Masa Puncak Haji Segera Tiba, Jemaah Diimbau Jaga Kondisi Tubuh

Madinah (Kemenag) —- Masa puncak haji sebentar lagi tiba, jemaah haji Indonesia diimbau untuk menjaga kondisi tubuh.

“Jangan terlalu memforsir untuk melakukan kegiatan yang bersifat sunnah, lebih baik tenaga disimpan untuk menghadapi acara puncak haji,” imbau Kepala Daerah Kerja Madinah, Akhmad Jauhari, Kamis (25/07).

Jauhari berpesan agar para jemaah haji yang datang dari Madinah ke Makkah, setelah umrah wajib sebaiknya banyak beristirahat di hotel.

“Di hotel juga banyak kegiatan, baik kegiatan bimbingan ibadah, maupun kegiatan promotif prefentif terkait bagaimana menjaga kesehatan tubuh,” ujar Jauhari.

Jauhari menjelaskan kendati jemaah haji Indonesia sebagian besar telah bergeser ke Makkah, namum kondisi Madinah saat ini masih cukup ramai.

“Karena banyak jemaah dari negara lain dan yang dikelola oleh travel (PIHK) mulai masuk ke kota madinah,” ujarnya.

Meski demikian, Jauhari menegaskan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Madinah  akan terus melakukan optimalisasi pelayanan.

“Kita akan tetap memberikan layanan yang sifatnya bimbingan ibadah, akomodasi, konsumsi, terutama terkait layanan perlindungan jemaah,” tuturnya.

Hingga Rabu (24/07) kemarin, jemaah haji gelombang 1 yang sudah diberangkatkan ke Makkah sebanyak 160 kloter dengan total jemaah 65.796 orang.

Sedangkan hari ini, akan diberangkatkan 7.800 jemaah yang tergabung dalam 19 kloter.

“Sehingga sisa sampai hari ini, masih ada 50 kloter dengan 22.000 jemaah yang akan diberangkatkan secara berkala hingga tanggal 28 Juli mendatang,” pungkasnya.

KEMENAG RI

10 Kiat Istiqomah (Bag.19)

KAEDAH KESEPULUH :

“Tasyabbuh (meniru) orang kafir termasuk penghalang istiqomah terbesar”

Perhatikanlah, sesungguhnya makna kaidah ini terkandung dalam firman Allah Ta’ala berikut ini :

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus,

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [Al-Fatihah]

Dalam firman Allah Ta’ala tersebut di atas, Allah Ta’ala sebutkan tiga golongan, yaitu :

  1. Orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Ta’ala berupa ilmu yang bermanfaat dan amal sholeh.
  2. Orang-orang yang dimurkai oleh Allah Ta’ala, karena rusak amal mereka, seperti yahudi yang rusak amalan mereka. Yahudi tahu kebenaran, tapi mereka tak mengamalkannya.
  3. Orang-orang yang sesat, karena rusak ilmu mereka, seperti nashoro. Nashoro beramal dan beribadah tanpa ilmu yang benar.

Dan seseorang muslim bisa terjerumus kedalam kerusakan ilmu dengan menyerupai nashoro, dan bisa pula ia terjerumus kedalam kerusakan amal dengan menyerupai yahudi.Syaikhul Islam menamai kitabnya dengan :اقتضَاءُ الصِّراط المستقيم مخالفةَ أصحابِ الجحِيم“Tuntutan (meniti) jalan yang lurus adalah menyelisihi penduduk neraka!”, dalam kitab tersebut beliau ingin menjelaskan bahwa meniti jalan yang lurus dan beristiqomah dalam beragama Islam itu tidaklah didapatkan dengan baik kecuali dengan menghindari jalan hidup penduduk neraka.Oleh karena itu beliau menyebutkan dalam kitab tersebut beberapa ciri khas Ahlul Kitab yang menjadi fitnah bagi umat Islam, dengan maksud agar umat Islam menjauhinya serta tidak terjatuh kedalam jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah Ta’ala dan orang-orang yang sesat.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ“Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, selengan demi selengan, sehingga seandainya mereka masuk lubang dhab (sejenis kadal besar), niscaya akan kalian ikuti,” maka para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, (maksudmu) orang-orang Yahudi dan Nasrani?” (Jawab Rasulullah): “Siapa lagi?!” [HR al-Bukhâri dan Muslim] PenutupDi akhir kitab Asyru Qowa’id fil Istiqomah, sang penulis : Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah.menutup kitabnya dengan ungkapan yang indah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau berkata :أعظمُ الكرامَةِ لزُومُ الاستقامَة“ Karomah yang paling mulia adalah berpegang teguh dengan istiqomah”.Beliau juga berkata dalam kitabnya Al-Furqon baina Auliya`ir Rahman wa Auliya`isy Syaithon :وإنَّما غايةُ الكرامَةِ لزومُ الاستقامةِ“Tujuan (diberi) karomah itu hanyalah agar dapat berpegang teguh dengan istiqomah”.Oleh karena itu Ibnul Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan yang indah dalam kitabnya Madarijus Salikin:كُن صاحبَ الاستقامَةِ لا طالِبَ الكَرامة ، فإنَّ نفسَك متحرِّكَةٌ في طلَبِ الكرامةِ، وربُّك يُطالبُكَ بالاستقامةِ“Jadilah orang yang beristiqomah, (dan) jangan menjadi pencari karomah, karena (sifat) jiwamu itu tergerak mencari karomah, sedangkan Rabb-mu menuntutmu untuk istiqomah!”.Maksud pernyataan-pernyataan di atas adalah selayaknya seorang hamba selalu bersungguh-sungguh untuk istiqomah di atas jalan Allah yang lurus, dan berusaha menjaga dirinya agar selalu taat kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.Penyusun memohon kepada Allah Ta’ala dengan nama-Nya yang husna dan sifat-Nya yang ulya agar menganugerahkan kepada kita keistiqomahan dalam meniti jalan-Nya yang lurus,dan menjauhkan kita dari jalan orang-orang yang dimurkai oleh-Nya Ta’ala dan jalan orang-orang yang sesat, serta menjadikan kita semua menjadi golongan orang-orang yang diberi nikmat oleh-Nya.Penyusun tutup risalah berseri ini dengan firman Allah yang telah penyusun sebutkan di awal-awal risalah ini :إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30) Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kalian takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian”.نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ(31) Kamilah adalah pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta.نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ(32)Sebagai hidangan (bagi kalian) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Q.S. Fushshilat : 30-32].Allah Ta’ala berfirman :إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(13) Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(14)Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.وصلَّى الله وسلَّم وبارك وأنعم على عبدِه ورسولِه نبيِّنا محمَّد وآله وصحبِه أجمعينوآخر دعوانا أن الحمدُ لله ربِّ العالمينPenulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: Halo-Muslim.cm

10 Kiat Istiqomah (Bag.18)

Baca pembahasan sebelumnya 10 Kiat Istiqomah (Bag.17)

Kebenaran hanya satu, sedangkan kebatilan itu banyak, namun semuanya kembali kepada dua fitnah : mengikuti syahwat dan syubhat!

Allah Ta’ala berfirman :

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kalian bertakwa.” (QS. Al-An’am:153)

Ayat di atas dijelaskan maksudnya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dalam Musnad Imam Ahmad berkata :

خَطَّ لَنَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ الله، ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ، ثُمَّ قَرَأَ

﴿وَإِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ ، فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggaris sebuah garis untuk kami, kemudian beliau bersabda : ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau menggaris garis-garis di kanannya dan di kirinya, kemudian beliau bersabda: ‘Ini adalah jalan-jalan (lain), pada setiap jalan dari jalan-jalan tersebut ada setan yang mengajak (manusia) kepadanya’, kemudian beliau membaca (ayat yang artinya) :

‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya.’ ”.

Setan yang disebutkan dalam hadits di atas mengajak kepada kesesatan (jalan setan), maka ketahuilah ajakan setan itu ada dua macam, dan kedua macam ajakan setan itu diibaratkan dua kelompok jalan di kedua sisi jalan yang lurus dalam hadits di atas.

Dua macam ajakan setan

Adapun kedua ajakan atau godaan setan itu adalah ajakan kepada mengikuti syahwat, dan mengajak kepada mengikuti syubhat.

Setan tidak peduli dengan ajakan yang mana ia berhasil menyesatkan manusia. Apabila setan melihat tipe orang yang suka teledor dan malas, maka ia goda orang itu dengan jebakan mengikuti syahwat.

Namun apabila setan melihat tipe orang yang semangat beribadah dan suka menjaga diri dari maksiat, maka ia goda orang itu dengan jebakan syubhat.

Sebagaimana ucapan sebagian Salafush Sholeh :

ما أمر الله سبحانه بأمر إلا وللشيطان فيه نزغتان: إما إلى تفريط وتقصير، وإما إلى مجاوزة وغلوّ. ولا يبالى بأيهما ظفر<

“Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan dengan suatu perintah kecuali setan memiliki dua model tipu daya: (Pertama) jebakan menelantarkan dan teledor (terhadap perintah-Nya), atau jebakan melampaui batas dan berlebihan. Sedangkan setan tak peduli dengan model tipu daya mana ia dapat berhasil (menggoda manusia)”.

Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan :

وقَد نصَبَ الله سبحانه الجسرَ الَّذي يمُرُّ النَّاس منْ فوقِه إلى الجنَّة، ونصبَ بجانِبَيه كلاليبَ تَخطف النَّاسَ بأعمالهم ، فهكَذا كَلاليبُ الباطل مِن تَشْبيهات الضَّلال وشَهوات الغَيِّ تمنَع صاحبَها من الاستقامة على طريق الحقِّ وسلوكِه ، والمعصومُ من عصَمَه الله

“Allah Subhanahu telah memasang jembatan (Ash-Shiroth) yang manusia melalui diatasnya untuk sampai ke surga, dan Allah-pun memasang di kedua sisi jembatan tersebut besi-besi penyambar yang menyambar manusia sesuai dengan perbuatan mereka (sewaktu di dunia), maka demikian pula ‘penyambar-penyambar yang batil’, baik berupa fitnah syubhat yang menyesatkan dan fitnah syahwat yang menyimpangkan (dari kebenaran), keduanya menghalangi dari istiqomah di jalan yang haq dan menghalngi (seseorang) ketika menitinya. Sedangkan orang yang terjaga (dari penyambar-penyambar) tersebut adalah orang yang dijaga oleh Allah”

Dan obat dari dua induk penyakit hati tersebut adalah Al-Qur`an Al-Karim, Allah Ta’ala berfirman dalam surat Yunus ayat ke-57:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan obat bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)

Dan Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan bahwa makna ayat ini adalah didalam Al-Qur`an Al-Karim terdapat obat untuk mengobati berbagai penyakit dalam hati yang meliputi penyakit kebodohan, dan obatnya adalah berilmu dan mendapatkan petunjuk, serta meliputi pula penyakit penyimpangan, dan obatnya adalah mengamalkan ilmu dan petunjuk (rusyd). Dan kedua obat itu ada dalam Al-Qur`an Al-Karim.

(Bersambung, insya Allah)

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/47679-10-kiat-istiqomah-bag-18.html

Haruskah Pindah dari Tempat Shalat Wajib Ketika Akan Shalat Sunnah?

Pernahkan terjadi pada anda? Ketika selesai shalat wajib berjamaah, kawan di sebelah anda meminta untuk bertukar tempat untuk shalat sunnah? Sebagian orang mungkin ada yang bingung, mengapa harus bertukar tempat?

Perlu diketahui bahwa kawan yang meminta tukar tempat tersebut berkeyakinan bahwa adanya sunnah yaitu pindah tempat untuk melakukan shalat sunnah setelah melakukan shalat wajib. Hal ini bertujuan untuk memisahkan/membedakan antara shalat wajib dan shalat sunnah, sehingga tidak terkesan bersambung dari shalat wajib ke shalat sunnah.

Yang menjadi “sedikit” masalah adalah sebagian jamaah belum tentu tahu bahwa ada sunnah seperti ini, sehingga merasa kaget, merasa aneh atau merasa tidak nyaman. Tentu perlu bijak menerapkan sunnah ini. Solusinya apabila di sebalah kita kurang paham atau kita berada di masjid yang jamaahnya belum paham adalah sebagai berikut:

[1] Bergeser sedikit dari tempat shalat shalat kita, baik itu maju sedikit atau mundur sedikit karena maksud dari sunnah ini adalah agar kita membedakan (memisahkan) antara shalat wajib dan shalat sunnah yaitu dipisah dengan gerakan walaupun sedikit

An-Nawawi menjelaskan,

قال أصحابنا فإن لم يرجع إلى بيته وأراد التنفل في المسجد يستحب أن ينتقل عن موضعه قليلاً لتكثير مواضع سجوده

“Ulama madzhab kami mengatakan, apabila seseorang tidak langsung pulang ke rumahnya (setelah shalat wajib) dan ingin shalat sunah di masjid, dianjurkan untuk bergeser sedikit dari tempat shalatnya, agar memperbanyak tempat sujudnya.” [Al-Majmu’, 3:491]

[2] Berbicara sedikit (berbicara hal yang bermanfaat) untuk membedakan/memisahkan antara shalat wajib dan shalat sunnah (tidak perlu bergeser), karena ada ulama yang berpendapat demikian.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,

والسنة أن يفصل بين الفرض والنفل في الجمعة وغيرها، كما ثبت عنه في الصحيح أنه صلى الله عليه وسلم نهى أن توصل صلاة بصلاة حتى يفصل بينهما بقيام أو كلام

“Termasuk sunnah adalah memisahkan (membedakan) antara shalat wajib dan shalat sunnah ketika shalat jamaah dan lain-lain, sebagaimana terdapat nash shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam melarang menyambung shalat dengan shalat lainnya sampai dipisahkan (dibedakan) dengan berdiri (bergeser) atau berbicara.” [Al-Fatawa Al-Kubra 2/395]

[3] Membedakan/memisah shalat wajib dengan shalat sunnah dengan cara terbaik yaitu shalat sunnah di rumah baik itu qabliyah maupun ba’diyyah

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan,

وعلى هذا فالأفضل أن تفصل بين الفرض والسنة، لكن هناك شيء أفضل منه، وهو أن تجعل السنة في البيت؛ لأن أداء السنة في البيت أفضل من أدائها في المسجد، حتى المسجد الحرام

“Oleh karena itu yang paling baik adalah engkau memisahkan antara shalat wajib dan shalat sunnah, akan tetapi ada yang lebih baik dari hal tersebut yaitu engkau shalat sunnah di rumah karena shalat sunnah di rumah lebih baik daripada di masjid walaupun itu masjidil haram.” [Majmu’ Fatawa wa Rasail, bab shalat tathawwu’]

[4] Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa pemisah antara shalat wajib dan sunnah adalah salam dari shalat wajib, itu sudah cukup sehingga tidak perlu bergeser sedikit ataupun berbicara. Dalam hal ini memang ada perbedaan pendapat ulama yang merupakan ikhtilaf mu’tabar sehingga kita harus saling lapang dada menerima perbedaan ini.

Berikut kami jelaskan dalil bagi mereka yang berpendapat bahwa perlu pindah sedikit/bergeser setelah shalat wajib ketika akan melakukan shalat sunnah dengan tujuan memisahkannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَتَقَدَّمَ، أَوْ يَتَأَخَّرَ، أَوْ عَنْ يَمِينِهِ، أَوْ عَنْ شِمَالِهِ فِي الصَّلَاةِ، يَعْنِي فِي السُّبْحَةِ

“Apakah kalian tidak mampu untuk maju atau mundur, atau geser ke kanan atau ke kiri ketika shalat.” Maksud beliau: “shalat sunah”. [HR. Abu Daud & Ibnu Majah, dishahihkan al-Albani]

Beberapa sahabat juga memerintahkan agar pindah dari tempat shalat wajibnya. Ibnu Umar berkata,

لَا يَتَطَوَّعُ حَتَّى يَتَحَوَّلَ مِنْ مَكَانِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ الْفَرِيضَةَ

“Hendaknya tidak melakukan shalat sunah, sampai berpindah dari tempat yang digunakan untuk shalat wajib.” [HR. Ibnu Abi Syaibah]

Demikian juga riwayat dari dari Nafi bin Jubair, beliau langsung shalat sunnah setelah shalat Jumat. Kemudian Muawiyah berkata kepada beliau,

لَا تَعُدْ لِمَا صَنَعْتَ، إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ، فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ، أَوْ تَخْرُجَ، فَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِذَلِكَ، أَنْ «لَا تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى يَتَكَلَّمَ أَوْ يَخْرُجَ»

“Jangan kau ulangi perbuatan tadi. Jika kamu selesai shalat Jumat, jangan disambung dengan shalat yang lainnya, sampai berbicara atau keluar masjid. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu. Beliau bersabda:

“Jangan kalian sambung shalat wajib dengan shalat sunah, sampai kalian bicara atau keluar.” [HR. Muslim & Abu Daud]

Tambahan Faidah:

Sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmah berpindah tempat adalah agar banyak tanah bumi yang dijadikan termpat sujud, karena bumi akan bersaksi di hari kiamat.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا

“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” [QS. Az-Zalzalah: 4]

Ar-Ramli berkata,

ويسن أن ينتقل للنفل أو الفرض من موضع فرضه أو نفله إلى غيره تكثيراً لمواضع السجود ، فإنها تشهد له

“Disunnahkan untuk berpindah dari tempat shalat sunnah atau wajib dari tempat shalat wajibnya untuk memperbanyak tempat sujud karena bumi akan bersaksi baginya.” [1/552]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/47715-haruskah-pindah-dari-tempat-shalat-wajib-ketika-akan-shalat-sunnah.html

Tahun Ini, Tenda di Arafah Ber AC

Jakarta (Kemenag) – Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, berbeda dengan penyelenggaraan haji tahun sebelumnya, tahun ini, tenda -tenda di Arafah seluruhnya akan ber AC.

“Mudah-mudahan ini akan meningkatkan kenyamanan jemaah di tengah-tengah suhu yang cukup panas saat puncak haji di Arafah,” ujar Menag saat Raker bersama Komisi VIII DPR RI membahas penyelenggaraan haji 1440H/2019M dan Isu-Isu Aktual di Jakarta, Kamis (25/07).

Dikatakannya, sesuai rencana perjalanan haji tahun ini, gelombang II keberangkatan jemaah haji ke Tanah Suci akan berakhir tanggal 5 Agustus 2019 mendatang.

“Jemaah haji akan wukuf di Arafah tanggal 10 Agustus 2019, dan tanggal 17 Agustus menjadi awal pemulangan jemaah gelombang I ke Tanah Air,” ujar Menag.

Mengutip kesimpulan raker, Komisi VIII DPR RI mengapresiasi persiapan penyelenggaraan haji tahun 1440H/2019M yang dilakukan Kementerian Agama. DPR mendorong Kemenag mempersiapkan secara sungguh-sungguh pelaksanaan puncak haji terutama pada saat wukuf dan di Armina.

Dilansir dari Siskohat, hingga pukul 25 Juli 2019 pukul 16.04 waktu Arab Saudi, jemaah yang sudah di Tanah Suci berjumlah 136.268 jemaah atau 337 kloter. Sementara jemaah yang wafat mencapai 20 jemaah.

KEMENAG RI

“Viral Face App”, Jadi Muslim Jangan Latah!!

Hari-hari dunia medsos kembali dihebohkan dengan aplikasi Face App yang mengedit foto seorang ke masa muda dan kecilnya, juga mengedit foto masa tuanya. Karuan, banyak yang latah ikut-ikutan menviralkan tanpa memikirkan terlebih dahulu rambu-rambu agama dalam masalah ini.

Sebagai seorang muslim, hendaknya kita tidak gampang latah ikut-ikutan pada sesuatu yang viral musiman, tetapi hendaknya kita memiliki prinsip dalam hidup ini sehingga melangkah di garis yang lurus tidak belok ke kanan dan kiri yang menyebabkan terjerumus dalam kesesatan.

Saudaraku, sebelum anda latah ikut-ikutan dengan mengedit foto dengan aplikasi face app ini, coba renungkanlah beberapa dampak buruknya. Imam Syathibi berkata: “Memikirkan buah suatu perbuatan adalah sangat penting dalam pandangan syari’at, baik perbuatan tersebut benar atau salah, sebab seorang alim tidak bisa menghukumi secara benar tentang suatu perbuatan kecuali setelah melihat buah yang dihasilkan dari perbuatan tersebut berupa kebaikan atau keburukan”. (Al Muwafaqot 5/177)

Berdasarkan kajian sederhana saya dengan ilmu yang sedikit ini, setidaknya ada 5 dampak buruk dari apliasi face app ini:

1. Mengubah Ciptaan Alloh

Sesungguhnya Alloh telah memuliakan manusia. (QS. Al-Isra: 70)

Maka, tidak boleh bagi manusia untuk mengubah ciptaan Alloh dan bentuk yang telah ditetapkan. Allah berfirman menceritakan perkataan Iblis:

وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ۚ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا

“Dan Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan Aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya“. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. “ (QS. An-Nisa: 119)

Syaikh al-Albani berkata: “Ayat ini merupakan sebuah nash tegas yang menunjukkan bahwa mengubah ciptaan Alloh tanpa izin dari syar` adalah sebuah ketaatan kepada setan dan kemaksiatan kepada Ar-Rahman”. (Adab Zifaf hlm. 136).

Syeikh Shalih Al Fauzan pernah ditanya tentang masalah aplikasi face app yang lagi viral lagi saat ini, beliau menjawab dengan tegas: “Hukumnya haram, tidak boleh, ini termasuk tipu daya Iblis yang berjanji memerintahkan anak Adam untuk merubah ciptaan Allah”.

2. Unsur penipuan

Aplikasi face app ini mengandung unsur penipuan karena tidak menunjukkan wajah asli seseorang, baik lebih muda atau tua. Dan ini sangat berbahaya bagi identitas seorang. Nabi bersabda:

من غشنا فليس منا

“Siapa yang menipu kami maka dia bukan termasuk golongan kami”. (HR. Muslim)

3. Menyebabkan Panjang Angan-angan

Aplikasi ini membuat manusia larut dan panjang angan-angan seakan akan hidup lama sampai tua di dunia. Ini merupakan tipu daya setan yang semu dan menipu. Ali bin Abi Thalib pernah berkata:

إنَّمَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ اثْنَتَيْنِ:طُولَ الأَمَلِ، وَاتِّبَاعَ الْهَوَى، فَإِنَّ طُولَ الأَمَلِ يُنْسِي الآخِرَةَ، وَإِنَّ اتِّبَاعَ الْهَوَى يَصُدُّ، عَنِ الْحَقّ

“Saya khawatirkan pada kalian dua hal: panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Adapun panjang angan-angan, maka itu dapat melalaikan dari akhirat, sedangkan mengikuti hawa nafsu maka menghalangi dari menerima kebenaran.”

Hendaknya bagi kita sering mengingat kematian karena hal itu akan menyadarkan kita dari kelalaian dan membangunkan kita dari senda gurau dan permainan. Nabi bersabda mengingatkan kita semua:

«أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ». يَعْنِى الْمَوْتَ

“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan,” yaitu kematian. (HR at-Tirmidzi dan disahihkan di dalam kitab Shahiih at-Tirmidzi)

Dengan ingat mati kita akan semangat beribadah sebagai bekal berjumpa denganNya dan segera bertaubat dari dosa dan tidak menunda-nunda karena kita tidak tahu kapan maut menjemput kita.

4. Perbuatan Sia-Sia

Hendaknya bagi seorang meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya dan hendaknya menyibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat. Dan aplikasi face app ini termasuk hal yang sia-sia yang tidak ada manfaatnya bagi agama dan dunia seorang hamba.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ. حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: Diantara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya. (Hadits Hasan. Diriwayatkan oleh Tirmidzi 2317 dan selainnya)

Hasan Al-Bashri berkata: “Termasuk tanda berpalingnya Allah dari seorang hamba tatkala menjadikan kesibukannya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat baginya”.(Jami’ul Ulum wal Hikam 1/291).

Imam Ibnul Qoyyim mengatakan: “Pokok bagusnya ketenangan jiwa adalah dengan menyibukkan diri dalam perkara yang bermanfaat. Dan sumber hancurnya jiwa adalah dengan tenggelam dalam perkara yang tidak bermanfaat”. (Al Fawaid hlm. 177)

Syaikh Shalih al-Fauzan pernah mengatakan: “Jika Allah memuliakan seorang hamba, maka Allah akan menyibukkannya dengan ketaatan kepadaNya”. (Syarh Aqidah Ath Thohawiyyah hlm. 122)

5. Lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya

Al-Hafizh Ibnul Qoyyim berkata: “Apabila seorang merasa kesulitan tentang hukum suatu masalah, apakah mubah ataukah haram, maka hendaklah dia melihat kepada mafsadah (kerusakan) dan hasil yang ditimbulkan olehnya. Apabila ternyata sesuatu tersebut mengandung kerusakan yang lebih besar, maka sangatlah mustahil bila syariat Islam memerintahkan atau memperbolehkannya bahkan keharamannya merupakan sesuatu yang pasti. Lebih-lebih apabila hal tersebut menjurus kepada kemurkaan Allah dan Rasul-Nya baik dari jarak dekat maupun dari jarak jauh, seorang yang cerdik tidak akan ragu akan keharamannya”. (Madarij Salikin 1/496)

Jika kita terapkan kaidah ini, niscaya akan kita dapati bahwa bahwa face app banyak mafsadatnya daripada manfaatnya, sebagaimana penjelasan di atas, ditambah lagi jadi ajang mempermainkan wajah orang dan ajang ledekan dan saling hina dan merendahkan.

Walaupun terkadang hanya candaan, tapi ingat canda ada batasan dan rambu-rambunya, salah satunya tidak boleh untuk merendahkan, membuat sakit hati saudara kita dan tidak mengandung unsur dusta yang semua itu tidak terpenuhi dalam face app ini. Ingat juga bahwa tidak semua orang mau dicandaain seperti itu.

Berdasarkan kajian singkat di atas, maka tidak boleh menggunakan aplikasi face app ini dan hendaknya bagi kita tidak latah ikut-ikutan dengan viral musiman. Jadilah muslim sejati yang memegang prinsip dan berjalan di atas cahaya ilmu.

Penulis: Abu Ubaidah As Sidawi

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/47817-viral-face-app-jadi-muslim-jangan-latah.html

Negeri Hausa, Kejayaan Islam di Nigeria Tempo Dulu

Negeri Hausa adalah salah satu wilayah ke-emiran Islam terpenting di Afrika tempo dulu. hausa terletak antara Kesultanan Mali dan Songhai di sebelah barat. Kesultan Bornu di timur. Dan di utara berbatasan dengan negeri Ahir dan padang pasir. Di masa modern saat ini, Hausa berada di wilayah Nigeria utara yang merupakan bagian dari Republik Nigeria.

Asal-Usul

Hausa adalah sebuah istilah untuk menyebut orang-orang yang berbicara dengan Bahasa Hausa. Dengan demikian istilah ini tidak me-refer pada etnik tertentu. Bukan pula dari garis keturunan tertentu. Mereka adalah komunitas masyarakat yang lahir dari akulturasi sekelompok kabilah kecil dan garis keturunan yang banyak. Kelompok inti dari Hausa adalah orang-orang Sudan, penghuni asli Nigeria utara, dan sekelompok Berber.

Percampuran suku-suku ini menghasilkan budaya baru. Mereka berbicara dengan satu bahasa yang sama. Yaitu Bahasa Hausa. Kemudian Hausa menjadi sebuah etnik besar yang tersebar di Afrika Barat. Hingga bahasa mereka digunakan sebagai bahasa ibu oleh penduduk wilayah tersebut. Saking dominannya Bahasa ini, orang-orang berinteraksi dan berdagang dengan menggunakan bahasa hasil akulturasi ini.

Sejarah Keemiran Hausa

Orang-orang Hausa tersebar di Nigeria. Mereka hidup berkelompok. Berinteraksi dengan satu Bahasa. Umumnya, mereka beragama Islam. Namun tidak dikuasai oleh satu pemerintahan. Hausa terdiri dari tujuh ke-emiran kecil. Tujuh ke-emiran itu adalah Kano, Katsina, Zaria, Jubir, Dora, Ranu, dan Zamfara.

Sebagian peneliti mengatakan Ke-emiran Dora adalah emirat tertua. Kemudian garis keturunannya menurun pada sebagian penduduk Mesir, Habasyah, sebagian negara Arab, dan Katsina. Kemudian Katsina meluas dan memunculkan wilayah Zaria yang merupakan emirat terluas. Lalu muncul Kano yang merupakan emirat terkaya. Setelah itu Jubir emirat yang wilayahnya paling basah.

Walaupun dari satu garis keturunan Dora, ketujuh emirat ini tidak saling menguasai. Bahkan sering terjadi peperangan antara mereka. Peperangan ini dipicu karena keinginan para emir untuk menguasai dan mengontrol wilayah lainnya. Atau mereka beraliansi dengan pasukan besar dari kerajaan tetangga. Seperti Burnu, Mali, dan Songhai.

Peradaban Hausa

Orang-orang Hausa terkenal ahli dalam pertanian, kerajinan, dan perdagangan. Pedagang mereka adalah pedagang yang paling terkenal di seantero Afrika. Mereka berani menembus sahara tiga bulan setiap tahunnya. Pedangang-pedagang Hausa ini berjasa menyediakan komoditi di Tarablus, Tunisia, dan wilayah Afrika Utara lainnya. Mereka menjual emas, gading, dan sutra.

Tidak hanya mendominasi wilayah Afrika Utara, pedagang Hausa juga menjamah pelosok selatan Afrika. Mereka menjangkau Nubia dan Burnu. Suatu wilayah dagang yang mereka kuasai pada tahun 856 H/1452 M. Pedagang-pedagang Hausa adalah orang-orang yang paling berpengaruh terhadap perkembangan rute dagang Afrika. Melalui jasa mereka, jalur antar negera pun terhubung semakin baik. Dimulai dari Hausa menuju ke utara (ke wilayah Ahir). Kemudian menuju Ghat, Gadamis, Chad, dan Burnu. Jalur-jalur ini terbuka. Layak dilalui dan tertata. Sehingga para musafir dan kafilah dagang mudah menempuh medan Afrika yang pada umumnya berat. Dengan baiknya jalur ini, berdampak pada penyebaran agama Islam. Para ulama dan peneliti pun semakin mudah menuju wilayah Hausa.

Perkembangan Islam di Hausa

Perkembangan jalur perdagangan Hausa membuat manusia mudah keluar dan masuk. Hal ini turut memicu tersebarnya Islam dan perkembangan pemikiran di daerah tersebut. Pengaruh budaya Arab Islam kian terasa. Pesebaran para pedagang Hausa juga turut membuat bahasa mereka tersebar di seantero Afrika. Di pasar-pasar, tempat-tempat umum, bahasa mereka digunakan. Apalagi setelah Kerajaan Songhai mengalami kemunduran, Hausa semakin menguasai perdagangan. Di Hausa sendiri, Emirat Kano dan Katsina menjadi pusat perdagangan dan ilmu keislaman.

Islam terus berkembang di Hausa. Diawali dengan Emirat Kano di akhir abad ke-12 M. Kemudian di abad ke-14 menyusul wilayah-wilayah lainnya. Perkembangan Islam di negeri ini juga berkat dukungan pemerintah mereka. Pemerintah yang sejak awal memimpin dengan adil. Kemudian saat Islam masuk, mereka menerima dakwahnya. Akibatnya, para rakyat pun dengan mudah mengikuti agama pemerintah mereka.

Perkembangan Islam di wilayah ini memotivasi para ulama untuk semakin giat berdakwah dan memperbaiki akidah penduduk Hausa. Mereka giat mendakwahkan Islam. Mengajarkan bahasa dan aksara Arab. Serta wawasan keislaman lainnya. Masjid-masjid besar bermunculan sebagai fasilitas dakwah. Keyakinan paganisme yang merupakan agama asli Afrika semakin terkikis di tengah masyarakat. Islam kian diamalkan. Keamanan dan stabilitas pun semakin terwujud.

Kondisi Dakwah di Hausa

Di antara ulama yang memiliki andil besar dalam penyebaran Islam di emirat ini adalah Syaikh Abdurrahman Zaid. Ia adalah seorang pendawakh di Emirat Kano. Kemudian ada Syaikh Muhammad bin Abdul Karim al-Mughili. Seorang fakih dari Kota Tuat, Aljazair. Ia berdakwah di Kano dan Katsina. Ada pula Syaikh Abdussalam. Dialah yang membawa dan mengajarkan kitab al-Mudawwanah dan al-Jami’ ash-Shaghir di wilayah tersebut. Pendakwah lainnya adalah Syaikh al-Qadhi Muhammad bin Ahmad bin Abi Muhammad at-Takhidzati. Atau yang lebih dikenal dengan Aid Ahmad atau Ibnu Ahmad. Ia adalah hakim di Kota Katsina dan wafat pada tahun 936 H/1529 M. Dan masih banyak pendakwah lainnya. Para pedagang juga tak kalah andil dalam penyebaran Islam di emirat ini. Bahkan merekalah perintis dakwah.

Para ulama Timbuktu (pernah ditulis di kisah muslim tentang Peradaban Islam di Mali) pun bersafar ke Hausa untuk berdakwah. Demikian juga ulama Mesir, di antaranya Jalaludin as-Suyuthi yang wafat tahun 911 H/1505 M. Beliau menjalin hubungan baik dengan Emir Katsina. Pada tahun 876 H/1471 M, as-Suyuthi kembali ke Mesir. Kemudian dakwah pun tetap ia lanjutkan dengan metode surat-menyurat. Metode surat-menyurat ini juga dilakukan oleh ulama-ulama Hijaz. Semua ini menunjukkan betapa Hausa terhubung dengan dunia Islam. Baik di Afrika maupun luar Afrika.

Sumber:
– al-Mausu’ah al-Mujazah fit Tarikh al-Islami

Read more https://kisahmuslim.com/6375-negeri-hausa-kejayaan-islam-di-nigeria-tempo-dulu.html

Cordoba di Mata Ulama dan Sastrawan

Cordoba adalah kota yang indah. Kota yang kaya dengan nilai intelektual di mata para ulama. Kota yang indah menjadi pujian di lisan para sastrawan. Kota yang merupakan ibu kota Andalusia di masa kejayaannya.

Ibnu Hauqal

Seorang pedagang asal Kota Mosul, Irak, Ibnu Hauqal pernah menginjakkan kaki di Cordoba tahun 350 H/961 M. Ia menyifati kota itu dengan mengatakan, “Kota terbesar di Andalusia adalah Cordoba. Tidak ada satu pun kota di Maroko yang serupa dengannya. Baik dari sisi kepadatan penduduk maupun keluasan wilayahnya. Ada yang mengatakan, kota ini mirip dengan salah satu wilayah pinggiran Baghdad. Kalaupun tidak semisal, setidaknya mendekati. Kota Cordoba ini dikelilingi benteng batu. Dan memiliki dua pintu yang menempel di pagar benteng dan mengantarkan ke arah lembah (wilayah rendah) dan ar-Rishafah. Rishafah adalah tempat tertinggi di Cordoba yang bersambung dengan hutan kota. Bangunan-bangunannya bersambung (memadat) dari wilayah timur ke utara, ke barat, hingga ke selatan. Hingga ke lembahnya. Di jalan-jalannya terdapat pedagang kaki lima. Sebagai tempat transaksi jual beli. Di tempat-tempat umum juga terdapat taman kota. Penduduknya adalah orang-orang kaya dan orang-orang penting (Yaqut al-Hamawi: Mu’jam al-Buldan 4/324).

Al-Idrisi

Namanya adalah Muhammad al-Idrisi. Salah seorang ahli geografi. Dan termasuk orang pertama yang membuat peta dunia. Menurutnya penghuni Cordoba adalah orang-orang spesial. Karena mereka adalah para ulama dan mereka yang berkedudukan di negara. Al-Idris berkata, “Cordoba tak pernah kosong dari para ulama terkemuka dan tokoh-tokoh utama. Pedagangnya adalah orang-orang kaya raya. Mereka memiliki cita-cita yang tinggi (al-Idrisi: Nuzhatul Musytaq fi Ikhtiraqil Afaq 2/575).

Al-Hamiri

Al-Hamiri mengatakan, “Cordoba adalah asasnya Andalus. Induk dari kota-kotanya. Tempat tinggal para khalifah Umayyah. Peninggalan dan pengaruh mereka begitu tampak pada kota tersebut. Keistimewaan Cordoba dan kedudukan penduduknya lebih terkenal dari cerita. Mereka adalah tokoh bangsa dan pemuka masyarakat. Mereka sangat dikenal dengan bagus pemikirannya. Baik profesinya. Indah pakaiannya. Memiliki semangat hidup yang tinggi. Akhlak mereka, akhlak yang indah. Kota ini dihuni para ulama dan para tokoh utama (al-Hamiri: ar-Raudh al-Mu’thar fi Khair al-Aqthar, Hal: 456).

Yaqut al-Hamawi

Yaqut al-Hamawi berkata tentang Cordoba, “Sebuah kota besar yang terletak di tengah Andalus. Kota ini bagaikan tempat tidur bagi rajanya karena posisinya di tengah negara. Di sanalah para raja Bani Umayyah tinggal. Tempat orang-orang utama menetap. Tempat lahirnya cerdas cendekia (Yaqut al-Hamawi: Mu’jam al-Buldan 4/324).

Abu al-Hasan bin Bassam

Diceritakan bahwa Abu al-Hasan bin Bassam berkata tentang Cordoba, “Cordoba adalah puncak tujuan. Pusat dari peradaban. Ibu dari kota-kota. Tempat tinggal orang-orang utama dan bertakwa. Negerinya para ilmuan. Jantung wilayah. Tempat lahirnya ilmu pengetahuan. Pusat peradaban Islam dan tempat para imam. Tempat berkumpulnya kajian keilmuan. Kebun yang membuahkan keunggulan. Lautan permata. Dari rahimnya keluarlah bintang-bintang dunia dalam para pakar di masanya. Lahir para penunggang kuda, ahli perundangan, dan sastra. Di Cordoba muncul karya tulisan yang mendalam. Hal ini disebabkan karena keunggulan penduduknya dulu dan sekarang (masa itu) dibanding kota selainnya. Yang menaklukkannya adalah orang-orang mulia dari kalangan Arab. Disertai pembesar prajurit Syam dan Irak turut tinggal di sana. Lahirlah dari keturunan mereka memenuhi wilayah ini. Mereka berasal dari leluhur yang mulia. Sehingga di setiap wilayah tidak kosong dari seorang penulis yang mahir. Dan seorang penyair yang handal (Abu al-Hasan Bassam: Adz-Dzakhiroh fi Mahasin Ahli al-Jazirah 1/33)

Ibnul Waridi

Dalam Kharidatul ‘Aja-ib, Ibnul Waridi menyifati Cordoba dan penduduknya dengan mengatakan, “Penduduknya adalah orang-orang terbaik. Orang terbaik dalam makanan, pakaian, kendaraan, dan cita-cita yang tinggi. Penduduknya adalah ulama-ulama besar dan tokoh-tokoh utama. Penduduknya adalah para ahli perang dan orang-orang mulia.” Setelah menyifati masjidnya, ia melanjutkan, “Kehebatan kota ini lebih besar lagi daripada apa yang diceritakan.” (Ibnul Waridi: Kharidatul ‘Aja-ib wa Faridatul Ghara-ib, hal: 12).

Cordoba adalah salah satu kota peradaban Islam. Kota yang memiliki sejarah dan nilai yang dikenal oleh manusia. Dan Cordoba bukanlah satu-satunya kota yang seperti ini dalam sejarah Islam. Kita belum bercerita tentang bagaimana hebatnya Baghdad, Damaskus, Kairo, Bashrah, dll. Kalau kita mengetahui bagaimana kota-kota itu, kekagumana kita akan semakin jauh melejit. Keyakinan kita bahwa Islam itu tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, modernitas, dan kemajuan peradaban akan semakin kokoh menancap. Apalagi setelah mengetahui kalau nilai-nilai peradaban Islam tidak merusak tatanan social, kita akan semakin yakin agama ini adalah solusi untuk semua permasalahan manusia.

Diterjemahkan dari tulisan Raghib as-Sirjani dengan judul Qurthubah fi ‘Uyunil Ulama wal Udaba

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6368-cordoba-di-mata-ulama-dan-sastrawan.html

Ringkasan Sejarah 800 Tahun Kekuasaan Islam di Andalusia (2/2)

Perjalanan umat Islam di Andalusia tak selalu indah. Ada masa kemajuan. Adapula kemunduran. Delapan ratus tahun itu dihiasi dengan masa perkembangan ilmu pengetahuan. Juga masa perpecahan. Bahkan di akhir cerita terjadi peristiwa yang sangat mengerikan. Mereka dibantai. Diusir dari Andalusia. Dan dipaksa murtad.

Pada tulisan yang kedua ini, kita akan membaca bagaimana perjalanan umat Islam di Andalusia pada periode keenam hingga kesepuluh.

Periode Keenam, Periode Kekacauan dan Runtuhnya Khilafah Umayyah (399-422 H).

Di periode ini, Andalusia silih berganti dipimpin oleh khalifah yang lemah. Wibawa Daulah Umayyah pun jatuh. Tak ayal peristiwa ini memunculkan rentetan masalah. Dimulai dengan adanya seruan dari sekelompok orang untuk membantu kaum Nasrani di utara dalam memerangi kerajaan. Kemudian tusukan duri dalam daging dari kalangan Berber menguat. Mereka menyiapkan strategi perlawanan terhadap kerajaan. Lebih parah dari itu, sejumlah wilayah di Andalusia, khususnya di bagian selatan, menyatakan merdeka. Kemudian muncul negara yang kuat. Mereka dikenal dengan Daulah Bani Hamud.

Peristiwa utama pada periode ini adalah kembalinya ‘ashobiyah(fanatik suku). Antara Arab dan Berber. Dan muncul pemain baru yaitu orang Saqaliba (budak-budak Eropa). Awalnya, al-Hajib al-Manshur mempekerjakan orang-orang ini dengan tujuan menyetarakan kelas antara Arab dan Berber. Ternyata di kemudian hari, kebijakan al-Hajib al-Manshur ini membidani masalah yang sama.

Periode Ketujuh, Masa Raja-Raja Kecil (422-483 H)

Periode ini adalah masa kemunduran dan perpecahan. Masa dimana Andalusia yang sebelumnya hanya dikuasai oleh satu kerajaan Islam. Kini terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang umumnya lemah. Raja-raja mereka adalah orang-orang yang haus kekuasaan. Kepemimpinan dipegang oleh keluarga atau kabilah. Hhal ini semakin mempertajam isu ras di Andalusia.

Kerajaan kecil yang menguasai Andalusia kala itu terdiri dari 22 kerajaan. Orang-orang Berber menguasai wilayah selatan. Saqaliba di sebelah timur. Sisanya dipegang oleh klan-klan Bani Umayyah. peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masa ini adalah:

Pertama: Degradasi Akhlak Para Raja

Pemimpin akan menjadi teladan rakyat. Gerak-gerik mereka begitu terlihat. Karena mereka adalah tokoh utama dalam negara. Sehingga apa yang mereka lakukan akan cepat tersebar dan mempengaruhi rakyatnya. Di masa ini, para pemimpin menularkan sifat-sifat lemah, penakut, dan lalai. Akibatnya pergerakan Nasrani di utara tak terpantau oleh mereka.

Kedua: Terjadi Perang Saudara

Karena haus kekuasaan, para raja kecil ini saling memerangi raja muslim lainnya. Mereka ingin memperluas kekuasaan mereka. Peperangan sesama muslim pun tak terhindarkan. Masing-masing kerajaan muslim ini menggandeng kerajaan Nasrani tetangga mereka untuk memerangi kerajaan muslim yang menjadi musuhnya. Inilah puncak keterpurukan di periode ini. Menjalin kerja sama dengan Nasrani untuk memerangi muslim. Tidak ada lagi prinsip al-waladan al-bara. Loyal kepada muslim. Dan tidak loyal kepada non muslim.

Ketiga: Bersatunya Nasrani di Utara

Saat kondisi umat Islam begitu terpuruk, kaum Nasrani di utara justru memperkuat persatuan mereka. Mereka bersatu di bawah pimpinan Raja Alfonso VI. Di bawah kepemimpinannya, Nasrani memperoleh kemenangan besar atas kaum muslimin di Andalusia. Di antara kemenangan besar yang dicapainya adalah merebut Kota Toledo. Kota yang dulu sempat menjadi ibu kota Andalusia. Kemenangan ini menimbulkan pengaruh yang begitu besar. Kemenangan yang dampaknya terasa sampai runtuhnya Andalusia.

Keempat: Munculnya Fanatik Kesukuan. Di masa ini, fanatik kesukuan antara kaum muslimin di Andalusia begitu kental.

Periode Kedelapan, Masa Murabithun (484-539 H)

Di periode ini, umat Islam kembali merasakan sebagian masa kegemilangan sebelumnya. Murabithun berjasa menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di Andalusia kemudian meleburkannya ke dalam wilayah kekuasaan mereka. Kerajaan yang berpusat di Afrika Utara ini dipimpin oleh seorang raja yang kuat bernama Yusuf bin Tasyfin.

Yusuf bin Tasyfin berhasil mengembalikan wibawa umat Islam di Andalusia. Sehingga umat Islam lebih terhormat dan disegani salibis Spanyol. Ia berhasil menyeberangkan pasukannya dari Afrika Utara menuju Andalusia dan mengalahkan salibis Spanyol di Perang Zalaqah (BattleofSagrajas) tahun 479 H. Ia berhasil mendesak orang-orang Nasrani dan menghalangi kejahatan mereka atas kaum muslimin Andalusia. Setelah mendapatkan kemenangan, Yusuf bin Tasyfin kembali lagi ke pusat pemerintahannya di Maroko.

Beberapa tahun kemudian ia kembali lagi ke Andalusia untuk memerangi raja-raja kecil yang kembali bertikai dan membahayakan umat Islam Andalusia. Para ulama Andalus mendukung kebijakan Yusuf bin Tasyfin ini. Karena tidak ada jalan lain kecuali menaklukkan para raja agar terwujudnya persatuan dan kekuatan. Misi ini berhasil dituntaskan pada tahun 484 H.

Generasi awal Murabithun adalah orang-orang sederhana. Mereka awalnya sekelompok penjaga perbatasan yang taat beragama. Kemudian berhasil mendirikan negara. Merekalah yang membawa Madzhab Maliki ke tanah Maroko. Mereka cukup berhasil menegakkan pemerintahan yang berjalan di atas syariat. Namun kejayaan kerajaan ini tak berlangsung lama. Murabithun menghadapi pemberontakan Ibnu Tumart. Seorang yang mengaku Mahdi. Kelompoknya disebut dengan Muwahhidun. Kelompok ini juga berada di Maroko. Mereka mulai memberontak tahun 515 hingga berhasil menggulingkan Murabithun pada tahun 539 H.

Periode Kesembilan, Masa Muwahhidun (539-630 H)

Orang-orang Muwahhidun adalah para pengikut Mahdi palsu, Muhammad bin Tumart. Mereka memerangi Murabithun kurang lebih selama 25 tahun. Hingga akhirnya Murabithun runtuh pada tahun 539 H. Mereka pun mendapat warisan kerajaan yang besar. Kerajaan yang kekuasaannya meliputi Maroko dan Andalusia. Setelah berkuasa, mereka memaksakan akidah mereka pada rakyatnya. Akidah yang merupakan percampuran Mu’tazilah, Jahmiyah, ahlu ta’thil, dan Asy’ariyah.

Adapun dalam peperangan, mereka memiliki visi yang sama dengan Murabithun. Mereka juga memerangi raja-raja Kristen Spanyol. Mereka memenangkan banyak perang. Dan perang terbesar yang mereka menangkan adalah Perang al-Arak (Batle of Alarcos) tahun 591 H. Kemenangan ini setara dengan kemenangan kaum muslimin di Perang Zalaqah, Ucles, dan Fraga.

Pada tahun 609 H, orang-orang salibis berhasil memperoleh kemangan besar atas Muwahhidun di Perang al-‘Iqab (Battle of Las Navas de Tolosa). Mereka menekuk Muwahhidun dan menyegerakan keruntuhannya. Sebenarnya, kaum muslimin Andalusia juga berkali-kali melakukan pemberontakan terhadap Muwahhidun. Kemungkinan besar pemicunya adalah rusaknya akidah para penguasa kerajaan ini.

Periode Kesepuluh, Masa Pemerintahan Bani al-Ahmar di Granada (630-897 H)

Setelah runtuhnya Muwahhidun, Andalusia kembali terpecah menjadi wilayah-wilayah kecil yang lemah. Keadaan ini semakin mempermudah Nasrani Spanyol menguasai mereka. Berturut-turut kota-kota strategis jatuh ke tangan mereka. Dimulai dari Valecia, Cordoba, Murcia, dan Seville jatuh dalam waktu yang singkat. keadaan ini memaksa kaum muslimin untuk hijrah ke Kerajaan Granada di selatan Andalus. Sebuah kerajaan yang didirikan oleh Muhammad bin Yusuf an-Nashri. Yang laqobnya adalah Ibnu al-Ahmar. Kekuasaannya diteruskan oleh anak keturunannya hingga runtuh pada tahun 897 H.

Selama dua ratus tahun lebih, kerajaan kecil ini remuk redam menahan gempuran Nasrani Spanyol. Di tengah keterpojokan dan boikot, Granada berhasil bertahan secara mandiri. Mereka disokong oleh rakyat yang profesinya bervariasi. Mulai dari petani, pedagang, dan industry. Inilah yang menopang kekuatan ekonomi dan militer Granada.Selain itu, mereka juga mendapat bantuan dari Bani Marin di Maroko. Mereka sokong Granada dengan tantara dan persejataan untuk menghadapi orang-orang Spanyol.

Granada mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Muhammad V dari Bani Ahmar 763 H. Setelah itu terjadilah perpecahan dan perang saudara di tengah Bani Ahmar. Khususnya perselisihan antara Ali Abu Hasan dengan anaknya Abu Abdullah. Kerusakan di tubuh kerajaan pun tak terhindarkan. Di sisi lain, raja-raja Spanyol bersatu di bawah pimpinan Ferdiand dan Isabela. Mereka semua bersekutu menghadapi Granada.

Mulai tahun 895 H, orang-orang Spanyol tanpa ampun menggempur Granada. Akhirnya Granada menyerah. Tepatnya pada 21 Muharam 897 H. Runtuhlah benteng terakhir umat Islam di Andalusia itu. Dengan runtuhnya Granada, umat Islam menghadapi babak baru. Babak sejarah yang sangat memilukan untuk diceritakan. Jutaan umat Islam dibantai dan disiksa. Sebagian lainnya dipaksa murtad memeluk Kristen. Inilah halaman penutup dari 800-an tahun kekuasaan umat Islam di Andalusia.

Sumber:
– https://islamstory.com/ar/artical/20603/سقوط-غرناطة-الاندلس-المفقود

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6362-ringkasan-sejarah-800-tahun-kekuasaan-islam-di-andalusia-2-2.html

Ringakasan Sejarah 800 Tahun Kekuasaan Islam di Andalusia (1/2)

Granada adalah benteng terakhir umat Islam di Andalusia. Dengan runtuhnya Granada berakhir pula masa kekuasaan Islam di daratan Siberia itu. Delapan abad bukanlah waktu yang singkat. Kekuasaan Islam di Andalusia adalah kekuasaan terlama dalam sejarah negara dan kerajaan Islam.

Islam masuk ke Andalusia tahun 92 H. Saat itu Andalusia dikuasai oleh orang-orang Goth (Gothic). Dipimpin oleh Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad, kaum muslimin yang berada di Afrika Utara memasuki benua biru tersebut. Sejak awal masuk dan menguasai Andalusia, umat Islam langsung membangun pondasi-pondasi peradaban. Hingga Andalusia menjadi Menara ilmu dan agama di jantung Eropa.

Untuk memudahkan kita mengetahui sejarah panjang umat Islam di Andalusia, berikut ini kami sajikan periodesasi kekuasaan umat Islam di daratan Iberia itu.

Periode Pertama, Periode al-Wulat (Para Gubernur) 92-138 H.

Dalam kamus sejarah, periode pertama ini dikenal dengan istilah periode wulat. Wulat adalah jamak dari kata wali (pemimpin). Periode ini dimulai sejak penaklukkan Andalusia hingga berakhirnya Daulah Bani Umayyah. Pada awalnya, Andalusia adalah wilayah kekuasaan Daulah Umayyah yang ber-ibu kota di Damaskus. Di masa ini, Andalusia dipimpin sebanyak 23 gubernur Umayah. Kondisi awal ini adalah kondisi babat alas. Sampai-sampai sebagian gubernurnya gugur di medan jihad Eropa. Baik untuk mempertahankan wilayah maupun untuk perluasan. Periode ini ditandai dengan beberapa peristiwa penting. Di antaranya:

Pertama: Merebaknya Isu Rasisme

Periode pertama ini ditandai dengan merebaknya sensitivitas ras di tengah pasukan perang. Antara ras Arab yang terdiri dari kabilah Qays, Yaman, dan wilayah lainnya. Dengan orang-orang Berber penghuni asli Afrika Utara. Isu ini menimbulkan permasalahan serius. Sampai mengakibatnya perang saudara. Dan tidak sedikit nyawa yang melayang. Gara-gara pertikaian ini, wilayah-wilayah utara Andalusia pun terlepas dari kekuasaan kaum muslimin. Pertikaian seperti ini menjadi sebab terbesar yang membuat runtuhnya Islam di Andalusia.

Kedua: Tersebarnya pemikiran Khawarij.

Masuknya pemikiran Khawarij dari Timur Tengah menuju Maroko dan Andalusia. Bani Umayyah terus menekan kelompok Khawarij dari Timur Tengah. Mereka pun melarikan diri menuju Afrika Utara. Kemudian mereka rangkul orang-orang Berber yang merasa tersubordinasi (direndahkan). Dengan tersebarnya paham Khawarij, muncullah pemberontakan. Pembangunan menjadi lambat. Karena ketidak-stabilan negara.

Ketiga: Habis Energi Untuk Perancis

Pada periode ini, umat Islam berulang kali umat Islam berusaha menaklukkan Perancis. Namun gagal. Puncaknya pada tahun 114 H, saat terjadi Perang Balath Syuhada. Sejumlah besar kaum muslimin gugur dalam perang ini. Hingga dinamakan Balath Syuhada (rumah para syahid). Di antara mereka yang gugur adalah seorang tabi’in Abdurrahman al-Ghafiqi.

Periode Kedua, Periode Daulah Umayyah II (138 – 238 H)

Periode ini adalah respon terhadap runtuhnya Daulah Umayyah di Damaskus. Kerajaan besar itu runtuh dikalahkan orang-orang Abbasiyah. Setelah runtuh di Damaskus, klan Bani Umayyah mengalami pembantaian besar-besaran. Tapi ada tokoh muda mereka yang selamat. Namanya Abdurrahman. Kelak ia dikenal sebagai Abdurrahman ad-Dakhil. Ia melarikan diri ke Andalusia. Kemudian berhasil mengkonsolidasi sisa-sisa kekuatan Umayyah di sana. Akhirnya, di usia yang sangat muda, 25 tahun, ia berhasil mendirikan Daulah Umayyah II di Andalusia.

Berdiri pada tahun 138, selama 100 tahun kedepan kerajaan ini dibangun oleh empat orang raja. Mereka adalah Abdurrahman yang mendapat laqob ad-Dakhil. Kemudian anaknya yang bernama Hisyam. Setelah itu, cucunya yang bernama al-Hakam. Beriktunya, cicitnya yang juga bernama Abdurrahman. Masa ini adalah masa keemasan Daulah Bani Umayyah II di Andalusia. Di masa ini terdapat beberapa peristiwa penting. Di antaranya:

Pertama: Pemberontakan yang terjadi berulang kali.

Pemberontakan di masa ini dipimpin oleh kabilah-kabilah Arab yang menolak tunduk pada Daulah Umayyah II yang berpusa di Cordoba. Pemberontakan-pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Abdurrahman ad-Dakhil.

Kedua: Serangan Dari Abbasiyah.

Setelah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah di Damaskus, Daulah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad ingin menuntaskan misi mereka. Mereka juga hendak menaklukkan Daulah Umayyah yang baru berdiri di Andalus. Namun semua usaha yang mereka lakukan berakhir gagal.

Ketiga: Serangan Kerajaan Eropa

Melihat kuatnya negara Islam di Andalusia, kerajaan-kerajaan Eropa tak tinggal diam. Mereka mengadakan perlawanan. Di antaranya kerajaan Aragon dan Lyon. Mereka berupaya mengembalikan kekuasaan leluhur mereka, namun mereka bukanlah tandingan Daulah Umayyah kala itu.

Keempat: Masa Kejayaan

Abdurrahman ad-Dakhil berhasil membangun kerajaan yang kuat. Pemerintahan yang stabil dan kokoh. Militer yang disegani. Dan markas-markas angkatan bersenjata yang strategis. Kemudian kekuatan itu ia wariskan kepada anak-anaknya

Kelima: Pembangunan Yang Pesat

Di masa ini, khususnya di masa Abdurrahman II, terjadi pembangunan yang pesat. Kemakmuran tersebar. Bahkan sebagian hidup dengan mewah. Masa kejayaan ini lama-kelamaan membuat lalai. Muncullah tempat-tempat musik dan aktivitas yang sia-sia.

Keenam: Muncul seruan pemberontakan terhadap Daulah Umayyah II.

Periode Ketiga, Kemunduran Tahap Pertama (238-300 H)

Setelah muncul pemimpin-pemimpin kuat dan negara yang maju, sunnatullah berjalan. Tidak selamanya kejayaan itu hadir. Demikian juga dengan Daulah Umayyah II di Andalusia. Pada tahun 238 H, periode kemunduran dimulai. Inilah tahap pertama dari kemunduran umat Islam di Andalusia.

Di masa ini Daulah Umayyah II dipimpin oleh tiga orang raja. Tiga orang raja ini menghadapi pembeontakan di wilayah perbatasan. Mulailah muncul bayangan gelap di kerajaan Islam itu. Di antara peristiwa penting di masa ini adalah:

Pertama: Terjadi Disintegrasi

Banyak wilayah menyatakan merdeka dari kekuasaan Daulah Umayyah di Cordoba. Terutama wilayah utara dan selatan.

Kedua: Muncul Kembali Isu Ras.

Konflik antara ras Arab dan Berber kembali muncul. Khususnya di wilayah bagian selatan kerajaan.

Ketiga: Muncul Pemberontakan dari Keturunan Arab

Muncul pemberontakan dari orang-orang keturunan Arab. Mereka adalah orang-orang Spanyol yang merupakan keturunan dari pernikahan orang Arab dan Berber. Keturunan Arab dan Berber yang memeluk Islam disebut al-Maulud. Sedangkan keturunan mereka yang tetap memegang agama Nasrani dikenal dengan al-Musta’rob. Kelompok terakhir inilah yang kemudian menjadi duri dalam daging dalam sejarah umat Islam di Andalusia.

Periode Keempat, Kembali Masa Kejayaan (300-368 H)

Periode keempat ini Daulah Umayyah II memperpanjang nafas kejayaan mereka. Namun tak berjalan lama, hanya enam puluh delapan tahun saja. Hanya dua raja yang berkuasa di masa ini, Abdurrahaman an-Nashir dan putranya, al-Hakam al-Mustanshir. Abdurrahman an-Nashir berhasil mengembalikan kejayaan Islam di Andalusia setelah kelesuan yang terjadi sebelumnya. Ia juga menjalin kembali persatuan yang sebelum terkoyak.

Karena kekuatan yang besar dan legalitas yang kuat, Abdurrahman an-Nashir sampai disebut sebagai seorang khalifah. Ia berhasil memperluas wilayah, memajukan kerajaan, dan menyebarkan ilmu.

Periode Kelima, Masa al-Hajib al-Manshur (368-399 H)

Masa ini adalah periode terbaik yang belum pernah dicapai di masa-masa sebelumnya. Pada masa ini, orang yang menjalankan pemerintahan adalah al-Hajib al-Manshur bin Abi Amir. Sementara Khalifah Hisyam hanya sebagai simbol semata. Hal ini disebabkan usianya yang masih begitu muda. Ia masih anak-anak yang berusia 10 tahun saat sang ayah, al-Hakam al-Mustanshir, wafat.

Al-Manshur adalah pemimpin terbesar dan terkuat yang pernah memimpin Andalusia. Kehebatannya melebihi Abdurrahman ad-Dakhil sekalipun. Jihad fi sabilillah begitu kuat di zaman ini. Al-Manshur memimpin hingga 50 pertempuran melawan Nasrani Spanyol. Tak sekalipun ia mengalami kekalahan. Untuk pertama kalinya seluruh wilayah Spanyol dikuasai oleh kaum muslimin. Dengan pencapaian yang demikian hebat, masih saja ada orang yang tak mendukungnya. Bahkan memeranginya.

Pada tahun 392 H, al-Hajib al-Manshur wafat. Kedudukannya digantikan oleh anaknya, Abdul Malik. Sang anak pun sukse meneruskan pemerintahan ayahnya hingga tahun 399 H. Setelah itu Andalus dirasuki oleh kemunafikan dan kegelapan dalam masa yang panjang.

Sumber:
– https://islamstory.com/ar/artical/20603/سقوط-غرناطة-الاندلس-المفقود

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6357-ringakasan-sejarah-800-tahun-kekuasaan-islam-di-andalusia-1-2.html#more-6357