Bagaimanakah Petunjuk Islam tentang Mimpi? (Bag. 2)

Baca penjelasan sebelumnya pada artikel Bagaimana Petunjuk Islam tentang Mimpi? (Bag. 1).

Bismillah wasshholatu wassalamu ala Rasulillah.

Takwil mimpi, bagaimana Islam menyikapinya?

Pada pembahasan yang lalu telah kita bahas bahwa mimpi terbagi menjadi mimpi baik dan mimpi buruk. Mimpi baik merupakan mimpi yang bisa dipercaya. Sedangkan mimpi buruk adalah mimpi yang sering kali mengganggu diri kita.

Seorang muslim tentu saja menginginkan agar mimpi-mimpinya dipenuhi dengan mimpi yang baik dan menggembirakan. Hal itu merupakan karunia yang tidak semua orang bisa memperolehnya. Mimpi tersebut hanya diperoleh oleh mereka yang berhak dari kalangan kaum mukminin.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata di dalam kitabnya Madarijus Saalikiin, “Barang siapa yang menginginkan mimpinya menjadi mimpi yang indah dan membahagiakan, hendaklah ia berusaha untuk selalu jujur, memakan hanya makanan yang halal, menjaga dan menjalankan perintah Allah Ta’ala, menjauhi larangan Allah Ta’ala, tidur dalam keadaan suci (berwudu sebelumnya), menghadap kiblat, dan berzikir kepada Allah hingga matanya tertutup. Maka mimpinya (insyaallah) tidak akan dipenuhi dengan kedustaan dan keburukan.

Mimpi terbaik adalah mimpi di waktu sahur karena saat itu waktu turunnya Allah Ta’ala ke langit dunia. Waktu sahur juga merupakan waktu dekatnya rahmat dan ampunan Allah Ta’ala. Sedangkan mimpi buruk sering kali terjadi di waktu salat Isya karena itu adalah waktunya setan berkeliaran.”

Di antara hal lain yang harus kita perhatikan agar mimpi-mimpi kita dihiasi dengan kebaikan dan kebahagiaan adalah menjaga dan mengamalkan doa-doa yang menjaga diri kita dari godaan setan. Sebagaimana pula kita selalu berdoa dan memohon kepada Allah Ta’ala agar menjadikan kita sebagai hamba yang bertakwa dan termasuk dari hamba yang dipenuhi dengan kejujuran, baik dalam kondisi tersadar maupun dalam kondisi tertidur.

Di antara hal-hal yang wajib diperhatikan dalam perkara mimpi adalah tidak berlebih-lebihan di dalam mencari takwil mimpi, dan mengetahui batasan serta kaidah-kaidah dalam takwil mimpi.

Takwil mimpi

Menakwilkan mimpi maksudnya adalah memberitahukan apa arti dan kandungan sebuah mimpi.

Menakwilkan mimpi bisa terjadi untuk mimpi yang baik maupun yang buruk. Sebagaimana perkataan Nabi Yusuf ‘Alaihis salam di dalam Al-Qur’an,

يٰصَاحِبَيِ السِّجْنِ اَمَّآ اَحَدُكُمَا فَيَسْقِيْ رَبَّهٗ خَمْرًا ۗوَاَمَّا الْاٰخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَّأْسِهٖ ۗ قُضِيَ الْاَمْرُ الَّذِيْ فِيْهِ تَسْتَفْتِيٰنِۗ

“Wahai kedua penghuni penjara, ‘Salah seorang di antara kamu, akan bertugas menyediakan minuman khamr bagi tuannya. Adapun yang seorang lagi, dia akan disalib, lalu burung memakan sebagian kepalanya. Telah terjawab perkara yang kamu tanyakan (kepadaku).’” (QS. Yusuf: 41).

Telah kita ketahui bersama, bahwa mimpi seorang muslim terbagi menjadi dua, mimpi yang baik dan mimpi yang buruk. Saat ia bermimpi buruk, maka sudah sepantasnya untuk tidak menceritakannya kepada orang lain. Apalagi meminta penjelasan dan takwil dari mimpi buruknya tersebut. Adapun ketika ia mendapati mimpi yang baik dan membahagiakan, maka ia dibolehkan untuk menceritakannya dan mencari takwilnya. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam,

إذا رأى أحدُكم الرؤيا الحسنةَ فلْيُفسرْها ، و لْيُخبرْ بها ، و إذا رأى الرؤيا القبيحةَ ، فلا يُفَسِرْها و لا يُخبرُ بها

“Jika kalian mengalami mimpi yang baik, maka carilah artinya dan ceritakanlah mimpi indah itu. Dan jika kalian mengalami mimpi buruk, maka janganlah ia mencari-cari takwil dan artinya, dan jangan pula menceritakannya kepada orang lain” (HR. As-Suyuti dalam Al-jami’ As-Shaghir).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika hendak mencari takwil ataupun arti mimpi:

Pertama, hendaklah kita bertanya kepada orang yang memang ahli di bidang takwil mimpi, cerdas, bertakwa, suci dari perbuatan keji, menguasai Al-Quran, memahami hadis nabi, menguasai bahasa Arab, dan permisalan yang biasa diucapkan oleh orang-orang Arab.

Kedua, hendaklah orang yang menafsirkan dan menerjemahkan mimpi tersebut melihat dan menafsirkan mimpi sesuai dengan kondisi si penanya, baik itu kedudukan, mazhab, dan agamanya. Bahkan disesuaikan dengan zaman, tempat tinggal, dan iklim negara si penanya.

Ketiga, wajib bagi orang yang menafsirkan mimpi tersebut untuk menutupi aib dan hal-hal yang tidak perlu ditampakkan dari setiap manusia serta tidak terburu-buru di dalam menafsirkan.

Keempat, hendaknya seorang penafsir mimpi mengatakan kepada orang yang menceritakan mimpinya, “Khairan ra’aita wa khairan talqaahu wa syarran tatawaqqaahu wa khairan lanaa wa syarran ala a’daaina, walhamdullillahi Rabbil aalamiin (Kamu telah melihat kebaikan, dan kamu telah mendapati kebaikan. Kamu telah terhindar dari keburukan. Kebaikan untuk kita semua dan kejelekan untuk musuh-musuh kita. Segala puji hanyalah milik Allah Rabb seluruh alam).”

Penjelasan adab-adab di atas menjelaskan kepada kita bahwa menafsirkan dan menakwilkan mimpi tidak bisa dilakukan oleh orang sembarangan. Imam Malik Rahimahullah pernah ditanya, “Apakah semua orang bisa menakwilkan mimpi?” Maka beliau menjawab, “Akankah ia bermain-main dengan kenabian?!” Lalu beliau Rahimahullah melanjutkan,

الرؤيا جزء من النبوة فلا يلعب بالنبوة

“Mimpi itu sebagian dari kenabian, maka janganlah ia bermain dengan perkara kenabian.”

Hukum membaca buku tafsir mimpi

Syekh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah pernah ditanya mengenai hal ini, lalu beliau menjawab, “Tidak ada salahnya membaca kitab-kitab tafsir, Ibnu Sirin, dan lain-lain. Buku-buku tafsir mimpi bermanfaat bagi pencari ilmu. Akan tetapi, jangan sampai terlalu bergantung kepadanya. Penuntut ilmu selalu bersandar kepada dalil. (Saat menghadapi permasalahan) dia harus mencari dalilnya, mempelajarinya, dan melihat dari qarinah (petunjuk-petunjuk yang ada). Apabila dia ragu dan tidak yakin dalam suatu permasalahan, maka ia tidak ragu dan tidak gengsi untuk mengatakan, ‘Mungkin yang dimaksud adalah seperti itu …. (tidak merasa bahwa dia benar).’

Apabila dia melihat mimpi yang baik, maka ia harus memuji Allah Ta’ala, seperti misalnya, ketika dia melihat bahwa dirinya sedang menpelajari agama ini, atau ketika dia melihat bahwa dirinya masuk surga, atau ketika dia bermimpi sedang berbakti kepada kedua orang tuanya, atau ketika dia bermimpi bahwa dirinya bisa menjaga salat. Mimpi-mimpi tersebut mengharuskan ia untuk selalu memuji Allah Ta’ala.”

Jawaban Syekh bin Baz di atas menjelaskan kepada kita bahwa membaca buku tafsir mimpi hukumnya boleh untuk seorang penuntut ilmu yang sudah mengetahui dalil. Sehingga ia bisa memilah mana yang benar dan mana yang salah. Adapun orang awam yang belum mengetahui dalil, lebih baik untuk tidak membaca kitab-kitab ini. Namun, yang harus ia lakukan ketika ingin menafsirkan mimpinya adalah mendatangi ahli ilmu yang memang kompeten di bidang ini. Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).

Kaidah-kaidah mimpi

Kaidah pertama, mimpi tidak memiliki pengaruh terhadap syariat agama karena syariat bersumber dari dalil dan hukum yang dihasilkan dari dalil. Sedangkan mimpi tidak memiliki pengaruh pada syariat dan tidak dijadikan sumber adanya suatu hukum fikih. Apabila ada mimpi yang sejalan dengan beberapa syariat yang sudah ada, maka landasan mengamalkan syariat tersebut adalah dalil atau hasil ijtihad ulama yang berlandaskan dalil. Syariat itu bukan dilandaskan kepada mimpi.

Kaidah kedua, mimpi yang benar tidak akan menyelisihi syariat. Sehingga ketika seseorang bermimpi yang mengandung penyelisihan terhadap syariat, maka mimpi tersebut tidak dianggap sama sekali. Walaupun ia mengaku-nagaku perihal sesuatu atau pun mengaku didatangi oleh siapapun. Perlu kita ketahui bahwa setan sering mengganggu orang-orang saleh. Oleh karena itu, syariat ini adalah penengah untuk segala macam tingkah laku manusia, baik itu dalam kondisi sadar ataupun tertidur.

Kaidah ketiga, wajib berhati-hati jika ada orang yang mengaku ahli menerjemahkan mimpi. Padahal dia tidak memiliki ilmu tentang tafsir mimpi sama sekali. Bahkan orang tersebut adalah orang bodoh atau dikenal karena khurafat dan bid’ah yang dia lakukan.

Kaidah keempat, tidak berlebih-lebihan dalam masalah takwil mimpi sehingga menanyakan makna dan arti mimpi dari semua mimpinya di malam hari. Tidak boleh juga menghabiskan waktu untuk mengirimkan pesan di media sosial atau menyebarkan tafsir mimpi seseorang ke seluruh grup yang dia ikuti karena semua itu termasuk menyia-nyiakan waktu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ

“Di antara tanda kebaikan ke-Islaman seseorang jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya” (HR. Tirmidzi, hasan).

[Bersambung]

***

Penulis: Muhammad Idris

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

Kitab Arru’ya wal Ahlam fii sunnati haadi Al-anam karya Ahmad bin Sulaiman al-Urayni dan beberapa sumber lainnya.

Sumber: https://muslim.or.id/72068-bagaimanakah-petunjuk-islam-tentang-mimpi-bag-2.html

Konsep Mengenali Diri Menurut Imam al-Ghazali

Pernahkah kita merasa dalam kondisi tidak mengenali diri kita sendiri. Misalnya, kita melakukan atau mengikuti segala macam tawaran yang datang kepada kita, tapi kita tidak pernah benar-benar bertanya, apakah diri kita benar-benar membutuhkannya atau tidak ? Persoalan tentang cara mengenali diri ini rupanya juga pernah diperbincangkan para ulama terdahulu, diantaranya adalah oleh Imam al-Ghazali dalam karyanya Kimiyaa as-Sa’adah (Formula Kebahagiaan). Dalam karyanya tersebut, yang pertama kali langsung dibahas oleh al-Ghazali adalah tentang mengenali diri atau jiwa (ma’rifatu an-nafs). Landasannya adalah surah Fusshilat : 53,

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di seluruh penjuru dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah kepada mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidakkah cukup bahwa Tuhanmu menjadi Saksi atas segala sesuatu. (Fusshilat : 53)

Landasan berikut adalah riwayat yang disebut sebagai hadis Nabi Saw.,

من عرف نفسه فقد عرف ربّه

Siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhan.

Tentang keabsahan hadis ini dan bagaimana maknanya telah dibahas pada tulisan “Membincang Hadis “Man ‘Arafa Nafsahu Faqad Arafa Rabbahu”

Kata al-Ghazali, kunci kita mengenal Tuhan itu diawali dengan mengenali diri. Dalam konteks cara mengenali diri, al-Ghazali langsung menjelaskan bahwa seseorang bisa mengenal baik Allah jika ia sudah mengenal dengan baik dirinya. Al-Ghazali pun menjawab orang yang mengatakan kalau ia sudah mengenali dirinya sendiri dengan mengatakan, « saya kenal diriku sendiri.

Saya punya tangan, kaki, kepala, perut. » Jawaban tersebut bahkan kata al-Ghazali belum bisa mengetahui apa yang terjadi dalam diri kita ketika kita marah, kita bemusuhan, ketika kita berhasrat, kita berkawin, ketika kita lapar kita mencari makan, haus mencari minum. Jika sudah mengetahui ini saja, kita masih lama dengan hewan yang berada di muka bumi ini, tegas al-Ghazali.

Lanjut al-Ghazali, kita harus mengenali diri kita yang sejati. Pertanyaan-pertanyaan mengenali diri menurut al-Ghazali dimulai dengan :

« kita ini apa ? », « kita ini datang dari mana ? » « untuk apa kita tercipta ? » « apa yang membuat kita menjadi bahagia dan menjadi nestapa ? »

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, al-Ghazali menjelaskan bahwa di dalam tubuh kita ini ada sifat-sifat yang khas yang memiliki karakteristiknya masing-masing. Sifat pertama, adalah sifat kehewanan (shifaatu al-bahaaim).

Dengan sifat ini, mansia bahagia ketika bisa makan, minum, tidur, dan memuaskan hasrat seksualitas. Sifat kedua, adalah sifat buas (shifaatu as-siba’). Sifat ini tersalurkan ketika seseorang marah atau menyakiti yang lain.

Sifat ketiga, adalah sifat jahat (shifaatu as-syayaathin). Sifat ini terpenuhi keinginannya dengan melakukan niat buruk, keburukan, mencari celah agar terhindar dari melakukan kebenaran. Dan sifat keempat, adalah sifat malaikat. Sifat ini muncul ketika seseorang menyadari atau menyaksikan indahnya kekuasaan Allah. Ketika sifat yang terakhir ini kuat, ketiga sifat yang pertama menjadi lemah dan justru manusia yang mengendalikannya, bukan sebaliknya.

Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Hukum Menikahi Perempuan yang Sangat Cantik

Di antara yang bisa memantapkan seseorang untuk meminang adalah kecantikannya, benar saja, kadang yang memikat jiwa pertama kali adalah rupa. Benar saja, kecantikan juga menjadi parameter. Rasulullah pun bersabda, “perempuan dinikahi karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya”. Namun bagaimana hukum menikahi perempuan yang sangat cantik sekali?

Syekh Abu Bakar Syatha’ ad-Dimyathi dalam kitab I’anah at-thalibin ala hall alfadz fath al-muin, juz 3 halaman 313 menjawab:

وتكره بارعة الجمال لأنها إما أن تزهو، أي تتكبر، لجمالها، أو تمتد الأعين إليها 

Dimakruhkan menikahi wanita yang sangat cantik sekali, sebab ia (dikhawatirkan) akan menyombongkan diri dan ia akan dilirik oleh banyak orang. 

Jadi illat kemakruhan menikahi wanita yang sangat cantik ini adalah karena ia berpotensi besar pada menyombongkan diri dan  akan sangat banyak orang yang memandangnya. Jika illat ini hilang, hukum makruh juga hilang, namun agaknya susah, sebab semua mata akan tertuju pada wanita yang cantik. Semacam ada magnet tersendiri untuk melirik wanita yang parasnya rupawan.

Namun ada interpretasi menarik mengenai jamilah, yang biasanya dimaknai dengan kecantikan paras, 2 imam besar memaknainya dengan anti mainstream, dijelaskan dalam I’anah at-Thalibin ala Hall Alfadz Fath al-Muin, juz 3 halaman 313 :

(قوله: وجميلة) أي بحسب طبعه ولو سوداء عند حجر أو بحسب ذوي الطباع السليمة عند م ر

Parameter cantik itu tergantung dari karakternya, meskipun ia berkulit hitam, demikian pendapatnya Ibnu Hajar al-haitami. Sedangkan menurut Imam Ar-ramli, parameter cantik itu didasarkan pada kondisi normal seseorang, yakni kejiwaannya yang sehat. 

Parameter dan definisi cantik memang beda-beda, namun Memiliki istri yang cantik adalah idaman bagi sebagian kalangan, namun ia harus merelakan bahwa pasti akan banyak mata yang tertuju padanya.

Beristri shalihah adalah harapan, beristri jamilah adalah tambahan yang diharapkan. Tentu keduanya, perpaduan yang diharapkan banyak laki-laki. (Baca juga: Hukum Memakai Henna bagi Perempuan Saat Menikah)

Demikian penjelasan hukum menikahi perempuan yang sangat cantik. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Kapuskes Haji: Sertifikat Vaksin International Berlaku untuk Jamaah Haji dan Umroh

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan sertifikat vaksin internasional sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sertifikat vaksin ini berlaku untuk semua perjalanan luar negeri termasuk jamaah umroh dan haji.

Kepala Pusat Kesehatan Haji Budi Sylvana mengatakan, jamaah haji dan umroh tak perlu khawatir sertifikat vaksinya tidak terbaca di Arab Saudi.

“Sertifikat ini berlaku di negara mana pun di dunia ini termasuk Arab Saudi. Dengan begitu jamaah tidak perlu khawatir sertifikatnya tidak diakui Arab Saudi,” kata Budi Sylvana, saat dihubungi Republika, Senin (31/1/2022).

Budi mengatakan, sertifikat ini dibuat untuk mengantisipasi isu sertifikat vaksin Indonesia tidak dikenal atau diakui di sejumlah negara di luar negeri. Maka dari itu Kemenkes mengeluarkan sertifikat vaksin internasional sesuai dengan standar WHO.

Dikutip dari situs resmi Kemenkes, Chief of Digital Transformation Office Kemenkes, Setiaji menyampaikan bahwa bentuk dan informasi yang tertera pada sertifikat vaksin internasional sudah disesuaikan dengan standar WHO, termasuk kode QR yang tercantum di dalamnya agar bisa terbaca dan diakui di luar negeri.

Sertifikat vaksin internasional dapat digunakan oleh Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai bukti telah menerima vaksinasi primer lengkap. 

“Salah satu pemanfaatan sertifikat internasional ini adalah untuk perjalanan Haji dan Umroh,” katanya.

Meskipun demikian, sertifikat ini hanya sebagai dokumen kesehatan. Dan pelaku perjalanan tetap wajib mematuhi peraturan dan protokol kesehatan yang berlaku di masing-masing negara. 

“Terkait jenis vaksin yang diterima atau berlaku juga mengacu kepada kebijakan masing-masing negara tujuan,” katanya.

Lebih lanjut, Setiaji menyampaikan bahwa sertifikat vaksin internasional yang dikeluarkan oleh Kemenkes dapat diakses melalui aplikasi PeduliLindungi. Adapun cara mengaksesnya yaitu:

1.Update aplikasi PeduliLindungi versi terbaru

2. Buka aplikasi PeduliLindungi dan login dengan akun terdaftar

3. Masuk ke menu “Sertifikat Vaksin”

4. Di bagian “Sertifikat Perjalanan Luar Negeri”, klik ikon “+”

5. Centang nama pengguna yang ingin dibuatkan sertifikat internasional, klik selanjutnya

6. Pilih negara tujuan, klik selanjutnya dan konfirmasi

7. Sertifikat berhasil dibuat dan sudah aktif, kemudian klik “Lihat Detail”

Untuk melihat kode QR atau mengunduh sertifikat, bisa dilakukan pada menu “Sertifikat Vaksin” dan memilih nama pengguna yang telah dibuatkan sertifikat vaksin internasional MKM.

IHRAM

Lima Akibat Durhaka kepada Ibu, Jangan Coba-Coba!

Berbakti kepada orang tua terutama ibu merupakan kewajiban setiap umat Islam.

Berbakti kepada orang tua terutama ibu merupakan kewajiban setiap umat Islam. Dalam ajaran Islam, jika seseorang durhaka kepada ibunya akan dikenakan ganjaran oleh Allah. Dijelaskan pada buku Dahsyatnya Do’a Ibu oleh Ustadz Syamsuddin Noor, ada lima dampak buruk jika seseorang durhaka kepada sang ibu.

Sia-sia amalan kebajikan

Tsauban r.a. berkata Rasulullah SAW bersabda : “Tiga macam dosa yang akan menyia-nyiakan segala amal-amal lainnya, yaitu syirik atau mempersekutukan Allah, durhaka kepada ayah ibu, dan lari dari medan perang,” (HR At-Tabrabi). Dari hadits tersebut terlihat amal ibadah seseorang tidak artinya apabila orang tersebut melakukan tiga hal yang disebutkan, salah satunya durhaka kepada ayah dan ibu.

Abu Umamah berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Allah tidak akan menerima amal tiga golongan manusia yang bersifat sharfan (taubat atau hal yang sunah) dan ‘adlan (fidyah atau tebusan), yaitu anak yang durhaka kepada kedua orang tua, orang yang suka memberi namun mengharapkan balasan yang lebih, dan orang yang tidak percaya dengan takdir,” (HR Imam Ibnu Ashim).

Akan dipercepat azab atau bencana di alam dunia

Allah bisa berkehendak untuk menunda azab akibat dosa-dosa hamba-Nya sampai hari kiamat kecuali azab akibat dosa anak yang durhaka kepada orang tuanya. Allah akan mempercepat azab-Nya di alam dunia sebelum ia meninggal.

Ada dua pintu petaka yang disegerakan akibatnya di dunia, yaitu orang yang zalim dan durhaka kepada orang tua,” (HR Al-Hakim).

Al-Hakim dan Al-Ashbahani meriwayatkan semua dosa akan ditunda oleh Allah hukumannya sampai hari kiamat nanti. Terkecuali mereka yang durhaka kepada ayah atau ibu. Maka, Allah akan segera memberi hukumannya di dunia sebelum mereka meninggal.

Aisyah r.a. berkata Rasulullah SAW bersabda: “Amal kebajikan yang disegerakan balasannya di dunia adalah berbakti kepada kedua orang tua dan menyambung tali silaturrahmi. Sedangkan kejahatan yang disegerakan siksaannya adalah berzina, durhaka kepada kedua orang tua, dan memutus silaturahim,” (HR Imam Turmudzi dan Ibnu Majah).

Menghilangkan cahaya keshalehan

Dari kesempurnaan birrul walidaini adalah berbuat baik dan berbakti kepada orang tua ketika keduanya masih hidup dan ketika salah satunya atau keduanya sudah tiada. Jika orang tua sudah tiada, maka kewajiban anak untuk memelihara hubungan dengan orang-orang yang dekat dan dicintai oleh orang tua.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang ingin menyambung hubungan dengan orang tuanya di alam kubur, maka sambunglah silaturrahmi dengan sahabat-sahabatnya setelah ia meninggal dunia,” (HR Abu Ya’la dari Ibnu Umar).

Sementara dari Abdillah bin Umar r.a. berkata Rasulullah SAW bersabda : “Peliharalah hubungan dengan teman-teman yang dicintai kedua orang tuamu, jangan kamu memutuskannya. Sebab apabila hubungan itu terputus, Allah akan memadamkan nur cahayamu,” (HR Bukhari).

Dari kedua hadits tersebut, dijelaskan hubungan persahabatan orang tua yang terjalin dengan baik, apabila tidak diteruskan oleh anak-anaknya tentu akan hilang jika hubungan tersebut masih kerabat atau keluarga.

Terhalang masuk surga

Ibnu Umar r.a. berkata Rasulullah SAW bersabda: “Tiga macam dosa yang diharamkan Allah bagi yang melakukannya untuk masuk surga, yaitu 1) orang yang selalu mabuk-mabukan (minum khamer), 2) orang yang mendurhakai ibu dan ayahnya, dan 3) germo (orang yang membiarkan istrinya melacur atau orang yang sengaja memelihara pelacur),” (HR Ahmad, An-Nasai dan Al-Hakim).

Abu Hurairah berkata Rasulullah SAW bersabda : “Empat macam orang yang selayaknya Allah tidak memasukkan mereka ke surga dan tidak akan memberi pada mereka nikmat surge, yaitu orang yang selalu meminum khamer, pemakan harta riba, pemakan harta anak yatim tanpa hak, dan orang yang durhaka kepada ayah atau ibunya,” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqqi).

Jadi jika seseorang itu taat beragama apabila durhaka kepada orang tua sekecil apa pun kesalahannya, maka ia akan terhalang masuk surga.

Mendapat kutukan Allah

Salah satu perbuatan terkutuk atau dilaknat oleh Allah adalah mendurhakai ayah atau ibu. Sebagaimana tercantum dalam hadits dari Abu Hurairah r.a. berkata Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah melaknat tujuh golongan dari atas tujuh lapis langit dan kutukan itu diulang-ulang sampai tiga kali untuk masing-masing. Padahal satu kutukan saja sudah cukup membinasakan, yaitu 1) terkutuklah orang yang berbuat liwath (laki-laki bercinta dengan laki-laki), 2) terkutuklah orang yang menyembelih tidak karena Allah, 3) terkutuklah orang yang bersetubuh dengan binatang, 4) terkutuklah orang yang durhaka kepada ibu bapaknya, 5) terkutuklah orang yang kawin dengan wanita yang dirangkap dengan putrinya (ibunya dikawini dan anaknya dikawini pula), 6) terkutuklah orang yang merusak tanda-tanda atau batas kepemilikan di bumi, 7) terkutuklah orang yang mengaku hubungan maula (majikan) kepada orang yang bukan maula yang memerdekakannya,” (HR At-Thabrani).

Dapat diketahui barangsiapa yang durhaka kepada ibu atau ayahnya sesungguhnya orang tersebut telah melakukan perbuatan yang dikutuk Allah. Kutukan itu akan segara didatangkan oleh Allah di dunia sebelum ajal tiba.

IHRAM

Hormati Ibu Meski Mendapat Perlakuan Buruk

Anggota Akademi Penelitian Islam di Mesir, Syekh Dr Muhammad al-Syahat al-Jundi menjelaskan, Islam memerintahkan untuk menghormati ibu meski ibu tersebut berbuat buruk kepada anaknya. Misalnya melecehkan atau tidak merawat anak.

“Keburukan seorang ibu kepada anaknya adalah dosa besar dan merupakan kesalahan, tetapi ini bukan pembenaran bagi anak-anaknya untuk tidak menaati ibu mereka,” kata dia seperti dilansir Elbalad, Senin (31/1).

Perbuatan buruk yang dilakukan oleh seorang ibu kepada anaknya bukan mustahil akan mendapat ampunan dari Allah SWT karena ia telah menanggung penderitaan dan susah payah dalam melahirkan anak-anaknya.

Seorang ibu memiliki hak yang besar atas anak-anaknya. Maka, kewajiban anak adalah menghormatinya, tidak peduli apa yang ibunya lakukan kepada mereka. “Karena ibu memiliki hak yang besar atas anak-anaknya yang tak lekang oleh waktu,” kata dia.

Dalam riwayat Asma binti Abu Bakar RA, dia berkata, “Ibuku datang (ke tempatku) dan dia adalah seorang musyrik- pada masa perjanjian damai antara suku Quraisy dan Nabi SAW. Lalu aku mendatangi Nabi SAW bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku datang dan dia ingin bertemu denganku. Apakah aku boleh menyambung silaturahmi dengannya?” Nabi SAW menjawab, “Ya, sambunglah silaturahmi dengannya.” (HR Bukhari)

Syekh al-Jundi menuturkan, tidak mungkin menghapus sebagian dari akidah Islam dan bagi anak-anak untuk menghalangi ibu mereka hanya karena ibu tersebut tidak memenuhi peran dan kewajibannya terhadap mereka.

“Hukum Islam mendesak permohonan ampunan bagi mereka yang bersalah kepada kita dan orang asing, apalagi dengan ibu yang bekerja keras agar anak-anaknya bisa hidup kembali,” kata dia.

IHRAM