Teladan Khalifah Umar bin Khattab Saat Dinasihati Rakyatnya

Khaulah binti Tsalabah tercatat sebagai perempuan pemberani. Tak tanggung-tanggung, dia pernah menasihati Umar bin Khattab, khalifah kedua kaum Muslim yang membuat takut jin dan setan.

Imam al-Qurthubi menceritakan, pada suatu hari Amirul Mukminin pernah berjumpa dengan seorang perempuan di jalan. Saat itu, Umar diiringi banyak orang yang menunggang kuda. Perempuan itu memintanya berhenti. Umar pun berhenti.

Dinasihatilah Umar oleh perempuan itu. Ia berkata, “Hai Umar, dulu kau dipanggil Umair (Umar kecil), kemudian engkau dipanggil Umar, kemudian engkau dipanggil Amirul Mukminin, maka bertakwalah engkau, hai Umar. Karena barang siapa yang meyakini adanya kematian, ia akan takut kehilangan kesempatan. Dan barang siapa yang meyakini adanya perhitungan (amal), maka ia pasti takut pada siksa.”

Umar yang terkenal karena ketegasannya menyimak nasihat wanita itu sambil berdiri. Hingga setelah beberapa waktu, ada seorang yang bertanya kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau mau berdiri seperti itu untuk mendengarkan wanita tua renta ini?” Umar menjawab, “Demi Allah, kalau sekiranya beliau menahanku dari permulaan siang hingga akhir siang, aku tidak akan bergeser kecuali untuk shalat fardhu. Tahukah kalian siapa perempuan renta ini?”

“Dia adalah Khaulah binti Tsalabah. Allah mendengar perkataannya dari atas tujuh langit. Apakah Tuhan seluruh alam mendengarkan ucapannya, tetapi lantas Umar tidak mendengarkannya?”

Khaulah binti Tsa’labah berasal dari kalangan perempuan Anshar. Doa dan gugatannya didengar oleh Allah hingga menjadi sebab turunnya surah Mujadalah ayat 1-4. Kisah ini tidak hanya menunjukkan kemuliaan Khaulah, tapi juga keindahan adab Umar, sang khalifah.

 

sumber: Republika Online

 

Ummu Ammarah, Pejuang Muslimah Pertama

Nusaibah binti Ka’ab al-Anshari dikenal dengan nama Ummu Ammarah. Dia merupakan salah satu pemuka Bani Khazraj, penduduk Yatsrib, nama Kota Madinah sebelum Rasulullah SAW memutuskan hijrah dari Makkah. Sejarah pun mencatat, Ummu Ammarah merupakan pejuang perempuan pertama Muslimin di sejumlah peperangan melawan kaum kafir.

Perkenalan Ummu Ammarah dengan Islam justru terjadi sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Dakwah nabi yang dilakukan di Mekkah memang sempat tersiar ke sejumlah daerah lain, tidak terkecuali ke Yatsrib. Bersama dengan suami dan anaknya, Ummu Ammarah sempat membaca beberapa ayat Alquran, salah satunya adalah QS Yunus: 1-2.”Alif laam raa, inilah ayat-ayat Alquran yang mengandung hikmah. Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, ‘Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka.’ Orang-orang kafir berkata, ‘Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata.”’

Ummu Ammarah pun menerima dan menyakini ayat ini dengan sepenuh hati. Bahkan, Ummu Ammarah sempat merasa heran kepada sikap kaum kafir Quraisy yang justru mengingkari ajaran-ajaran Rasulullah SAW. Ummu Ummarah menjadi salah satu dari sekian banyak penduduk Madinah yang menyatakan beriman kepada ajaran Rasulullah SAW.Keinginan untuk bertemu dengan Rasulullah akhirnya datang pada saat musim haji.

Sekitar 500 orang kafilah datang dari Madinah menuju ke Makkah. Kemudian, Rasulullah SAW bertemu dengan mereka dan membuat janji untuk melakukan pertemuan di bukit Aqabah. Di bukit inilah, 70 orang penduduk Madinah, termasuk Ummu Ammarah, melakukan baiat kepada Rasulullah. Baiat itu berbunyi mereka akan saling melindungi dan menyembunyikan semua perjanjian ini dari kaum Quraisy sampai datang pertolongan Allah SWT.

 

sumber: Republika Online

Fatimah binti Asad, Keteladanan Seorang Ibu

Selepas ditinggal sang ibu, Aminah, Rasulullah SAW dirawat oleh Abdul Muthalib yang tidak lain merupakan kakek dari Rasulullah SAW. Namun, tidak berapa lama, Abdul Muthalib juga mengembuskan napas terakhir saat Rasulullah SAW masih kanak-kanak.

Abdul Muthalib pun pernah berpesan dan menitipkan Rasulullah SAW kepada anaknya, Abu Thalib. Di rumah Abu Thalib inilah Rasulullah SAW mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Beliau adalah istri dari Abu Thalib, sekaligus ibu dari Ali bin Abi Thalib, Jafar bin Abi Thalib, dan nenek dari Hasan dan Husain. Dia adalah Fatimah binti Qais, atau memiliki nama lengkap Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf.

Fatimah dikenal sebagai salah satu perempuan generasi pertama yang masuk Islam dan ikut hijrah ke Madinah. Selain itu, dia adalah wanita pertama dari bani Hasyim yang melahirkan anak orang Hasyim. Fatimah binti Asad pun merawat, memelihara, dan melindungi Rasulullah SAW seperti anaknya sendiri.

Fatimah binti Asad menjadi teladan bagi seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya. Tidak hanya itu, Fatimah binti Asad juga menjadi contoh bagaimana kecintaan seorang Muslim dalam menanggung anak yatim. Pada saat merawat Rasulullah SAW, Fatimah binti Asad tidak membedakan-bedakan perlakuan antara Rasulullah SAW dengan anak-anak kandungnya.

Rasulullah SAW diberi makanan yang sama dengan anak-anak kandung Fatimah binti Asad. Dalam sebuah riwayat, pada saat ingin makan bersama, keluarga Abu Thalib bahkan menunggu Rasulullah SAW untuk ikut makan bersama mereka.

”Tunggu dulu, sebelum anakku itu datang,” ujar Abu Thalib, seperti yang dinukil dari Biografi 35 Shahabiyah Nabi karya Syaikh Mahmud al-Mishri.

Fatimah ikut merawat dan mendidik Rasulullah SAW hingga akhirnya Nabi beranjak dewasa dan menikah dengan Khadijah binti Khuwailid. Pada saat Rasulullah mendapatkan wahyu untuk menyebarkan ajaran Islam kepada keluarganya, seperti yang tertera dalam surat asy-Syuara (ayat 214), keluarga Abu Thalib menjadi salah satu yang diajak untuk memeluk Islam.

Salah satunya adalah Fatimah binti Asad, termasuk dengan anak-anaknya. Namun, Abu Thalib dengan mengemukakan sejumlah alasan sederhana akhirnya memutuskan tidak bersedia memeluk Islam.

Fatimah pun mulai menjalani kehidupan yang baru dengan cahaya keislaman. Fatimah begitu taat kepada Rasulullah SAW dan ajaran-ajaran Islam. Tidak hanya itu, sebagai bagian dari bani Hasyim, Fatimah pun tabah saat kaum kafir Quraisy memboikot mereka, bahkan saat mereka harus memakan dedaunan pohon.

 

Para perempuan bani Hasyim dan bani Abdul Muthalib begitu sabar dengan ujian berupa kepungan kaum kafir Quraisy. Akhirnya, hal ini berakhir setelah berjalan tiga tahun lamanya. Ibnu Sa’ad menuturkan dalam Ath-Thabaqat, ”Mengetahui yang terjadi, Quraisy menyesal dan sadar tidak akan terus membiarkan mereka. Mereka akhirnya keluar dari perkampungan-perkampungan pada tahun ke-10 kenabian.”

Perintah Allah SWT kepada Rasulullah SAW untuk hijrah ke Madinah akhirnya turun. Fatimah binti Asad pun ikut dalam rombongan hijrah tersebut. Fatimah bisa hidup dengan lebih aman dan dapat dengan tenang beribadah kepada Allah. Perhatian Rasulullah SAW terhadap Fatimah binti Asad juga tidak pernah berhenti.

Ini tidak terlepas dari kenangan cinta kasih yang diberikan Fatimah binti Asad saat merawat Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Ja’dah bin Hubairah, dari Ali, dia berkata, ”Rasulullah SAW menghadiahkan kain sutra tebal kepadaku.

Beliau berkata, ‘Jadikan kain ini beberapa kerudung untuk (empat) Fatimah.’ Aku kemudian memotong kain itu menjadi empat; satu untuk Fatimah binti Rasulullah SAW, satu untuk Fatimah binti Asad, dan satu lagi untuk Fatimah binti Hamzah,” Ali tidak menyebutkan Fatimah yang keempat.

Selain sebagai contoh ibu teladan, Fatimah binti Asad juga memberikan keteladanan sebagai mertua yang baik. Saat Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah binti Rasulullah, Fatimah binti Asadmembantu anak menantunya itu menyiapkan segala keperluan rumah tangga, termasuk saat membuatkan makanan bagi keluarganya.

 

Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Fatimah binti Asad pun tidak bisa diragukan lagi. Bahkan, saat Fatimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah sendiri yang memandikan dan langsung turun ke liang lahat untuk menguburkan Fatimah binti Asad. Inilah bukti kecintaan dan penghormatan Rasulullah SAW terhadap Fatimah binti Asad.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, ”Kala Fatimah binti Asad bin Hasyim (ibu Ali) meninggal dunia. Rasulullah datang dan duduk di dekat kepalanya. Beliau kemudian berkata, ‘Semoga Allah merahmatimu, Ibuku. Setelah Ibuku, kau rela menahan lapar agar aku kenyang. Kau rela tidak mengenakan pakaian agar aku mengenakan pakaian. Kau rela mencegah dirimu dari makanan enak agar aku makan enak. Kau lakukan semua itu demi mengharap wajah Allah dan negeri akhirat.”

Selain itu, dalam riwayat lain, dari Ibnu Abbas, ia berkata, ”Tatkala Fatimah, ibu Ali bin Ali Thalib, meninggal dunia, Rasulullah SAW melepaskan pakaian beliau dan dikenakannya kepada Fatimah, dan beliau berbaring di liang kuburnya. Setelah dia dikubur dan tanah diratakan, sebagian di antara mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah SAW, kami melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah engkau lakukan pada siapa pun.

Beliau bersabda,’Aku kenakan pakaian padanya agar ia merasakan pakaian dari surga. Aku berbaring bersamanya agar ia diringankan dari impitan kubur, karena dia termasuk salah satu makhluk Allah yang berbuat baik kepadaku setelah Abu Thalib.”

 

sumber:Republika Online

Tonggak Penting Sejarah Islam di Cina

Masjid Huaisheng atau dikenal Masjid Agung Guangzhou ini dikenal sebagai masjid pertama di Cina. Arsitektur masjid itu merupakan perpaduan arsitektur Cina dan Islam. Masjid yang dibangun untuk mengenang Nabi Muhammad ini dikenal pula sebagai Masjid Guangta.

Pembangunan masjid ini merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam di Cina. Ini merupakan masjid tertua yang bertahan di seluruh Cina dan berusia lebih dari 1.300 tahun. Masjid ini masih tetap tegak berdiri di Guangzhou modern, setelah diperbaiki dan direnovasi.


Jejak lainnya dari peradaban Islam di Cina adalah Da Qingzhen Si atau Masjid Agung Chang’an, sekarang bernama Xi’an, di Provinsi Shaanxi. Masjid ini didirikan pada 742 Masehi. Ini merupakan masjid awal terbesar dan terbaik di Cina, dengan ukuran 12 ribu meter persegi.

Masjid ini dibangun saat pemerintahan Dinasti Ming pada 1392, seabad sebelum jatuhnya Granada. Sejumlah catatan menyatakan, pendirinya adalah Zheng He. Di dalam masjid itu, terdapat tablet batu untuk mengingat dukungannya atas pembangunan masjid tersebut.

Model masjid ini, dengan keindahan dan dinding yang mengelilinginya, paviliun dan halaman masjid yang indah bisa dilihat di Hong Kong Museum. Saat berjalan memasuki ruang shalat, simbol naga terukir pada lantai tangga masuk.

Tersebut pula, Sheng-You Si atau Mosque of the Holy Friend, dikenal pula dengan nama Qingjing Si atau Mosque of Purity dan Al-Sahabah Mosque, dibangun dengan granit murni pada 1009 Masehi selama pemerintahan Dinasti Song (960-1127).

Rancangan arsitektur dan gaya masjid ini meniru Masjid Agung Damaskus, Suriah. Di Cina, ada Masjid Qingjing yang terletak di Madinat al-Zaytun, Quanzhou. Dikenal pula, dengan Kota Zaitun. Menurut tradisi Arab atau Islam, zaitun merupakan simbol perdamaian.

Masjid ini berada di Provinsi Fujian, yang di sana juga terdapat makam dua sahabat Nabi Muhammad, yang mendampingi Sa’d ibn Abi Waqqash. Namun, kedua sahabat tersebut lebih dikenal dengan nama Cinanya, yaitu Sa-Ke-Zu dan Wu-Ku-Su.

Selain itu, ada Zhen-Jiao Si atau Mosque of the True Religion, yang juga dikenal dengan Feng-Huang Si di Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Diyakini, masjid ini dibangun pada saat pemerintahan Dinasti Tang. Masjid ini memiliki menara dan tempat mengamati bulan.

Masjid ini memiliki sejarah panjang. Masjid dibangun kembali dan direnovasi berulang-ulang dalam beberapa abad. Masjid ini bertambah kecil dibandingkan bangunannya semula karena adanya proyek pelebaran jalan pada 1929.

Sedangkan masjid lainnya, terletak di Kota Yangzhou, Provinsi Jiangsu. Suatu masa, wilayah ini menjadi kota perdagangan dan ekonomi yang sangat sibuk, terutama pada masa Dinasti Song (960-1280). Masjid Xian-He Su merupakan masjid tertua dan terbesar di kota itu.

Masjid itu dibangun pada 1275 oleh Pu-ha-din, seorang juru dakwah, yang diyakini sebagai keturunan ke-16 Nabi Muhammad. Menurut Anthony Garnaut, pakar interaksi budaya Cina dan Islam, penaklukan Mongol atas sebagian besar Eurasia, membaurkan budaya Cina dan Islam.

 

sumber: Republika ONline

3 Masjid Bersejarah Negeri Tirai Bambu

Islam dipercaya sampai ke negara Cina sejak lebih dari 1.400 tahun yang lalu.
Sebelum umat Islam berhijrah dari Makkah ke Madinah. Nabi Muhammad SAW mengutus beberapa orang sahabat supaya ber dakwah ke Cina.

Di antaranya adalah Saad bin Abdul Qais, Qais bin Hudhafah, Urwah bin Abi Uthtan, dan Abu Qais bin alHarith.

Menurut Ann Wan Seng dalam bukunya yang berjudul Rahasia Islam di Cina, walau pun tidak ada catatan pasti terkait waktu ke datangan Islam ke Cina, dalam catatan Dinasti Tang dijelaskan hubungan diplomatik te lah terjalin antara pemerintahan Cina dan pe merintahan Utsman bin Affan sekitar 618 M.

Jejak peninggalan Islam di Cina masih dapat disaksikan hingga saat ini, salah sa tunya keberadaan masjid. Masjid menjadi sa lah satu bukti kedatangan dan penyebaran Islam. Di Cina, terdapat sekitar 35 ribu masjid.

Sebagian berusia ratusan tahun. Bah kan, ada masjid yang berusia lebih dari seri bu tahun. Berikut di antara masjidmasjid bersejarah di negera berjuluk Negeri Tirai Bambu itu:

Masjid Nujie
Salah satu masjid tertua yang masih digunakan sebagai tempat beribadah adalah Masjid Nujie.  Masjid ini dibangun pada 996 Masehi pada masa pemerintahan Dinasti Song. Masjid ini banyak menampilkan ciri budaya dan kesenian Cina.

Ciri yang membedakannya dengan monumen Cina yang lain, yaitu hiasan kaligrafi dan tulisan Arab yang memenuhi seluruh ruang masjid. Masjid yang terletak di Beijing ini menyimpan banyak khazanah yang berkaitan dengan sejarah perkembangan Islam di Cina.

Seperti naskah Alquran tulisan tangan dan dua makam ulama tersohor yang hidup pada zaman pemerintahan Kublai Khan.

Masjid Huai Shen
Masjidmasjid di Cina masih dijaga dengan baik dan rapi. Oleh sebab itu, sebagian masjid lama masih dalam keadaan utuh.

Masjid paling tua di Cina ialah Masjid Huai Shen yang dikenal sebagai monumen mengenang Muhammad SAW.

Masjid ini terletak di Guangzhou, selatan Cina, dan dipercaya dibangun pada abad ke7. Masjid ini mempunyai ciri seni arsitektur Arab yang menunjukkan adanya pengaruh yang ditinggalkan oleh para sahabat nabi dan pedagang Timur Tengah. n c62 ed: nashih nashrullah

Masjid Huajue  Lance
Masjid ini terletak di Bandar Xian, barat laut Cina.
Keistimewaan masjid ini ialah memiliki desain arsitektur yang menyerupai istana rajaraja. Ukiranukiran bunga dan tulisan ayatayat Alquran yang terdapat pada hiasan dalam masjid menunjukkan hasil kerja dan ketekunan umat Islam.

Keindahan masjid ini memukau pengunjung karena terdapat sebuah taman bunga di dalam pekarangan masjid.

 

sumber: Republika Online

Siapa Pembawa Bendera Islam Pertama Kali ke Negeri Cina?

Islam datang ke Negeri Tirai Bambu tak berjarak lama dari era Rasulullah, yakni sekitar abad ketujuh. Sejarah mencatatnya, tetapi banyak legenda yang diyakini Muslim Cina mengenai siapa pembawa bendera Islam kali pertama ke negeri mereka.

Ada yang percaya, dia adalah salah seorang paman Rasulullah dan makamnya berada di Kanton. Yang lain, percaya bahwa penyebar dakwah Islam ke Cina merupakan empat utusan Rasulullah yang datang saat era Dinasti Tang. Mereka membagi tugas dakwah di Guang Zhou, Yang Zhou, dan dua lain di Quan Zhou. Ada pula empat makam yang diyakini sebagai makam mereka. Hingga kini, makam-makam tersebut pun sangat dihormati Muslim Cina.

Namun, legenda-legenda tersebut hanya menjadi dongeng sebelum tidur karena ketiadaan bukti kuat yang membenarkannya. Para cendekiawan Cina mencatat, Islam datang ke Cina saat era kekhalifahan Usman bin Affan. Tak jelas siapa yang diutus ke Negeri Panda tersebut.

Namun, beberapa menyebutkan, sahabat Rasulullah Sa’ad bin Abi Waqqas yang diutus khalifah untuk berdakwah di sana. Saat itu, Dinasti Tang (618-905 M) yang tengah berkuasa di daratan Cina.

Mengenai kapan tahun pengutusan Usman tersebut, menurut Chen Yuen dalam A Brief Study of the Introduction of Islam to Cina, Islam masuk pada 30 Hijriyah atau 651 Masehi. Kaisar yang memimpin dari Dinasti Tang saat itu ialah Kaisar Yung Wei atau Yong Hui.

Namun, menurut Thomas Arnold dalam The Spread of Islam in the World, dalam riwayat Dinasti Tang Tua disebutkan bahwa negara Da Si, yakni penyebutan kekhalifahan Islam oleh Cina, mengirim utusan kehormatan ke Istana Tang pada 651 saat kepemimpinan Kaisar Gao Zong.

Menurut Thomas, hubungan antara Arab dan Cina saat itu sebatas hubungan diplomatik. Sejak saat itu, keduanya saling mengirimkan utusan diplomatik sehingga terjalin hubungan persahabatan yang erat.

Setuju dengan pendapat Thomas, Tan Ta Sen dalam bukunya, Cheng Ho; Penyebar Islam dari Cina ke Nusantara menuturkan, kedatangan Islam ke Cina merupakan produk sampingan dari perdagangan dan ikatan diplomatik Cina-Arab semasa Dinasti Tang dan Dinasti Song. Kontak Cina dengan bangsa Arab sejak abad ketujuh memang berbeda atau bertolak belakang dengan pendekatan proaktif dan agresif di dunia Arab dan Asia Tengah. “Tidak ada upaya yang dikerahkan oleh para pendakwah dan penguasa Arab, seperti halnya khalifah,” ujar Tan.

Dalam perkembangannya, banyak saudagar Arab yang singgah, bahkan bermukim di Cina. Mereka kemudian membentuk komunitas-komunitas Muslim di pusat-pusat perdagangan. Perkembangan Islam semakin menjadi ketika era kekhalifahan Abbasiyyah. Menurut Philip K Hitti dalam History of the Arabs, kala itu perdagangan mulai dikuasai Muslimin. Para pedagang Muslim di bagian Timur pun telah banyak yang berhasil menjelajah Cina. Bahkan, menurut Hitti, hubungan perdagangan Arab-Cina telah terbentuk sejak abad ketiga Hijriyah.

Menurut Tan, sejak abad ketujuh hingga abad ke-13, komunitas Muslim tumbuh sangat pesat. Mereka kemudian tersebar di berbagai wilayah Cina, seperti Chang-An (Xi-An), Yangzhou, Ningpo, dan kota-kota pelabuhan Guangzhou dan Quanzhou di Cina hingga Champa di Semenanjung Indocina. Bahkan, di Kota Guang Zhow, menurut Hugh Kennedy dalam The Great Arab Conquests, terdapat sebuah masjid tertua Cina yang setiap Jumat jamaahnya mencapai 2.000 Muslim.

Mi Shou Jiang dalam bukunya, Islam in China, menyebutkan, pada periode abad ketujuh hingga abad ke-13, jumlah Muslimin Cina mencapai 20 juta jiwa. Angka tersebut pun terus mengalami perkembangan signifikan. Dakwah Islam pun mencapai Hong Kong, Macau, dan Taiwan. Periode tersebut, yakni pada era Dinasti Tang dan Dinasti Song, dianggap sebagai periode pertama dan periode pesatnya Islam di negeri tembok raksasa.

Saat periode tersebut, menurut Jiang, banyak pedagang, utusan militer, dan utusan diplomatik yang membaur dengan warga setempat. Kemudian, banyak terjadi pernikahan silang. Kehadiran Muslimin tersebut pun tak dianggap ancaman. Warga Cina menganggap mereka datang karena urusan bisnis dan negara, bukan untuk kepentingan dakwah. Alhasil, kedatangan mereka dihormati. Penguasa Cina juga memberi izin kepada mereka untuk tinggal dan menetap di Cina.

 

sumber: Republika Online

Enam Tanda Kiamat Cerita Rasulullah kepada Sahabat

AUF bin Malik al Asyja’i, atau nama kunyahnya Abu Abdurrahman, bersama teman-temannya yang berjumlah sembilan (sebagian riwayat menyebutkan delapan atau tujuh) orang baru saja melakukan ba’iat kepada Nabi SAW.

Tetapi tiba-tiba beliau bersabda, “Apakah kamu sekalian tidak akan berba’iat kepada Rasulullah SAW?”

Tentu saja mereka merasa heran karena baru beberapa menit yang lalu mereka telah ba’iat, karena itu Auf mewakili teman-temannya berkata, “Kami telah berba’iat kepada engkau, wahai Rasulullah.”

Seolah mengabaikan apa yang dikatakan Auf, sekali lagi Nabi SAW bersabda, “Apakah kamu sekalian tidak akan berba’iat kepada Rasulullah SAW.”

Karena beliau masih menekankan pertanyaan tersebut, mereka kembali mengulurkan tangan kepada beliau sambil berkata, “Kami telah berba’iat kepada engkau, wahai Rasulullah, maka dalam hal apakah kami kami harus berba’iat lagi kepada tuan?”

Nabi SAW menjabat tangan mereka bersama-sama, sambil bersabda, “Kalian harus selalu menyembah Allah, Zat Yang Maha Esa dan kalian jangan pernah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kerjakan salat lima waktu, dan kalian harus selalu mendengarkan dan mentaati segala perintah-Nya.”

Sesaat beliau berhenti sambil menghela napas, kemudian bersabda lagi dengan agak berbisik, “Janganlah kamu sekalian meminta-minta sesuatu apapun kepada sesama manusia.”

Sejak saat itu Auf bin Malik dan teman-temannya tersebut selalu menjaga diri untuk tidak meminta-minta kepada sesama manusia, bahkan meminta tolong untuk sesuatu hal yang sepele sekalipun.

Pernah salah satu di antara mereka cambuknya terjatuh ketika sedang mengendarai unta. Beberapa orang yang berjalan kaki ingin mengambilkannya tetapi ia melarangnya. Ia menderumkan untanya, turun dan mengambil cambuknya kemudian menaiki untanya lagi.

Dalam perang Tabuk, Auf bin Malik datang menghadap Nabi SAW di kemah beliau yang terbuat dari kulit. Beliau menyambutnya dengan hangat, kemudian bersabda kepadanya, “Wahai Auf, hitunglah enam tanda kiamat, yakni: 1. Kematianku ; 2. Ditaklukkannya Baitul Makdis ; 3. Banyak orang yang mati bagaikan kambing (ternak) yang mati diserang penyakit.; 4. Harta yang berlimpah ruah, sehingga satu orang diberi hingga 100 dinar (uang emas).; 5. Kerusakan, ketidaksukaan dan fitnah yang memasuki seluruh rumah dari Bangsa Arab.; 6. Perdamaian antara kalian dengan bangsa Ashfar (Bangsa berkulit Kuning), mereka menipu kalian, lalu mereka mendatangi kalian di bawah 80 bendera, dimana di bawah setiap bendera ada 12.000 tentara. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2339297/enam-tanda-kiamat-cerita-rasulullah-kepada-sahabat#sthash.s3Hnb12J.dpuf

Perbedaan Rukun Khotbah Jumat Versi Empat Mazhab

PARA ulama berbeda pendapat ketika menyebutkan apa saja yang merupakan rukun dalam khotbah Jumat. Sehingga ketika dijumlahkan, ternyata jumlahnya berbeda-beda pada tiap mazhab.

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Pandangan Mazhab Al-Hanafiyah barangkali cukup aneh terdengar buat telinga kita bangsa Indonesia, yang rata-rata bermazhab Asy-Syafi’iyah. Dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, rukun khutbah jumat itu hanya satu, yaitu membaca hamdalah, tahlil dan tasbih. Dasarnya karena di dalam Alquran memerintahkan orang-orang yang mendengar seruan untuk salat pada hari Jumat, bersegera mendatangi zikrullah.

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumuah : 9)

Maka dalam pandangan mazhab ini, apa saja yang dibaca khatib di atas mimbar, asalkan termasuk zikrullah, maka hukumnya sah. Dan zikrullah itu tidak lain adalah hamdalah, tasbih dan tahlil, yaitu mengucapkan lafaz alhamdulillah, subhanallah dan lailaha illallah.

2. Mazhab Al-Malikiyah

Mazhab Al-Malikiyah menyebutkan bahwa yang termasuk rukun dalam khotbah Jumat tidak cukup bila hanya lafaz zikir saja sebagaimana pendapat mazhab Al-Hanafiyah di atas. Dalam pandangan mereka, khotbah Jumat itu minimal orang Arab menyebutnya sebagai khotbah, walau pun hanya dua bait kalimat seperti: “Bertakwalah kepada Allah dalam apa yang Dia perintahkan dan berhentilah dari apa yang dilarangnya.”

Namun Ibnul Arabi yang bermazhab Maliki agak sedikit berbeda dengan mazhabnya. Beliau menyatakan minimal khotbah Jumat itu menyebutkan hamdalah, salawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tahzir (mengingatkan) dan tabsyir (memberi kabar gembira) serta beberapa petikan ayat Alquran.

3. Mazhab Asy-Syafi’iyah: Lima Rukun

Mazhab yang lebih lengkap dalam urusan rukun khotbah Jumat adalah mazhab Asy-Syafiiyah. Mazhab ini menetapkan setidaknya ada lima rukun khotbah Jumat, yaitu hamdalah, salawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, membaca petikan ayat Alquran, berwasiat dan memohon ampunan buat kaum muslimin.

Rukun Pertama: Hamdalah. Hamdalah adalah mengucapkan lafaz alhamdulillah, innalhamda lillah, ahmadullah atau lafaz-lafaz yang sejenisnya. Dasarnya adalah hadis nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Semua perkataan yang tidak dimulai dengan hamdalah maka perkataan itu terputus.” (HR. Abu Daud)

Rukun Kedua: Bersalawat Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Salawat kepada Rasulullah bisa dengan lafaz yang sederhana, seperti: “Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Muhammad.” Tidak diharuskan menyampaikan salam, dan juga tidak harus dengan salawat kepada keluarga beliau. Minimal sekali hanya sekedar salawat saja.

Rukun Ketiga: Membaca Petikan Ayat Alquran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca beberapa ayat Alquran dan mengingatkan orang-orang. Sebagian ulama mengatakan bahwa karena khotbah Jumat itu pengganti dari dua rakaat salat yang ditinggalkan, maka membaca ayat Alquran dalam khotbah hukumnya wajib.

Rukun Keempat: Nasihat atau Wasiat. Nasihat atau wasiat yang menjadi rukun intinya sekedar menyampaikan pesan untuk taat kepada Allah Ta’ala dan sejenisnya. Atau setidaknya untuk menjauhi larangan-larangan dari Allah Ta’ala. Misalnya seperti lafaz berikut ini: “Taatilah Allah dan jauhilah maksiat”

Rukun Kelima: Doa dan Permohonan Ampunan. Doa atau pemohonan ampun untuk umat Islam dijadikan rukun yang harus disampaikan dalam khotbah Jumat menurut mazhab As-Ssyafi’iyah. Minimal sekadar membaca lafaz: “Ya Allah ampunilah orang-orang muslim dan muslimah”

4. Mazhab Al-Hanabilah: Empat Rukun

Mazhab Al-Hanabilah menetapkan ada empat rukun khotbah, nyaris sama dengan rukun khotbah pada mazhab Asy-syafi’iyah, kecuali bedanya dalam mazhab ini tidak ada rukun yang kelima, yaitu doa dan permohonan ampun.

Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2339575/perbedaan-rukun-khotbah-jumat-versi-empat-mazhab#sthash.21no8vWO.dpuf

Cara Bernazar sesuai Syariat Islam

SEBAIKNYA nazar dengan yang mudah dan mungkin dilaksanakan seperti menyembelih kurban, hindari dengan yang berat dan menyulitkan, tetapi jika dia merasa mampu menjalankannya silahkan saja. Hal ini sesuai riwayat berikut:

Dari Jabir Radhiallahu Anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata pada hari Fathul Makkah: “Wahai Rasulullah, aku telah bernazar jila Allah menaklukan kota Mekkah untukmu, aku akan salat di Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha).” Nabi bersabda: “Salat di sini saja.” Orang itu meminta lagi. Nabi menjawab: “Salat di sini saja.” Orang itu masih meminta lagi. Maka Nabi menjawab: “Kalau begitu terserah kamu.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan disahihkan oleh Al Hakim)

Jika akhirnya tidak mampu melaksanakan nazarnya, dia boleh membatalkan nazarnya dengan melakukan Kaffarat Nazar, sebagaimana kaffarat sumpah, sebagaimana hadis, “Kaffarat nazar itu sama dengan kaffarat sumpah.” (HR. Muslim No. 1645)

Bagaimana caranya?

1. Dengan memberikan makan kepada 10 fakir miskin masing-masing sebanyak satu mud gandum (atau disesuaikan dengan makanan dan takaran masing-masing negeri), atau mengundang mereka semua dalam jamuan makan malam atau siang sampai mereka puas dan kenyang, dengan makanan yang biasa kita makan.

2. Atau memberikan pakaian yang sah untuk salat. Jika fakir miskin itu seorang wanita, maka sebagusnya mesti dengan kerudungnya juga.

3. Atau memerdekakan seorang budak

4. Jika semua tidak sanggup, maka berpuasa selama tiga hari, boleh berturut-turut atau tidak.

Ketetapan ini sesuai firman Allah Taala sebagai berikut:

“Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al Maidah: 89)

Kaffarat ini bukan hanya bagi orang yang tidak sanggup menjalankan nazarnya, tetapi juga bagi orang yang masih bingung menentukan nazarnya mau ngapain lalu dia putuskan membatalkannya, juga bagi yang nazar dengan maksiat. Hal ini sebagaimana hadis berikut dari Ibnu Abbas secara marfu:

Barang siapa yang bernazar dan dia belum tentukan, maka kafaratnya sama dnegan kaffarat sumpah. Barang siapa yang bernazar dalam hal maksiat, maka kaffaratnya sama dengan kaffarat sumpah, dan barang siapa yang nazar dengan hal yang dia tidak sanggup maka kaffaratnya sama dengan kaffarat sumpah, dan siapa yang nazarnya dengan sesuatu yang dia mampu, maka hendaknya dia penuhi nazarnya. (HR. Abu Daud No. 3322)

Hadis ini didaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Sahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3322. Sementara Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Maram: “Isnadnya sahih, hanya saja para huffazh lebih menguatkan bahwa ini hanyalah mauquf.” Mauquf maksudnya terhenti sebagai ucapan sahabat nabi saja, yakni Ibnu Abbas, bukan marfu/ ucapan nabi.

Wallahu Alam. [Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2338736/cara-bernazar-sesuai-syariat-islam#sthash.U7E6dIaW.dpuf

6 Dandanan dan Hiasan yang Haram bagi Muslimah

TIDAK semua dandanan dan hiasan bagi suami itu halal, ada cara dandan yang haram dan bertentangan dengan Islam. Misalnya mengikuti cara berdandan wanita kafir yang tidak pernah salat, wudu, dan tidak menjalankan hukum syariat.

Wanita muslimah yang menghormati dirinya sendiri pasti takkan sudi menyerupai wanita-wanita kafir dan fasik. Dia akan konsisten menjaga agama dan dirinya yang telah dimuliakan oleh Islam. Wanita muslimah wajahnya akan terlihat bersinar dengan air wudu yang digunakannya untuk beribadah. Oleh karena itu, dia akan memilih dandanan dengan hiasan yang dibolehkan dan sesuai dengan sosoknya sebagai seorang muslimah.

Berikut beberapa dandanan dan hiasan yang haram:

Pertama, berlebihan dalam berhias dengan menghabiskan waktu yang cukup lama dan uang yang tidak sedikit untuk mencari kosmetik, pakaian, serta ornamen hiasan terbaru yang diluncurkan ke pasaran. “Sesungguhnya pemborosan itu adalah saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya,” (QS. Al-Israa ayat 27).

Kedua, menghabiskan banyak waktu di depan cermin guna memoleskan berbagai macam kosmetik. Sebab segala sesuatu yang berlebihan dan melampaui batas, akan menjadikan hal yang negatif.

Ketiga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah melaknat wanita yang membuat tato dan meminta ditato, yang mencabut bulu alis dan meminta dicabut, yang merenggangkan gigi dan memperindahnya, serta wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Jami ash-Shaghir).

Keempat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan meminta disambungkan rambutnya.” (HR. Al-Jami ash-Shaghir).

Kelima, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Al-Jami ash-Shaghir).

Keenam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan wanita tidak boleh melihat aurat wanita yang lain,” (HR. Muslim).

Sudah jelas bukan bahwa berdandan dengan berlebihan hanya akan membuatmu melanggar aturan-aturan Allah, untuk itu taatilah perintah Allah dan berdoalah supaya hati tetap istiqomah di jalan-Nya. Dan Allah menjadikan kita wanita muslimah yang seutuhnya. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2339034/6-dandanan-dan-hiasan-yang-haram-bagi-muslimah#sthash.m3ztZ0Gy.dpuf