Mencegah Virus, Bakteri, dan Kotoran dengan Wudhu

Wudhu merupakan perintah Allah dan sekaligus menjadi sayarat sahnya shalat. Secara bahasa wudhu berasal dari kata:  

وَضُؤَ – وُضُوْءًا – وَوَضَاءَةً

Artinya bersih, membersihkan, mencuci (Kamus al-Bishri, hlm 780). Wudhu juga dapat diartikan mengguanakan air yang suci untuk membasuh anggota-anggota tertentu. Ada juga yang menambahkan suatu perbuatan yang didahului dengan niat (Muhammad asy-Syarbini, Al-Iqna’, Semarang: Alawiyah, juz I, hal. 30).   Perintah wudhu ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 6:   يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ (٦)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (QS. Al-Maidah[5]: 6).  

Ayat tersebut menjelaskan pelaksanaan wudhu sebagai berikut: membasuh muka, kedua tangan sampai siku, mengusap kepala, dan membasuh kedua kaki hingga mata kaki. Namun demikian ulama fiqih merumuskan fardhunya wudhu terdiri dari 6 hal, berniat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua kaki hingga mata kaki, dan berurutan (Asy-Syarbini, Al-Iqna’, juz I: 31-38).  

Kesunnahan-kesunnahan yang sebaiknya dikerjakan dalam wudhu di antaranya adalah berkumur dan menghirup air ke hidung.

Kesempurnaan berkumur sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Iqna’ adalah membersihkan mulut termasuk langit-langit, gigi, gusi, dan memutar air dalam mulut kemudian dibuang. Adapun kesempurnaan menghirup air ke hidung adalah hingga ke khasyum (Jawa: janur irung; rongga hidung terdalam). Hal ini diperuntukkan orang yang tidak dalam keadaan puasa.  

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuktikan kebenaran bahwa Islam rahmat bagi seluruh alam. Setiap perintah mengandung unsur positif. Setiap larangan mengandung unsur yang berbahaya bagi manusia. Ini artinya tujuan syariat Islam benar-benar untuk kebaikan umat itu sendiri.   Ilmu medis salah satu bidang ilmu yang telah berhasil mengungkap rahasia kesehatan di balik perintah beribadah. Jamal Elzaky dalam Mukjizat Kesehatan Ibadah (2015) mengungkapkan sejumlah penemuan para ahli sebagai berikut:  

Pertama, laporan yang disampaikan Reuters (kantor berita yang bermarkas di London, Inggris) tahun 2007, menuturkan bahwa mencuci tangan secara rutin dapat melindungi tubuh dari penyebaran virus yang melalui sistem pernapasan. Umat Islam dalam sehari semalam minimal membasuh tangan hingga siku sebanyak lima kali. Yang demikian ini tentu sangat efektif mencegah tubuh dari segala virus dan kuman penyakit lainnya.  

Kedua, uji coba yang dilakukan oleh beberapa dokter di Universitas Iskandaria berkaitan dengan istinsyaq dan istintsar (menghirup air ke dalam hidung dan melepasnya) ditemukan bahwa kelompok orang yang terbiasa melakukan istinsyaq dan istintsar memiliki sistem pernapasan yang lebih sehat dan lebih terjaga dari serangan virus maupun bakteri. Sebaliknya orang yang tidak pernah melakukan istinsyaq (menghirup air ke hidung) dan istintsar (menyemburkannya kembali), bagian langit-langit hidungnya akan terlihat kotor dan dipenuhi selaput kelabu yang mengandung debu dan kuman. Jika dilihat menggunakan mikroskop elektrik ditemukan bahwa hidung orang yang tidak pernah berwudhu menjadi sarang bagi pertumbuhan macam-macam bakteri, kuman, dan virus yang membahayakan tubuh manusia.  

Ketiga, penelitian oleh para dokter di Universitas Iskandaria terhadap lima ribu penderita diabetes. Mereka menemukan bakteri dan jamur pada hidung pasien yang jarang atau bahkan tidak suka berwudhu (hal. 97-104).   Secara gamblang para ahli medis menjelaskan betapa besar manfaat dari melaksanakan wudhu secara rutin. Dan masih banyak lagi manfaat lain dari wudhu, seperti kesehatan kulit, kelancaran peredaran darah, kesehatan telinga, mata, dan sebagainya.  

Profesor dr. A. Saboe (1996) dalam bukunya Hikmah Kesehatan dalam Shalat juga menuliskan hasil-hasil penelitian para ahli terkait manfaat kesehatan di balik ibadah wudhu. Salah satu ungkapannya yang menakjubkan adalah bahwa anggota-anggota badan yang menjadi anggota wudhu adalah sarana yang vital sekali dalam kehidupan sehari-hari. Sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari anggota-anggota tersebut dibasuh dengan air. Dengan demikian akan terbebas dari segala kotoran yang menjadi pemicu datangnya penyakit.  

Sebagaimana dijelaskan di atas termasuk sunnahnya wudhu adalah berkumur. Profesor dr. Plinius, seorang bateriolog menyatakan bahwa di setiap bekas air cuci mulut terdapat tidak kurang dari 40 miliar bibit penyakit, demikian dikutip oleh Profesor dr. A.Saboe (hal. 58). Pendapat senada diungkapkan profesor dr. Jamieson (1947):  

“Mencuci badan dan mandi berharga sekali. Bukan saja untuk membersihkan namun juga menguatkan kulit, menyegarkan badan, serta merangsang alat-alat pencernaan dalam pertukaran-pertukaran zat. Menguatkan kulit adalah kebutuhan yang penting, sebab dapat menghindarkan dari berbagai penyakit seperti selesma atau pilek, radang kerongkongan, batuk, radang, paru-paru, TBC, dan sebagainya” (A. Saboe, 1996: 62).  

Salah satu cara menguatkan kulit adalah membasahi dan membersihkan setiap hari. Rangsangan kulit akan mempengaruhi urat-urat darah dan otot kulit. Sebagai contoh dengan membasahi kuit dada maka akan merasngsang pusat pernapasan di otak, mempercepat pengaliran darah, serta memanaskan anggota-anggota badan seperti paru-paru, buah pinggang, hati, usus, dan sebagainya. (A. Saboe, 1996: 62).  

Demikianlah Islam melindungi umatnya, tiada kewajiban dan larangan yang disyariatkan kecuali mengandung unsur kebaikan bagi para penganutnya. Mahabenar Allah Yang Mahaagung.  

Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU Surakarta

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/116479/mencegah-virus–bakteri–dan-kotoran-dengan-wudhu

Mengapa Mereka Berbuat Syirik?

Bismillah …

Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menerangkan alasan orang-orang musyrik berbuat syirik. Ada dua alasan mereka :

Pertama, untuk mendekatkan diri kepada Allah

Kedua, untuk berharap syafa’at (penolong di hadapan Allah), dari Tuhan yang mereka sembah.

Dalil bahwa mereka menyembah selain Allah untuk alasan mendekatkan diri kepada Allah adalah firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3)

Dalil bahwa alasan mereka berbuat syirik karena mencari syafa’at adalah firman Allah Ta’ala,

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ

“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) (mendatangkan) manfaat.” (QS. Yunus: 18)

(Dikutip dari Qawaidul Arba’, kaidah kedua)

Alasan mereka di atas, menunjukkan dua hal:

Pertama, tidak percaya diri berterus-terang telah melakukan syirik.

Lihatlah sikap mereka yang tidak percaya diri dan tidak mau berterus terang untuk menyebut diri mereka telah melakukan syirik atau musyrik. Sehingga mereka pun mencari berbagai macam dalih karena tidak ingin disebut dengan orang musyrik. Begitupula dengan orang kafir.

Contoh:

Sempat viral di tanah air kita, adanya orang non-muslim yang tidak suka disebut dengan “kafir”. Padahal kenyataannya, status mereka memang demikian. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa Islam adalah agama fitrah, buktinya mereka tidak suka dikatakan seperti itu. Dan hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak yakin dengan keyakinan mereka sendiri dan fitrah mereka mengingkari hal tersebut.

Kedua, kelirunya beragama hanya berdasar pada anggapan baik.

Mereka menganalogikan kekafiran yang mereka lakukan itu, seperti meminta sesuatu kepada makhluk. Kalau kita mau meminta kepada presiden, maka harus terlebih dahulu melalui perantara orang di bawahnya (sekretaris negara, misalnya) dan yang semisalnya.

Hal ini dibantah oleh firman Allah Ta’ala,

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Berdoalah kepada-Ku (langsung), niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghafir: 60)

Kesesatan ini muncul, karena beragama hanya berpijak pada anggapan baik. Sehingga setiap orang yang beragama hanya berdalil dengan anggapan baik, bukan ilmu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka mereka telah menyerupai (tasyabbuh) dengan orang-orang ini.

Contohnya disebutkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu’anhuma,

كل بدعة ضلالة ؛ وإن رآها الناس حسنة

“Semua perkara baru dalam agama (bid’ah) itu sesat. Walau dipandang baik oleh orang-orang.” (Syarhul I’tiqod Ahlis Sunnah, 3: 92)

Ketiga, tidak mensyukuri nikmat akal.

Mereka menyembah sesuatu yang sama sekali tak mampu mendatangkan manfaat dan menolak bahaya untuk mereka. Coba kita renungkan, orang yang menyembah patung. Patung tersebut tidak mampu melakukan apapun. Dicubit, ditendang, dia tidak dapat membalas. Bahkan ketika dihinggapi lalat, sekedar mengusir dengan satu sapuan tangan pun, dia diam tidak mampu. Contoh lainnya, ada yang menyembah binatang. Padahal dirinya sendiri jika disebut binatang, marah. Padahal binatang adalah tuhannya. Ada yang menyembah sapi. Padahal kita tahu, rendang sapi itu nikmat sekali. Masak tuhan bisa direndang dan tidak membalas?

Karena memang tidak akan sah kesyirikan seseorang, sampai ia mengorbankan akal sehatnya.

Oleh karenanya, sering kali ketika Allah Ta’ala menawarkan tauhid, selalu Allah kaitkan dengan akal sehat.

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Tidakkah kalian berfikir?” (QS. Ali ‘Imran 65, Al-An’am: 32, Al-A’raf: 169, dll)

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ

“Tidakkah mereka merenungkan Al-Qur’an?!” (QS. An-Nisa: 82)

أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ

“Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. Al-An’am: 50)

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّام ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۖ مَا مِن شَفِيعٍ إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ إِذۡنِهِۦۚ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمۡ فَٱعۡبُدُوهُۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus: 3)

Allah sampai ajak kita berfikir, untuk menyadari sesatnya kesyirikan dengan analogi yang sangat sederhana dan mudah dipahami. Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ضُرِبَ مَثَل فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥٓۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ لَن يَخۡلُقُواْ ذُبَابا وَلَوِ ٱجۡتَمَعُواْ لَهُۥۖ وَإِن يَسۡلُبۡهُمُ ٱلذُّبَابُ شَيۡـٔا لَّا يَسۡتَنقِذُوهُ مِنۡهُۚ ضَعُفَ ٱلطَّالِبُ وَٱلۡمَطۡلُوبُ

“Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah.” (QS. Al-Haj: 73)

Wallahu a’lam bis showab.

Penulis: Ahmad Anshori

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55093-mengapa-mereka-berbuat-syirik.html

Sayang, Adab di Saat Magrib Sunah yang Terabaikan

BERIKUT ini beberapa adab yang dianjurkan untuk dilakukan di waktu Magrib. Semoga kita diberi hidayah untuk mengamalkannya.

Pertama: termasuk sunah, memasukkan anak-anak ke dalam rumah saat masuknya waktu magrib. Kedua: termasuk sunah, menutup pintu-pintu di awal waktu magrib sambil menyebut nama Allah taala.

Mengerjakan dua adab ini merupakan salah satu upaya menjaga diri dari setan dan jin. Menahan anak-anak di rumah ketika awal waktu magrib merupakan bentuk upaya menjaga anak-anak dari setan yang berkeliaran di waktu tersebut, demikian pula menutup pintu rumah sambil menyebut nama Allah pada saat tersebut.

Dan betapa banyak anak-anak dan rumah-rumah yang dihinggapi setan pada waktu magrib, sedangkan orangtua si anak dan si empunya rumah tidak menyadarinya. Betapa besarnya penjagaan Islam untuk anak-anak dan rumah-rumah kita.

Dalil perbuatan ini adalah hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu ketika beliau menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Jika masuk awal malam atau beliau mengatakan: jika kalian memasuki waktu sore- maka tahanlah anak-anak kalian karena setan sedang berkeliaran pada saat itu. Jika sudah lewat sesaat dari awal malam, bolehlah kalian lepaskan anak-anak kalian. Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup” (HR. Al-Bukhari no. 3304 dan Muslim no. 2012).

Kata (awal malam) maksudnya adalah awal malam setelah terbenamnya matahari. Dalam riwayat Muslim terdapat hadis:

“Jangan lepaskan hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sampai berlalunya awal isya karena para setan berkeliaran antara waktu terbenamnya matahari sampai berlalunya awal isya.” (HR. Muslim no. 2013).

Imam Nawawi mengatakan, “Maksud tahanlah anak-anak kalian adalah larang mereka agar tidak keluar pada waktu itu.”

Sabda Rasulullah “karena sesungguhnya setan sedang berkeliaran” maksudnya adalah bangsa setan dan maknanya: ditakutkan terjadinya gangguan setan pada anak-anak pada waktu tersebut karena banyaknya mereka pada waktu itu, wallahu alam.

Mengenai sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi: “Jangan lepaskan hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sampai berlalunya awal isya karena para setan berkeliaran antara waktu terbenamnya matahari sampai berlalunya awal isya.” (HR. Muslim no. 2013).

Para ahli bahasa mengatakan, (hewan ternak) adalah semua bentuk harta yang dapat menyebar, seperti onta, kambing, semua hewan ternak, dan sebagainya. Kata adalah bentuk jama dari , dinamakan demikian karena ia menyebar di muka bumi.

Kata maknanya adalah saat gelap gulitanya isya. Sebagian ulama menafsirkan kata ini dalam konteks hadis ini sebagai datangnya waktu malam dan awal gelapnya. Demikian yang disebutkan oleh penulis Nihayatul Gharib, beliau mengatakan, “Ada yang berpendapat bahwa kegelapan antara salat magrib dan isya disebut fahmah () dan yang antara isya dan subuh disebut asasah ()” (Syarh Shahih Muslim karya An-Nawawi, hadits no. 2012, bab al-Amru bi Taghthiyati al-Inaa wa Ikaa-I as-Saqaa).

Setelah berlalu beberapa saat dari waktu masuknya awal malam, tidak mengapa jika melepaskan anak keluar rumah karena waktu berkeliarannya setan telah lewat. Dapat juga dipahami dari sini, wallahu alam, bahwa para setan telah mendapat tempat menginap untuk diri mereka.

Hikmah berkeliarannya setan pada waktu ini dan bukan pada waktu siang, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah, adalah karena pergerakan di malam hari lebih memungkinkan mereka daripada di siang hari, hal ini karena kegelapan lebih mengumpulkan kekuatan setan daripada yang lain, begitu pula setiap warna hitam. (Fathul Bari hadits no. 3280, bab Shifatu Iblis wa Junudihi).

Imam ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadis ini terdapat perintah untuk menutup pintu-pintu rumah pada waktu malam hari, dan hal ini merupakan suatu sunah yang diperintahkan sebagai bentuk kebaikan bagi manusia dalam melawan setan dari jenis jin dan manusia. Adapun sabda beliau, Karena setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup dan mengurai ikatan tali merupakan sebuah pemberitahuan dan pemberitaan dari beliau akan nikmat Allah azza wa jalla untuk hamba-hambaNya dari golongan manusia dengan tidak diberikannya bangsa jin kemampuan membuka pintu, mengurai ikatan, dan menyingkap tutup bejana, hal-hal ini telah diharamkan bagi mereka. Di sisi lain, bangsa jin diberi kemampuan lebih dibanding manusia berupa kemampuan tidak terlihat oleh manusia dan kemampuan untuk merasuki manusia, sedangkan manusia tidak dapat merasuki.” (Al-Istidzkar, 8/363).

Al-Khatib Asy-Syarbaini Asy-Syafii rahimahullah mengatakan, “Jika malam telah datang, disunahkan menutup bejana walau dengan meletakkan batang kayu di atasnya. Mengikat kantong air, menutup pintu sambil menyebut nama Allah, memasukkan anak-anak dan memasukkan hewan ternak pada awal malam, serta mematikan lampu ketika hendak tidur.” (Mughnil Muhtaj, 1/31).

Menahan anak-anak supaya tidak keluar rumah dan menutup pintu di awal waktu maghrib merupakan perkara mustahab. (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 26/317).

Ketiga: salat dua rakaat sebelum salat Magrib

Hal ini berdasarkan hadis Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau mengatakan: “Salatlah sebelum salat Maghrib” tiga kali dan pada yang ketiga, beliau katakan, “bagi yang mau” karena tidak suka kalau umatnya menjadikan hal itu sebagai suatu kebiasaan.

Juga berdasarkan hadis Anas radhiyallahu anhu bahwa beliau mengatakan, “Sungguh aku melihat para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang senior saling berlomba mengejar tiang-tiang (untuk dijadikan tempat salat) ketika masuk waktu magrib.” (HR. Al-Bukhari no. 503).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, beliau mengatakan

“Kami pernah tinggal di Madinah. Saat muadzin berazan untuk salat Magrib, mereka (para sahabat senior) saling berlomba mencari tiang-tiang lalu mereka salat dua rakaat dua rakaat sampai ada orang asing yang masuk masjid untuk salat mengira bahwa salat Magrib sudah ditunaikan karena saking banyaknya yang melaksanakan salat sunah sebelum Magrib.” (HR. Muslim no. 837).

Maksud kata adalah , yaitu saling berlomba menuju tiang untuk menjadikannya sebagai pembatas salat, dalam hal ini terdapat penjelasan akan kegigihan para sahabat untuk mencari sutrah salat.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Di dalam Shahihain terdapat hadis dari Abdullah Al-Muzani dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau mengatakan, Salatlah sebelum Magrib! Salatlah sebelum Magrib! dan beliau katakan di ketiga kalinya, Bagi yang mau karena tidak ingin dijadikan kebiasaan oleh umatnya. Inilah yang benar, yakni bahwasannya salat ini hanya salat sunah biasa, bukan termasuk salat sunah rawatib seperti salat sunah rawatib yang lain.” (Zadul Maad, 1/312).

Juga memang disunahkan salat dua rakaat di antara setiap azan dan iqamah, baik shalat dua rakaat ini merupakan shalat rawatib seperti Subuh dan Zuhur sehingga dengan mengerjakan dua rakaat rawatib ini telah teranggap melaksanakan sunah melaksanakan salat dua rakaat antara azan dan iqamah, atau pun seperti ada orang yang sedang duduk di masjid lalu muazin mengumandangkan azan Asar atau Isya maka sunah bagi dirinya untuk bangkit berdiri dan salat dua rakaat.

Dalilnya adalah hadis Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiyallahu anhu, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Di antara setiap dua azan (adzan dan iqamah pent.) ada salat.” Beliau katakan tiga kali dan pada kali ketiga, beliau mengatakan, “Bagi yang mau.” (HR. Al-Bukhari no. 624 dan Muslim no. 838).

Syaikh ibn Baz rahimahullah menjelaskan, “Disyariatkan untuk setiap muslim agar melaksanakan salat dua rakaat antara dua azan, baik itu dua rakaat salat rawatib maupun bukan rawatib, sesuai sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Di antara setiap dua azan terdapat salat, di antara setiap dua azan terdapat salat Dan pada kali ketiga beliau mengatakan, Bagi yang mau, sahih hadisnya disepakati Bukhari dan Muslim. Ini mencakup semua salat dan maksud dua azan adalah azan dan iqamah. Hadis ini dan hadis-hadis lain yang semakna dengannya menunjukkan bahwa salat sunah dua rakaat di antara dua azan itu memang dituntunkan oleh syariat. Dan jika memang dua rakaat tersebut merupakan rawatib seperti salat sunah sebelum Subuh dan Zuhur maka telah mencukupi.” (Majmu Fatawa Syaikh ibn Baz, 11/383).

Dua rakaat sebelum Maghrib atau dua rakaat di antara setiap dua azan bukanlah sunah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan sebagaimana ditekankannya melaksanakan salat sunah rawatib, akan tetapi terkadang boleh ditinggalkan. Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan pada sabda beliau yang ketiga kalinya, “Bagi siapa yang mau” karena tidak suka kalau dianggap umatnya sebagai sunah yang dikuatkan.

Keempat: Makruh tidur sebelum Isya

Berdasarkan hadis Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu anhu, beliau mengatakan,

“Bahwasannya Nabi shallallahu alaihi wa sallam suka untuk mengakhirkan waktu Isya, membenci tidur sebelumnya, dan membenci bincang-bincang setelah Isya.” (HR. Al-Bukhari no. 599 dan Muslim no. 647)

Alasan dibencinya tidur sewaktu Magrib, yaitu sebelum Isya, adalah karena tidur pada saat itu dapat menyebabkan luputnya melaksanakan shalat Isya. []

Sumber: kitab Al-Minah Al-Aliyyah fii Bayani As Sunan Al-Yaumiyyah, Syaikh Abdullah bin Hamud Al Furaih, dinukil dari http://www.alukah.net/sharia/0/91347

INILAH MOZAIK

Keutamaan Mengamalkan Isi Kandungan Alquran

Orang yang mengamalkan Alquran bisa memberi syafaat untuk keluarganya.

Nabi Muhammad SAW menyebutkan keutamaan membaca Alquran. Termasuk, keutamaan orang yang mengamalkan Alquran.

Dalam sebuah hadits disebutkan:


عَن عَلِيٍ رَضَي اللٌهُ عَنهُ وَ كَرٌمَ اللٌهُ وَجهَة قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلٌيُ اللٌهُ عَلَيهَ وَسَلَمَ مَن قَرأ القُرانَ فَاستَظهَرَه فَحَلٌ حَلآلَه وَحَرٌمَ حَرَامَهُ اَدخَلَهُ اللٌهُ الجَنٌةَ وَشَفٌعَه فيِ عَشَرةَ مِن اَهلِ بَيِته كُلٌهٌم قَد وَجبت لَهُ النٌارُ.(رواه أحمد والترمذي وقال هذا حديث غريب وحفص بن سليمان الراوي ليس هو بالتقوى يضعف في الحديث ورواه أبن ماجه والدارمي).

Dari Ali karramallaahu wajhah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa membaca Alquran dan menghafalnya, lalu menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang diharamkannya, maka Allah SWT akan memasukannya ke dalam Surga dan allah menjaminnya untuk memberi syafaat kepada sepuluh orang keluarganya yang kesemuanya telah diwajibkan masuk neraka.” (Hr Ahmad dan Tirmidzi)

Menurut Maulana Muhammad Zakariyya Al Khandahlawi, dalam kitabnya yang berjudul Fadhilah AMal dijelaskan, setiap mu’min insya Allah akan masuk surga, meskipun ada yang harus dibersihkan dulu denga azab disebabkan dosa-dosanya. Namun bagi hafizh Alquran, ia memiliki keutamaan masuk Surga pertama kali. Bahkan seorang hafizh Alquran dapat member syafaat kepada sepuluh orang yang fasik dan banyak berbuat dosa besar, tetapi orang kafir tidak akan memperoleh syafaat itu. Allah berfirman:


{إنهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عليهِ الجنَّةَ وَمَآواهُ النَّارُ وَمَا للظَّالِميْنَ مَنْ أنْصَارٍ}

“Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah (dengan sesuatu), maka telah Allah haramkan baginya Surga dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” (al Maidah [5] : 72)
Firman-Nya yang lain:

{مَا كانَ لِلنَّبِيِ وَالذِيْنَ أمنُوآ أنْ يَّسْتَغْفِرُوا للِمُشْركِيْنَ}

“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (Qs. At Taubah [9] :113)

Menurut Maulana Zakariyya, dalil-dalil di atas dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada ampunan bagi kaum musyrikin, sehingga syafaat seorang hafizh hanya terbatas bagi kaum muslimin yang harus masuk neraka karena dosa-dosa mereka. Oleh sebab itu, barangsiapa ingin selamat dari api neraka, sedangkan ia bukan seorang hafizh dan tidak mampu menjadi seorang hafizh, maka sekurang-kurangnya hendaklah ia berusaha menjadikan salah seorang diantara keluarganya atau kerabatnya hafizh al Qur’an. Di samping itu, ia sendiri harus selalu berusaha menjauhi segala dosa sehingga terhindar dari azab.

KHAZANAH REPUBLIKA


Apakah Dibalik Ujian Ada Keuntungan?

Allah swt berfirman :

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS.Al-Baqarah:155)

Dunia adalah ruang ujian, setiap sisi dalam hidup ini adalah ujian. Terkadang manusia di uji dengan kesusahan dan tak jarang yang di uji dengan kesenangan.

Dunia adalah alam yang terbatas. Dalam arti kita tidak mampu meraih sesuatu kecuali dengan mengorbankan sesuatu yang lain.

Orang yang ingin sampai pada derajat keilmuan tertentu dan meraih titel yang tinggi harus mengorbankan waktu, tenaga dan menekan berbagai keinginan yang ada dalam dirinya.

Orang yang ingin mendapatkan harta harus mengorbankan tenaga, pikiran dan waktunya bahkan tak jarang yang harus mengorbankan diri untuk tidak bertemu keluarga dalam waktu yang cukup lama.

Apapun yang ingin kita raih di dunia pasti disertai dengan sesuatu yang harus dikorbankan.

Namun ada dua pertanyaan yang perlu kita cari jawabannya.

1. Apakah ujian ini hanya untuk kaum mukminin saja atau untuk seluruh umat manusia tanpa terkecuali?

Kita akan temukan jawaban dalam Firman-Nya :

ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS.Al-Mulk:2)

Maka ujian itu diperuntukkan untuk semua manusia, bukan untuk kaum mukminin saja.

2. Apakah dibalik ujian ini ada keuntungannya?

Setiap ujian pasti ada hasilnya. Setiap perlombaan pasti ada hadiahnya. Lalu apa keuntungan ujian ini bagi seorang mukmin?

a. Ujian bagi seorang mukmin akan mengokohkan keimanannya dan membuatnya semakin yakin dan pasrah bahwa semua yang terjadi adalah atas Kehendak dan Ketentuan Allah swt. Tugas manusia hanyalah berusaha sesuai dengan kemampuannya.

b. Ujian mendorong manusia untuk lebih bersemangat meraih sesuatu yang ia harapkan. Tantangan membuat seseorang semakin mengasah potensinya untuk menghadapi semua rintangan hidup. Karenanya setiap kali seseorang mampu menghadapi satu ujian maka ia akan menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya.

Jika kita bertanya apakah dibalik ujian ada keuntungan? Bagi seorang mukmin pasti ada ! Karena setidaknya bila ia bersabar pasti ia akan mendapatkan pahala dari kesabarannya itu.

Karena itu di akhir ayat diatas disebutkan :

وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar..”

Kesabaran membawa kita pada dua hadiah yang menanti. Hadiah berupa pahala dari Allah dan hadiah berupa kesuksesan atas kesabaran kita di dunia. Karena tiada kesuksesan tanpa kesabaran.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Rezeki dalam Nasihat Luqman Al-Hakim

Amiril Mukminin Ali bin Abi tholib pernah meriwayatkan :

Dalam salah satu nasihat Luqman Al-Hakim kepada putranya, beliau berpesan :

“Wahai putraku, hendaklah orang yang lemah keyakinannya dalam mencari rezeki merenungkan bahwa Allah swt telah menciptakan dia dalam tiga kondisi yang sangat lemah. Dan dalam tiga kondisi tersebut Allah swt selalu mengirimkan rezekinya tanpa ia mencarinya. Oleh karenanya, Allah swt pasti akan memberikan rezeki kepadanya pada kondisi yang keempat.

Pertama, ketika ia masih dalam rahim ibunya. Allah swt memberi rezeki kepadanya dan menempatkannya di tempat yang sangat aman, tidak merasakan panas dan dingin.

Kedua, setelah itu ia keluar ke dunia dalam kondisi yang sangat lemah dan Allah cukupkan rezekinya dengan air susu ibunya. Dan dengan orang tua yang merawatnya, semua rezeki ini diberikan dalam kondisi bayi ini tak memiliki kemampuan apa-apa.

Ketiga, saat ia disapih oleh sang ibu maka Kami tentukan rezekinya telah ditanggung oleh kedua orang tuanya. Bagaimana mereka berdua selalu memberikan apa yang dibutuhkan anaknya, bahkan siap berkorban dengan diri mereka agar rezeki itu sampai kepada putranya.

Dalam tiga kondisi ini manusia dalam posisi yang sangat lemah dan tidak memiliki kemampuan apapun, namun Allah swt menjamin rezekinya sampai kepadanya. Lalu kemudian, apakah di kondisi keempat disaat dia dewasa dan mampu untuk berpikir dan berusaha mencari rezeki lalu Allah swt tidak memberikannya?

Apakah ia akan gelisah, takut dan berburuk sangka kepada Allah swt tentang masalah rezeki? Sementara disaat ia tidak mampu apa-apa Allah telah menjamin rezekinya?

Apakah ia akan kikir karena takut miskin? Tidakkah ia percaya terhadap janji Allah untuk mengganti semua harta yang ia keluarkan di jalan-Nya dengan balasan yang berkali lipat?

Maka wahai putraku, seburuk-buruk hamba adalah hamba yang semacam ini !”

Dari nasihat Luqman ini harusnya kita sadari bahwa Al-Qur’an telah banyak menjelaskan bahwa alangkah durhakanya manusia yang tidak tau terima kasih dan selalu berburuk sangka kepada Allah swt.

قُتِلَ ٱلۡإِنسَٰنُ مَآ أَكۡفَرَهُۥ

“Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia !” (QS.’Abasa:17)

Khususnya dalam urusan rezeki banyak sekali manusia yang berburuk sangka kepada Allah hingga ia harus mencari rezeki dari jalan yang haram, seakan ia tidak akan mendapat rezeki dari jalan yang halal.

Dalam sebuah ayat yang berkaitan dengan rezeki, Allah swt telah menamakan Diri-Nya dengan Yang Maha Memberi Rezeki kemudian digandengkan dengan dua sifat Kekuatan dan Kekuaasaan-Nya agar manusia yakin bahwa Dia-lah Yang Maha Kuasa dan Dia-lah Yang Memberi Rezeki. Allah swt berfirman :

إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلۡقُوَّةِ ٱلۡمَتِينُ

“Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS.Adz-Dzariyat:58)

Karena itu jangan pernah berburuk sangka kepada Allah swt, bila rezeki kita telah dijamin oleh Allah dalam kondisi kita yang terlemah maka mustahil Allah akan menelantarkan kita dalam kondisi kita telah diberi kemampuan dan kekuatan.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Tsalatsatul Ushul: Kenalilah Sang Khaliq

Allah yang menciptakan kita, Dialah yang pantas disembah dan ditujukan setiap ibadah.

Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dalam Tsalatsah Al-Ushul berkata,

Apabila ditanyakan kepadamu, “Dengan apa engkau mengenal Rabbmu?” Maka Jawablah, “Dengan tanda-tanda (kekuasaan) dan makhluk-makhluk-Nya.” Di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya adalah malam dan siang, dan matahari dan bulan. Di antara makhluk-makhluk-Nya adalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh serta apa yang ada di antara keduanya. Dalilnya dalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

﴿وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ﴾

Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah malam dan siang, matahari, dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. Al-Fussilat]: 37)

Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

﴿إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ، أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴾

Sesungguhnya Rabb-mu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia tinggi di atas ‘Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)

Rabb adalah yang disembah. Dalil hal ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

Hai manusia! Sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 21-22)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

الْخَالِقُ لِهَذِهِ الْأَشْيَاءِ هُوَ الْمُسْتَحِقُّ لِلْعِبَادَةِ

“Yang menciptakan semua ini adalah yang berhak untuk diibadahi.”

——

Catatan #01

Bagaimana kita bisa mengenal Allah?

Jawaban: Kita bisa mengenal Allah melalui ayat dan makhluk-Nya.

Catatan #02

Apa itu ayat Allah?

Ayat itu artinya tanda untuk menunjukkan dan mengingatkan sesuatu.

Ayat Allah itu ada dua macam:

  1. Ayat kauniyyah
  2. Ayat syariyyah

Ayat kauniyyah adalah makhluk.

Sedangkan ayat syariyyah adalah wahyu yang Allah turunkan pada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berarti mengenal Allah bisa dengan ayat kauniyyah dari makhluk-Nya dan bisa dari ayat syariyyah dari wahyu.

Ayat yang menunjukkan sempurnanya qudrah dan hikmah Allah adalah dari malam, siang, matahari, rembulan.

Dalam ayat disebutkan,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Fushshilat: 37)

Sedangkan makhluk adalah langit yang tujuh lapis dan bumi yang tujuh lapis dan yang berada di antara keduanya.

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)

Catatan #03

Pelajaran dari surah Al-A’raf ayat 54

  1. Allah menciptakan langit dan bumi padahal keduanya adalah makhluk yang besar hanya dalam kurun waktu enam hari. Padahal Allah mampu menciptakannya langsung. Namun ada hikmah di balik penciptaan seperti itu, ada sebab musabbabbnya.
  2. Allah beristiwa di atas ‘Arsy yaitu berada tinggi dengan ketinggian yang khusus sesuai dengan keagungan Allah. Ini tanda akan sempurnanya kerajaan dan kekuasaan Allah.
  3. Malam itu menutup siang.
  4. Allah menjadi matahari, bulan, dan bintang tunduk pada Allah, Allah memerintahkan kepada mereka sesuai kehendak Allah untuk kemaslahatan hamba.
  5. Kekuasaan Allah itu sempurna, Allah yang mencipta dan memerintah bukan yang lainnya.
  6. Umumnya rububiyah Allah pada semesta alam.

Catatan #04

Rabb itulah yang berhak diibadahi.

Dalilnya adalah firman Allah,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

  1. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

  1. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.

(QS. Al-Baqarah: 21-22)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Kalian tahu kalau Allah itu tidak ada yang menandinginya dalam hal mencipta dan memberi rezeki, juga mengatur, maka jangan jadikan syarikan (sekutu) bagi Allah dalam ibadah.” (Syarh Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 52)

Catatan #05

Ibnu Katsir itu siapa?

Ibnu Katsir adalah Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar Al-Qurosyi Ad-Dimasyqi, penulis kitab tafsir “Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim” dan kitab tarikh “Al-Bidayah wa An-Nihayah” merupakan murid dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau meninggal dunia tahun 774 H.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sang Khaliq yang menciptakan segala sesuatu, hanya kepada-Nyalah ibadah ditujukan.”

Referensi:

Syarh Tsalatsah Al-Ushul. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Tsaraya.


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23478-tsalatsatul-ushul-kenalilah-sang-khaliq.html

Ada Masjid Kok Berjemaah di Rumah?

ADA yang bertanya, “Apakah boleh seseorang salat jemaah bersama keluarganya di rumah?”

Pertanyaan itu dijawab Syaikh Shalih bin Muhammad Al Luhaidan sebagai berikut:

Jika rumah Anda tidak terdapat satu pun masjid di lingkungan sekitarnya atau Anda memiliki udzur untuk melaksanakan salat di masjid maka hukumnya boleh bahkan lebih afdal Anda salat berjemaah di rumah bersama keluarga anda. Bahkan lebih afdal juga bagi istri Anda, ia salat bermakmum pada Anda.

Namun tidak diperbolehkan seseorang muslim (lelaki) salat berjemaah di rumahnya dan meninggalkan salat jemaah di masjid-masjid. Ini hukumnya haram, karena menyelisihi sunnah Nabi Shallallahualaihi Wasallam dan karena itu merupakan bentuk ketidaksukaan terhadap sunah Nabi. Dan ketika seseorang tidak suka terhadap sunah Nabi dan lebih menuruti nafsunya, itu karena keadaan dirinya yang rusak.[]

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/30506

INILAH MOZAIK

Mengapa Nabi Musa sampai Memukul Malaikat?

BERIKUT Kami cantumkan keterangan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari . Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa sebagian ahli bidah mengingkari hadis ini. Jika Musa tahu bahwa itu Malaikat, berarti Musa menghina Malaikat maut. Jika beliau tidak tahu bahwa itu Malaikat, mengapa Musa tidak diqishas karena telah merusak mata orang?

Jawaban untuk pernyataan di atas,

Bahwa Allah tidaklah mengutus malaikat maut untuk menemui Musa agar dia mencabut nyawa Musa ketika itu. Namun beliau mengutus malaikat maut kepada Musa untuk menguji. Sementara Musa memukul malaikat maut, karena beliau melihat ada manusia yang masuk ke rumahnya tanpa izin, dan Musa tidak tahu bahwa itu malaikat maut. Dan syariat membolehkan orang untuk merusak mata orang lain yang mengintip rumahnya atau melihat isi rumahnya tanpa izin.

Selanjutnya al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan beberapa bukti, bahwa para nabi bisa saja tidak mengetahui malaikat yang datang kepadanya.

Dulu ada malaikat yang datang menemui Nabi Ibrahim dan Nabi Luth dalam rupa manusia. Namun mereka (Ibrahim dan Luth), awalnya tidak mengenalnya. Andai Ibrahim tahu bahwa 2 orang itu adalah Malaikat, tentu Ibrahim tidak akan menyuguhkan makanan untuk mereka. Dan andai Luth tahu bahwa itu adalah malaikat, tentu Luth tidak perlu mengkhawatirkan mereka dari kejahatan kaumnya.

Al-Hafidz Ibnu Hajar juga menyebutkan alasan yang lain, untuk menjawab, mengapa Musa memukul malaikat maut?

Ulama yang lain mengatakan, Musa menampar malaikat maut, karena beliau datang untuk mencabut nyawa Musa tanpa memberikan pilihan kepada Musa. Sebab disebutkan dalam riwayat yang shahih, para nabi tidak akan dicabut nyawanya, sampai dia diberi kesempatan memilih untuk mati atau tetap hidup. Karena itu, ketika Musa diminta untuk memilih pada kesempatan yang kedua, beliau mau menerimanya. (Fathul Bari, 6/442).

Berbeda dengan alasan yang disebutkan an-Nawawi. Dalam Syarh Shahih Muslim karyanya, beliau menyebutkan beberapa alasan, mengapa Musa menampar malaikat maut, hingga copot matanya,

Tidak mustahil jika Musa alaihis salam telah mendapatkan izin dari Allah untuk melakukan tamparan ini. Dan itu sebagai ujian bagi yang ditampar. Dan Allah Taala melakukan apapun terhadap makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki, serta menguji mereka sesuai yang Dia inginkan. (Syarh Sahih Muslim, 15/129).

Sehingga intinya, kita wajib menerima kebenaran peristiwa ini. Mengenai alasan dan hikmahnya, kita kembalikan kepada keterangan para ulama. Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

INILAH MOZAIK

Tahukah Kamu Nabi Musa Pernah Memukul Malaikat?

BAGIAN dari konsekuensi iman kita kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah membenarkan berita apapun yang beliau sampaikan. Karena beliau utusan Allah, yang dijamin oleh Allah, beliau tidak akan berbicara kecuali atas panduan wahyu.

Allah berfirman, “Beliau tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu. Tidak lain semua itu adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3-4)

Terkait kejadian Musa memukul malaikat pencabut nyawa (malakul maut), telah disampaikan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadis yang shahih riwayat Bukhari, Muslim dan yang lainnya. Kita simak hadis selengkapnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, beliau mengatakan,

Malaikat maut diutus untuk mendatangi Musa alaihis salam. Ketika sampai di tempatnya Musa, beliau memukul malaikat itu, sampai lepas matanya. Kemudian Malaikat ini kembali menemui Rabnya. Beliau mengadu, “Engkau mengutusku untuk menemui hamba yang tidak menghendaki kematian.”

Kemudian Allah mengembalikan matanya, dan berfirman, “Kembali temui Musa, sampaikan kepadanya, Silahkan dia letakkan tangannya di punggung sapi, maka usia Musa akan ditambahkan sejumlah bulu yang ditutupi tangannya, setiap satu bulu dihitung satu tahun.

Musa bertanya, “Wahai Rabku, lalu setelah itu apa yang terjadi?”
Allah menjawab, “Setelah itu, mati.”
Musa berkata, “Kalau begitu, sekarang saja.”
Lalu Musa memohon kepada Allah agar didekatkan ke tanah suci (Baitul Maqdis), sejauh lemparan sebuah batu.
(HR. Bukhari 1339, Muslim 6297, dan yang lainnya).

Ulama ahli hadis sepakat bahwa hadis ini valid dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Karena itu, sikap yang wajib kita kedepankan adalah meyakini kebenarannya. Selanjutnya kita akan simak penjelasan ulama mengenai hadis ini.

[baca lanjutan]

INILAH MOZAIK