Menyambut Bulan Ramadhan

BERBICARA Bulan Ramadhan tentu banyak berbagai keistimewaan di dalamnya, mulai dari Al Quran yang sering kita baca setiap harinya ternyata turun di bulan yang mulia ini, diwajibkannya berpuasa selama sebulan penuh, segala amal kebaikan pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah subhanahuwataala, dibukanya pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka dan masih banyak lagi berbagai keistimewaan atau keutamaan bulan Ramadhan.

Nah, tentu sebagai seorang muslim harus bisa memanfaatkan bulan tersebut dengan semaksimal mungkin jangan sampai terluput dari amalan-amalan yang memang terkhusus hanya ada di bulan Ramadhan, misalnya puasa Ramadhan itu sendiri dan tarawih secara berjamaah.

Menyambut bulan Ramadhan bukan dengan mengecat rumah agar kelihatan bagus seperti kebanyakan orang, bukan dengan membeli pakaian yang bagus, menyiapkan makanan sebulan penuh dan sederetan hal-hal keduniawian lainnya.

Oleh karena itu bulan Ramadhan yang singkat ini harus kita isi dengan berbagai amal kebaikan. Jangan sampai bulan Ramadhan datang namun kita tidak siap untuk melakukan amalan-amalan kebaikan.

Contohlah para Ulama salaf bagaimana mereka menyambut bulan Ramadhan, Mualla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para salaf) orang shalih terdahulu sebelum kita, berdoa kepada Allah Taala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amalshaleh) yang mereka (kerjakan)”.

Nah, para ulama saja mereka senantiasa meminta kepada Allah Taala berdoa agar dipertemukan dengan bulan yang mulia ini selama enam bulan lamanya. Lalu, apakah kita sudah berdoa agar Allah mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan? Tentu jawabannya ada pada diri kita masing-masing.

Maka hendaknya kita sebagai seorang muslim mencontoh mereka para orang-orang shalih terdahulu dalam menyambut Ramadhan dengan berdoa secara sungguh-sungguh, juga mempersiapkan diri baik secara fisik ataupun secara rohani dalam bersungguh-sungguh mendulang berbagai pahala, ampunan dan keutamaan lainnya. [*]

INILAH MOZAIK

Dosa Terhapus oleh Sedekah

RASULULLAH shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi)

Selain mendapat ganjaran yang besar dari Allah Subhanahu Wa Tala, orang yang bersedekah juga sangat beruntung karena amalnya tersebut bisa menjadi penghapus catatan dosanya, sehingga menjauhkannya dari api neraka.

Oleh karena itu, saudaraku, marilah kita selalu bersemangat mengambil setiap kesempatan bersedekah sekecil apa pun. Kurangi rasa berharap dari orang lain, dan berusahalah menjadi orang yang senantiasa mampu bersedekah.

Semoga Alloh menjadikan diri kita menjadi ahli syukur dan ahli sedekah hanya karena Allah semata. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |

Mau Umrah, Butuh Berapa Potong Pakaian yang akan Dibawa?

Bagi para jamaah umrah yang hendak berangkat ke Tanah Suci tentu selalu bingung, berapa banyak pakaian yang perlu dibawa. Banyak jawaban yang menyebut secukupnya. Namun, secukupnya itu seberapa?

Agar mempermudah, bayangkan saja seperti jalan-jalan.  Kebutuhan yang mendasar adalah pakaian. Banyaknya pakaian yang harus dibawa berbeda pada setiap orang.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, misalnya berapa lama waktu pelaksanaan umrah. Ada yang reguler sembilan hari, dan ada juga yang plus sekitar 13 hari. ‘Prinsipnya, makin panjang waktunya, makin banyak pakaian yang dibawa.

Jumlah pakaian yang dibawa juga tergantung pada jenis kelamin, serta kemana dulu jamaah berkunjung. Makkah atau Madinah terlebih dahulu?  Jika Makkah lebih dulu, maka kain ihram bisa dipakai saat berada di pesawat dan disimpan di dalam kabin. Namun, jika ke Madinah atau jiarah terlebih dulu, maka pakaian ihram lebih baik ditaruh di tas besar (koper).

Biasanya, laki-laki membawa tiga atau empat potong pakaian untuk umrah. ”Bahkan, ada yang biasanya membawa pakaian sedikit. Dan, untuk gantinya mereka membeli di sana.

Namun, adapula  yang membawa baju tujuh potong, dengan pertimbangan setiap hari ganti baju. Sebenarnya satu lembar saja cukup, jika mau beli di sana. Koper kita bisa kosong dan diisi dengan membawa Alquran maupun buku manasik. Gunakan underware berbahan kertas. Sehingga tidak perlu repot mencuci setelah dipakai, cukup dibuang saja.

Sedangkan untuk perempuan, harusnya bisa membawa baju lebih sedikit, jika menggunakan mukena. Cukup membawa dua mukena, satu pakai dan satu lagi sebagai ganti. Jika yang satu sudah kotor, ganti dengan mukena yang lainnya. Mukena yang kotor bisa di-laundry (dicuci), dengan biaya yang relatif ringan.

Tapi, biasanya perempuan justru membawa banyak baju ganti. Padahal tiga potong saja cukup. Berbeda dengan laki-laki yang biasanya simple. Setiap jamaah juga dianjurkan untuk membawa handuk.

Untuk musim panas, jamaah dianjurkan membawa payung, dan ketika musim dingin, Jamaah juga perlu membawa jaket dan sarung tangan. Selain itu, jamaah juga harus membawa kacamata hitam, sebab pantulan cahaya panas sangat mengganggu penglihatan.

 

IHRAM

Syukur Pengundang Karunia

SAHABAT yang baik, jika kita ingin bahagia dalam menjalani hidup ini, maka salah satu keterampilan yang harus kita miliki adalah keterampilan dalam bersyukur, karena Allah memberikan tambahan nikmat dan karunia kepada orang-orang yang paling banyak bersyukur bukan kepada orang yang memiliki banyak keinginan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azabku sangat pedih.” (Q.S Ibrahim 14 : 7)

Jadi yang mengundang bertambahnya nikmat dan karunia dari Allah itu adalah syukur. Jadi jangan takut terhadap nikmat yang belum ada, tapi takutlah jika kita tidak bisa mensyukuri nikmat yang sudah ada karena karunia dari Alloh itu ada di setiap saat, hanya saja kita sering lupa untuk mensyukuri nikmat dan karunia tersebut.

Mudah-mudahan kita bisa menjadi orang yang senantiasa bersyukur kepada hal sekecil apapun. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Menyibak Hikmah Masa Kecil Rasulullah

SEBELUM kelahirannya, dunia di ambang kehancuran. Allah Subhanahu wata’ala  sendiri –sebagaimana hadits riwayat Muslim- sampai memurkai mayoritas penduduk bumi kala itu. Hanya segelintir kecil orang yang membawa cahaya. Namun, laksana kunang-kunang di tengah pekatnya malam. Mereka ada, tapi tidak bisa menjadi lokomotif perubahan.

Saat kegelapan berada pada titik puncaknya, lahirlah bayi yang dipilih Allah Subhahanu wata’ala  menjadi agen perubahan bagi seantero alam. Kehadirannya menurut pemaparan al-Qur`an, sejak jauh hari sudah diprediksi oleh Injil, dengan nama Ahmad (QS. As-Shaf [61]: 6). Bahkan, uniknya para nabi pun disumpah agar beriman ketika menjumpainya (QS. Ali Imrân[3]: 81).

Kelahirannya diabadikan sejarah dengan momentum kegagalan Abrahah Ashram dalam ekspedisi penghancuran ka`bah. Surah Al-Fil [105], ayat 1-5 menggambarkan secara jelas bagaimana Allah SWT menunjukkan kesudahan orang yang mau meniadakan cahaya. Betapa pun dahsyatnya kegelapan, pada akhirnya akan lenyap dengan hadirnya cahaya (QS. Al-Isrâ [17]: 81). Cahaya itu, bernama Muhammad ﷺ.

Dari jenak-jenak sirahnya di masa kecil (1-10 tahun), ada beberapa hikmah berserakan yang bisa dihimpun sebagai pintu untuk mengetahui sirah beliau dimasa kecil. Pertama,  beliau lahir dari keluarga baik-baik dan dari pernikahan syar`i. Beliau memiliki nasab yang bagus. Merupakan suatu pembelajaran berharga bagi orang tua. Jika ingin mendapat keturunan yang baik, maka harus selektif dalam memilih pasangan.

Kedua, terlahir dalam keadaan yatim. Dalam literatur sirah, beliau sudah ditinggal mati ayahnya sejak di dalam kandungan(bahkan nanti disusul ibunya pada saat berusia 6 tahun). Peristiwa ini bertalian erat dengan takdir ilahi yang kemudian hari akan memilihnya menjadi orang pilihan sebagai penutup risalah para nabi.

Keyatiman secara horisontal, membuatnya peka terhadap penderitaan-penderitaan sosial, melembutkan hati, memberikan ketahanan internal yang membuatnya kokoh ketika akan menghadapi rintangan yang akan menimpanya di kemudian hari, bahkan menjadi inspirasi bagi anak semisalnya.

Adapun secara vertikal, ada isyarat menarik yang bisa dibaca dari peristiwa keyatiman beliau: bahwa pendidikan bocah ini tidak akan dicampuri dengan tangan manusia. Keyatiman dini, tidak memberinya peluang untuk mendapat doktrin yang kuat dari ayahnya. Sehingga ia manjadi anak yang betul-betul bebas pengaruh dan mendapat penjagaan dan perhatian langsung dari Allah Subhanahu wata’ala.

Ketiga, penyusuan ke Halimah Sa`diyah. Ini adalah jenak peristiwa yang juga berkaitan erat dengan ‘skenario’ Allah Subhanahu wata’ala dalam mempersiapkannya menjadi manusia pilihan. Dalam tradisi penduduk Arab kala itu, mencarikan ibu asi bagi anak dari penduduk desa merupakan bagian mendasar untuk membuat bayi yang sehat dan kuat. Jadi, sejak kecil (1-4)kebutuhan asi beliau terpenuhi sehingga menjadi anak sehat dan kuat.

Sisi lain yang tidak kalah menariknya, kehidupan Nabi Muhammad ﷺ di masa kecil dalam perkampungan Bani Sa`ad, membuatnya akrab dengan alam. Pendidikan alam bisa secara langsung dia terima laiknya anak perdesaan lainnya, beliau akrab berinteraksi dengan alam secara langsung. Beliau biasa berkuda, berenang, bermain dengan teman sebayanya, dan lain sebagainya.

Martin Lings menyebutkan keistimewaan hidup di pedesaan di antaranya: memiliki udara segar untuk pernafasan, bahasa Arab yang fasih untuk lidah, dan kebebasan bagi jiwa (2007: 48). Hidup di lingkungan yang alami seperti ini, membuat masa kecil nabi peka terhadap lingkungan, tidak kehilangan masa kecil, fasih dalam berbicara, bahkan membuat jiwanya lapang.

Keempat, pembelahan dada. Peristiwa pembelahan dada ini, diceritakan langsung oleh Anas bin Malik sebagaimana riwayat Muslim. Dia pun tahu ada bekas jahitan di dada Rasulullah ﷺ. Dalam hadits disebutkan bahwa rahasia pembelahan dada ini adalah untuk membersihkan Muhammad ﷺ dari potensi buruk, pengaruh setan. Kejadian ini membuat hatinya bersih dan berakhlak mulia.

Kelima, menggembala kambing. Bukhari meriwayatkan bahwa setiap nabi pasti berprofesi sebagai penggembala kambing semasa kecil. Rasul sendiri menggembalakan kambing penduduk Mekah dengan menerima upah. Kebiasaan ini, tentu saja memberikan pengelaman berharga bagi Nabi Muhammad di masa kecil yaitu: kemandirian, kepemimpinan, kepekaan, kesabaran, kelembutan, keuletan, dan ketelatenan yang sangat berguna ketika pada saatnya menjadi nabi.

Masa kecil nabi yang terlahir dari keluarga baik-baik, yatim, tumbuh di perkampungan Bani Sa`ad, pembelahan dada, dan penggembalaan kambing adalah di antara sekian kecil mutiara yang efeknya sangat dahsyat bagi pendidikan anak. Tidak berlebihan jika al-Qur`an (Al-Ahzab [33]: 21) menandaskan bahwa dalam “sirah” beliau benar-benar menyimpan keteladanan yang berharga. Tentunya bagi orang yang mengharap (ridha) Allah dan berorientasi akhirat. Bagaimana dengan kita?*/Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULLAH

Menghidupkan Sunah Nabi

Allah menjanjikan keberkahan dunia akhirat bagi yang menjalankannya.

 

Pada zaman modern seperti sekarang, tidak banyak Muslim yang mempraktikkan sunah Nabi. Padahal, Allah telah menjanjikan keberkahan dunia akhirat bagi mereka yang menjalankannya.

Menjalankan sunah Nabi juga termasuk perwujudan rasa syukur kita terhadap segala nikmat yang telah Allah berikan. Baik nikmat kehidupan, kesehatan, serta lainnya. “Maka, isi hatimu dengan rasa syukur. Jangan hanya di lisan, tapi rasa syukur benar-benar dari lubuk hati kita paling dalam,” ujar Ustazah Ummu Ihsan Choiriyah dalam Kajian Akhwat di Masjid Nurul Amal, Pasar Minggu, Jakarta, belum lama imi.

Ia melanjutkan, rasa syukur harus pula dibuktikan dengan amal atau perbuatan. Caranya, dengan mengikuti sunah sesuai bimbingan Rasulullah SAW. Pasalnya, Nabi Muhammad SAW sudah memberikan bimbingan yang lengkap dan rinci. “Bagi siapa yang menjadikannya pedoman sehari semalam maka akan mendapatkan suri teladan terbaik karena beliau Uswatun Hasanah bagi kita,” jelas dia.

Ustazah Ummu Ihsan Choiriyah memaparkan cara hidup berdasarkan sunah, dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Hal itu sesuai isi buku berjudul Panduan Amal Sehari Semalam yang ditulisnya. Di antaranya, se orang Muslim harus membia sa kan bangun pagi. Maksimal, saat terdengar kumandang azan Subuh. “Bahkan, jika memungkinkan, para Muslimah se baik nya bangun sebelum azan Subuh atau di sepertiga malam. Seper tiga malam merupakan waktu-waktu yang sangat istimewa,” ujarnya.

Dia menegaskan, tidur di awal malam lebih baik dibandingkan tidur di akhir malam. Sebaliknya, kebiasaan terjaga di akhir malam sangat baik bila digunakan untuk beribadah, berzikir, serta bermunajat kepada Allah. Rasulullah pun bersabda, “Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: Orang yang berdoa kepada-Ku akan Kukabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni.”

“Tapi, jangan dipikirkan bagaimana Allah turunnya karena otak kita nggak sanggup pikirkan itu. Pikirkan badan sendiri saja otak kita nggak sanggup. Jadi imani saja, sebab hanya Allah yang tahu bagaimana turunnya,” ujar Ustazah Ummu Ihsan.

Tak heran jika shalat malam sangat istimewa. Hanya, setan selalu mengganggu manusia sehingga malas bangun di sepertiga ma lam. Na bi Muhammad telah menjelaskan dalam sebuah hadis, “Setan mengikat tiga tali ikatan di atas tengkuk kepala pria dari teman saat dia tidur, ditemani mengaitkannya sambil berayun: Malam masih panjang, lalu tidur lah. Jika dia bangun dan mengingat Allah, maka lepaslah satu tali ikatan. Jika kemudian dia ber wudhu, maka lepaslah tali ke dua. Dan jika dia membentuk shalat, lepaslah satu tali dan pagi hari ia akan mengembangkan semangat dan jiwa yang tentram. Namun, jika dia tidak melakukan itu, maka pagi itu jiwanya tidak tentram dan ia layak tidur.”

Ustazah Ummu Ihsan menga takan, manusia perlu membiasakan diri melakukan aktivitas tersebut. Pada awalnya memang akan terasa berat, tapi lama-ke lamaan terbiasa. “Ingat, hidup kita cuma sehari se malam, maka isi dengan amal baik. Alah bisa karena biasa. Sebelum tidur, minta tolong sama Allah supaya bisa bangun di sepertiga ma lam,” kata dia.

Tidak hanya manfaat bagi akhirat, shalat malam bermanfaat pula bagi kehidupan di dunia. Di antaranya, membuat badan sehat dan pikiran waras. “Semua gerakan shalat, apalagi bila dilakukan setelah rehat lama maka bagus buat tubuh kita. Sebanyak 360 sendi yang ada di tubuh bergerak. Gerakan shalat adalah gerakan paling proporsional bagi persendian organ kita, baik otot, tulang, peredaran darah, jantung, paru-paru, limpa, ginjal, dan lain nya. Jadi nggak ada rugi,” jelas Ustazah Ummu Ihsan. Apalagi, kata dia, bila sebelum shalat malam didahulukan dengan mandi. Tubuh disebut akan semakin sehat, sebab molekul air paling bagus di akhir-akhir malam.

Ia melanjutkan, dalam Islam, bangun tidur pun ada adabnya. Sunah bangun tidur pertama, meng usa wajah dengan kedua tangan sebelum beranjak dari tempat tidur, lalu jangan lupa berdoa setelah bangun. Dalam sebuah hadis dikatakan, “Rasulullah duduk lalu mengusap bekas kantuk yang ada di wajahnya dengan tangannya. Kemudian, beliau membaca 10 ayat terakhir surah Ali Imran.” Berikutnya dianjurkan untuk bersiwak, cuci tangan, dan berwudhu. “Bangun tidur ke toilet dan lainnya, merupakan aktivitas yang setiap hari kita lakukan, berulang-ulang. Maka, jangan tinggalkan kesempatan meraih pahala. Niatkan semuanya untuk beribadah kepada Allah,” ujar dia.

KHAZANAH REPUBLIKA

Bekal Ilmu Menuju Kematian

Renungan Menghadapi Kematian

 

“Seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia… niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-natikan bagi setiap insan… Akan tetapi kenyataannya berbeda… setelah kematian itu ada pertanggung jawaban dan ada kehidupan…”

Kematian Adalah Kepastian

Betapa banyak berita kematian yang sampai di telinga kita, mungkin mengkhabarkan bahwa tetangga kita, kerabat kita, saudara kita atau teman kita telah meninggal dunia, menghadap Allah Ta’ala. Akan tetapi betapa sedikit dari diri kita yang mampu mengambil pelajaran dari kenyataan tersebut. Saudaraku, kita tidak memungkiri bahwa datangnya kematian itu adalah pasti. Tidak ada manusia yang hidup abadi. Realita telah membuktikannya. Allah Ta’ala telah berfirman.

“Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian, dan kelak pada hari kiamat saja lah balasan atas pahalamu akan disempurnakan, barang siapa yang dijauhkan oleh Allah Ta’ala dari neraka dan dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam surga, sungguh dia adalah orang yang beruntung (sukses).” (QS. Ali Imran : 185)

Allah Ta’ala juga telah berfirman,

“Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya pasti akan mendatangi kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang nampak, kemudian Allah Ta’ala akan memberitahukan kepada kalian setiap amalan yang dahulu kalian pernah kerjakan.” (QS. Al Jumu’ah : 8)

Saudaraku, kematian itu milik setiap manusia. Semuanya akan menjumpai kematian pada saatnya. Entah di belahan bumi mana kah manusia itu berada, entah bagaimanapun keadaanya, laki-laki atau perempuan kah, kaya atau miskin kah, tua atau muda kah, semuanya akan mati jika sudah tiba saatnya. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan bagi tiap-tiap jiwa sudah ditetapkan waktu (kematiannya), jika telah tiba waktu kematian, tidak akan bisa mereka mengundurkannya ataupun mempercepat, meskipun hanya sesaat” (QS. Al A’raf :34)

Saudaraku, silakan berlindung di tempat manapun, tempat yang sekiranya adalah tempat paling aman menjadi persembunyian. Mungkin kita bisa lari dari kejaran musuh, selamat dari kejaran binatang buas, lolos dari kepungan bencana alam. Namun, kematian itu tetap akan menjemput diri kita, jika Allah Ta’ala sudah menetapkan. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan dimanapun kalian berada, niscaya kematian itu akan mendatangi kalian, meskipun kalian berlindung di balik benteng yang sangat kokoh.” (QS. An Nisa : 78)

Kematian Adalah Rahasia Sang Pencipta

Kematian manusia sudah Allah Ta’ala tetapkan atas setiap hamba-Nya sejak awal penciptaan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya proses penciptaan manusia di dalam perut ibu, berlangsung selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi segumpal darah yang menggantung selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging  selama 40 hari juga. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, dan diperintahkan untuk mencatat empat ketetapan : rezekinya, kematiannya, amalannya, dan akhir kehidupannya, menjadi orang bahagia ataukah orang yang celaka….” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah Ta’ala telah berfirman,

“Sesungguhnya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang (kapankah) datangnya hari kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan air hujan, dan Dia lah yang mengetahui tentang apa yang ada di dalam rahim, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan esok haridan tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi manakah dia akan mati..” (QS. Luqman : 34)

Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapan kah kita akan meninggal, dan dengan cara apakah kita akan mengakhiri kehidupan dunia ini, masih kah kita merasa aman dari intaian kematian…? Siapa yang bisa menjamin bahwa kita bisa menghirup segarnya udara pagi esok hari…? Siapa yang bisa menjamin kita bisa tertawa esok hari…? Atau…. siapa tahu sebentar lagi giliran kematian Anda wahai Saudaraku…

Di manakah saudara-saudara kita yang telah meninggal saat ini…? Yang beberapa waktu silam masih sempat tertawa dan bercanda bersama kita… Saat ini mereka sendiri di tengah gelapnya himpitan kuburan… Berbahagialah mereka yang meninggal dengan membawa amalan sholeh… dan sungguh celaka mereka yang meninggal dengan membawa dosa dan kemaksiatan…

Faidah Mengingat Kematian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan dunia”. Kemudian para shahabat bertanya. “Wahai Rasulullah apakah itu pemutus kelezatan dunia?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kematian” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, hadits dari shahabat Abu Hurairah)

Ad Daqaaq rahimahullahu mengatakan, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian, maka akan dianugerahi oleh Allah tiga keutamaan, [1] bersegera dalam bertaubat, [2] giat dan semangat dalam beribadah kepada Allah, [3] rasa qana’ah dalam hati (menerima setiap pemberian Allah)” (Al Qiyamah Ash Shugra, Syaikh Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar)

Bersegera dalam Bertaubat

Sudah dapat dipastikan bahwa manusia adalah makhluk yang banyak dosa dan kemaksiatan. Seorang manusia yang banyak mengingat kematian, dirinya sadar bahwa kematian senantiasa mengintai. Dia tidak ingin menghadap Allah Ta’ala dengan membawa setumpuk dosa yang akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala. Dia akan sesegera mungkin bertaubat atas dosa dan kesalahannya, kembali kepada Allah Ta’ala. Allah telah berfirman,

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang mengerjakan keburukan dikarenakan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima taubatnya oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” (QS. An Nisa : 17)

Maksud dari berbuat keburukan karena kebodohan dalam ayat di atas, bukanlah kebodohan seorang yang tidak mengetahui sama sekali bahwa apa yang dia kerjakan merupakan sebuah keburukan. Orang yang berbuat buruk dan tidak mengetahui sama sekali tidak akan dihukum oleh Allah. Akan tetapi yang dimaksud kebodohan di sini adalah seseorang yang mengetahui bahwa apa yang dia lakukan adalah keburukan, namun dia tetap saja melakukannya lantaran dirinya dikuasai oleh hawa nafsu. Inilah makna kebodohan dalam ayat di atas. (Syarah Qowaidul Arba’ Syaikh Sholeh Fauzan).

Allah Ta’ala berfirman, “Dan bersegeralah menuju ampunan dari Rabb kalian dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang telah dipersiapkan (oleh Allah) bagi orang-orang ynag bertaqwa” (QS. Ali Imran : 133)

Giat dan Semangat dalam Beribadah kepada Allah

Seorang yang banyak mengingat kematian, akan senantiasa memanfaatkan waktunya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Jadilah engkau di dunia ini bagaikan seorang yang asing atau seorang yang sedang menempuh perjalanan yang jauh”, mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, lantas Abdullah ibnu Umar berkata, “Jika engkau berada di sore hari jangan engkau tunggu datangnya pagi hari, jika engkau berada di pagi hari jangan engkau tunggu datangnya sore hari, pergunakanlah waktu sehatmu (dalam ketaatan kepada Allah) sebelum datangnya waktu sakitmu, dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum kematian datang menjemputmu.” (HR. Bukhari)

Rasa Qana’ah di Dalam Hati

Allah Ta’ala akan menanamkan rasa qana’ah di dalam hati seseorang yang banyak mengingat kematian. Rasa qana’ah yang membuat seseorang merasa cukup terhadap setiap pemberian Allah Ta’ala, bagaimanapun dan berapa pun pemberian Allah. Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,

“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, dan beliau memerintahkan aku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. …” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Seseorang yang banyak mengingat kematian, meyakini bahwa segala pemberian Allah dari perbendaharaan dunia adalah titipan dari Allah. Seluruhnya akan diambil kembali oleh Allah, dan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Ta’ala atas seluruh pemberian tersebut. Nas’alullaha al afiyah.

Kehidupan setelah Kematian

“Saudaraku, seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia… niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-natikan bagi setiap manusia… Akan tetapi kenyataannya berbeda… setelah kematian itu ada pertanggung jawaban dan ada kehidupan… kehidupan yang sebenarnya…”

Diantara keimanan kepada hari kiamat adalah meyakini bahwa setelah kematian ini ada kehidupan. Semuanya akan berlanjut ke alam kubur kemudian ke alam akhirat. Di sana ada pengadilan Allah Ta’alayang Maha Adil. Semua manusia akan diadili, mempertanggungjawabkan setiap amalan yang dia perbuat. Allah Ta’ala berfirman,

“Barangsiapa yang berbuat kebaikan meskipun sekecil biji dzarah, niscaya dia akan melihat hasilnya, dan barang siapa yang berbuat keburukan meskipun sekecil biji dzarah, niscaya dia akan melihat akibatnya” (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Terakhir Saudaraku, jadilah orang yang cerdas. Orang yang cerdas dalam memandang hakikat kehidupan di dunia ini. Abdullah Ibnu Umar dia pernah berkata‘Aku bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada beliau, kemudian mengucapkan salam kepada beliau, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’ Dia berkata lagi, ‘Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling baik persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdas.’” (HR. Ibnu Majah)

Semoga bermanfaat. Allahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq

[Oleh : Hanif Nur Fauzi]

Sumber : https://buletin.muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/renungan-menghadapi-kematian

Renungan Hubungan Hati Anak dengan Orang Tua

“ORANG tua kita tidak pernah takut miskin walau mengeluarkan uang berapapun untuk membesarkan dan mendidik kita. Lalu mengapa kini kita selalu takut kekurangan harta saat harus memberikan sesuatu kepada orang tua kita?”

Saat orang tua kita meninggal dunia, barulah kita menyesal karena ternyata kita salah duga. Harta yang kita miliki ternyata adalah buah doa beliau, berkah tetesan air mata beliau, dan hasil jerih payah beliau. Kitapun menangis dan menangisi yang telah berlalu. Lalu kita bertanya-tanya apakah gerangan yang bisa dilakukan kini demi kebahagiaan orang tua yang sudah meninggal.

Jangan lupakan berdoa untuk beliau dan kenanglah kebaikan-kebaikannya agar talian kasih sayang bersambung sampai akhirat kelak. Jangan lupakan melakukan apa yang paling suka dilakukan oleh orang tua kita yang sudah meninggal dan jangan berhenti menyambung tali kasih dengan orang-orang yang bersahabat akrab dengan orang tua kita. Lebih dari itu, sempatkan bershadaqah atas nama orang tua kita sehingga ada pahala yang terus mengalir kepadanya.

Talian hati antara anak dan orang tua adalah talian hati yang sulit untuk diputuskan. Yang mampu memutuskan hanyalah kesombongan dan ketamakan. Salam, AIM. [*]

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK