanya memakai baju baru, tidak pula bagi orang yang memakan berbagai hidangan yang lezat tetapi hari raya itu hanya bagi orang-orang yang ketaatannya bertambah kepada Allah swt). Insya Allah, semoga kita menjadi hamba yang bersyukur dan meraih predikat takwa. Amin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lamu bish shawab.

 

Oleh Abdul Gani Isa

sumber: Tribun News

Kisah Inspiratif untuk Keharmonisan Rumah Tangga

SEORANG teman dari Jeddah bercerita, ketika saya baru menikah datanglah sahabat saya ke rumah. Saya minta kepada istri untuk membuat kopi Arab dan menyiapkan korma dan makanan ringan lainnya.

Istri mengetuk dari balik tabir sebagai pertanda termos kopi sudah siap untuk dihidangkan. Ketika kami mulai meminum kopi, rasanya aneh sekali ?! Ia memang sama sekali belum bisa membuat kopi yg enak dan belum bisa memasak.

Sahabat saya mengatakan bahwa kita berdua harus menghabiskan kopi satu termos, untuk menjaga perasaan istri dan memotivasi lebih semangat membuat kopi yg enak.

Ketika tamu pulang, istri merapikan jamuan maka ia dapati termos dalam keadaan kosong. Ia gembira sekali dan timbul percaya diri.

Saat makan ternyata masakan istri kebanyakan garam sangat asin. Istri saya sendiri yang memasak hanya mampu makan satu atau dua suap saja. Saya teringat dengan pesan sahabat maka saya santap makanan yang dihidangkan dengan lahap tanpa tersisa dalam rangka menggembirakan hati istri dan menumbuhkan rasa percaya dirinya.

Alhamdulillah sekarang istri saya paling pandai memasak diantara keluarganya dan di keluarga kami.

Dalam berumah tangga perlu kesabaran ekstra dan masing-masing hendaklah memberikan yang terbaik untuk pasangannya.

Semoga kisah ini bermanfaat untuk penganten baru dan untuk calon penganten, termasuk untuk kita semua yang sudah lama menikah. [Kiriman Al-Akh Fariq Al Amri]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305623/kisah-inspiratif-untuk-keharmonisan-rumah-tangga#sthash.qDFNTccY.dpuf

Kutunggu Pinanganmu Bukan Rayuanmu

MERINDUKAN pendamping hidup adalah fitrah setiap insan. Wanita, sebagai makhluk Allah yang cenderung ingin diayomi atau dilindungi, tentu wajar berharap pula akan kehadiran seorang ikhwan dalam hidupnya.

Dan saat menanti adalah ujian berat bagi seorang gadis. Sebagai bunga yang sedang mekar atau yang mungkin telah mekar sekian lama, seringkali ia terlena dengan tawaran manis si kumbang yang datang mempesonanya.

Sayang, kebanyakan kumbang-kumbang itu sekedar ingin menggoda saja. Malah ada pula yang sekedar ingin menghisap madunya tanpa mau bertanggung jawab. Naudzubillah! Begitulah fakta di masa kini.

Realita fitnah syahwat yang terjadi di mana-mana hingga banyak wanita kehilangan kehormatannya. Karena itu, setiap gadis muslimah hendaknya pandai-pandai menjaga diri dan selalu berhati-hati, jangan sampai tertipu. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang gadis muslimah dalam penantian?

a. Memperbanyak amal ibadah

Seorang muslimah dalam masa penantian hendaknya semakin mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah dengan memperbanyak amal ibadah, khususnya ibadah sunnah. Karena ia bisa menjadi perisai diri dari berbagai godaan.

b. Doa dan tawakal

Rezeki, maut, termasuk jodoh manusia sudah diatur oleh Allah, dan Dia Maha Mengetahui yang terbaik bagi hambaNya, yang bisa kita lakukan adalah berikhtiar dan berdoa, kemudian bertawakal kepadaNya.

Hanya kepada Allah kita berserah diri dan mohon pertolongan. Berdoalah agar segera dikaruniai jodoh yang shalih, yang baik agamanya, dan bisa membawa kebahagiaan bagi kita di dunia dan akhirat. Yakinlah Allah akan memberikan yang terbaik. Bukankah Dia akan mengikuti persangkaan hambaNya? Karena itu jangan pernah berburuk sangka terhadap Allah.

c. Mempersiapkan diri, membekali diri dengan ilmu

Bekali diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan kerumah tanggaan. Lalu, bekali diri dengan keterampilan berumah tangga. Seorang suami tentu saja akan senang bila istrinya terampil dan cekatan.

Terakhir, persiapkan diri menjadi istri shalihah dan sebaik-baik perhiasan bagi suami. Jangan lupa untuk merawat diri agar selalu tampil cantik dan segar. Tapi ingat, kecantikan itu tidak untuk diumbar sembarangan, persembahkan hanya untuk suami tercinta kelak.

Kepada para ikhwan

Bagi para ikhwan, ketahuilah sesungguhnya telah banyak akhwat yang siap. Mereka menunggu pinanganmu. Mereka menunggu keberanianmu. Tunggu apalagi jika engkau pun sudah siap menikah dan merindukan seorang istri?

Ayolah, jangan ikhlaskan wanita-wanita shalihah itu dinikahkan dengan lakilaki yang tak baik agamanya. Ingat bahwa Allah akan menolong seorang pemuda yang berniat menikah demi menyelamatkan agamanya. Karena itu, bersegeralah mencari pendamping yang bisa membantumu bertaqwa kepada Alloh. [Majalah Nikah]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305632/kutunggu-pinanganmu-bukan-rayuanmu#sthash.RZ2O7uWs.dpuf

4 Tips Memilih Calon Suami

KRITERIA suami yang saleh, antara lain:

1. Bertakwa kepada Allah Ta’ala

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.” (QS Al-Hujurat: 13)

2. Bertanggung jawab dalam segala hal, baik dalam urusan dunia ataupun urusan akhirat.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS At-Tahrim: 6)

3. Berakhlak baik

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Apabila datang kepadamu seorang laki-laki (untuk meminang putrimu) yang kamu ridha agama dan akhlaknya, maka terimalah. Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan besar.” (Hadis Sahih)

4. Pengertian

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Berbuat baiklah kepada wanita (istri), karena ia diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok). Apabila kamu hendak meluruskanya maka ia akan patah dan apabila kamu biarkan saja maka ia akan terus bengkok, karena itu nasehatilah wanita (istri) dengan baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

 

[Abdulah Saleh Hadrami]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305626/4-tips-memilih-calon-suami#sthash.WAe8YlJg.dpuf

Sudah Siap Menikah? Ini 3 Tips Memilih Calon Istri

KRITERIA isteri yang salihah, antara lain:

1. Taat kepada Allah Ta’ala dan kepada suami

2. Menjaga dirinya dan harta suami apabila suami bepergian

3. Menyenangkan apabila dipandang suami

Allah Ta’ala berfirman:

“Wanita yang salihah adalah yang taat kepada Allah dan kepada suaminya lagi memelihara diri ketika suami tidak ada.” (QS An-Nisaa’: 34)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Isteri terbaik adalah apabila dipandang suami ia menyenangkan, apabila diperintah ia taat dan apabila ditinggal bepergian ia menjaga dirinya dan harta suaminya.” (HR Imam Ahmad dll dengan sanad sahih)

Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda pula:

“Dunia adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah istri yang salihah.” (HR Muslim)

[Abdulah Saleh Hadrami]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305629/sudah-siap-menikah-ini-3-tips-memilih-calon-istri#sthash.DxNfTIIV.dpuf

Kejarlah Dunia, Bahkan Milikilah Dunia, Tapi…

Penghalang manusia kepada Allah adalah dunia.
Lalu apakah obatnya? Ia adalah zuhud.

Apakah zuhud itu tidak memiliki dunia?
Tidak, carilah dunia, kejarlah dunia.
Bahkan milikilah dunia sebanyak banyaknya.
Tapi jangan hati terpaut dengannya.

Ketika tidak mendapatkannya hati tidak susah dan sengsara.
Ketika mendapatkannya hati tidak sombong dan jumawa.
Bahkan mudah dan ringan mengorbankannya.

Yang susah dan kasihan adalah orang yang mengejar dunia tapi tak pernah mendapatkannya.
Ia ibarat orang yang jatuh cinta sampai mabuk, namun seperti bertepuk sebelah tangan.

Cintanya tak pernah berbalas. #hikmahramadan1437
[AIK]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2306502/kejarlah-dunia-bahkan-milikilah-dunia-tapi#sthash.hTqswrbF.dpuf

Madrasah Istimewa

Ramadhan adalah madrasah istimewa bagi kaum Muslimin. Di madrasah ini umat Islam ditempa, dididik, dilatih, dan dibimbing untuk menjadi insan mulia. Tidak ada madrasah yang terbaik dan teristimewa yang disediakan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya kecuali madrasah Ramadhan.

Keistimewaan madrasah Ramadhan ini terlihat dari beberapa hal, antara lain ; pertama, tutor ataupun pengajar di madrasah Ramadhan ini adalah Allah SWT, Rasulullah SAW dan orang-orang yang telah ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT, yaitu orang-orang yang berilmu. “Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS al-Alaq [96] : 4-5)

Dalam ayat yang lain, “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS al-Baqarah [2]: 151).

Kedua, yang menjadi peserta didik di madrasah Ramadhan ini bukan orang sembarang. Mereka adalah orang-orang yang beriman. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. “(QS al-Baqarah (2) : 183).

Ketiga, Pendidikan di madrasah Ramadhan ini berlangsung sebulan penuh dan dilaksanakan di bulan yang istimewa, yaitu bulan Ramadhan. “Seandainya umatku tahu apa-apa yang ada di bulan Ramdhan niscaya mereka akan menginginkan seluruh bulan itu adalah Ramadhan.”

Keempat, Madrasah Ramadhan dilaksanakan di masjid, mushala, langgar dan di ruang-ruang kehidupan orang-orang yang beriman. Kelima, materi yang diberikan di madrasah ini meliputi tiga hal, yaitu pendidikan rohani, pendidikan hati, dan pendidikan fisik.

Dengan ketiga pendidikan itu akan menjadikan rohani orang-orang yang beriman menjadi suci atau fitrah, memiliki kesabaran, mampu mengendalikan diri dan menjadikan tubuhnya sehat.

Keenam, buku panduannya pun istimewa yaitu Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia.” (QS Fushshilat [41]: 41).

Ketujuh, gelar yang diberikan kepada orang yang mampu menyelesaikan pendidikan di Madrasah Ramadan ini adalah al-Muttaqin, dan akan dianugerahi kebahagiaan dunia dan kebahagiaan di akhirat, serta mendapat ridha Allah SWT dan surga-Nya.

Kita sedang berada di hari-hari akhir madrasah istimewa ini. Mari kita pergunakan kesempatan ini untuk menjadi peserta didik yang baik yang bisa menangkap, memahami, menghayati, dan merealisasikan berbagai pelajaran yang diberikan di madrasah Ramadhan.

Sehingga setelah kita keluar dari Madrasah Ramadhan ini menjadi insan bertakwa yang mampu menebarkan kebaikan dan kemanfaatan bagi diri, keluarga, dan masyarakatnya yang dibarengi dengan kekuatan fisik, kefirahan ruh dan hati yang bersih. Semoga.Wallahu a’lam.

 

 

Oleh: Moch Hisyam

Sumber: Republika Online