Benarkah Jembatan Shirat Seperti Rambut Dibelah 7?

SHIRATH adalah jembatan yang terbentang di atas neraka menuju ke surga, semua manusia akan melewatinya, sesuai dengan amalan mereka, ada yang terjatuh ke neraka, ada yang melewatinya dengan cepat dan ada yang melewatinya dengan lambat.

Datang penamaan dengan Ash-Shirath dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu anhu: “Maka dibuatlah Ash-Shirath di atas jahannam.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim)

Dan dalam hadist yang lain: “Dan diutus amanah dan kekerabatan, maka keduanya berdiri di kedua tepi Ash-Shirath.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan bahwa Ash-Shirath ini lebih lembut dari rambut dan lebih tajam dari pedang, sebagaimana ucapan Abu Said Al-Khudry radhiyallahu anhu: “Sampai kepadaku bahwa jembatan ini (ash-shirath) lebih lembut dari rambut dan lebih tajam dari pedang.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim 1/167)

Adapun penamaan Ash-Shirath dengan jembatan shirathal mustaqim maka tambahan “mustaqim” saya tidak mengetahui asalnya, demikian pula penyifatan Ash-Shirath bahwasanya dia seperti rambut dibelah tujuh, saya juga tidak mengetahui dalilnya. Walhasil hendaknya seorang muslim mencukupkan diri dengan keterangan yang sudah ada di dalam Alquran dan As-Sunnah baik nama maupun sifat dari Ash-Shirath.

 

 

Wallahu alam. [Ustadz Abdullah Roy, Lc.]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2370337/benarkah-jembatan-shirat-seperti-rambut-dibelah-7#sthash.drWs1rB1.dpuf

Tahukah Anda, tak Satu Pun Penguasa Ottoman Berhaji, Mengapa?

Kesultanan Ottoman berhasil mencatat prestasi gemilang dalam sejarah Islam. Berkuasa selama kurang lebih tujuh abad lamanya (1299-1922), kekuasaan kesultanan yang ketika itu berpusat di Turki tersebut mencapai Hongaria di bagian utara, Somalia di bagian selatan, Aljazair di sebelah barat, dan Irak di sebelah Timur.

Sejarah juga mencatat patriotisme, kegigihan, dan komitmen para sultan Ottoman terhadap tegak dan majunya peradaban Islam. Namun, di tengah-tengah kebesaran Ottoman, ada satu fakta menarik yang belakangan menjadi bahan cibiran orientalis.

Para orientalis menganggap jika para sultan tersebut memiliki komitmen besar terhadap Islam, mengapa tak satupun dari mereka yang menunaikan haji ke Tanah Suci? Nah lho.

Anggapan bahwa tak seorang pun Sultan Ottoman berhaji memang benar adanya. Para sultan Ottoman ternyata belum ada yang menyandang gelar haji. Dan belum ada satu referensi kuat yang membuktikan mereka sudah berhaji.

Pembahasan ini pun menggerakkan sejumlah sejarawan Turki meneliti kembali apa faktor di balik belum berhajinya para sultan Ottoman?

Di antaranya adalah Prof Muhammad Maqsud Ouglu. Dalam artikel yang diterbitkan situs beyaztarikh.com, dia mengatakan alasan belum hajinya satu pun pemimpin Ottoman karena murni faktor istitha’ah atau kemampuan. Kewajiban berhaji terletak pada faktor ini.

Soal biaya dan kemampuan fisik, tak perlu dipertanyakan. Namun, faktornya adalah waktu dan faktor keamanan. Jangan bayangkan pergi berhaji pada masa itu seperti sekarang. Butuh waktu berbulan-bulan dan kondisinya tak cukup aman.

Negara-negara yang menjadi rute perjalanan haji pada 1517 tengah berkecamuk perang. Portugal dan Spanyol menjadi ancaman yang mengintai negara-negara itu.

Dua negara kuat tersebut ketika itu mencari kesempatan kapapun Istanbul ditinggalkan oleh pemimpinnya. Jika tetap ditinggalkan untuk berhaji tentu ini akan sangat berbahaya bagi stabilitas dan keamanan negara.

Ancaman bahaya itu bukan tanpa alasan. Pada tahun yang sama, sejumlah data menyebutkan Portugal telah mengirim pasukan untuk menguasai laut merah, Syam, dan Makkah. Namun, rencana itu berhasil digagalkan gubernur Makkah pada waktu itu, yakni Naumay.

Kendati demikian, persoalan ini tetap manjadi perhatian serius para sultan. Mereka mengirimkan wakil-wakil untuk menjadi badal haji. Ini dengan rujukan fatwa para ulama Ottoman yang membolehkan badal haji bagi orang hidup karena satu dan lain hal.

 

 

sumber:IHRAMcoid

 

—————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297
—————————————————————

Tiga Hal ini Jelaskan Pengaruh India Atas Budaya Arab

Islamisasi yang berlangsung selama masa pemerintahan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, telah mencakup berbagai wilayah baik di Barat dan Timur. Di belahan Timur, ungkap Imam at-Thabari dalam kitab Tarikh-nya, Islamisasi yang berlangsung selama era Abbasiyah telah menyentuh kawasan India.

Pada 159 H, Khalifah al-Mahdi mengirim pasukan yang tidak hanya bertujuan untuk ekspansi, tetapi juga menyebarkan dakwah Islam di negeri gujarat itu. Di antara pimpinan pasukan terdapat, juga terdapat ulama.

Di antaranya adalah ar-Rabi’ bin Shabih al-Bashri, seorang pakar hadis. Keberangkatan pasukan yang dipimpin oleh Abdullah bin Syihab al-Musma’i itu diperkuat pula dengan pasukan dari Suriah, salah satunya adalah Ibn al-Khabbab al-Madzhaji.

Seiring perkembangan waktu, di India, muncul banyak penyair, ulama, dan pakar hadis. Di antaranya adalah Abu ‘Atha’ as-Sindi, seorang penyair ulung dari masa Bani Umayah dan Bani Abbas, Ibn al-‘Arabi (bukan sang sufi) yang pakar kesusastraan, bahasa, dan ada pula Abu Ma’syar Najba as-Sindi, pakar hadis pengarang kitab al-Maghazi.

Sepanjang interaksi dua peradaban tersebut, terjadi asimilasi dan akulturasi budaya. Sejarah mencatat pengaruh budaya India, terhadap kebudayaan Arab Islam, antara lain sebagai berikut:

Penyerapan Kosakata India ke dalam Bahasa Arab

Ada banyak kosakata India yang diserap dalam bahasa Arab. Seperti kata al-abnus (pohon ebony atau kayu hitam), al-babgha (burung kakaktua), al-khayzaran (rotan), al-ful (lada), az-zanjabil (jahe), al-kafur (pohon kamper), dan kata lain yang berkaitan dengan nama-nama binatang atau tanaman yang ada di India.

Kosakata yang berkaitan dengan istilah matematika juga banyak diserap dari bahasa India. Ini seperti al-jib, yang berarti sin atau istilah dalam trigonometri.

Penggunaan Kata-Kata Mutiara

Orang-orang Arab sering menggunakan kata-kata mutiara yang berasal dari bahasa India, karena mirip dengan perumpamaan dalam bahasa Arab.

Kata-kata mutiara itu tersusun dari beberapa kalimat pendek yang sarat makna, seperti perumpaan berikut: “Orang-orang yang bertekad tinggi selalu ingin lebih maju. Seperti orang yang terbakar api, nyala api itu akan selalu ke atas.”

Imam al-Mas’udi dalam Manaqib as-Syafi’i, menjelaskan, peradaban India juga terkenal dengan tokoh-tokoh yang sangat peduli dengan kebijakan.

 

Populernya Permainan Catur

Permainan catur, konon disebut berasal dari India. Imam al-Mas’udi mengatakan, raja Islam di India yang hobi bermain catur adalah Balhait. Di sela-sela kesibukannya, ia kadang bermain catur.

Masih menurut al-Mas’udi, orang India mempunyai strategi jitu dalam bermain catur. Strateginya adalah menyerang dengan mengandalkan pion-pion dan biduk catur lainnya agar cepat mematikan gerak raja.

 

sumber:IHRAM.co.id

Jangan Paksakan Mencium Hajar Aswad

Hajar Aswad adalah ‘batu hitam’ yang terletak di sudut sebelah Tenggara Kabah, yaitu sudut darimana Tawaf dimulai. Hajar Aswad merupakan jenis batu Ruby yang diturunkan Allah dari surga melalui malaikat Jibril.

Batu ini pertama kali diletakkan oleh Nabi Ibrahim AS. Batu ini pula yang menjadi fondasi pertama bangunan Kabah. Dahulu kala, batu ini memiliki sinar yang terang dan dapat menerangi seluruh jazirah arab.

Namun, semakin lama sinarnya semangkin meredup dan hingga akhirnya sekarang berwarna hitam. Batu ini memiliki aroma wangi yang unik dan ini merupakan aroma alami yang dimilikinya semenjak awal keberadaannya. Saat ini batu tersebut ditaruh di sisi luar Kabah.

Dalam Islam, kaum Muslim berusaha untuk menyentuh atau mengecup Hajar Aswad ketika sedang melaksanakan tawaf. Mereka melakukannya karena mengikuti apa yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Tak heran jika seluruh umat Islam penjuru dunia selalu merindukannya, bahkan saling berebut hanya karena ingin mengecupnya.

Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan ungkapan Saidina Umar bin al-Khattab r.a. Ia pernah mengecup Hajar Aswad. Kemudian dia berkata: Demi Allah! Aku tahu kamu hanyalah sekadar batu yang tidak dapat memudharatkan dan tidak dapat memberi manfaat siapa pun. Sekiranya aku tidak melihat sendiri Rasulullah SAW mengecupmu, pasti aku tidak akan mengecupmu.” (Sahih Bukhari juz 2 no 667).

Sejak saat itulah umat Muslim yang melakasanakan ibadah haji atau umrah  berebut mengecupnya. Menurut Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Syariful Alamsyah, mengecup Hajar Aswad bukan merupakan suatu kewajiban. Melainkan hanya sunah, sehingga umat Muslim boleh mengecupnya, juga boleh tidak. “Kalau bias silahkan  mengecupnya, tapi kalau tidak, juga tidak apa-apa,” jelasnya kepada Republika edisi, Jumat 18 Juni.

Untuk bisa mengecupnya menurut Syariful, tidak ada trik dan tips khusus. Para jamaah harus berusaha, berdoa dan selanjutnya berserah diri. “Tawakal saja kepada Allah SWT,” katanya.

Para jamaah selalu berdesakan untuk mencium batu hitam tersebut, bahkan mungkin ada yang rela melukai orang lain demi tercapai tujuannya. Menurut Syariful, hal tersebut tidak boleh dilakukan. Untuk dapat mengecup Hajar Aswad, tidaklah dibenarkan seorang jamaah menyakiti orang lain.

Jika mengecup Hajar Aswad tidak bisa, lanjutnya, jamaah boleh menyentuhnya saja. Setelah menyentuh batu, jamaah bisa mengecup tangannya. Tak hanya itu, mereka bisa juga dengan menggunakan tongkat, setelah itu tongkatnya bisa dikecup. “Jika jaraknya terlalu jauh, jangan paksakan untuk mengecupnya.”

Mengenai faedahnya, Syariful mengatakan, tidak bisa mengungkapkannya. Yang jelas, lanjut dia,  Umar Bin Khatab mengungkapkan bahwa setelah mengecup Hajar Aswad, timbul kebahagiaan dalam dirinya.

Apakah Boleh Mandi Junub Diganti Tayamum?

SEORANG ibu rumah tangga bertanya, saat subuh ia merasakan kedinginan yang sangat, sementara malamnya dia dan sang suami berhubungan badan. Bolehkah mandi wajib (junub) diganti tayamum?

Ustaz menjawab, bahwa orang yang tidak kuat mandi junub di pagi hari karena kedinginan jalan keluarnya ada dua. Yang pertama, mandilah dengan air panas. Kemudian segera keringkan badan, kepala, khususnya rambut. Jika alternatif yang pertama ini pun tidak sanggup, maka bertayammumlah, karena tayammum bisa menghilangkan hadas besar karena junub. Ada riwayat yang jelas berkaitan dengan hal ini.

Dari Amr bin Ash, sesungguhnya ketika ia diutus dalam Perang Dzatus-Salail, ia berkata: Saya mimpi sampai keluar mani pada suatu malam yang sangat dingin. Kemudian saya bangun pagi-pagi. Kalau saya mandi tentu akan celaka, karena itu saya bertayammum. Kemudian saya mengimami salat subuh bersama dengan kawan-kawan saya.

Ketika kami sampai di hadapan Rasulullah, lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada beliau. Kemudian Rasulullah bersabda, “Ya Amr, apakah engkau telah menjadi imam dalam salat bersama kawan-kawanmu, padahal engkau junub?” Saya menjawab, “Saya ingat firmanAllah azzza wa jalla dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang terhadap kamu, lalu saya tayammum kemudian salat. Kemudian Rasulullah saw tertawa, tanpa mengatakan sesuatu apapun. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Daraquthni).

Rasulullah saw tertawa tanpa mengatakan sesuatu apapun menunjukkan bahwa boleh tidak mandi dan menggantinya dengan bertayammum ketika sangat dingin atau khawatir terkena bahaya seperti lemas seharian. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2370580/apakah-boleh-mandi-junub-diganti-tayamum#sthash.zpYalOyW.dpuf

Syariat Menggauli Istri dari Belakang

KEMAJUAN teknologi dan informasi seringkali membawa persoalan ke dalam keluarga. Misalnya, dalam urusan hubungan suami istri, kadang berbagai informasi yang datang membawa cara-cara baru dalam praktik hubungan intim tersebut.

Karena itu, pertanyaan dalam halaqah-halaqah tentang boleh tidaknyamaaf, melakukan hubungan suami istri dengan target lain, bukan bagian yang hak dan sah dari istri, juga sering mengemuka. Tegasnya, mereka bertanya bolehkah berhubungan lewat dubur.

Benar, bahwa Allah SWT telah berfirman:

“Isteri-isteri kalian adalah seperti tanah tempat kalian bercocok tanam. Untuk itu datangilah tanah tempat bercocok tanam itu sesuai keinginan kalian” (Al Baqarah : 223).

Sebab turunnya ayat ini adalah, bahwa orang-orang Yahudi pada masa Rasulullah menyatakan, jika seorang suami menyetubuhi isterinya dari arah belakang, maka nantinya akan lahir seorang anak yang juling. Dalam hal ini, kaum muslimin Anshar mengikuti pemahaman orang-orang Yahudi tersebut, sehingga Allah SWT menurunkan ayat ini.

 

 

Ayat ini mengklarifikasi pemahaman Yahudi tersebut bahwa pemahaman seperti itu salah dan tidak boleh diikuti. Artinya dari arah mana pun atau dalam posisi bagaimanapun seorang suami menyetubuhi isterinya adalah halal dan boleh, asal persetubuhan itu dilakukan pada kemaluan atau antarkemaluan.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, Rasulullah SAW pernah bersabda : “Dilaknat orang mencampuri isteri dari duburnya.” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Tirmizi)

Dari Amr Bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata : bahwa Nabi SAW pernah bersabda mengenai seorang yang mencampuri isterinya dari dubur : “Hal itu termasuk luthiyyah (homoseksual) kecil” (H.R. Ahmad)

Semua posisi senggama suami isteri dibolehkan, asalkan dari kemaluannya. Allah SWT telah mengibaratkan seorang wanita itu sawah/ladang (tempat bercocok tanam), artinya tempat menanam benih untuk melahirkan keturunan-keturunan manusia, yang bisa diolah sesuai keinginan, asalkan masing-masing pihak merasa nyaman melakukannya.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2370071/syariat-menggauli-istri-dari-belakang#sthash.vk2nBAaN.dpuf

Ceramah Kematian Uje Sebelum Meninggal, Bikin Merinding

Ustadz Jefri Al-Buchori sudah meninggalkan kita. Tiga tahun lalu, dalam usia yang masih sangat muda yakni 40 tahun. Suami Pipik Dian Irawati itu meninggal dalam keadaan kecelekaan.

Jauh sebelum maut menjemputnya, ustadz gaul itu pernah ceramah mengenai kematian. Mati muda dan segala persiapannya.

Berikut ceramah singkatnya seperti dilansir dari sebuah kanal tayangan.

***

Bicara soal mati itu, kadang-kadang yang muda itu jadi sombong.  Yang muda hanya berpikir yang mati hanya yang tua. Karena cara berpikirnya adalah cara berpikir logika.  Kalau logika ya seperti itu cara berpikirnya.  Logika kan bicara, mangga muda atau mangga tua yang dipetik?  Yang sering dipetik mangga tua. Jadi siap-siap yang tua.

Sekarang timbul lagi pertanyaan logika. Kelapa muda atau tua yang dipetik? Semua rata-rata kelapa muda yang dipetik. Jadi yang muda juga harus siap-siap.

Artinya dari sini digambarkan urusan mati nggak memandang yang muda atau tua. Mati itu pasti, nggak usah lama-lama. Belum tentu kita akan panjang umur.

Banyak orang sesungguhnya takut mati. Siapa yang takut mati? Sudah pasti yang takut mati yang tidak percaya kepada Allah.  Kita di dunia ini kan mengembara, kita ini merantau ke dunia. Yang namanya merantau pasti akan pulang kampung.  Lihat setiap kali setelah Ramadhan, banyak yang kembali ke kampung halaman. Lihat perilaku dan sikap mereka ketika pulang kampung,  11 bulan di perantauan, bulan ke-12 ketika pulang kampung tidak membawa rasa malu. Malu dong ketika di Jakarta lama-lama tapi ketika pulang kampung tidak bawa apa-apa. Malu dong pastinya nggak bawa sesuatu. Lalu bagaimana dengan kampung akhirat? Masa nggak bawa apa-apa?

Lihat perjuangan orang kampung (dunia). Di terminal ada yang tidur dua hari saking takutnya tidak bisa pulang kampung. Begitu mobil datang bawa barang banyak, belum anak kanan kiri. Mau masuk juga serba salah karena pintu busnya kecil, akhirnya barang di lempar eh mobil jalan.

Orang pengin pulang kampung dengan naik kereta sampai tidur di lantai, di lorong kereta, di lewati orang-orang. Saking takutnya bila tidak bisa pulang kampung.

Kita lihat bila persiapan pulang ke kampung akhirat. Pergi ke masjid, di bawah ramai di lantai dua ramai. Kadang dibilang gila untuk urusan akhirat sementara urusan dunia dianggap wajar? Karena orang beriman meyakini bahwa ada hari akhir.

Duh, namanya hidup ada masa expired. Ada masa kadaluarsa.

 

[Paramuda/BersamaDakwah]

Sentuhan Tangan Ibnu Auf Menghasilkan Emas

ABDURRAHMAN bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah SAW masuk surga serta termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab.

Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.

Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah (Etiopia) bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.

Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi Al-Anshari.

Sa’ad termasuk orang kaya di antara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini.”

Sa’ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Saya ingin menikah, ya Rasulullah,” katanya.

“Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?” tanya Rasul SAW.

“Emas seberat biji kurma,” jawabnya.

Rasulullah bersabda, “Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.”

Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Ibaratnya, jika ia mendapati sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki ‘Sahabat Bertangan Emas’.

Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka’ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.

Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyahemas.

Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah, “Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya.”

Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, “Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?”

“Ya,” jawabnya. “Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan.”

“Berapa?” tanya Rasulullah.

“Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.”

Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad SAW.

Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.

Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra disampaikan kepadanya, ia bertanya, “Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?”

“Abdurrahman bin Auf,” jawab si petugas.

Aisyah berkata, “Rasulullah pernah bersabda, tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar.”

Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.

Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti Sa’ad bin Abi Waqqash dan yang lain.

Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, “Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu.” []

 

MOZAIK

 

 

—————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297
—————————————————————

Kesurupan Jin, Bagaimana Mungkin? Ini Penjelasannya

Kasus kesurupan atau kerasukan jin kerap terjadi karena satu dan lain hal. Tetapi, bagaimana mungkin jin bisa memasuki badan manusia?

Qadi Badruddin bin Abdullah as-Syibli dalam kitabnya Gharaib wa ‘Ajaib al-Jin menjelaskan fenomena tersebut.

Sebagian tokoh dari Mu’tazilah, seperti al-Jubba’i dan Abu Bakar ar-Razi Ibn Zakariya yang terkenal sebagai dokter, menampik fakta kesurupan.

Meski percaya adanya jin, tetapi mereka berpendapat mustahil dua fisik (fisik manusia dan fisik jin) bersatu dalam satu tubuh manusia (korban kerasukan).

Mereka juga berdalih, tidak ditemukan satu riwayat pun dari Rasulullah SAW yang menguatkan fakta kesurupan itu.

Akan tetapi, pandangan pentolan Mu’tazilah itu dibantah oleh kalangan Ahlussunnah waljamaah (Aswaja).

Dalam kitab Maqalat, Abu Hasan al-Asy’ari menegaskan bangsa jin itu bisa merasuk ke tubuh manusia. Ini sebagaimana digambarkan firman Allah SWT:

”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS al-Baqarah [2]: 275).

Ketika Abdullah bertanya kepada sang ayah, Ahmad Ibn Hanbal, ihwal mereka yang ingkar adanya jin yang masuk badan manusia, ayahnya tersebut berkata, ”Wahai anakku, mereka berdusta, Rasulullah sendiri yang menegaska fakta itu (kerasukan jin.”

Dalam hadis riwayat Ibnu Abbas dikisahkan, seorang perempuan yang membawa serta anaknya, mendatangi Rasulullah SAW. Si perempuan mengadu anaknya yang tiba-tiba terserang gila serupa diganggu jin pada siang dan malam hari.

Rasulullah pun mengusap dada anak laki-laki itu dan berdoa. Lalu si anak muntah dan seketika itu keluarlah bayangan hitam dari tubuhnya.

Qadi Abdul Jabbar menjelaskan, hakikat jin yang masuk pada tubuh manusia itu seperti udara. Tubuh mereka lembut dan sangat mungkin masuk ke tubuh kita. Kedua fisik tersebut bersatu, tanpa menghilangkan fisik yang lain. Meski dua-duanya tetap dalam eksistensi masing-masing.

 

sumber:RepublikaOnline

Ketika Abrabah tak Akui Kesucian Baitullah

“Buatlah sebuah bangunan yang sangat indah sehingga orang-orang Arab tertarik ke sini dan meninggalkan Ka’bah!” titah Raja Abrahah kepada pejabat istana. Sontak, gemparlah tanah Yaman mencari arsitek terbaik untuk membuat bangunan suci yang menandingi kesucian Baitullah. Dalam waktu singkat, jadilah bangunan megah nan indah bernama Al Qullais.

Keinginan menandingi Ka’bah bermula ketika Abrahah al-Asyram al-Habsy, penguasa Yaman kala itu, terheran-heran dengan kebiasaan orang Arab berkunjung ke Hijaz setiap tahun. Abrahah yang merupakan gubernur perwakilan Abyssina di Habasyah (Sekarang Etiopia) merupakan seorang warga asli Afrika beragama Nasrani.

Saat tiba di Yaman, ia merasa heran dengan kebiasaan warganya yang rutin berkunjung ke Hijaz. Mereka memilih pergi ke negara lain, sementara wilayah Yaman amat sepi dari pelancong.

Maka, terdengarlah kabar tentang Ka’bah ke telinga Abrahah. Orang-orang Arab rutin melakukan haji ke bangunan yang didirikan nabi mereka, Nabi Ibrahim dan Ismail. Kala itu, Rasulullah belum lahir di tengah bangsa Arab. Kisah Abrahah inilah yang kemudian menjadi pembuka kisah lahirnya Nabiyullah Muhammad SAW.

Abrahah pun makin heran bangunan macam apakah yang mampu menarik kunjungan seluruh bangsa Arab. Tak mengakui kesucian Ka’bah, Abrahah spontan segera berpikir untuk menandinginya. Ia pun memutuskan membuat tempat ibadah yang tak kalah suci, namun jauh lebih megah dari Ka’bah.

Jadilah Al-Qullais yang begitu indah. Pintunya terbuat dari emas, lantainya terbuat dari perak, fondasinya terbuat dari kayu cendana. Siapa pun yang melihatnya akan takjub dengan kemegahannya.

 

sumber: Republika ONline