Enam Hal agar Kultur Ramadhan Terus Membekas

RAMADHAN telah berlalu meninggalkan kita, dan berganti Syawal. Sebagai seorang muslim, kita patut merasa sedih dan berat hati berpisah dengan bulan Ramadhan. Karena ia merupakan bulan keberkahan, rahmat dan maghfirah.

Momen yang selalu dirindukan kehadirannya itu telah pergi. Namun demikian, kita harus ikhlas merelakan kepergiaannya. Kita berharap dan berdoa kepada Allah Swt agar amal ibadah kita padanya diterima, istiqamah dalam ibadah dan amal shalih, dan dipertemukan kembali dengan Ramadhan yang akan datang.

Pada bulan Ramadhan lalu, umat Islam berlomba-lomba melakukan berbagai aktivitas ibadah dan amal shalih. Berbagai kelebihan dan keutamaan yang dimiliki oleh bulan Ramadhan telah memberikan motivasi dan semangat bagi kita untuk meraihnya. Maka, tidak mengherankan bila pada bulan Ramadhan masjid dan meunasah (mushalla) penuh dengan jamaah shalat lima waktu, tarawih dan witir serta tadarus al-Quran. Begitu pula, umat Islam berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan berinfaq, bersedekah dan sebagainya.

Kini Ramadhan telah pergi meninggalkan kita. Lantas, bagaimana status ibadah dan amal shalih kita pasca Ramadhan?

Apakah kita tetap istiqamah seperti yang kita lakukan selama Ramadhan? Lalu, sejauh mana Ramadhan memberi kesan dan pengaruh terhadap perilaku kita sepeninggalnya? Dan bagaimana sepatutnya mengisi hari-hari pasca Ramadhan? Beberapa pertanyaan ini patut mendapat perhatian setiap muslim, dalam rangka muhasabah dan meningkatkan keimanan kita . Selain itu, agar semangat Ramadhan terus hidup di jiwa kita dan membekas dalam perilaku kita sehari-hari.

Sejatinya pasca Ramadhan kita diharapkan tetap istiqamah dan mampu serta terbiasa dengan melakukan berbagai aktivitas ibadah dan amal shalih untuk hari-hari berikutnya selama sebelas bulan, baik berupa amalan wajib maupun amalan sunnat. Karena pada bulan Ramadhan kita telah ditraining secara fulltime 30 hari berturut-turut untuk melakukan berbagai aktivitas ibadah dan amal shalih. Tujuannnya, untuk menjadi orang yang bertaqwa sebagaimana Allah sebutkan dalam al-Quran (al-Baqarah: 183).

Bila Ramadhan yang telah berlalu ini dapat memberikan bekas dan pengaruh kepada kita dalam kehidupan kita hari-hari dengan ditandai semakin baik perilaku, amal shalih dan ibadah kita, maka berarti sukseslah kita dalam training dan ujian untuk memperoleh gelar taqwa. Karena memang Ramadhan disediakan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai sarana untuk menjadi insan yang bertakwa. Namun sebaliknya, bila Ramadhan tidak membekas (berpengaruh) dalam kehidupan kita, maka gagallah kita dalam training dan ujian tersebut.

Sungguh Ramadhan telah memberikan pembelajaran yang banyak terhadap kepribadian seorang muslim dalam rangka melahirkan insan yang bertakwa. Di antaranya yaitu:

Pertama, semangat beribadah dan beramal shalih

Ramadhan lalu mengajarkan kita untuk semangat beribadah dan beramal shalih. Maka, pasca Ramadhan ini diharapkan kita mampu mempertahankan ibadah dan amal shalih kita baik secara kualitas maupun kuantistas. Ibadah dan amal shalih itu tidak hanya disyariatkan untuk bulan Ramadhan saja, tapi sesungguhnya diperintahkan sepanjang masa selama kita hidup di dunia yang fana ini.

Inilah tugas utama kita di dunia sebagai makhluk Allah sesuai dengan firman-Nya, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Az-Zariyat: 56).

Bahkan kita diperintahkan untuk berlomba berbuat kebaikan setiap saat, bukan hanya pada bulan Ramadhan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;

فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan..” (QS: Al-Baqarah: 148)

Kedua, menjaga diri dari maksiat

Ramadhan lalu telah mengajarkan kepada kita bagaimana mengendalikan diri dan hawa nafsu lewat ibadah puasa. Pada waktu berpuasa, kita dituntut untuk menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri, berkata kotor, bertengkar, mencaci maki dan sebagainya.

Jika hal-hal yang mubah seperti makan, minum dan hubungan istri dilarang pada waktu berpuasa, maka terlebih lagi hal-hal yang diharamkan. Maka, sudah sepatutnya setelah Ramadhan kita mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan maksiat, baik berupa perkataan yang haram seperti ghibah, mencaci maki, menghina, menipu, menfitnah dan sebagainya, maupun perbuatan yang haram seperti mencuri, merampok, mencopet, korupsi, memukul, membunuh dan sebagainya. Dengan demikian, pasca Ramadhan perilaku kita menjadi lebih baik.

Ketiga, suka membantu dan mencintai saudara seiman

Ramadhan lalu mengajarkan kita untuk berempati dan peduli terhadap orang fakir dan miskin lewat infak, shadaqah dan zakat.. Begitu pula untuk saling mencintai dan mengasihi sesama muslim. Maka, pasca Ramadhan kita diharapkan membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita, baik saudara kita seiman di tanah air maupun di Palestina, Suriah, rohingya dan lainnya.

Mengenai keutamaan berinfak, Allah berfirman, “Dan apa saja yang kamu nafkahkan (dijalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri…” (Al-Baqarah: 272). Rasulullah  bersabda, “Setiap hari, dua malaikat turun kepada seorang hamba. Salah satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak. Dan yang lain berdoa, “Ya Allah, hilangkan harta orang yang menolak infak.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Mengenai keutamaan menolong saudara seiman, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Allah menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim).  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam juga bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keempat, selalu menjaga shalat berjama’ah

Ramadhan mengajarkan kita untuk selalu menjaga shalat berjama’ah lewat shalat tarawih, witir dan qiyam lail di masjid maupun di mushalla.

Pada saat shalat tarawih, masjid-masjid dan mushalla-mushalla penuh dengan jama’ah selama bulan Ramadhan. Bahkan pada awal Ramadhan jama’ah membludak. Walaupun pada akhir Ramadhan jama’ah  semakin berkurang, namun tetap lebih ramai dibandingkan dengan pada hari-hari selain Ramadhan. Maka, diharapkan pasca Ramadhan kita terbiasa melakukan shalat berjama’ah di masjid atau mushalla. Sejatinya semangat shalat berjama’ah ini bisa dipertahankan dan dilanjutkan pada shalat lima waktu setelah Ramadhan.

Di antara keutamaan shalat jama’ah yaitu; orang yang shalat berjamaah mendapatkan 27 kali lipat pahala dibandingkan shalat sendirian (HR. Bukhari dan Muslim). Ssetiap langkah orang yang shalat berjama’ah dicatat satu pahala sekaligus dihapus satu kesalahan (HR. Bukhari dan Muslim).  Dan orang yang shalat berjama’ah akan tetap di doakan oleh para malaikat setelah shalatnya sampai shalat berikutnya selama ia masih ditempat shalatnya (HR.Bukhari dan Muslim).

Keempat, makmum yang berbarengan ucapan aminnya dengan para malaikat, maka diampuni dosa-dosanya (HR. Bukhari).

Kelima, menjaga shalat sunnat

Ramadhan menggalakkan kepada kita untuk semangat melakukan ibadah sunnah. Pahala amalan sunnat pada bulan Ramadhan dihitung seperti pahala wajib dibulan selainnya (HR. Baihaqi).

Oleh karena itu, orang berlomba-lomba melakukan amalan sunnat seperti shalat tarawih dan lainnya. Maka, pasca Ramadhan kita diharapkan kita untuk tetap istiqamah dalam menjaga shalat-shalat sunnat seperti rawatib, dhuha, tahiyatul masjid, setelah wudhu’, tahajjuj, witir, shalat sunat fajar (sebelum shubuh) dan sebagainya.

Adapun keutamaan shalat Rawatib yaitu dibangunkan rumah di surga (HR. Muslim). Keutamaan shalat Dhuha yaitu pahalanya sama seperti bersedekah (HR. Muslim). Mengenai keutamaan shalat sunat setelah wudhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda kepada Bilal, “Hai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang paling kamu harapkan akan mendapatkan pahala, yang telah kamu kerjakan sejak masuk Islam, karena aku benar-benar mendengar suara terompahmu di surga.” Bilal menjawab, “Tidak ada amalan yang paling aku harapkan pahalanya kecuali setiap kali selesai berwudhu, baik di waktu siang maupun malam, aku melakukan shalat sunnah semampuku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun keutamaan shalat sunnat fajar (sebelum shubuh) adalah pahalanya lebih baik dari dunia dan isinya (HR. Muslim)

Keenam, suka membaca Al-Quran

Ramadhan telah menggalakkan kita untuk tadarus (berinteraksi) dengan al-Quran, karena Ramadhan adalah bulan Al-Quran. Tidak mengherankan bila pada bulan Ramadhan, bacaan al-Quran menggema di mana-mana. Umat Islam dengan semangat dan antusias bertadarus al-Quran dengan membaca, memahami, mentadabburi, menghafal dan mmepelajarinyanya. Maka, sepeninggal Ramadhan kita diharapkan terbiasa dengan membaca al-Quran dan berinteraksi dengannya pada setiap saat.

Banyak sekali keutamaan orang yang membacanya, diantaranya yaitu; Pertama: mendapatkan syafaat (pertolongan) pada hari Kiamat (HR. Muslim). Kedua, orang yang mempelajari Al-Qura’n dan mengajarkannya adalah orang yang terbaik. (HR. Bukhari). Ketiga, orang yang pandai membaca Al-Qur’an dimasukkan ke dalam surga bersama para malaikat yang suci. Sedangkan orang yang membaca terbata-bata (belum pandai), maka ia akan diberi dua pahala. (HR. Bukhari & Muslim). Keempat, orang yang membaca dan mendengar Al-Qur’an akan mendapatkan sakinah, rahmat, doa malaikat dan pujian dari Allah. (HR. Muslim). Kelima, mendapat pahala yang berlipat ganda yaitu setiap huruf yang dibaca dihitung satu pahala dan satu pahala itu dilipat gandakankan menjadi sepuluh ganda. (HR. At-Tirmizi), dan sebagainya.

Demikianlah hendaknya kita mengisi hari-hari pasca Ramadhan selama sebelas bulan ke depan yaitu dengan istiqamah melakukan berbagai ibadah dan amal shalih seperti pada bulan Ramadhan. Ibadah dan amal shalih itu tidak hanya dilakukan pada bulan Ramadhan saja, namun juga yang terpenting adalah pada hari-hari setelah Ramadhan.

Kesuksesan Ramadhan kita lalu sangat tergantung dengan kuantitas dan kualitas ibadah kita pada hari-hari setelah Ramadhan meninggalkan kita.

Segala ibadah dan amal shalih yang dilakukan pada waktu Ramadhan harus membekas pada diri kita dengan semakin baik perilaku, ibadah dan amal shalih kita. Itulah tanda kesuksesan Ramadhan kita yaitu menjadi orang yang bertakwa. Semoga ibadah dan amal shalih kita di bulan Ramadhan diterima Allah Subhanahu Wata’ala. Dan semoga kita termasuk kita termasuk orang-orang yang sukses dalam Ramadhan dan mendapat gelar taqwa. Amin ya rabbal ‘alamin..!!

Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA, Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) provinsi Aceh & Dosen Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry

 

HIDAYATULLAH

Jalani Hidup Penuh Semangat, Enyahkan Kemalasan

MENJALANI hidup harus penuh semangat karena akan menjadikan perjalanan yang kita lewati penuh dengan energi kebaikan. Bila yang ada kemalasan tentunya akan banyak masa yang terlewati dengan sia-sia. Sedetik waktu yang Allah berikan kepada kita senilai dengan berjam-jam bila kita isi dengan hal yang baik.

Putus asa bukan menjadi tabiat yang melekat pada insan beriman. Dalam keadaan lelah pun kita harus terus berjuang mewujudkan apa yang kita cita-citakan. Setiap keterbatasan yang ada yakinlah ada kelebihan yang telah Allah siapkan pada diri kita. Tinggal bagaimana kita senantiasa mengoptimalkan usaha sembari terus berdoa meminta penuh harap. Kita perlu mengingat bahwasanya janji Allah selalu benar. Tak ada yang tak kan dipenuhi oleh Nya.

Hanya saja waktu yang tepat ukuran manusia sangatlah berbeda dengan apa yang dikehendaki Allah. Kita berusaha maksimal untuk menunjukkan bahwa ada keinginan besar dalam mewujudnya sebuah harapan. Terus dan teruslah berencana dan berharap akan masa depan yang penuh kemuliaan. Dan yakinlah Allah akan jawab setiap harap yang terpanjat.

“Jangan sampai tertundanya karunia Allah kepada kalian, setelah kalian mengulang-ulang doa membuat kalian putus asa. Karena Dia menjamin pengabulan doa sesuai pilihan Nya, bukan sesuai pilihan kalian, pada waktu yang diinginkan Nya bukan pula waktu yang kalian inginkan” (Ibnu Atha’illah Al Iskandari)

Ada tahapan yang sedianya kita lewati dengan mujahadah. Hal yang paling mendasar adalah keimanan yang sepenuhnya kepada Allah serta keyakinan bahwa bersama Allah kemudahan akan tercipta, harapan pun akan menjelma. Lantas jangan pernah lalai untuk senantiasa memperbaiki ibadah kita. Ibadah yang benar yang kan membentuk jiwa-jiwa tegar.

Lantas usaha optimal itulah wujud komitmen kita untuk meraih apa yang kita tuju. Namun perlu sebuah tawakal dalam melalui setahap demi setahap apa yang menjadi harapan kita. Dan tentunya sebagai manusia yang beriman harus senantiasa menjaga akhlak terpuji baik kepada manusia apalagi kepada Rabbnya.

Semua sudah ditetapkan pada garisnya masing-masing. Keteraturan itulah sunatullah. Bahkan sebab akibat pun sudah Allah atur sedemikian rupa. Sudah selayaknya kita kedepankan baik sangka kepada Allah sembari menjaga semangat agar sekecil apa pun karunia tiada yang terlewat.

Bismillah, Insya Allah, Allahu Akbar. [Ustadzah Bunda Rochma Yulika]

INILAH MOZAIK

Mengaku Cinta Karena Allah Harus Saling Menasihati

CINTA karena Allah itu mempunyai harga sangat mahal yang harus dibayar, dan sedikit sekali yang mau membayarnya. Apa harga mahal yang harus dibayar itu?

Harga mahal yang harus dibayarkan oleh siapa saja yang mengaku cinta karena Allah, yaitu; SALING MENASEHATI, sebagaimana firman Allah taala dalam surat 103 Al-Ashr.

Seseorang yang mengaku cinta kepada temannya karena Allah maka harus terus menerus mengawasi temannya tersebut untuk saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran.

Hal ini jarang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku saling cinta karena Allah, dengan alasan khawatir temannya tersinggung, atau khawatir temannya marah, atau khawatir temannya meninggalkannya, dan berbagai macam alasan lainnya.

Jadi, harga mahal yang harus dibayarkan oleh orang-orang yang saling mencintai karena Allah adalah saling menasehati dengan melakukan amar makruf nahi munkar, yaitu saling mengingatkan dan memotivasi untuk menjadi lebih baik, lebih taat kepada Allah, lebih istiqomah dalam Islam dan Sunnah.

Karena itu apabila ada dua orang sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bertemu, keduanya tidak berpisah melainkan salah seorang dari keduanya membacakan kepada yang lain surat Al-Ashr sampai selesai, kemudian salah seorang dari keduanya memberikan salam kepada yang lain dan berpisah.

Ath-Thabrani Rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaidullah bin Hisn Abu Madinah, ia berkata:

“Bahwasanya apabila ada dua orang sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bertemu, keduanya tidak berpisah melainkan salah seorang dari keduanya membacakan kepada yang lain surat Al-Ashr sampai selesai, kemudian salah seorang dari keduanya memberikan salam kepada yang lain.”

Al-Imam Asy-Syafii Rahimahullah berkata: “Kalau sekiranya manusia mentadabburi (merenungkan dan menghayati) surat ini (Al-Ashr), pastilah cukup bagi mereka.”

[Tafsir Ibnu Katsir: 4/657, Tafsir Al-Qasimiy: 9/538 dan Al-Misbahul Munir Fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, Isyraf: As-Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarak Fuuriy, hal 1529].

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

[Abdullah Shaleh Hadrami]

INILAH MOZAIK

Sepuluh Level Bisa Islam

Level 1 : Bersaksi.

Mengikrarkan Dua kalimat syahadat adalah komitmen dan perjanjian  untuk meyakini, mempercayai, mencintai dan tunduk hanya kepada Allah dan Rasulullah semata. Shahadatain adalah awal untuk mendapatkan SIM (Status Identitas Muslim) yang sah dan diakui oleh Allah SWT. Seluruh perbuatan baik dianggap legal oleh Allah hanya jika didasarkan oleh identitas kemusliman ini. Tanpa legalitas, kebaikan hanya akan sia-sia dihadapan Allah. Pastikan kita memiliki SIM sebelum sebelum melakukan perjalanan hidup di dunia. Membela Islam harus dilandasi oleh ruh keyakinan dan keikhlasan. (QS 6 : 162 dan QS 2 : 21 dan 112, QS 14: 18)

Level 2 : Memahami Islam.

Islam sebagai risalah Allah harus dipahami oleh seorang muslim. Sebab amal sholeh harus dilandasi oleh ilmu. Islam adalah sistem nilai yang sempurna, terdiri dari fikrah dan thariqoh. Islam adalah sistem nilai yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Islam adalah sistem nilai untuk individu, masyarakat dan negara. Belajar memahami nilai dan hukum-hukum Islam adalah kewajiban setiap muslim. Memahami Islam hakekatnya adalah bentuk pembelaan terhadap Islam agar Islam tidak dirusak oleh orang munafik dan kafir. (QS 3 : 7, 18, QS 9 : 122 danQS 39 :9)

Level 3 : Mengamalkan Islam.

Islam bukanlah sebatas keilmuwan (islamologi), melainkan harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu muslim. Hakekat taqwa adalah mengamalkan perintah Islam dan meninggalkan laranganNya.  Amalan Islam meliputi ibadah, akhlak dan muamalah. Ketiganya harus berdasarkan hukum dan syariat Islam, bukan kapitalisme apalagi komunisme. Mengamalkan ajaran Islam hakekatnya adalah pembelaan terhadap Islam karena sebagai bentuk menjaga dan melestarikan ajaran Islam dari pengaruh ideologi kufur. (QS 17 : 19, QS 39 : 39, QS 2 : 25, 44, 82, dan QS 3 : 57, 188)

Level 4 : Mengajarkan Islam.

Setelah memiliki ilmu dan mengamalkan, maka seorang muslim berkewajiban untuk menyebarkan ilmu dan mengajarkannya kepada keluarga dan masyarakat. Islam melarang seorang muslim menyembunyikan ilmu yang dimilikinya.  Mengajarkan Islam adalah usaha mulia agar Islam dipahami oleh kaum muslimin seluruhnya. Rasulullah mengajarkan Islam kepada para sahabat, sahabat mengajarkan kepada generasi berikutnya hingga sampai kepada kita hari ini. Mengajarkan Islam adalah bentuk pembelaan kepada Islam agar Islam tetap dipegang teguh oleh kaum muslimin hingga kiamat. (QS 2 : 146, 159, QS 3 : 187 dan QS 7 :169)

Level 5 : Mendakwahkan Islam.

Setelah Rasulullah  mengajarkan dan mengkader para sahabat agar memahami Islam, maka Rasulullah dan para sahabat lantas mendakwahkan Islam kepada orang-orang kafir agar mereka menjadi muslim. Dakwah juga kepada kaum muslim agar lebih menyadari kemuslimannya. Tugas utama para Rasul adalah berdakwah, begitupun pengikutnya. Dakwah sebaik-baik ucapan berupa  ajakan kepada ajaran Islam. Dakwah adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar. Meski banyak tantangan, hambatan dan celaan, namun dakwah adalah kewajiban setiap muslim. Hakekat dakwah adalah mengajak manusia agar mau masuk Islam secara kaffah dan meninggalkan ideologi kufur yang selama ini diikutinya.  Allah mengancam bagi seorang muslim yang meninggalkan dakwah. Dalam dakwah Rasulullah mengorbankan harta, tenaga dan jiwa.  Dakwah adalah bentuk pembelaan kepada Islam agar Islam dipeluk oleh seluruh manusia di bumi. (QS 3 : 31, 104, QS 41 : 33, QS 4 : 114, QS 16 : 125, QS 2 : 208, dan QS 2 : 174)

Level 6 : Menyatukan Umat Islam.

Fakta kaum muslimin adalah fakta pluralitas baik suku, bahasa, warna kulit dan bangsa. Meski demikian, kaum muslimin adalah satu dan bersaudara. Sebab kaum muslimin memiliki Tuhan  yang satu : Allah swt, nabi yang satu : Muhammad saw, dan kitab yang satu : Al Qur’an.   Karena itu kaum muslimin harus juga disatukan melalui visi yang satu : Islam, bahasa yang satu : bahasa Arab, bendera yang satu  : bendera tauhid dan negara yang satu : Daulah Islam. Rasulullah telah menyatukan kaum muhajirin dan anshor dalam dalam naungan satu panji dan negara madinah. Menyatukan kaum muslimin adalah bentuk pembelaan terhadap Islam agar agama ini tegak kokoh, kuat dan berdaulat. (QS 49 : 10, 13, dan QS 3 : 103).

Level 7 : Memperjuangkan Islam.

Islam bukanlah agama ritual semata, melainkan ideologi dan jalan hidup.  Islam bukanlah agama individu semata, melainkan sosial dan negara juga. Memperjuangkan Islam adalah menyerukan agar Islam bisa diterapkan secara kaffah oleh negara, bukan sebatas individu. Memperjuangkan Islam adalah menyerukan agar negara menerapkan ideologi  Islam dan meninggalkan ideologi kapitalisme dan komunisme. Memperjuangkan ideologi Islam akan dihadapkan dengan dengan tantangan dan permusuhan ideologi kufur. Perjuangan membutuhkan pengorbanan, keberanian, ketulusan, ketegasan, dan kejelasan konsep karena akan dihadapkan oleh serangan kaum munafik dan kafir. Memperjuangkan Islam adalah kesiapan untuk mengganti sistem kufur menjadi sistem Islam, karena itu dibutuhkan kader umat yang berkualitas, ikatan aqidah yang kuat, visi yang jelas dan konsep Islam yang bisa diaplikasikan. Memperjuangkan penerapan ideologi Islam  adalah bentuk pembelaan kepada Islam karena akan mengantarkan kepada Islam Kaffah. (QS 47 : 7)

Level 8 : Menerapkan Islam.

Negara Madinah adalah negara dimana syariat dinul Islam diterapkan secara kaffah setelah Rasulullah dibaiat oleh pada sahabat. Asal kata madinah adalah din yang artinya dinul Islam. Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah adalah penerapan Islam secara kaffah untuk mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Seluruh aspek ketatanegaraan dilandasi oleh hukum-hukum Islam yang tertulis dalam Al Qur’an. Seluruh aspek sosial kenegaraan seperti ekonomi, pendidikan, budaya, politik, urusan luar negeri dan keamanan didasarkan oleh hukum-hukum Islam. Seluruh bentuk sangki pelanggaran syariat digunakan sangsi dan hukum Islam. Hak-hak kaum kafir yang tunduk kepada negara Islam dipenuhi dengan adil, sehingga mereka tenang dan damai dalam naungan Islam. Daulah Islam atau khilafah Islam adalah bentuk negara paling sempurna bagi kebaikan manusia. Khilafah adalah kepemimpinan umum kaum muslimin di dunia, menerapkan Islam dan menyebarkan ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Negara khilafah bertahan lebih dari seribu tahun. Rasulullah telah menjanjikan akan datang kembali khilafah kedua di akhir zaman. Menerapkan Islam dalam khilafah Islam adalah bentuk pembelaan kepada Islam yang hakiki. (QS 2 : 208, QS 47 : 7, QS 24 : 55 dan QS 21 : 107)

Level 9 : Menyebarkan Islam.

Negara khilafah adalah negara yang membawa Islam untuk menebarkan rahmat bagi alam semesta. Karena itu khilafah akan memperluas dakwahnya mengajak negara-negara di seluruh dunia untuk bergabung dalam daulah hingga Islam menyinari seluruh penjuru bumi. Melalui jalan dakwah perdamaian antar negara, khilafah akan mengajak kepada Islam ke seluruh negara di dunia. Rasulullah menyurati kepada kepala-kepala negara mengajak untuk masuk ke dalam Islam. Dari tangan Rasulullah, dari Madinah, Islam menyebar ke seluruh penjuru bumi. Daulah Islam pernah menguasai 2/3 dataran bumi. Melalui dai-dainya, daulah Islam telah mengutus wali songo untuk mengislamkan nusantara, maka berdirilah kerajaaan-kerajaan Islam di nusantara yang berafiliasi kepada daulah Islam di Turki. (QS 21 : 107).

Level 10 : Berjihad Fi Sabilillah.

Kemenangan Islam itu dari Allah. Namun kaum muslimin diwajibkan untuk menjaga, menolong, dan mempertahankan daulah Islam dari serangan kaum kafir dengan  angkat senjata berjihad di medan perang. Jihad adalah menyerahkan harta, tenaga dan nyawa untuk Allah. Jihad hanya memiliki dua pilihan, hidup mulia atau mati syahid. Syahid di medan perang hakekatnya adalah kehidupan mulia di sisi Allah. Jihad di medan perang adalah puncak perjuangan membela Islam bagi setiap individu kaum muslimin. Berjihad adalah puncak persatuan umat dalam membela kemuliaan Islam dari serangan kaum kafir. Berjihad adalah peperangan negara Islam melawan negara kafir yang menyerang Islam. Jihad dipimpin oleh panglima jihad atas perintah khalifah. Jihad di medan perang adalah puncak pembelaan kepada Islam. (QS 2 : 190-195, QS 3 : 139 -140, 200). wallahu a’lam bis showab

 

Oleh : Dr Ahmad SastraDosen Pascasarjana UIKA Bogor

REPUBLIKA

Hikmah Puasa Sunnah 6 Hari di Bulan Syawal

AMALAN yang identik dengan bulan Syawal salah satunya adalah puasa sunnah 6 hari. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa berpuasa (di bulan) Ramadhan kemudian diiringi dengan puasa 6 (enam) hari bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti puasa satu tahun penuh.” (HR. Muslim)

Penyariatan puasa Syawal ini memiliki banyak hikmah. Setidaknya ada lima hikmah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam buku “Lathaa`ifu al-Ma’aarif fiima li al-Mawaasim min Lathaa`if” (1999 : 393):

Pertama, puasa 6 hari di bulan Syawal pasca Ramadhan bisa menyempurnakan pahala puasa menjadi setahun penuh. Ini sesuai dengan hadits yang disebut di awal.

Kedua, puasa di bulan Syawal dan Sya’ban laksana sunnah Rawatib dalam shalat wajib yang berfungsi menyempurnakan kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dalam shalat wajib. Tidak berlebihan jika Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah pernah berkata, “Barangsiapa yang tidak bisa mengeluarkan zakat fitrah di akhir Ramadhan, maka hendaknya ia puasa (sunnah setelahnya)!”  Karena puasa -dalam hal menebus kejelekan – menempati posisi memberi makan (zakat fitrah).

Ketiga, membiasakan puasa setelah Ramadhan adalah tanda diterimanya puasa Ramadhan.  Jika Allah Subhanahu Wata’ala hendak menerima amalah seorang hamba, maka dia diberi taufik untuk melakukan amal saleh setelahnya. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama, “Pahala kebaikan adalah kebaikan (yang dilakukan) setelahnya.” Maka kalau ada yang berbuat kebaikan lalu berkesinambungan, maka itu sebagai tanda diterimanya kebaikan yang pertama. Demikian juga sebaliknya jika melakukan keburukan (itu sebagai tanda bahwa amalan pertama tidak diterima).

Keempat, membiasakan puasa setelah Ramadhan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah yang menganugerahkan ampunan di bulan Ramadhan; karena tidak ada nikmat yang lebih besar daripada ampunan-Nya. Suatu saat nabi shalat malam hingga kakinya bengkak. Ketika ditanya, beliau menjawab bahwa itu sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Ini salah satu contoh rasa syukur yang dicontohkan nabi.

Ketika Ibnu Al-Warad ditanya orang mengenai pahala beberapa amal seperti thawaf dan semacamnya, beliau menjawab, “Jangan bertanya tentang pahalanya, tapi tanyalah kepada dirimu sudahkan kamu bersyukur kepada Allah yang telah memberi taufik dan pertolongan untuk melakukan kebaikan tersebut!”

Kelima, amalan yang dilakukan seseorang di bulan Ramadhan sejatinya tidak berhenti hanya di bulan Ramadhan;tapi terus berlangsung selama dia masih hidup. Ada riwayat, “Orang yang berpuasa setelah Ramadhan itu seperti orang baru selesai dari gelanggang pertempuran di jalan Allah kemudian kembali lagi bertempur.”

Dalam hadits disebutkan, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah adalah yang ‘al-Haal al-Murtahil’ (tiap kali singgah, dia berangkat lagi)  sebagaimana orang yang mengkatamkan al-Qur`an dari awal sampai akhir, kemudian dilanjut bacaannya secara berkesinambungan sampai khatam lagi.” (HR. Tirmidzi). Dengan demikian, amalnya terus berkesinambungan tidak tergantung pada mood dan moment tertentu.

Bisyr -salah seorang salaf- saat ditanya mengenai kaum yang hanya beribadah dan bersungguh-sungguh di bulan Ramadhan, beliau menjawab, “sejelek-jelek kaum adalah yang tidak mengenal hak-hak allah melainkan pada bulan ramadhan saja. Orang saleh adalah yang beribadah dan bersungguh-sungguh sepanjang tahun.”

Ketika Asy-Syibli Rahimahullah ditanya, “Manakah yang lebih utama antara Sya’ban dan Ramadhan?” Beliau menjawab, “Jadilah hamba rabbani dan jangan jadi hamba sya’bani.” Jadi, di dalam maupun luar Ramadhan tidak dibeda-bedakan karena yang menjadi acuan adalah Allah Subhanahu wata’ala. Selama itu diperintahkan Allah, maka akan dijaga secara kontinu.

Nabi sendiri amalannya selalu istikamah dan kontinu. Ketika Aisyah ditanya apakah nabi mengkhususkan hari tertentu untuk beramal, beliau menjawab, “Amalan beliau itu berkesinambungan (kontinu)” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan ketika nabi pernah dalam satu Ramadhan tak bisa menjalankan iktikaf di sepuluh hari terakhir, maka beliau ganti di bulan Syawal.

Lebih dari itu, Hasan Bashri berkata, “Sesungguhnya Allah tidak membuat ajal untuk amalan mukmin, melainkan kematian.”  Artinya, kapanpun dan dimanapun selama masih hidup, maka amalan harus tetap kontinu.

Jadi, hikmah disyariatkannya puasa Syawwal –wallahu a’lam- adalah: untuk menyempurnakan pahala puasa, menyempurnakan kekurangan puasa, sebagai tanda diterimanya puasa, sebagai rasa syukur, supaya terus berkesinambungan di bulan-bulan lainnya.

Sebagai penutup, pernyataan Ibnu Rajab Rahimahullah berikut patut untuk dijadikan bahan renungan, “Barangsiapa mengamalkan ketaatan kemudian selesai menjalankannya, maka tanda amalnya diterima adalah dengan menyambungnya dengan ketaatan yang lain, sedangkan tanda tertolaknya adalah ketika ketaatan disambung dengan kemaksiatan yang lain.” */Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULAH

Din: Program ‘Karma’ di ANTV Bertentangan dengan Akidah

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, mengecam program reality show Karma yang ditayangkan ANTV. Din menyimpulkan acara yang dipandu Robby Purba dan menampilkan Roy Kiyoshi sebagai paranormal itu banyak hal yang bertentangan dengan akidah Islamiyah.

“Setelah menonton acara Karma Roy Kiyoshi di ANTV, saya menyimpulkan di acara tersebut dapat menyesatkan akidah umat Islam,” ujar Din dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Jakarta, Ahad (24/6).

Din meminta Komisi Pengkajian MUI untuk segera mengkaji lebih lanjut program acara TV yang telah ditayangkan ANTV sejak Desember 2017 itu. Ia juga menyarankan ANTV untuk menghentikan penayangan Karma sebelum menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam.

“Saya juga berharap Komisi Penyiaran Indonesia segera melakukan langkah-langkah sesuai kewenangannya dan ketentuan hukum yang berlaku,” ucapnya.

Berdasarkan laman karma.antvklik.com, Karma merupakan program misteri reality show yang mengangkat kisah nyata dari 31 partisipan sesuai tanggal lahirnya. Dua orang paranormal tampil sebagai pembawa acara. Mereka menguak kisah problematika kehidupan setiap partisipan.

 

REPUBLIKA

Ternyata Malaikat Maut 70 Kali Menatap Wajah Kita

BETAPA sering malaikat maut melihat dan menatap wajah seseorang, yaitu dalam waktu 24 jam sebanyak 70 kali. Seandainya manusia sadar hakikat tersebut, niscaya dia tidak akan lupa untuk mengingat mati.

Tetapi oleh karena malaikat maut adalah makhluk gaib, manusia tidak melihat kehadirannya, sebab itu manusia tidak menyadari apa yang dilakukan oleh Malaikatul maut.

Coba kita lihat 1 hari=24 jam=1440 menit. 1440 menit/70 kali malaikat melihat kita=20.571 menit, itu berarti Sang pencabut nyawa menziarahi kita setiap 21 menit.

Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah bersabda:

“Bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia di muka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang merenungi wajah seseorang, didapati orang itu sedang bergelak-ketawa. Maka berkata Izrail: Alangkah herannya aku melihat orang ini, padahal aku diutus oleh Allah untuk mencabut nyawanya kapan saja, tetapi dia masih terlihat bodoh dan bergelak ketawa.”

Seorang sahabat pernah bertanya: “Wahai Rasululloh, Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?” Rasulullah menjawab: “Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling: baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.” {HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy)

Semoga bisa menjadi asbab hidayah. [AllAboutIslam]

 

INILAH MOZAIK

Allah tak Biarkan Hamba-Nya dalam Kesedihan

NAMAKU Fandi, ini kisahku saat aku sempat merasakan nikmatnya hidup di dunia ini. Saat aku masih bekerja di pelayaran, sebagai salah satu anak buah kapal pesiar tentu membuatku hidup bebas di laut lepas, mengelilingi laut Amerika, Afrika, dan Argentina.

Kehidupan di kapal pesiar jauh dari Tanah Air, dan keluarga membuatku bisa menikmati yang namanya surga dunia. Entah itu kapal sedang menepi di daratan atau sedang berlayar, aku, ABK (anak buah kapal) lainnya juga tidak ketinggalan para nakhoda kapal selalu dikelilingi perempuan-perempuan dari negara yang kami singgahi. Bisa dibilang hidupku saat itu tak bisa jauh dari dunia perempuan, tak ada masalah bagiku, toh aku juga masih pemuda lajang.

Aku sangat menikmati pekerjaan dan kehidupanku di kapal ini. Ah, rasanya aku tak ingin pulang dan mengakhiri semua kenikmatan ini. Kehidupan bebas, minuman keras, dan pola makan yang berantakan akhirnya memberhentikanku dari semua kenikmatan itu.

Awalnya, aku selalu merasa cepat lelah, dan fisikku semakin lama semakin tidak bertenaga rasanya. Hingga akhirnya aku memeriksakan kondisiku ke dokter di salah satu rumah sakit di Arab Saudi saat kapal menepi di daratan negara Islam itu. Hasil pemeriksaan dokter memberhentikanku dari pekerjaan, pihak perusahaan kapal tidak ingin memperkerjakan anggota yang mengidap penyakit atau sedang sakit. Dan diabetes mengeluarkanku dari pekerjaan itu, dari semua pelayaran sekaligus dari pelayaran dunia perempuan.

Aku terpuruk, galau dan putus asa. Di tengah kondisi kesehatanku yang sedang ngedrop dan tentunya membutuhkan biaya untuk berobat, aku malah sendiri, dibuang, dikeluarkan dari orang-orang yang selama ini ku anggap keluarga. Tapi semua yang terjadi adalah kebalikannya, walaupun saat itu penyakit diabetesku belum terlalu parah, mereka tetap memecatku. Dan ini menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga buatku, sampai saat ini.

Aku berkelana mengelilingi sebagian daerah Arab Saudi. Berpikir untuk pulang? Ah, pikiran itu jauh dari benakku. Yang aku butuhkan saat itu adalah pekerjaan, sumber penghasilan untuk penyakitku, dan syukur-syukur bisa aku gunakan untuk pulang kembali ke Indonesia. Saat itu, hanya ibuku seorang diri yang kumiliki dan aku tidak tahu bagaimana kabarnya.

Alhamdulillah, Allah masih menyayangiku, dengan bantuan teman yang bekerja di sebuah hotel di negara Arab, aku pun akhirnya mendapat pekerjaan di hotel yang sama, sebagai room service. Bekerja di negara Arab, lambat laun merubah kepribadianku, walaupun tidak mudah untuk merubahnya. Ya, aku masih suka mencuri-curi kesempatan untuk membeli minuman keras, mencari kesempatan untuk mendapatkan wanita yang bisa menemani malamku. Sayangnya, semua itu sungguh sangat sulit aku dapatkan di sana. Tetap saja, penyakit ini tidak menyadarkanku dari kebodohan yang selama ini aku lakukan.

Waktu berlalu merubah kepribadianku, aku pun tak lagi mencari kesempatan untuk hal-hal seperti itu lagi. Aku mencoba untuk salat, Allah telah memanggil, dan lagi-lagi aku berat untuk melakukan itu. Karena selama di tengah pelayaran, sekalipun aku tak pernah melaksanakan salat. Tapi saat itu, aku benar-benar ingin merubah kehidupanku, dan kupaksakan untuk selalu salat tepat waktu dan berusaha untuk selalu berjemaah.

Bekerja di negara yang dipenuhi syariat Islam, membuatku terdorong untuk berkeinginan melaksanakan ibadah haji. Entahlah dari mana keinginan itu datang, tapi aku selalu merasa ada panggilan tersendiri dalam hati untuk berhaji.

Aku berusaha untuk bisa melaksanakan ibadah haji, sulit memang, apalagi surat-surat data diriku tidak begitu lengkap. Tapi keinginan itu semakin menggebu kala musim haji semakin dekat. Aku izin dari pekerjaanku dan mencoba ikut rombongan haji yang sedang bersiap berangkat menuju rumah Allah swt. Aku menyelipkan tubuhku yang kecil ini dari rombongan haji dari negara Afrika yang memiliki tubuh sangat besar. Akhirnya aku berhasil, dengan jalur yang tidak resmi. Tapi aku bersyukur bisa sampai di rumah-Nya, dimana semua umat muslim di seluruh dunia mengimpikan bisa sampai di tempat yang dijadikan kiblat kita dalam beribadah.

Selama menjalankan ibadah haji itu, hal yang pertama kali muncul dalam hati dan pikiran ku adalah wajah ibuku di Indonesia, ada apa gerangan? wajah ibu selalu ada kemanapun ku jatuhkan pandanganku. Aku semakin merindukan mu buu

Tepat di depan Ka’bah aku menangis sejadi-jadinya, semua hal yang kulakukan dalam hidupku sungguh tak ada manfaatnya, Ya Allah, sungguh hamba telah membuang-buang waktu menjalani kehidupan dariMu. Dan sungguh hamba telah rugi akan semua itu.

Tak lupa ku panjatkan untaian doaku untuk ibuku, sekalipun saat itu sama sekali aku tak tahu kabar berita beliau. Alhamdulillah, ibadah haji telah kuselesaikan, dan aku bertekad untuk kembali ke Indonesia, hidup bersama ibuku, menemaninya di masa tua beliau. Dan satu doa yang ku panjatkan saat berhaji, juga Allah kabulkan, alhamdulillah.

Setelah menyelesaikan semua urusan pekerjaanku di hotel, aku kembali ke Indonesia, kota Jakarta. Dan di sinilah doaku itu dibuka Allah jalannya, aku bertemu dengan wanita Indonesia, berdarah Palembang. Ia juga kembali ke Tanah Air setelah beberapa tahun hidup merantau di negeri Arab.

Perkenalan itu pun berlanjut hingga kami sampai ke Indonesia. Aku mulai sering berkomunikasi dengan Ratna, nama wanita berhijab berlesung pipi itu. Kami hanya berkomunikasi via handphone, dan SMS. Tapi aku tak ingin berlama-lama berada dalam lingkaran yang tak pasti itu. Hingga akhirnya, dengan bismillah ku berani kan diri meminang Ratna. Aku menanyakan kesediaan Ratna untuk hidup bersamaku, via telephone.

Tidak ada yang kusembunyikan dari Ratna saat aku memintanya mendampingi hidupku, semua hal tentangku, tentang masa laluku, juga tentang penyakit diabetes ku tak lupa ku ceritakan. Ratna menerimaku apa adanya, seperti halnya aku mencintainya.

Alhamdulillah, setelah melalui proses yang panjang dan sedikit rumit, karena jarak Jakarta-Palembang yang cukup jauh. Akhirnya, acara pernikahan sederhana itu berjalan khidmat. Tak ada kemewahan, tak ada pesta gemerlap, hanya aku, Ratna, ibuku dan sanak family dari masing-masing keluarga kami. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah

Kehidupan rumah tanggaku berjalan seperti apa adanya, aku bekerja di salah satu perusahaan ekspedisi milik teman sekolahku dulu, dan istriku membuka warung kecil-kecilan di rumah demi membantu perekonomian kami. Karna posisiku bukanlah cukup kuat di perusahaan itu, hanya sopir barang, tak mengapa aku tetap mensyukurinya.

Kesibukanku sebagai sopir yang setiap hari mengantar dan menjemput barang, membuat tidak begitu peduli dengan pengobatan penyakit yang selama ini menemani hidupku. Diabetesku semakin parah, kali ini saat istriku tengah mengandung buah cinta kami.

Hingga kelahiran putri kecilku, anak pertama kami. Kondisiku tetap saja belum membaik, semua biaya pengobatanku, ku alihkan untuk proses persalinan Ratna. Kondisiku semakin parah, dan harus menggunakan tongkat untuk berjalan. Diabetes ini menggerogoti kaki kananku.

Tak ada yang bisa kulakukan, selain di rumah tidur dan istirahat, dan hanya bisa melihat istriku yang berpeluh keringat mengurusiku, anakku, ibuku dan warung kecilnya. Maafkan suami mu ini Ratna..

Aku sampai di titik dimana aku merasa kehidupanku ini tak lagi berarti, jangankan untuk istri dan anakku, untuk diriku sendiri pun aku tak bisa berbuat banyak. Apa gunanya hidup ku ini kalau hanya bisa berbaring di rumah di tengah kesibukan istriku yang tiada akhirnya. Aku benar-benar putus asa atas hidupku, dan terlintas dipikiran untuk mengakhiri hidup ini.

Aku tak memperdulikan obat-obatan yang selalu Ratna berikan padaku, aku tak lagi ingin makan apapun yang istriku sediakan, aku tak mau tahu dan tak ingin mendengar apapun itu untuk bisa sembuh. Karna ku tahu, diabetes ini tak ada harapan lagi untuk disembuhkan, lambat laun penyakit ini akan menghabisi tubuhku dan mengantarkanku kembali pada-Nya. Dan dalam benakku, aku hanya ingin mati!!

Hampir tiga bulan, aku berperilaku seperti itu, tak mempedulikan apapun. Bahkan beberapa meninggalkan kewajibanku sebagai hamba Allah swt. Pencipta kita tak akan meninggalkan kita, sekalipun kita meninggalkannya berulang-ulang. Begitulah Allah swt, ia tak pernah membiarkanku berada lama dalam kesedihan dan keputusasaan. Lewat Ratna, istriku terkasih, kutemukan kembali semangat hidupku.

Semua perhatian dan kasih sayang Ratna dalam mengurusku dan tak pernah meninggalkan salatnya bagaimanapun kesibukan menyita waktunya. Ratna tetap menyelipkan namaku dalam setiap doa dalam salatnya. Dan tak pernah kutemui kesedihan dan penyesalan di wajah istriku, ia selalu tersenyum, menghiburku, membahas perkembangan anak kami, sesekali mengajakku bercanda walaupun tak ada yang respon baik dari diriku. Rabb, seberapa hebatnya jiwa wanita yang Engkau pilihkan untukku. Aku bersyukur atas hadirnya Rabb, terimakasih.

Lama aku berpikir, mengapa aku melampiaskan kekesalan atas penyakit ini pada istriku dan anakku. Mengapa aku harus mengurung diri dan menutup semua kebaikan dalam diriku. Bukankah penyakit ini juga karena kesalahan ku di masa lalu. Lantas mengapa aku marah dan tidak menerima takdirnya.

Mulai dari hari itu, hari-hari yang penuh dengan perbincanganku dan pertanyaan-pertanyaanku dengan sang maha pemilik kehidupan ini, aku pun berubah. Dan Ratna menjadi salah satu alasan kuatku untuk berubah, dan lebih menerima penyakit ini.

Aku mulai semangat menjalani hidupku, entahlah mungin lebih pastinya menjalani sisa hidupku. Mau bagaimana pun kelak penyakit ini akan berakhir, aku hanya ingin melakukan hal terbaik untuk keluargaku, ibuku, dan bermanfaat untuk orang-orang di sekitarku. Selain menyibukkan diri membantu warung kecil istriku, aku juga menyempatkan waktu untuk membersihkan masjid, menjadi muadzin, dan mengantar-jemput Suci walau aku harus berjalan dengan tongkat, putri kecilku yang saat ini sudah mulai TK. Dan aku sangat menikmati semua rutinitasku saat ini. Tak ada lagi sosok Fandi yang berlarut dalam kesedihan. Kini hanya ada Fandi, Ratna dan si kecil Suci yang bersemangat menemani ayahnya yang berteman dengan diabetesnya.

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
*[Chairunnisa Dhiee]

 

INILAH MOZAIK

Jadilah Pembela Islam, Jangan Mengkhianatinya

Ingatlah wahai umat Muhammad, bahwa hidup kita tidaklah lama. Dunia ini begitu singkat. Tugas kita hanyalah menjadi sang pengabdi kepada Allah semata. Kewajiban kita hanya mendedikasikan seluruh hidup dan mati kita semata-mata untuk Allah.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku [QS Adz Dzariyat : 56]

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam [QS Al An’am : 162]

Bersyukurlah dan bahagialah, karena kita sebagai umat Muhammad dinobatkan Allah sebagai umat terbaik yang berdakwah dan menebarkan Islam dengan dasar keimanan.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik [QS Ali Imran : 110]

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung [QS Ali Imran : 104]

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri? [QS Al Fusilaat : 33]

Misi ibadah kita hanyalah untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akherat. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan pertolongan Allah berupa kebahagiaan dunia akherat adalah dengan berdakwah dan berjuang menolong agama Allah.

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu [QS Muhammad : 7]

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” [QS Al Baqarah : 201].

Menolong agama Allah dengan sepenuhnya melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, berdakwah menyebarkan Islam, berjuang membela Islam disaat Islam dihina dan dinista oleh musuh-musuh Allah. Menolong agama Allah juga dengan menegakkan Islam kaffah dan berjihad di jalan Allah.

Begitulah Rasulullah telah mencontohkan kepada kita sebagai umatnya. Seluruh pengorbanan Rasulullah dan para sahabat, baik harta, tenaga, pikiran, dan bahkan nyawa sekalipun. Tegaknya sistem Islam kaffah di Madinah adalah fakta sejarah perjalanan dakwah dan perjuangan Rasulullah, yakni membangun syariat Islam untuk diterapkan di tengah-tengah masyarakat, sebagai manifestasi rahmatan lil’alamin.

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam [QS Al Anbiyaa : 107].

Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf : 96)

Wahai Umat Muhammad, dalam kondisi Islam dihina dan dinista seperti sekarang ini, jangan justru menjadi pengkhianat dan munafik. Adalah dosa besar bagi mereka yang munafik, menikan Islam dari dalam, berteman dengan orang kafir dan menjadikan kaum kafir sebagai pemimpin dan pelindung. Orang munafik juga adalah mereka yang menghalangi tegaknya sistem hukum Islam kaffah, mereka berpaling dari hukum dan peringatan Allah.

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya [QS An Nisa : 60]

Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. [QS An Nisa : 61]

Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna” [QS An Nisa : 61]

Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang  sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta”. (QS Thaha : 124)

Dalam sejarah telah banyak contoh-contoh muslim yang justru berkhianat disaat Islam dinista dan dihina. Mereka adalah manusia pemuja nafsu duniawi yang berharap mendapat seonggok uang dengan cara menjadi jongos bagi musuh-musuh Allah. Ada gembong munafik bernama Abdullah bin Ubai, Mustafa Kemal Ataturk dan Ali Abdur Raziq. Padahal Allah dengan tegas mengatakan bahwa musuh-musuh Allah akan terus memusuhi Islam dan kaum muslimin sampai kapanpun.

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu [QS Al Baqarah : 120].

Ideologi kapitalisme sekuler ala Amerika atau komunisme ateis ala Cina adalah ideologi yang akan terus menghancurkan Islam dengan berbagai cara. Narasi radikalisme dan terorisme adalah cara mereka untuk menyerang Islam. Sebab Islam bukan agama terorisme dan muslim bukan teroris.

Karena itu sebagai umat Muhammad jangan justru membantu dan membebek narasi barat  dengan terlibat dalam proyek  deradikalisasi. Membebek kepada narasi barat dengan mendapatkan seonggok uang adalah bentuk pengkhianatan kepada Islam. ciri kaum munafik adalah mencintai musuh-musuh Allah tapi memusuhi sesama muslim dengan berbagai fitnah dan tuduhan.

Padahal ujung dari kemunafikan hanyalah untuk mendapatkan duniawi semata. Mereka takut tidak bisa makan, akhirnya ngecer dan menjual agama dengan harga sedikit. Duhai umat Muhammad sadarlah, kemunafikan adalah bentuk kehinaan dan kelak akan mendapat azab pedih dari Allah. perhatikan firman Allah, mari kita renungkan

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin [QS Al Maidah : 50]

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim [QS Al Maidah : 51]

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka [QS Al Maidah : 52]

Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: “Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi [QS Al Maidah : 53]

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman[QS Al Maidah : 57]

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal [QS Al Maidah : 58]

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik [QS Al Maidah : 59]

Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?”. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus [QS Al Maidah : 60].

Semoga ayat-ayat Allah di atas cukuplah menjadi peringatan untuk kita sebagai umat Muhammad agar terus istiqomah berjuang di jalan Allah apapun resikonya dan jangan justru menjadi jongos, kacung dan pengkhianat Islam. Sebab Muslim bukan jongos, apalagi pengkhianat.

KotaHujan, 27/5/18

Oleh: Ahmad Sastra, Dosen Pascasarjana UIKA Bogor

REPUBLIKA

Arloji Luis Moinet Berornamen Masjidil Haram dan Nabawi

Masjid Nabawi dan Masjidil Haram adalah tempat yang selalu di hati setiap Muslim. Untuk itu produsen arloji Luis Moinet membuat jam tangan dengan latar belakang dua masjid tersebut.

“Tempat-tempat suci ini berada di jantung iman, dan sangat penting untuk mendedikasikan perhatian terbesar untuk menggambarkan mereka dengan setia. Sifat lembut dari lukisan miniatur pada mother-of-pearl terbukti ideal ketika datang untuk mereproduksi resonansi unik dari tujuan ziarah unik ini, ‘’ kata bagai, Jean-Marie Schaller, CEO dan direktur kreatif Louis Moinet, seperti dikutip Suadigazette, (23/6).

Menurutnya sebagai karya artitistik, lanjut Schaller, para seniman pembuat jam menuangkan segenap hatinya untuk mereproduksi benda yang berkarakteristik unik dari masjid tersebut. Sentuhan tunggal membuatnya hidup. Ini harus membuatna mengembangkan teknik khusus, menyerukan kesabaran dan ketelitian, hasil yang paling berpengaruh adalah untuk membuat lapisan cat  yang mebuat jam  muncul sangat ringan.

‘’Jam ini dilapisi emas putih dan terdapat 56 berlian baguette yang kualitas terbaik. Ornamen Masjidil Haram dan Masjid Nabawi menjadikannya sebuah arloji yang unik,’’ ujarnya.

Arlojo mewah Louis Moinet yang diproduksi di Swiss ini sebenarnya telah menghasilkan satu set yang berisi lima jam tangan artistik. Arloji ini  menggambarkan masjid-masjidnya yang paling indah. Hal ini misalnya Masjid Agung Sultan Qaboos di Muscat, Al-Masjid An-Nabawi di Madinah, Al-Masjid Al-Haram di Makkah, Al-Masjid Al-Aqsa di Al-Quds, dan Masjid Sheikh Zayed di Abu Dhabi .

 

REPUBLIKA