Hukum Haji Melalui Metaverse, Sahkah?

Kian hari teknologi semakin meninggi, seakan tidak ada pembatas yang bisa membendung kemajuan teknologi. Baru-baru ini, kita dikejutkan oleh teknologi Metaverse. Belakangan bergulir informasi bahwa bisa melaksanakan ibadah haji secara virtual di metaverse.  Haji sudah bisa dilakukan di genggaman (metaverse). Lantas bagaimana hukum melakukan ibadah haji melalui metaverse, sahkah? 

Hukum haji melalui metaverse terbilang pada permasalahan ini terbilang cukup kontemporer sekali, tidak pernah terjadi hal seperti ini di era ulama klasik. Namun perlu diingat, bahwa ibadah haji bukan hanya terkait waktu, melainkan juga masalah tempat. 

Ibadah haji tidak bisa dilakukan di selain waktu dan tempat yang telah ditentukan, mungkin saja waktunya bisa sama, namun tempatnya tetap beda (meski di metaverse sudah sampai di area haji). Ada sebuah redaksi yang hampir mirip dengan kejadian ini, berikut bahasan para ulama klasik, seperti Syekh Ibrahim Al-baijuri, Hasyiyah Al-bajuri, Juz 1 halaman 599;

وعرفة كلها موقف، ومثل الجزء من هذا المكان المتصل به كدابة وغصن شجرة فيه أصلا وفرعا بخلاف ما لو كان الأصل فيها والفرع خارجها أو بالعكس فليس لهوائها حكمها. ولهذا لو طار في هوائها لم يكف.

Tanah arafah seluruhnya adalah tempat wukuf, contoh tempat yang bisa dijadikan demikian adalah tunggangan yang lewat di tanah arafah dan di dahan pohon yang berada di tanah arafah juga, ketika akar dan tangkainya berada di bagian tanah arafah. 

Lain halnya ketika akarnya di dalam tanah arafah dan tangkainya di luarnya, atau sebaliknya. Yang demikian tidaklah mencukupi untuk dijadikan tempat wukuf. Maka dari itu ketika seseorang bisa terbang di area atasnya tanah arafah, maka tidak bisa mencukupi baginya untuk dikatakan sebagai wukuf.  

Mengapa bisa ada pembedaan antara tanah arafah dan langitnya? Simak penjelasan dalam Hasyiyah Ahmad Bin Abdur Razzaq Ar-Rasyidi, Juz 3 halaman 298; 

)قَوْلُهُ: مِنْ أَرْضِ عَرَفَاتٍ) ظَاهِرُ التَّقْيِيدِ بِالْأَرْضِ أَنَّهُ لَا يَكْفِي الْهَوَاءُ كَأَنْ مَرَّ بِهَا طَائِرًا وَكَأَنَّ الْفَرْقَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الِاعْتِكَافِ أَنَّ الْمَسْجِدَ يَثْبُتُ حُكْمُهُ إلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا كَمَا صَرَّحُوا بِهِ، بِخِلَافِ عَرَفَةَ فَإِنَّ الْمَقْصُودَ نَفْسُ الْبُقْعَةِ، وَلَمْ أَرَ لَهُمْ تَصْرِيحًا بِأَنَّ لِهَوَائِهَا حُكْمَهَا فَلْيُرَاجَعْ ثُمَّ رَأَيْت سم نَقَلَ عَنْ الشَّارِحِ عَدَمَ الصِّحَّةِ.

Mengenai tanah arafah, secara leksikal, limitasi tanah arafah itu adalah tanah arafah itu sendiri, bukan di area udaranya. Maka tidak dianggap cukup orang yang berwukuf di area atasnya dengan terbang. Seakan terdapat perbedaan antara wukuf dan iktikaf di majidil haram, memang benar. 

Sebab area masjid itu dari tanahnya sendiri sampai ke bagian langitnya (atasnya), lain halnya dengan tempat wukuf. Yang dimaksudkan adalah tanah arafah itu sendiri, bukan bagian atasnya. Saya pun tidak melihat ulama yang berpendapat bahwa area langitnya arafah merupakan bagian dari arafah (yang dianggap cukup ketika melakukan wukuf di atasnya)

Melakukan seremonial di atas tempat tersebut saja tidak sah, apalagi dilakukan lewat virtual, yang hakikatnya ia tetap berada di tempat. Wukuf tetap harus dilakukan di Arafah, Tawaf harus dilaksanakan di area ka’bah, dan sai harus dikerjakan di Safa dan Marwah. Kira-kira orang yang berada di metaverse, bisakah dikatakan bahwa ia bepergian, sedang ia tetap berada di tempat asalnya. 

Habib Hasan bin Ahmad Al-kaff, dalam kitab At Taqriratu As Sadidatu fi Masaili al Mufidah, juz 1 halaman 474-475, Wukufnya saja tidak sah apalagi yang lainnya, yang juga merupakan rukun haji. Padahal jika ibadah rukun haji tidak sah, itu berdampak pada batalnya ibadah haji.

Yang demikian tidak bisa ditambal dengan membayar dam, ia harus mengulangi hajinya. Yang termasuk rukun haji adalah Ihram, tawaf dan sai, yang mana kesemuanya itu terkait dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan. 

Jadi ibadah haji melalui metaverse itu tidak sah, sebab tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Sebenernya teknologi ini sangat bagus, namun jika difungsikan sebagai manasik haji, adalah sebuah terobosan baru yang sangat bermanfaat sekali. Sehingga kelak ketika nusuk, akan paham akan tata caranya dengan detail, sebab sudah melakukan manasik 3D yang sangat terasa nyata sekali.

Demikian penjelasan hukum haji metaverse. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Penjelasan Soal Islam Menghormati Batu Hajar Aswad

Jamaah haji dan umroh disunahkan mencium Hajar Aswad sebagai bentuk penghormatan kepada batu surga ini. Selama hidupnya baginda Nabi Muhammad juga menghormatinya dengan menyempatkan untuk menciumnya.

KH.A.Aziz Masyhuri mengatakan, penghormatan pada batu sudah ada sebelum Islam datang dan sudah dilakukan sejak jaman dulu oleh bangsa selain Arab. KH. A.Aziz menegaskan, penghormatan yang dilakukan oleh umat Islam terhadap Hajar Aswad tidak sama dengan cara umat non Muslim menghormati batu-batu hanya sisa-sisa belaka.

“Umat di luar Islam menghormati batu dengan cara menyembahnya, sebagian lagi menjadikannya sebagai simbol atau lambang dari dewa-dewa,” kata KH.A. Aziz dalam bukunya 25 Rahasia Terdahsyat Haji Hingga Mabrur.

Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh bangsa Eropa tempo dulu. Mereka menjadikan batu sebagai simbol bintang-bintang yang disembah, dengan memahat dan menggambar batu-batuan tersebut agar kelihatan indah.

Demikian pula sebagian orang-orang di Asia, mereka memahat batu-batuan sebagai penjelmaan sesembahan mereka, seperti patung. Mereka menyembahnya, dan menganggap batu itu bisa mendekatkan diri kepada Tuhan yang mereka sembah.

Di tanah Haram Makkah, tepatnya di depan Baabus-Salam bagian luar, ada sebuah batu besar seperti undakan anak tangga yang terbenam di dalam tanah. Orang-orang Arab mengatakan bahwa batu tersebut adalah salah satu dari berhala-berhala jahiliyah pertama yang disebut Assaf.

Sementara itu, sebagian nabi dari Bani Israel menegakkan batu-batuan sebagai monumen untuk mengenang terjadinya peristiwa besar yang membawa manfaat, seperti yang dilakukan Nabi Ya’qub AS ketika bermimpi melihat Tuhan.

“Demikian pula, ia mendirikan tugu peringatan lain sebagai peringatan atas terjadinya perjanjian antara dia dengan Lauban,” katanya.

Ada pula yang didirikan oleh Nabi Musa AS sebagai peringatan atas terjadinya pembicaraan antara dia dengan Allah. Yesus mendirikan dua belas monumen sebagai peringatan atas kesuksesan anak cucu keturunan bangsa Yahudi menyeberangi sungai Yordan atau Urdu.

IHRAM

Setelah Lewati Tes Kesehatan Ketat, 45 Jamaah Umrah Bertolak ke Tanah Suci

Meski pandemi Covid-19 menunjukkan tren peningkatan, hal itu tidak menyurutkan animo masyarakat di Tanah Air untuk melakukan ibadah umrah. Itu dibuktikan 45 orang jamaah umrah yang bertolak ke Madinah, Arab Saudi, Senin (7/2/2022), dengan menggunakan penerbangan Saudia Airlines.

Namun, sebelum bertolak ke Tanah Suci Mekah, para jamaah terlebih dahulu melakukan karantina dan tes PCR 24 jam. Kemudian, setelah mendarat di Madinah, para jemaah kembali harus melakukan karantina institusi selama lima hari. Setelah itu, dilakukan tes PCR dan barulah dapat melaksanakan kegiatan aktivitas ibadah umrah di Masjid Nabawi. “Mudah-mudahan jemaah seluruhnya sehat dan bisa melaksanakan ibadah dengan baik dan maksimal,” ujar Haji Asep Purnawirawan, komisaris utama PT Alif Berkah Amanah (Aba Tour), dalam keterangan resmi, Rabu (9/2/2022). 

Para jemaah yang berangkat kali ini terdiri atas mereka yang tertunda dan para pendaftar baru. Jika Aba Tour tidak membatasi keberangkatan, jumlah pendaftar membeludak. “Tetapi, untuk tetap menjaga pelayanan dan kenyamanan, kami harus membatasi jumlah peserta umrah,” kata Abdul. 

Sebelumnya, kementerian haji dan umrah Arab Saudi telah mengeluarkan kebijakan bagi para jamaah asing yang tiba di Arab Saudi diwajibkan menunjukkan hasil tes PCR negatif dan sertifikat tes antigen cepat setibanya di Kerajaan. Ini merupakan aturan baru yang diterbitkan kerajaan ditengah lonjakan kasus Omicron di banyak negara.

Kementerian Haji dan Umrah setempat mengumumkan telah memperbaharui prosedur masuk jemaah ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah umrah dan ziarah. Kementerian menyatakan  hasil tes PCR negatif dan antigen negatif diambil tidak lebih dari 48 jam sebelum berangkat ke Kerajaan, terlepas dari status imunisasi mereka.

Join Umroh Community (JUC) dipercaya sebagai service provider dalam keberangkatan kali ini. JUC menyediakan paket land arrangement grup Aba Tour. “Para jamaah akan menggunakan hotel Sham Province Madinah serta Makkah Tower di Mekah,” kata Selly Al Attas,” head of reservation JUC. 

IHRAM

Berdiri Sejenak Mendoakan Jenazah setelah Dimakamkan

Diriwayatkan dari sahabat ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ

Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah selesai dari menguburkan mayit, beliau berkata, ‘Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan untuknya, karena sesungguhnya sekarang ia sedang ditanya’” (HR. Abu Dawud no. 3221, Al-Hakim 1: 370).

An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Sanadnya jayyid” (Al-Majmu’, 5: 292).

An-Nawawi Rahimahullah juga berkata, “Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad hasan” (Lihat Al-Khulashah, 2: 1028-1029 dan Al-Adzkar, hal. 147).

Hadis ini dinilah sahih oleh Al-Albani Rahimahullah dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud (1: 2), Misykat Al-Mashabih (1: 29), dan lain-lain.

Terdapat beberapa faidah yang bisa diambil dari hadis ini.

Faidah pertama

Hadis ini menunjukkan disunnahkannya berdiri sejenak di kubur setelah selesai memakamkan jenazah, untuk mendoakan jenazah agar mendapatkan ampunan, dan agar jenazah diberi ketetapan dan keteguhan ketika mendapatkan pertanyaan malaikat. Dan hendaknya, dia juga memerintahkan orang lain yang hadir di pemakaman ketika itu untuk ikut berdiri sejenak dan mendoakannya. Jenazah dalam kondisi semacam itu sangat membutuhkan doa dari orang-orang yang masih hidup dibandingkan ketika sebelum dimakamkan, karena merupakan masa adanya fitnah dan ujian di alam kubur (yaitu adanya pertanyaan malaikat) (lihat Ighatsah Al-Lahfan, 1: 202).

Berdasarkan hadis di atas, kita bisa berdoa dengan mengucapkan,

اللَّهُمَّ اغْـفِـرْ لَــهُ

“ALLAHUM-MAGHFIR LAHU” (Ya Allah, ampunilah dia)

اللَّهُمَّ ثَـــبـِّـــتْهُ

“ALLAHUMMA TSABBIT HU” (Ya Allah, berilah keteguhan kepadanya).

Atau doa-doa semisal itu.

Doa untuk jenazah ini tidak memiliki batas jarak tertentu. Adapun hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim, dari sahabat ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

فَإِذَا دَفَنْتُمُونِي فَشُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ شَنًّا ثُمَّ أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ وَيُقْسَمُ لَحْمُهَا

“Apabila kalian menguburkanku, maka taburkanlah tanah padaku, kemudian berdirilah kalian di sekitar makamku sekitar jarak unta disembelih dan dibagikan dagingnya” (HR. Muslim no. 121)

Perkataan ini hanyalah bersumber dari ijtihad beliau Radhiyallahu ‘anhu. Dan tidak terdapat penjelasan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang penentuan batas (jarak) dalam hal ini. Artinya, meskipun seseorang tidak ikut memakamkan dan berada di tempat yang jauh dari makam saudaranya tersebut, tetap dianjurkan untuk mendoakan si mayit.

Terdapat dalil dari Al-Qur’an tentang disyariatkannya berdiri di samping makam untuk mendoakan si mayit. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَداً وَلاَ تَقُمْ عَلَىَ قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُواْ وَهُمْ فَاسِقُونَ

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik” (QS. At-Taubah: 84).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata,

“Disebutkannya larangan (untuk berdiri mendoakan di kuburnya, pent.) secara khusus (bagi orang-orang kafir, pent.) menunjukkan bahwa selain mereka itu dianjurkan untuk disalatkan dan berdiri di kuburnya (untuk mendoakannya). Karena jika perkara tersebut tidak disyariatkan bagi siapa pun (baik muslim ataupun kafir, pent.), tentu tidak perlu disebutkan larangan itu secara khusus. Dan tidak perlu menyebutkan alasan kafirnya mereka ketika melarang hal itu. Oleh karena itu, menyalatkan jenazah kaum mukminin dan berdiri di kuburnya termasuk sunnah mutawatir” (Majmu’ Al-Fataawa, 1: 165 dan 27: 330)

Apakah dilaksanakan secara berjamaah?

Doa untuk si mayit tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara berjamaah dengan dikomando oleh satu orang. Syekh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah berkata ketika ditanya tentang mendoakan mayit secara berjamaah di pemakaman,

ليس هذا من سنة الرسول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ولا من سنة الخلفاء الراشدين رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُم ، وإنما كان الرسول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يرشدهم إلى أن يستغفروا للميت ويسألوا له التثبيت ، كلٌّ بنفسه ، وليس جماعة

“Hal semacam ini tidak sesuai dengan sunah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak pula bagian dari ajaran al-Khulafa’ ar-Rosyidun Radhiyallahu ‘anhum. Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hanya memberikan petunjuk kepada mereka untuk memintakan ampunan bagi jenazah dan memohon keteguhan untuknya. Masing-masing orang membaca sendiri, dan tidak dilakukan secara berjamaah” (Fatawa al-Janaiz, hlm. 228).

Apakah dilakukan dengan mengangkat tangan?

Syekh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah menjelaskan kaidah-kaidah mengangkat tangan ketika berdoa. Beliau Rahimahullah berkata menjelaskan kondisi yang kedua,

القسم الثاني أن لا نعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم رفع يديه ولا يكون هو ظاهر الحديث فحينئذٍ لا نرفع الأيدي وذلك مثل الدعاء عند القبر فإن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا فرغ من دفن الميت وقف عليه وقال استغفروا لأخيكم واسألوا له التثبيت فإنه الآن يسأل ولم يرد في ذلك رفع يدين فالظاهر عدم الرفع

“Kondisi kedua, tidak diketahui apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya ataukah tidak, dan dzahir hadis juga tidak menunjukkan bahwa Nabi mengangkat tangan. Dalam kondisi semacam ini, maka tidak perlu mengangkat kedua tangan ketika berdoa. Contohnya adalah berdoa di makam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika selesai memakamkan jenazah, beliau berdiri sejenak dan berkata, ‘Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan untuknya, karena sesungguhnya sekarang ia sedang ditanya.’ Tidak terdapat keterangan dalam hadis tersebut bahwa Nabi mengangkat tangan. Sehingga dzahir hadis menunjukkan tidak mengangkat tangan” (Fataawa Nuur ‘ala Darb, 14: 212).

Syekh Abdullah Aba Buthain Rahimahullah ditanya tentang perlukah mengangkat tangan ketika berdiri sejenak mendoakan mayit setelah dimakamkan. Beliau Rahimahullah menjawab, “Tidak perlu mengangkat tangan, karena tidak terdapat dalil.” (Ad-Durar As-Saniyyah, 3: 249)

Faidah kedua

Hadis ini menunjukkan adanya pertanyaan malaikat kepada mayit di dalam kubur, yaitu tentang Rabbnya, agama, dan Nabinya. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadis-hadis yang sahih. Yang lebih tepat, pertanyaan ini bersifat umum, ditujukan baik kepada muslim maupun kafir. Ini adalah pendapat sejumlah ulama, seperti Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan selain mereka rahimahumullah (lihat At-Tadzkirah, hal. 62).

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS. Ibrahim: 27).

Terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Al-Barra’ bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ: ” {يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ} [إبراهيم: 27] ” قَالَ: ” نَزَلَتْ فِي عَذَابِ الْقَبْرِ، فَيُقَالُ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللهُ، وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا، وَفِي الْآخِرَةِ} [إبراهيم: 27] “

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)

Beliau bersabda, “(Ayat ini) turun berkenaan dengan azab kubur. Dia ditanya, “Siapa Rabb-mu?” Dia menjawab, “Rabb-ku Allah, nabiku Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Itulah firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim: 27) (HR. Muslim no. 2871)

Faidah ketiga

Hadis ini menunjukkan bahwa mayit itu bisa memperoleh manfaat dengan sebab doa dan permohonan ampunan untuknya. Seandainya tidak bermanfaat untuk mayit, tidak ada faidahnya perintah untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Ini adalah ijma’ ulama sebagaimana yang ditegaskan oleh An-Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahumallah (lihat Al-Adzkar, hal 150 dan Majmu’ Al-Fataawa, 7: 499 dan 24: 306).

Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Al-Hasyr: 10)

Dan juga firman Allah Ta’ala,

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara, (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfa’at baginya, dan (3) anak shalih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

Faidah keempat

Hadis tersebut menunjukkan adanya persaudaraan Islam antara orang-orang yang beriman yang diikat oleh tali agama dan akidah yang sahih. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara” (QS. Al-Hujurat: 10).

Dan di antara buah dari adanya persaudaraan ini adalah motivasi untuk mendoakan saudaranya yang telah meninggal dunia. Dalam hadis di atas, Nabi menggunakan kalimat,

اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ

“Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian.”

Hal ini untuk melembutkan dan mendekatkan hati saudara-saudaranya yang beriman dan masih hidup agar mendoakan ampunan untuknya dengan penuh keikhlasan.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/72151-berdiri-sejenak-mendoakan-jenazah-setelah-dimakamkan.html

Lima Hikmah Haji Dilaksanakan di Baitullah

Umat Islam melaksanakan ibadah haji ke Baitullah di Makkah Almukaromah. Kenapa pelaksanaan ibadah haju harus di Baitullah?

KH.A Aziz Masyhuri menjelaskan, lima hikmah dari pelaksanaan haji di Masjidil Haram adalah sebagai berikut:

Pertama, kaum muslim yang pergi haji, akan mengingat nenek moyang mereka, yakni Nabi Ibrahim AS. Kabah di Makkah juga dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail.

“Peringatan ini jelas bermanfaat bagi orang-orang mukmin,” kata KH. Aziz dalam bukunya 25 Rahasia Terdasyat Haji Hingga Mabrur.

Kedua, tempat ini dekat dengan tempat dilahirkannya Nabi SAW. Di tempat ini juga Nabi memulai hijrahnya ke Madinah dan barulah Islam mulai disebarkan secara terang-terangan.

Ketiga, tempat ini merupakan tempat suci, tempat munculnya agama yang lurus, yang menyinari seluruh dunia.

Keempat, tempat ini merupakan tempat dikabulkannya doa Nabi Ibrahim AS oleh Allah SWT. Doa Nabi Ibrahim ini diabadikan dalam surah Ibrahim ayat 37 yang artinya.

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikianitu) agar ereka mendirikan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Kelima, tempat yang suci dan disucikan itu terletak di Jazirah Arab. Yang tidak bertempat di situ kecuali umat Islam. Hal ini berdasarkan hadits: “Tidak akan berkumpul dua agama di jazirah Arab.”

Umat Islam, di dalam melakukan ibadah haji dari berkumpul hingga berangkat sampai pulangnya, tidak mendapatkan pemeluk agama lain yang mengganggunya. Dengan demikian, mereka sanggup mengatur urusan mereka sendiri, baik urusan dunia maupun agama.

IHRAM

Apa Itu Haji Metaverse dan Bagaimana Sikap Dunia Islam?

Haji metaverse menjadi perbincangan warganet di media sosial. Perbincangan tersebut datang setelah pemerintah Arab Saudi mengumumkan inisiatif realitas virtual (VR) yang memungkinkan umat Islam dapat menyentuh Hajar Aswad tanpa meninggalkan rumah.

Teknologi itu disebut “Virtual Black Stone Initiative” yang merupakan teknologi VR baru dan membawa situs suci umat Islam ke ruang keluarga Muslim saat pandemi Covid-19. Sayangnya, langkah ini ditentang oleh banyak orang karena dinilai melakukan ibadah melalui teknologi metaverse tidak sah.

Sebenarnya apa itu Metaverse?

Dikutip USA Today, Rabu (9/2), Metaverse adalah kombinasi dari beberapa elemen teknologi termasuk VR, Augmented Reality (AR), dan video di mana pengguna dapat berinteraksi dalam dunia digital. Pengguna Metaverse dapat bekerja, bermain, dan tetap terhubung mulai dari konser dan konferensi hingga perjalanan virtual keliling dunia.

Imam Masjidil Haram Sheikh Abdul Rahman Al-Sudais merupakan orang pertama yang mencoba teknologi itu. Pada Desember lalu, dia memakai kacamata VR di acara peresmian. “Arab Saudi memiliki situs keagamaan dan sejarah besar yang harus digitalisasi dan dikomunikasikan kepada semua orang melalui sarana teknologi baru,” kata Sudais pada Desember lalu, dikutip Middle East Eye.

Namun, inisiatif tersebut membawa banyak perdebatan. Misal, Kepresidenan Urusan Agama Turki atau Diyanet mengatakan umat Islam dapat mengunjungi Ka’bah di Metaverse tetapi kegiatan itu tidak terhitung sebagai ibadah.

“Ibadah haji harus dilakukan dengan pergi ke kota suci dalam kehiduapan nyata. Adapun versi Metaverse Ka’bah menjadi kontroversial di kalangan Muslim di seluruh dunia setelah acara ‘Virtual Black Stone Initiative’ Arab Saudi pada Desember,” kata Direktur Departemen Layanan Haji dan Umroh Diyanet Remzi Bircan.

Bagaimana sikap MUI?

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan pandangan soal haji Metaverse. Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan platform kunjungan Ka’bah secara virtual melalui Metaverse bisa bermanfaat untuk mengenali lokasi yang akan dijadikan tempat pelaksanaan ibadah.

“Namun, terkait pelaksanaan ibadah haji dengan mengunjungi Ka’bah secara virtual tidak cukup karena itu tidak memenuhi syarat ibadah haji,” kata Asrorun kepada Republika.co.id, Rabu (9/2).

Asrorun menjelaskan, ibadah haji merupakan ibadah mahdlah dan bersifat tauqify yang berarti tata cara pelaksanaannya sudah ditentukan. Ada beberapa ritual yang membutuhkan kehadiran fisik.

“Haji itu merupakan ibadah mahdlah dan besifat dogmatik yang tata cara pelaksanaannya atas dasar apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad,” ujarnya.

Selain itu, pelaksanaan manasik haji terkait dengan kunjungan di beberapa tempat. Misal, thawaf yang tata caranya mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari sudut Hajar Aswad secara fisik dengan Ka’bah berada di posisi kiri.

“Manasik haji dan umroh tidak bisa dilaksanakan dalam hati, angan-angan, atau secara virtual. Termasuk dilaksanakan dengan cara mengelilingi gambar Ka’bah, atau replika Ka’bah. Kunjungan virtual bisa dilakukan untuk mengenalkan sekaligus persiapan pelaksanaan ibadah atau biasa disebut latihan manasik haji atau umroh,” tambahnya. 

Sumber:

https://www.usatoday.com/story/tech/2021/11/10/metaverse-what-is-it-explained-facebook-microsoft-meta-vr/6337635001/

https://www.middleeasteye.net/news/saudi-arabia-kaaba-black-stone-hajj-vr-muslims-homes

IHRAM

Arab Saudi Perbarui Aturan Masuk Jamaah Umroh

Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi mengumumkan telah memperbaharui prosedur masuk ke Arab Saudi bagi jamaah yang akan menunaikan ibadah umroh dan jamaah umum.

Kementerian ini menyatakan semua yang datang dari luar Arab Saudi diharuskan untuk menyerahkan tes PCR negatif yang sudah diakui atau tes antigen negatif. Tes tersebut harus dilakukan tidak lebih dari 48 jam sebelum keberangkatan mereka, terlepas dari status kekebalan (vaksinasi) mereka.

Dilansir di Saudi Gazette, Selasa (8/2/2022), prosedur yang diperbarui itu akan mulai berlaku mulai pukul 01.00 pada Rabu (9/2/2022) atau 8 Rajab 1443 H. Sebelumnya, negara ini telah mengumumkan pembatasan perjalanan baru mulai 9 Februari 2022.

Pemerintah mengatakan pembatasan baru itu diperkenalkan sejalan dengan tindak lanjut terhadap situasi epidemiologis setempat dan secara global. Di samping, sebagai bagian dari langkah-langkah yang diambil oleh Kerajaan untuk melawan penyebaran Covid 19 dan menjaga kesehatan masyarakat.

Arab Saudi  mengumumkan tiga kematian akibat Covid-19 dan 3.747 infeksi baru pada Senin (7/2/2022). Sementara itu, lebih dari 58,5 juta dosis vaksin virus corona telah diberikan di Kerajaan hingga saat ini.

IHRAM

Kemuliaan Bulan Rajab Menurut Imam Ghazali

Bulan Rajab merupakan bulan yang sangat mulia. Tak bisa dipungkiri, bulan Rajab dinanti oleh umat Islam. Pasalnya di dalamnya terdapat pelbagai kemuliaan. Salah satu kemuliaan bulan Rajab adalah dikabulkan oleh Allah segala doa dan hajat hamba-Nya.

Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub, halaman 270 menjelaskan bahwa term Rajab merupakan bentuk masdar at-tarjib. Kata Rajab ini kata Imam Al-Ghazali memiliki banyak sekali nama.

Pertama nama lain dari bulan Rajab adalah at-ta’zim. Yang berarti kemuliaan. Dinamakan demikian, pasalnya bulan ini adalah bulan mulia. Doa akan dikabulkan saat meminta pada Allah.

Yang kedua, nama Rajab juga dijelaskan pula memiliki arti sebagai al-Ashab (pencurahan). Pasalnya, pada bulan Rajab rahmat Allah diturunkan pada orang-orang yang bertaubat.

Ketiga, Rajab disebut juga dengan al-Asham (yang tuli), karena dalam bulan itu tidak didengar suara peperangan. Bulan Rajab itu termasuk di antara bulan haram. Yang diberarti diharamkan untuk berperang.

Keempat, dijelaskan juga bahwa Rajab merujuk pada nama sebuah sungai. Yang air suangai itu lebih putih dari susu. Pun airnya, lebih manis dari madu. Yang lebih dingin darip es.  Kata Imam Ghazali, orang yang akan minum dari  yang tidak akan meminumnya kecuali orang yang berpuasa di bulan Rajab.

Nabi Muhammad bersabda:

رجب شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي

Artinya; Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Famadlan adalah bukan umatku”.

Pada sisi lain, Ahli isyarah berkata bahwa term Rajab itu terdiro dari tiga huruf, yakni; ra’, jim dan ba (ر-ج-ب). Yang setiap huruf tersebut memiliki makna yang berbeda.

Kata Imam Ghazali, huruf ra berarti rahmatullaah (rahmat Allah). Adapun huruf jim, memiliki makna jurmul ‘abdi wa jinayatuhu (dosa dan pelanggaran hamba). Terakhir huruf ba berarti birrullaah (kebaikan Allah).

Hal ini sebagaimana Allah berfirman:

اجعل جرم عبدي بين رحمتي وبري

“Aku menjadikan dosa hamba-Ku di anatara rahmat dan kebaikan-Ku.”.

Demikian penjelasan kemuliaan bulan Rajab menurut Imam Ghazali. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Istikamah, Anugerah Terindah

Anugerah Terindah

Segala puji bagi Allah Ta’ala, Rabb yang telah menciptakan kita dan orang-orang sebelum kita agar kita beriman dan istikamah di atas ketaatan kepada-Nya. Selawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi terakhir dan kekasih Ar-Rahman, sang pembawa petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan di atas seluruh agama yang ada. Amma ba’du.

Saudara-saudaraku sekalian.

Kita hidup di zaman yang penuh dengan cobaan dari Allah Al-‘Aziz Al-Hakim. Cobaan dan ujian yang menyelimuti umat manusia ibarat derasnya hujan yang menyirami bumi, bahkan terkadang bergelombang menyerang silih berganti bak ombak lautan yang menerjang tepi-tepi pantai. Mahasuci Allah dari melakukan perbuatan yang sia-sia. Sesungguhnya, dengan ujian dan musibah yang mendera manusia akan menampakkan kepada kita siapakah orang yang tegar di atas jalan-Nya, dan siapakah orang-orang yang berjatuhan dan melenceng dari jalan-Nya yang lurus.

Istikamah merupakan sebuah perkara yang sangat mulia, yang tak akan ditemukan jawabannya, kecuali dari jawaban seorang utusan Rabb semesta alam. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahih-nya,

عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ

“Dari Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi. Dia berkata, ‘Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepada saya suatu ucapan di dalam Islam yang tidak akan saya tanyakan kepada seorang pun sesudah Anda.’ Sedangkan dalam penuturan Abu Usamah dengan ungkapan, “orang selain Anda.’ Beliau (Rasulullah) menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah, kemudian istikamahlah.”” (HR. Muslim dalam Kitab Al-Iman, lihat Syarh Nawawi [2: 91-92])

Sebuah perkara yang sangat agung dan tidak bisa diremehkan, sampai-sampai Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma mengatakan tatkala menjelaskan firman Allah Ta’ala,

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ

Istikamahlah Engkau sebagaimana yang telah diperintahkan kepadamu.” (QS. Huud : 112)

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma mengatakan, “Tidaklah turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam keseluruhan Al-Qur’an suatu ayat yang lebih berat dan lebih sulit bagi beliau daripada ayat ini.” (lihat Syarh Nawawi [2: 92])

Sampai-sampai sebagian ulama sebagaimana dinukil oleh Abu Al-Qasim Al-Qusyairi rahimahullah mengatakan,

الِاسْتِقَامَة لَا يُطِيقهَا إِلَّا الْأَكَابِر

“Tidak ada yang bisa benar-benar istikamah, melainkan orang-orang besar.” (Disebutkan oleh An-Nawawi dalam Syarh Muslim [2: 92])

Oleh sebab itu ikhwah sekalian, semoga Allah Ta’ala meneguhkan kita di atas jalan-Nya, marilah barang sejenak kita mengingat besarnya nikmat yang Allah Ta’ala karuniakan kepada Ahlussunnah yang tetap tegak di atas kebenaran di antara berbagai golongan yang menyimpang dari jalan-Nya. Inilah nikmat teragung dan anugerah terindah yang menjadi cita-cita setiap mukmin.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُون

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka istikamah, akan turun kepada mereka para malaikat seraya mengatakan, ‘Janganlah kalian takut dan jangan sedih, dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepada kalian.’” (QS. Fusshilat: 30)

Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat di atas (QS. Fusshilat : 30) adalah orang-orang yang mentauhidkan Allah Ta’ala dan beriman kepada-Nya, lalu istikamah dan tidak berpaling dari tauhid. Mereka konsisten dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala sampai akhirnya mereka meninggal dalam keadaan itu. (lihat Syarh Nawawi [2: 92])

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mengakui dan mengikrarkan keimanan mereka. Mereka rida akan rububiyah Allah Ta’ala serta pasrah kepada perintah-Nya. Kemudian mereka istikamah di atas jalan yang lurus dengan ilmu dan amal mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan kabar gembira di dalam kehidupan dunia dan di akhirat (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman [2: 1037-1038])

Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu ’anhu mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas (yang artinya), “Kemudian mereka tetap istikamah”, maka beliau mengatakan, “Artinya mereka tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.” Diriwayatkan pula dari beliau, “Yaitu mereka tidak berpaling kepada sesembahan selain-Nya.” (Disebutkan oleh Ibnu Rajab al-Hanbali di dalam Jami’ al-‘Ulum, hal. 260)

Ali bin Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma tentang makna firman Allah Ta’ala “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka istikamah’, beliau mengatakan, ‘Yaitu mereka istikamah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban yang Allah bebankan.’” Sedangkan Abu Al-‘Aliyah mengatakan, “Kemudian (setelah mengatakan, ‘Rabb kami adalah Allah’) maka mereka pun mengikhlaskan kepada-Nya agama dan amal.” Qatadah mengatakan, “Mereka istikamah di atas ketaatan kepada Allah.” Diriwayatkan pula dari Hasan Al-Bashri, apabila beliau membaca ayat ini maka beliau berdoa, “Allahumma anta Rabbuna farzuqnal istiqomah.” (Ya Allah, engkaulah Rabb kami, karuniakanlah rezeki keistikamahan kepada kami.) (Jami’ Al-‘Ulum, hal. 260)

Jangan Lupakan Allah!

Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pada hari kiamat didatangkan seorang hamba. Kemudian dikatakan kepadanya, ‘Bukankah telah Aku berikan kepadamu pendengaran, penglihatan, harta, dan anak? Aku tundukkan untukmu binatang ternak dan tanam-tanaman. Aku tinggalkan kamu dalam keadaan menjadi pemimpin dan mendapatkan seperempat hasil rampasan perang. Apakah dulu kamu mengira akan bertemu dengan-Ku pada hari ini?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Allah pun berkata, “Kalau begitu pada hari ini Aku pun melupakanmu.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “Hadis sahih gharib.”, lihat Al-Ba’ts karya Ibnu Abi Dawud, hal. 36-37)

Faedah Hadis

Hadis ini mengingatkan kita tentang dahsyatnya hari kiamat. Betapa butuhnya seorang hamba terhadap pertolongan Allah Ta’ala ketika itu. Akan tetapi, pertolongan Allah itu hanya akan diberikan kepada orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul dan mengamalkan ajarannya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِی فَإِنَّ لَهُۥ مَعِیشَةࣰ ضَنكࣰا وَنَحۡشُرُهُۥ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِ أَعۡمَىٰ

قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرۡتَنِیۤ أَعۡمَىٰ وَقَدۡ كُنتُ بَصِیرࣰا

قَالَ كَذَ ٰ⁠لِكَ أَتَتۡكَ ءَایَـٰتُنَا فَنَسِیتَهَاۖ وَكَذَ ٰ⁠لِكَ ٱلۡیَوۡمَ تُنسَىٰ

Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta padahal dulu aku bisa melihat?’ (Allah menjawab), ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami tetapi kamu justru melupakannya. Maka, pada hari ini kamu pun dilupakan.’” (QS. Thaha: 124-126)

Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan makna ‘peringatan-Ku’ di dalam ayat di atas. Beliau berkata, “Artinya [barangsiapa yang berpaling] dari agama-Ku, tidak membaca Kitab-Ku, dan tidak mengamalkan isi ajarannya. Ada juga yang menafsirkan bahwa maksudnya adalah keterangan-keterangan yang telah Aku turunkan. Namun, bisa juga ditafsirkan bahwa yang dimaksud peringatan ini adalah [keberadaan] Rasul, karena peringatan itu datang melalui perantara beliau.” (lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an [14: 157])

Sebagian ulama berkata, “Tidaklah seorang pun yang berpaling dari peringatan Rabbnya, kecuali waktu yang dilaluinya semakin menambah gelap (buruk) keadaan dirinya, mencerai-beraikan urusan rezekinya, dan membuatnya selalu mengalami kesempitan di dalam hidupnya.” (lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an [14: 157])

Adapun maksud dari “Maka, pada hari ini kamu pun dilupakan”; Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah dibiarkan dalam keadaan tersiksa, yaitu di dalam neraka Jahannam.” (lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an [14: 158])

Di dalam ayat lain, Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقِیلَ ٱلۡیَوۡمَ نَنسَىٰكُمۡ كَمَا نَسِیتُمۡ لِقَاۤءَ یَوۡمِكُمۡ هَـٰذَا وَمَأۡوَىٰكُمُ ٱلنَّارُ وَمَا لَكُم مِّن نَّـٰصِرِینَ

Dan dikatakan, ‘Pada hari ini Kami melupakan kalian sebagaimana halnya dahulu kalian melupakan pertemuan dengan hari kalian ini. Tempat tinggal untuk kalian adalah neraka. Sama sekali tidak ada bagi kalian seorang penolong.” (QS. Al-Jatsiyah: 34)

Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan, bahwa maksud dari “kalian melupakan pertemuan dengan hari kalian ini” adalah kalian meninggalkan amal untuk akhirat. (lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an [19: 173])

***

Penulis: Ari Wahyudi

Sumber: https://muslim.or.id/72154-istikamah-anugerah-terindah.html

Amalan Syekh Ad-Dairabi Agar Anak Terhindar dari Zina

Banyak cara yang ditempuh agar anak tidak terjerumus dalam seks bebas, selain dinasehati dan dijaga agar tidak terhindar dari perbuatan zina, seyogianya anak juga dibentengi dengan doa. Berikut amalan Syekh Ad-Dairabi agar bayi lahir, terhindar dari zina.

Tak bisa dipungkiri, terlebih ketika hidup di era yang sangat bebas ini,  amat sangat rentan terjadi perbuatan ini. Orang tua juga harus melakukan tindakan preventif juga, dengan didukung doa,  agar anak akan terhindar dari zina. 

Syekh Ibrahim Al-baijuri, Hasyiyah Al-baijuri ala Fath al-Qarib, jilid IV, halaman 394 memuat amalan dari Syekh Ad-Dairabi agar anak terhindar dari perbuatan zina. Simak penjelasan berikut; 

فائدة في قراءة سورة القدر في أذن المولود. نقل عن الشيخ الديرابي أنه يسن أن يقرأ في أذن المولود اليمنى سورة “إنا أنزلناه في ليلة القدر” لأن من فعل به ذلك لم يقدر الله عليه زنا طول عمره، قال : هكذا أخذنا عن مشايخنا.

Disunnahkan untuk membacakan surat al-qadr (surat ke 97) di telinga bayi bagian kanan, faidahnya adalah anak itu tidak akan ditakdirkan untuk berzina sepanjang hidupnya. Beliau berkata “ini adalah amalan turun temurun yang mujarrab dari maha guru kita”. 

Berikut adalah lafadz dari surat al-qadr;

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ – ١

وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ – ٢

لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ – ٣

تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ – ٤

سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ – ٥

innā anzalnāhu fī lailatil-qadr. wa mā adrāka mā lailatul-qadr. lailatul-qadri khairum min alfi syahr. tanazzalul-malāikatu war-rụḥu fīhā biiżni rabbihim, ming kulli amr. salāmun hiya ḥattā maṭla’il-fajr

Demikianlah amalan Syekh Ad-Dairabi agar anak terhindar dari perbuatan zina.  Lebih lanjut, selain dengan berdoa, seyogyanya anak juga diberi penyuluhan mengenai seks bebas.

BINCANG SYARIAH