Larangan Tabattul

Tabattul artinya meninggalkan nikah dalam rangka zuhud dan ibadah, seperti para rahib dan pendeta. Dalam Mu’jam Musthalahat Fiqhiyyah disebutkan,

التبتل ‏هو ترك الزواج زهدا فيه‏

At tabattul artinya meninggalkan nikah dalam rangka hidup zuhud.”

Tabattul dilarang dalam Islam, baik dilakukan oleh laki-laki maupun wanita. Sebagaimana dalam hadis dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ’anhu, ia berkata,

رَدَّ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ علَى عُثْمَانَ بنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ، ولو أذِنَ له لَاخْتَصَيْنَا

“Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam melarang Utsman bin Mazh’un untuk melakukan tabattul. Andaikan tabattul dibolehkan, sungguh kami akan melakukan kebiri” (HR. Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402).

Dari Samurah bin Jundub Radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ نهَى عنِ التَّبتُّلِ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang tabattul” (HR. Tirmidzi no. 1082, disahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Shiddiq Hasan Khan Rahimahullah mengatakan,

وكانت المانوية والمترهبة من النصارى يتقربون إلى الله بترك النكاح، وهذا باطل؛ لأن طريقة الأنبياء – عليهم السلام – التي ارتضاها الله تعالى للناس: هي إصلاح الطبيعة، ودفع اعوجاجها، لا سلخها عن مقتضياتها

“Orang-orang Manuwiyah (Manikheisme) dan para pendeta Nasrani, mereka beribadah kepada Allah dengan cara meninggalkan nikah. Ini adalah kebatilan. Karena jalannya para Nabi terdahulu ‘Alaihimus salam, yang Allah ridai, adalah memperbaiki perangai manusia dan mencegah agar manusia tidak bengkok (menyelisihi fitrah yang lurus). Bukan malah menjauhkan manusia dari fitrahnya” (Ad Durar Al Bahiyah, 2: 136).

Islam memerintahkan untuk menikah

Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menikah dalam firnan-Nya,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nur: 32).

Dalam ayat di atas menggunakan kata وَأَنْكِحُوا (nikahkanlah) yang merupakan fi’il amr (kata perintah).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan kita untuk menikah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya” (HR. Bukhari no. 5056 dan Muslim no. 1400).

Dalam hadis di atas juga digunakan fi’il amr فَلْيَتَزَوَّجْ (menikahlah). Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mencela orang-orang yang benci terhadap pernikahan dan meninggalkannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

النِّكَاحُ من سُنَّتِي فمَنْ لمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَليسَ مِنِّي ، و تَزَوَّجُوا ؛ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

“Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)” (HR. Ibnu Majah no. 1846, disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).

Syubhat dengan beralasan sebagian ulama tidak menikah

Sebagian orang yang mendukung paham childfree atau yang ingin melakukan tabattul ada yang beralasan bahwa beberapa ulama ada yang tidak menikah.

Memang benar sebagian ulama seperti Ibnu Jarir Ath Thabari, An Nawawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahumullah, mereka wafat dalam keadaan belum menikah. Namun alasan ini tidak tepat karena beberapa alasan sebagai berikut:

Pertama, mereka tidak menikah bukan karena berpemahaman childfree atau dalam rangka tabattul.

Kedua, perbuatan ulama bukan dalil. Jangan sampai meninggalkan dalil Al Qur’an dan As Sunnah demi mengikuti perbuatan ulama.

Ketiga, Allah Ta’ala dalam Al Qur’an memotivasi kita untuk menikah dan memiliki anak.

Keempat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang wajib untuk kita ikuti, beliau menikah dan mempunyai banyak anak.

Kelima, para ulama yang tidak menikah mereka memiliki uzur, di antaranya karena mereka sangat-sangat sibuk membela agama dengan menuntut ilmu dan mendakwahkannya. Seperti misalnya:

– Ath-Thabari Rahimahullah menulis tafsir Ath Thabari sebesar 26 jilid (!!) itu pun beliau anggap belum selesai.

– An Nawawi Rahimahullah yang di siang hari beliau ikuti 12 majelis ilmu, dan di malam hari beliau mengulang pelajaran dan menulis ilmu.

– Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah yang ketika di kamar mandi saja meminta dibacakan kitab agar tetap bisa mendengar ilmu. Bagaimana lagi ketika sedang tidak di kamar mandi?!?

Terbayang bukan, bagaimana sibuknya mereka dan padatnya waktu mereka untuk ilmu dan untuk agama?!? Sangat-sangat bisa dipahami mengapa mereka tidak sempat untuk menikah.

Keenam, para ulama yang tidak menikah, mereka sibuk berkhidmat untuk agama dan membela agama, mereka habiskan waktu mereka untuk itu. Adapun para penganut childfree dan pembelanya, bagaimana keadaan mereka terhadap agama? Ataukah mereka sibuk mengumpulkan pundi-pundi dunia?

Ketujuh, sebagian ulama menjelaskan bahwa ada kemungkinan para ulama yang tidak menikah itu karena mereka tidak memiliki ketertarikan kepada wanita.

Kedelapan, para ulama tersebut terus mendapatkan aliran pahala dari jasa-jasanya dalam mengajarkan dan mendakwahkan ilmu serta membela Islam.

Kesembilan, para ulama tersebut mengharamkan tahdidun nasl (memutus keturunan) dengan cara apapun. Para ulama sepakat terlarangnya tahdidun nasl jika secara total. Hal yang dibolehkan sebagian ulama adalah tanzhimun nasl (mengatur kelahiran).

Kesepuluh, kebanyakan ulama dari zaman dahulu sampai zaman sekarang mereka menikah dan berketurunan. Mereka yang tidak menikah sangat-sangat-sangat sedikit sekali.

Maka jelas sudah, tidak tepat penggunaan argumen “sebagian ulama tidak menikah” untuk mendukung pemikiran childfree atau melegalkan tabattul yang jelas-jelas bertentangan dengan fitrah manusia ini.

Wallahu a’lam. Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat.

***

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/72027-larangan-tabattul.html

Penyebab Kerasnya Hati dan Solusinya (Oleh Usamah Ali AM)

Hati adalah salah satu penentu amal seseorang. Keras dan lembutnya hati akan berpengaruh pada amal seseorang.

Penyebab kerasnya hati berasal dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Untuk mengetahuinya, berikut di antara sebab-sebab kerasnya hati :

Banyak berbuat maksiat

Setiap maksiat akan meninggalkan sebuah titik hitam di hati. Semakin banyak maksiat, semakin banyak titik hitam yang menutupi hati. Sehingga semakin sulit menerima nasihat, dan semakin jauh dari kebaikan.

Jauh dari Al–Quran

Seseorang jauh dari Al-Quran, berarti ia tidak atau jarang sekali membacanya, merenungkannya, apalagi mengamalkannya.

Khabab bin Al-A’rab berkata, “mendekatlah kamu kepada Allah sekuat tenaga, karena semakin dekat kamu kepada Allah maka kita akan mendapatkan banyak kemudahan. Namun kamu tidak bisa mendekat kepada-Nya kecuali dengan Kalam-Nya (Al-Quran).”

Terlalu sibuk dengan dunia

Ia menjadi orang yang meninggalkan atau mengesampingkan ibadah karena terlalu sibuk dengan perkara duniawi. Sehingga ibadahnya terbengkalai dan terlupakan. Ruhnya menjadi kering dan rentan terhadap berbagai godaan maksiat.

Menjadikan dunia sebagai tujuan utama

Ia menjadi orang yang mengabaikan perkara akhirat dan urusan agama, karena dunia yang menjadi tujuan utamanya. Padahal dunia hanyalah sebuah tempat singgah, tidak lebih dari itu.

Karena itu, seorang Muslim yang baik itu hanyalah menggenggam dunia di tangannya saja, tidak diletakkan di hatinya.

Sulit menerima nasihat

Tanda lain hati dikatakan keras adalah sulit menerima nasihat, ilmu atau ajakan kepada kebaikan. Ia bisa juga dikategorikan sebagai orang yang sombong, karena menolak kebaikan dan membantah kebenaran.

Kehalalan Makanan

Kebersihan dan kehalalan makanan pun bisa menentukan lembut-kerasnya hati. Ambil saja contoh memakan daging babi. Secara ilmiah pun daging babi memang tidak layak dimakan. Babi adalah hewan yang kotor. Binatang ini pun tidur di lumpur yang kotor. Daging babi itu kotor dan di dalam dagingnya terdapat parasit yang membahayakan tubuh manusia.

Secara ilmiah, hati adalah penyaring makanan. Makanan yang dimakan akan melewati hati untuk disaring dari racun dan dzat berbahaya. Bila seseorang terus-menerus memakan makanan yang haram, maka hatinya perlahan-lahan akan rusak.

Solusi hati lembut

Solusi dari semua itu, agar hati tidak keras, bahkan agar menjadi lembut ya melakukan kebalikan dari hal-hal tersebut. Mulai dari berusaha semaksimal mungkin meninggalkan kemaksiatan, mulai sering berinteraksi dengan Al-Quran, dan boleh mencari dunia tapi utamakan akhirat.

Lainnya adalah dengan suka mendengarkan nasihat-nasihat, baik secara langsung melalui kajian-kajian (ta’allum) atau melalui media sosial dakwah keislaman.

Dengan semakin lembut dan cerahnya hati kita, maka anggota tubuh akan mudah digunakan untuk berbuat kebaikan.

Orang-orang yang hatinya lembut akan bergetar ketika melihat kebaikan. Kebaikan-kebaikan yang dia lihat, dia ketahui, dan dia dengar akan menambah tinggi dan kuat keimanannya.

Semoga Allah lembutkan hati kita sehingga mudah untuk beribadah dan berbuat kebaikan. Aamiin. (A/Usm/RS2)

Oleh: Usamah Ali Abdul Majid, Asatidz di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kuttab Cimahi, Bandung, Jawa Barat

Artikel ini telah tayang di Minanews.net dengan judul Penyebab Kerasnya Hati dan Solusinya (Oleh Usamah Ali AM), Klik link berikut untuk baca selengkapnya: https://minanews.net/penyebab-kerasnya-hati-dan-solusinya-oleh-usamah-ali-am

Kantor Berita MINA – Damai di Palestina, Damai di Dunia

Doa Agar Diberikan Hati yang Bersih

Berikut adalah doa agar kita selalu diberi hati yang bersih, senantiasa berzikir dan bertakwa kepada Allah serta disucikan dari penyakit hati seperti ingin dipuji, dengki, sombong, dendam dan lain sebagainya.

اللهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا

Allahumma ati takwaha wa zakkiha anta khoiru man zakkaha anta waliyyuha wa maulaha. Allahumma inni a’uzubika min ‘ilmin la yanfa’u wa min qolbin la yakhsya’u wa min nafsin la tasyba’u wa min da’watin la yustabu laha.

Ya Allah, karuniakan ketakwaan pada jiwaku. Sucikanlah ia, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya, Engkaulah yang menjaga serta melindunginya. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak manfaat, hati yang tidak khusyuk, dan doa yang tidak dikabulkan.”

Doa ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim dari Zaid bin Arqam. Doa ini sangat dianjurkan untuk dibaca setelah salat fardu lima waktu.

BINCANG SYARIAH

Doa Agar Tidak Malas, Disucikan Jiwa, Diberi Hati yang Khusyuk

Doa ini bagus sekali untuk diamalkan berisi berlindung dari sifat lemah dan malas, agar disucikan jiwa, dan agar diberi hati yang khusyuk.

Berikut doanya dari bahasan Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi rahimahullah.

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Ad-Da’awaaat (16. Kitab Kumpulan Doa), Bab 250. Keutamaan Doa

Hadits #1479

وَعَنْ زَيْدٍ بْنِ أَرْقَم – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَقُوْلُ :(( اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ، اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ؛ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا )) .رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan ‘ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL ‘AJZI WAL KASALI, WAL BUKHLI WAL HAROMI, WA ‘ADZAABIL QOBRI. ALLOHUMMA AATI NAFSII TAQWAAHAA, WA ZAKKIHAA ANTA KHOIRU MAN ZAKKAHAA, ANTA WALIYYUHAA WA MAWLAAHAA. ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN ‘ILMIN LAA YANFA’, WA MIN QOLBIN LAA YAKH-SYA’, WA MIN NAFSIN LAA TASYBA’, WA MIN DA’WATIN LAA YUSTAJAABU LAHAA’ (Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kekikiran, ketuaan—kepikunan–, dan siksa kubur. Ya Allah, datangkanlah pada jiwaku ini ketakwaannya dan bersihkanlah ia. Engkaulah sebaik-baik yang dapat membersihkannya, Engkaulah Pelindungnya dan Rabbnya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 2722]

Faedah Hadits

Pertama: Diperintahkan untuk meminta perlindungan dari ‘ajez (lemah), kasal (malas), bukhl (pelit), harom (kejelekan di masa tua), dan siksa kubur.

Ajez adalah tidak adanya kemampuan untuk melakukan kebaikan, sedangkan kasal adalah tidak ada atau kurangnya motivasi untuk melakukan kebaikan padahal dalam keadaan mampu untuk melakukannya. Demikian keterangan dari Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.

Kedua: Wajib tiap orang memperhatikan jiwanya masing-masing, menyucikannya dari kotoran dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi setiap larangan.

Ketiga: Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menyucikan jiwa, menghasilkan khasy-yah (rasa takut) pada Allah, hingga berpengaruh pada anggota tubuh lainnya.

Keempat: Hati yang khusyuk adalah hati yang takut dan butuh ketika mengingat Allah, kemudian hati tersebut melembut, tenang, dan tunduk pada Allah. Hati tersebut mendapatkan cahaya dari Allah, hingga bisa membedakan kebenaran dan kebatilan.

Kelima: Hadits ini menunjukkan celaan pada dunia dan celaan bagi jiwa yang tidak pernah puas.

Keenam: Baiknya setiap hamba menjauhi hal-hal yang membuat doanya sulit terkabul dengan memenuhi syarat-syarat terkabulnya doa yaitu: (1) ikhlas, (2) tidak tergesa-gesa, (3) berdoa dalam kebaikan (bukan dalam kejelekan), (4) yakin dan menghadirkan hati, (5) mengonsumsi makanan yang thayyib (halal).

Referensi:

Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.


Disusun 29 Dzulqa’dah 1440 H di MPD

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber https://rumaysho.com/21000-doa-agar-tidak-malas-disucikan-jiwa-diberi-hati-yang-khusyuk.html

Shalawat Thayyibil Anfas; untuk Kebersihan Jiwa dan Kelapangan Rezeki

Dalam kitab Al-Shidqu wa Al-Tahqiq, Imam Ahmad bin Ahmad Al-Junaidi menyebutkan salah satu bentuk shalawat yang disebut dengan shalawat Thayyibil Anfas. Shalawat ini dinisbahkan pada Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-‘Adawi Al-Maliki, atau yang lebih dikenal dengan Syaikh Ahmad Dardir. Oleh Syaikh Ahmad Dardir sendiri, shalawat Thayyibin Al-Anfas ini disebutkan dalam kitabnya Al-Musabba’at Al-Usyr wa Al-Shalawat.

Disebutkan bahwa di antara keutamaan shalawat Thayyibil Anfas, selain untuk mohon kebersihan hati dan jiwa dari penyakit hati, juga mohon untuk kelapangan rizeki. Bahkan di antara kalangan pengamal tarekat Khalwatiyah, shalawat ini dibaca sebelum mereka makan dengan harapan keberkahan rezeki, kesehatan badan dan jiwa.

Adapun yang dimaksud shalawat Thayyibbil Anfas dimaksud adalah sebagai berikut;

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طَيِّبِ الْأَنْفَاسِ، صَلَاةً تبْسُطُ لَنَا بِهَا الرِّزْقَ وَتغْنِينَا بِهَا عَنِ النَّاسِ، وَتطَهِّرُنَا بِهَا مِنَ الْأَدْنَاسِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِينَ أَزَلْتَ عَنْهُمُ الْالْتِبَاسِ.

Allohumma sholli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin thoyyibil anfaasi sholaatan tabsuthu lanaa bihaar rizqo wa tughniinaa bihaa ‘anin naasi, wa tuthohhirunaa bihaa minal adnaasi wa ‘alaa aalihii wa ash-haabihil ladziina azalta ‘anhumul iltibaas.

Ya Allah, berilah limpahan rahmat, keselamatan dan keberkahan atas junjungan kami Nabi Muhammad, yang baik jiwanya, dengan rahmat itu Engkau melapangkan rizeki kepada kami, dengan rahmat itu Engkau mencukupkan kami sehingga tidak butuh pada manusia, dengan rahmat itu Engkau membersihkan jiwa kami dari kotoran. Juga rahmat, keselamatan dan keberkahan juga tercurah pada keluarga Nabi Muhammad dan seluruh sahabatnya, orang-orang yang telah Engkau hilangkan keraguan dari mereka.

BINCANG SYARIAH

8 Ciri-Ciri Qalbu Seorang Muslim Sehat Menurut Alquran

Hati atau qalbu seorang Muslim bisa sakit dan bisa juga sehat

Seperti halnya qalbu yang sakit karena penyakit hati. Qalbuyang sehat juga memiliki ciri-ciri. Apa saja?

Alquran menjelaskan sejumlah ciri-ciri atau tanda-tanda qalbuseorang hamba dalam kondisi sehat atau prima. Sedikitnya delapan ciri qalbuyang sehat menurut Alquran, sebagaimana dikutip dari alukah.net, sebagai berikut:   

Pertama, qalbu yang bersih

إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy Syuara 89)   

Ayat ini menjelaskan bahwa kesenangan yang bakal diperoleh di akhirat, tidak dapat dibeli dengan harta yang banyak. Juga tidak mungkin ditukar dengan anak dan keturunan yang banyak. Sebab masing-masing manusia hanya diselamatkan amal dan hatinya yang bersih.

Kedua, takut kepada Allah  

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka) dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima Kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik. “ (QS Al Hadid 16)

Ketiga, hati yang bertakwa  

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al Hajj 32)

Keempat, hati yang lembut karena mengikuti petunjuk Allah SWT 

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Alquran yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.” (QS Az Zumar 23)  

Kelima, hatinya tunduk kepada Allah

وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa (Alquran) itu benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepada-Nya. Dan sungguh, Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (QS Al Hajj 54)   

Keenam, hati yang bergetar ketika disebut nama Allah SWT 

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS Al Anfal 2)  

Ketujuh, hati yang bertaubat 

مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ “(Yaitu) orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih, sekalipun tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (Qaf 33)  

Kedelapan, hati yang tenteram  

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Ar Rad 28)

Sumber:  alukah 

KHAZANAH REPUBLIKA

Kejernihan Jiwa Ibarat Bayi Menurut Syekh Abdul Qadir

Syekh Abdul Qadir Al Jailani menekankan pentingnya kebersihan hati dan jiwa

Orang-orang sufi menyebut keadaan rohani sebagai thifli, yang berarti ‘bayi’ atau anak-anak. Bayi itu dilahirkan, dipelihara, dan dibesarkan di dalam hati.     

“Hati ibarat seorang ibu yang memeliharanya, menyusuinya, dan menimang-nimangnya,” kata Syekh Abdul Qadir Al Jailani dalam kitabnya Sirr Al-Asrar Fi Mayahtaj Ilayah Al-Abrar. 

Sebagaimana anak-anak di alam nyata yang diajarkan ilmu fisikal, anak-anak hati atau thifli juga dibekali dengan ilmu. Namun, ilmu yang diajarkan hati  adalah ilmu ruhani dan ilmu ketuhanan.  

Sebagaimana anak-anak yang belum dipengaruhi kejahatan, noda dan dosa demikian juga dengan anak-anak hati yang masih bersih dan suci, tidak dinodai maksiat keegoan, prasangka, dan keraguan. Anak-anak atau bayi adalah makhluk yang suci bersih dan dapat menarik perhatian siapa yang menimangnya. 

“Demikian keadaan dalam alam fisikal. Dalam alam mimpi, keindahan anak-anak hati itu terlahir dalam bentuk malaikat,” katanya. 

Syekh Abdul Qadir Al Jailani mengatakan, seseorang biasanya mengharapkan surga sebagai hasil dari amal ibadahnya. Tetapi, kenikmatan surga itu datang ke dunia melalui tangan anak-anak hati itu. 

Apabila hati seorang hamba bersih dan suci, dan bashirah-nya bercahaya terang benderang, akan tersingkaplah semua tabir hitam yang menutupi hatinya. 

Ketika itu pula dia akan merasakan segala kenikmatan yang indah tentang makrifat kepada Allah SWT yang akan melebihi keindahan kenikmatan surga yang akan dikecapnya nanti.  “Wallahu A’lam,” katanya.

Tentang hal ini Allah SWT, kata Syekh Abdul Qadir Al Jailani, Allah SWT berfirman dalam surat Al Waqiah ayat 12-17: 

فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ وَقَلِيلٌ مِنَ الْآخِرِينَ عَلَىٰ سُرُرٍ مَوْضُونَةٍ مُتَّكِئِينَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ “Dalam surga kenikmatan, segolongan besar orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil orang-orang yang lahir kemudian mereka berada di atas dewan yang bertakhtakan emas dan permata  seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan, mereka dikelilingi anak-anak muda yang tetap mudam.”

Lebih lanjut Allah SWT juga berfirman dalam surat At Thur ayat 24: 

 وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ غِلْمَانٌ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ لُؤْلُؤٌ مَكْنُونٌ “Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk melayani mereka, seakan-akan akan mereka itu adalah mutiara yang tersimpan.”

Inilah anak-anak atau bayi hati, yaitu kesadaran orang-orang sufi yang dikaruniai Ilham yang tinggi oleh Ilahi. Kesadaran ini muncul dari anak-anak atau bayi hati karena keindahan dan kesuciannya.  “Namun, keindahan dan kesucian itu terlahir dalam diri manusia di dunia,” katanya. 

Kesadaran juga adalah insan yang sebenarnya, yang tidak terpisah dengan Khaliq-nya, kesadaran itu melambangkan atau mewakili manusia yang sebenarnya. Di dalamnya tidak ada jisim (kebadan) dan ia tidak menganggap dirinya sebagai jisim tidak ada hijab, tidak ada tirai, tidak ada halangan antara dirinya dengan Allah SWT.

“Karena cahaya yang memancar melalui pintu hatinya itu terus menjurus menuju ke hadirat Allah yang mencipta,” katanya.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Adab Nabi Saat tidak Menyukai Suatu Makanan

Syekh Izzuddin bin Abdussalam dalam kitab Syajaratul Maarif menjelaskan mengenai perkara dan adab yang dilakukan Rasulullah SAW saat tidak menyukai suatu makanan. Jika tidak menyukai makanan, Nabi biasanya akan meninggalkan (tidak memakannya).

Dan beliau berkata tentang kadal gurun, “(Hewan ini) tidak ada di kampungku sehingga aku tidak berselera memakannya,”. Hadis riwayat Bukhari (5391) dan Muslim (1946) dari Khalid bin Walid secara marfu.

Dijelaskan bahwa mencela makanan termasuk perbuatan hina, hal itu karena dapat membuat orang-orang tidak mau memakannya dan mereka jijik pada makanan itu. Lebih-lebih mencela jamuan tamu, tentu lebih buruk lagi, sebab bisa membuat enggan tamu dan menyakiti hati tuan rumah.

Jika makanan itu membahayakan (merugikan kesehatan), maka orang yang memang melihat bahaya tersebut boleh menyebutkan bahayanya. Selain adab Nabi jika tidak menyukai makanan, Nabi juga mengajarkan bagaimana adab menawarkan makanan kepada tamu.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Adz-Dzariyat ayat 27, “Faqarrabahu ilaihim qaala ala ta’kulun,”. Yang artinya, “Lalu dihidangkannya kepada mereka, ‘Silakan kamu makan’,”. Syekh Izzuddin menjelaskan, menawari makanan itu menyenangkan tamu dan menghilangkan kecanggungan mereka.

IHRAM