Makna Doa Nabi Yunus di Perut Ikan dan Peristiwa Pemicunya

Nabi Yunus berdoa kepada Allah SWT saat berada di perut ikan

Ada sebuah doa yang dipanjatkan Nabi Yunus ‘alaihissalam ketika berada dalam perut ikan besar. Doa tersebut diabadikan dalam Alquran Al Karim. Dalam Alquran surat Al Anbiya Allah SWT berfirman: 

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Al Anbiya ayat 87).  

Pakar tafsir Alquran yang juga pengasuh Pondok Pesantren Bayt Alquran-Pusat Studi Alquran (PSQ), Ustadz Syahrullah Iskandar menjelaskan kata dzannun adalah gelarnya Nabi Yunus. 

Pada surat lainnya, Nabi Yunus juga disebut shohibul hut. Dua julukan itu disematkan pada Nabi Yunus karena pernah ditelan oleh ikan besar.  

Ustadz Syahrullah menjelaskan ketika Nabi Yunus pergi dalam kondisi marah, Nabi Yunus berasumsi bahwa Allah SWT tidak bisa untuk menyulitkan kondisinya, kemudian Nabi Yunus berdoa dalam situasi yang sangat gelap. Degan gelap yang  bertingkat yakni gelap karena berada di dalam perut ikan, berada di kedalaman lautan, dan di tengah malam. Nabi Yunus mengucapkan doa:  

لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ La illaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin

“Tidak ada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” 

“Redaksi doanya sebenarnya tidak meminta, tetapi mengakui kebesaran Allah dan mengakui akan tindak salah yang diperbuatnya,” kara ustaz Syahrullah dalam kajian kitab Min Wahyil Quran karya Syekh Yasin Muhammad Yahya di Masjid Bayt Alquran beberapa waktu lalu. 

Maka Allah SWT pun mengabulkan doa Nabi Yunus sebagaimana keterangan dalam ayat selanjutnya:  

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

“Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman” 

Nabi Yunus itu putra dari Matta. Ustadz Syahrullah mengatakan ada mufasir yang menjelaskan bahwa Matta itu dinisbatkan kepada ibu Nabi Yunus. 

Menurut mufassir tersebut ada dua nabi yang dinisbatkan kepada ibunya dan disebutkan Alquran yakni Isa bin Maryam dan Yunus bin Matta. Tetapi pendapat mayoritas mufasir mengatakan Matta bukan ibu dari Nabi Yunus melainkan ayahnya bernama Matta. 

Nabi Yunus bertempat di Niniwe, Irak. Kendati begitu, Ustaz Syahrullah mengatakan nabi Yunus tidak diutus untuk satu kaum tertentu, seperti halnya Nabi Musa pada bani Israel, Nabi Hud pada kaum Aad atau Nabi Saleh pada kaum Tsamud. Nabi Yunus diutus menyeru dari satu kaum ke kaum lainnya.  

Ustadz Syahrullah menjelaskan Nabi Yunus keluar atau pergi dari satu kaum dalam kondisi tidak puas. Terdapat rasa marah, kecewa karena kaumnya mengabaikan seruannya untuk  menyembah Allah SWT. Kaumnya justru mengolok-olok nabi Yunus. Sehingga Nabi Yunus pun meninggalkan kaum tersebut dan menyeru kepada kaum lainnya.  

Kemudian Nabi Yunus melakukan perjalanan untuk menyeru pada kaum lainnya agar menyembah Allah SWT dengan menggunakan kapal yang sudah penuh dengan penumpang. Karena ombak yang besar, setiap orang yang ada di kapal tersebut melakukan undian di tengah perjalanan. Dengan ketentuan siapa yang keluar namanya, maka dia yang harus melompat ke laut ke laut untuk mengurangi beban kapal itu.  

Tiga kali undian dilakukan hasilnya nama Nabi Yunus yang keluar. Nabi Yunus pun harus menerima konsekuensinya loncat ke laut. Setelah Nabi Yunus loncat ke laut, Nabi Yunus di telan ikan paus yang sudah diperintahkan Allah SWT agar tidak mencelakai Nabi Yunus. Ustadz Syahrullah mengatakan tidak ada penjelasan tentang berapa lama Nabi Yunus berada dalam perut ikan. Di situlah nabi Yunus berdoa.    

KHAZANAH REPUBLIKA

Doa Nabi Yunus, Arti dan Keutamaannya

Dalam Alquran surat Al Anbiya Allah SWT berfirman:

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (Alquran surat Al Anbiya ayat 87). 

Pakar tafsir Alquran yang juga pengasuh Pondok Pesantren Bayt Alquran-Pusat Studi Alquran (PSQ), ustaz Syahrullah Iskandar menjelaskan kata dzannun adalah laqabnya Nabi Yunus. Pada surat lainnya, nabi Yunus juga disebut shohibul hud. Dua laqab itu disematkan pada nabi Yunus karena pernah ditelan oleh ikan besar. 

Ustaz Syahrullah menjelaskan ketika nabi Hud pergi dalam kondisi marah, nabi Yunus berasumsi bahwa Allah tidak bisa untuk menyulitkan kondisinya, kemudian nabi Yunus berdoa dalam situasi yang sangat gelap. Dengan gelap yang  bertingkat yakni gelap karena berada di dalam perut ikan, berada di kedalaman lautan, dan di tengah malam. Nabi Yunus mengucapkan doa: 

لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

La illaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin

Tidak ada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.

“Redaksi doanya sebenarnya tidak meminta, tetapi mengakui kebesaran Allah dan mengakui akan tindak salah yang diperbuatnya,” kara ustaz Syahrullah dalam kajian kitab Min Wahyil Quran karya Syekh Yasin Muhammad Yahya di Masjid Bayt Alquran beberapa waktu lalu.

Maka Allah SWT pun mengabulkan doa nabi Yunus sebagaimana keterangan dalam ayat selanjutnya: 

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman

Nabi Yunus itu putra dari Matta. Ustaz Syahrullah mengatakan ada mufasir yang menjelaskan bahwa Matta itu dinisbatkan kepada ibu nabi Yunus. Menurut Mufassir tersebut ada du nabi yang dinisbatkan kepada ibunya dan disebutkan Alquran yakni Isa bin Maryam dan Yunus bin Matta. Tetapi pendapat mayoritas mufasir mengatakan Matta bukan ibu dari nabi Yunus melainkan ayahnya bernama Matta.

Nabi Yunus bertempat di Niniwe, Irak. Kendati begitu, ustaz Syahrullah mengatakan nabi Yunus tidak diutus untuk satu kaum tertentu, seperti halnya nabi Musa pada bani Israel, nabi Hud pada kaum Aad atau nabi saleh pada kaum tsamud. Nabi Yunus diutus menyeru dari satu kaum ke kaum lainnya. 

Ustaz Syahrullah menjelaskan Nabi Yunus keluar atau pergi dari satu kaum dalam kondisi tidak puas. Terdapat rasa marah, kecewa karena kaumnya mengabaikan seruannya untuk  menyembah Allah. Kaumnya justru mengolok-olok nabi Yunus. Sehingga nabi Yunus pun meninggalkan kaum tersebut dan menyeru kepada kaum lainnya. 

Kemudian Nabi Yunus melakukan perjalanan untuk menyeru pada kaum lainnya agar menyembah Allah dengan menggunakan kapal yang sudah penuh dengan penumpang. Karena ombak yang besar, setiap orang yang ada di kapal tersebut melakukan undian di tengah perjalanan. Dengan ketentuan siapa yang keluar namanya, maka dia yang harus melompat ke laut ke laut untuk mengurangi beban kapal itu. 

Tiga kali undian dilakukan hasilnya nama nabi Yunus yang keluar. Nabi Yunus pun harus menerima konsekuensinya loncat ke laut. Setelah nabi Yunus loncat ke laut, nabi Yunus di telan ikan hiu yang sudah diperintahkan Allah agar tidak mencelakai nabi Yunus. Ustaz Syahrullah mengatakan tidak ada penjelasan tentang berapa lama nabi Yunus berada dalam perut ikan. Di situlah nabi Yunus berdoa.

IHRAM

Fatwa: Benarkah Sedekah di Waktu Subuh Lebih Utama?

Fatwa Syekh Dr. Abdul Aziz Ar-Rays

Pertanyaan:

Apakah benar sedekah di waktu subuh memiliki keutamaan tertentu. Saya pernah mendengar bahwa ia memiliki keutamaan tertentu berdasarkan hadis,

بورك لأمتي في بكورها

“Umatku diberkahi di waktu paginya.”

Dan hadis,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيهِ، إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا

“Tidak ada satu hari pun bagi seorang hamba, kecuali datang dua malaikat yang salah satu dari mereka berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti yang lebih baik bagi orang yang bersedekah.’ “

Bagaimana menurut anda tentang pemahaman yang demikian, yaitu bahwa ada keutamaan sedekah di waktu subuh?

Jawaban:

Adapun tentang hadis yang pertama, disebutkan oleh Abu Hatim Ar-Razi bahwasanya tidak ada hadis yang sahih tentang doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mendoakan keberkahan bagi umatnya di pagi hari. Walaupun memang sebagian ulama mensahihkan hadis tersebut. Namun, telah kami sebutkan apa yang menjadi pendapat Imam Abu Hatim Ar-Razi rahimahullahu Ta’ala.

Adapun hadis yang kedua, yaitu hadis,

ما مِن يَومٍ يُصْبِحُ العِبادُ فِيهِ، إلَّا مَلَكانِ يَنْزِلانِ، فيَقولُ أحَدُهُما: اللَّهُمَّ أعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، ويقولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidak ada satu hari pun bagi seorang hamba, kecuali datang dua Malaikat yang salah satu dari mereka berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti yang lebih baik bagi orang yang bersedekah.’ Malaikat yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya.’”

Hadis ini sahih riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Andaikan hadis pertama tadi sahih, pun tidak ada dalil tentang pengkhususan waktu pagi untuk bersedekah, karena ini umum untuk semua amalan yang bisa diberkahi dan karena pada pagi hari, orang itu lebih bersemangat.

Lebih dikuatkan lagi, tidak kami ketahui ada di antara ulama terdahulu yang berpandangan dianjurkannya bersedekah di pagi hari. Dan juga tidak kami dapati dari perbuatan para sahabat dan orang-orang setelah mereka, untuk bersengaja bersedekah di pagi hari karena adanya keutamaan khusus di waktu itu. Andaikan perbuatan ini dianjurkan, tentunya mereka adalah orang yang paling bersemangat dalam melakukannya. Ini andaikan hadisnya sahih.

Adapun hadis yang kedua, tidak ada pendalilan sama sekali dari hadis ini yang menunjukkan keutamaan sedekah subuh. Karena hadis ini hanya menunjukkan bahwa malaikat berdoa di pagi hari. Sedangkan perihal datangnya malaikat di waktu subuh dan berdoa ketika itu, ini adalah satu perkara tersendiri. Sedangkan mengatakan bahwa ada anjuran sedekah di waktu pagi, ini perkara yang berbeda lagi.

Namun, hadis ini menunjukkan bahwa sedekah adalah amalan yang dianjurkan. Dan semua orang yang bersedekah kapan pun di hari itu, termasuk dalam cakupan hadis ini. Dan lebih diperkuat lagi, yaitu tidak kami dapati ada ulama yang menganjurkan perbuatan seperti ini.

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=WSqR1x_PGBs

Fatwa: Dewan Fatwa Islamweb

Pertanyaan:

Apakah termasuk sunah Nabi atau apakah ada istilah yang disebut dengan “sedekah subuh”?

Jawaban:

Alhamdulillah, wasshalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi washahbihi waman waalah. Amma ba’du,

Tidak ada dalam Al-Qur’an ataupun As-Sunnah, sepengetahuan kami, apa yang diistilahkan dengan “sedekah subuh”. Mungkin penamaan ini berasal dari pemahaman terhadap sebagian hadis seperti hadis,

بَاكِرُوا بِالصَّدَقَةِ، فَإِنَّ الْبَلَاءَ لَا يَتَخَطَّى الصَّدَقَةَ

“Bersedekahlah di pagi hari. Karena bencana tidak akan bisa melewati sedekah.” (HR. Al Baihaqi, At Thabarani)

Hadis ini dikatakan oleh para ulama dha’if jiddan. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Al-Maudhu’at.

Atau mungkin dari hadis riwayat Bukhari dan Muslim,

ما مِن يَومٍ يُصْبِحُ العِبادُ فِيهِ، إلَّا مَلَكانِ يَنْزِلانِ، فيَقولُ أحَدُهُما: اللَّهُمَّ أعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، ويقولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidak ada satu hari pun bagi seorang hamba, kecuali datang dua malaikat yang salah satu dari mereka berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti yang lebih baik bagi orang yang bersedekah.’ Malaikat yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya.’”

Namun, dalam hadis ini tidak terdapat pengkhususan sedekah di waktu subuh. Karena apa yang dikabarkan oleh hadis ini bahwa malaikat berdoa di waktu subuh, maksudnya mendoakan orang yang bersedekah kapan pun di hari itu.

Dan juga hadis ini diriwayatkan dengan lafaz lain dalam Musnad Ahmad serta Shahih Ibnu Hibban, dan disahihkan oleh Al-Albani, dari hadis Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu, bahwa malaikat tersebut berdoa di waktu Magrib. Dalam riwayat Ibnu Hibban,

وَلَا غَرَبَتْ إِلَّا بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَأَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفً

“Dan tidaklah matahari tenggelam bagi seorang hamba, kecuali di sisinya ada dua malaikat yang berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti yang lebih baik bagi orang yang bersedekah.’ Malaikat yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya.’”

Wallahu ta’ala a’lam.

Sumber: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/401599

Penerjemah: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/72352-fatwa-benarkah-sedekah-di-waktu-subuh-lebih-utama.html

Kisah Ahli Ibadah Terkena Tipu Daya Setan

Ada kisah ahli ibadah terkena tipu daya setan

Nabi Muhammad SAW bersabda, Keutamaan orang yang berilmu daripada ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas orang- orang yang paling rendah di antara kalian. Rasulullah SAW kemudian membacakan Alquran surah Fatir ayat 28, yang artinya, Di antara hamba- hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.

Hadis di atas menunjukkan keutamaan orang yang berilmu. Tanpa ilmu, seseorang tidak mungkin menjalankan ibadah dengan sebaik- baiknya. Bahkan, ia mungkin saja terjerumus ke dalam kesesatan.

Alkisah, di kalangan Bani Israil terdapat seorang ahli ibadah. Ia rutin berdoa di rumahnya yang terletak di atas gunung. Pada suatu hari, ia keluar dari rumahnya untuk berjalan- jalan sembari mengagumi keindahan alam ciptaan Allah.

Tiba-tiba, lewatlah seseorang yang berbau kurang sedap di hadapannya.Ahli ibadah itu segera berpaling dan mempercepat langkahnya.Pemandang an itu kemudian dilihat oleh setan.Lantas, setan ini menampakkan dirinya dalam wujud manusia.Makhluk terkutuk itu tampil dengan rupa seorang tua renta.

“Wahai hamba Allah! Sungguh, amal kebaikanmu menguap, tidak dihitung di sisi Allah,”kata kakek yang adalah setan itu.

“Mengapa begitu?”

“Karena engkau enggan mencium bau sesama manusia, ucap setan itu seraya pura-pura bersedih hati.”

Sejurus kemudian, setan berwajah manusia itu berkata lagi dengan nada menasihati, “Kalau engkau ingin Allah mengampuni kesalahanmu itu, hendaklah engkau memburu seekor tikus gunung. Lantas, sembelihlah ia dan gantungkan bangkai tikus itu pada lehermu ketika shalat.”

Mendengar itu, ahli ibadah tersebut langsung mengiyakan.Karena kebodohannya, ia terus melakukan ibadah dengan membawa najis hingga ajal menjemputnya.

Dalam kisah yang berbeda, iblis berupaya menyesatkan seorang abid.Namun, kali ini orang yang digodanya itu tidak sekadar saleh, tetapi juga berilmu. Dialah Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Sufi itu menuturkan ceritanya kepada jamaah. Pada suatu hari, ia sedang berjalan di padang yang lapang.Tiba-tiba, muncul cahaya yang amat terang di arah ufuk. Lantas, suara memancar dari sumber sinar tersebut.

“Wahai Abdul Qadir! Ketahuilah bahwa saya adalah Tuhanmu!”

Sang mursyid diam saja, menunggu si suara menyelesaikan kalimatnya.

“Sungguh, aku telah mengkhususkanmu di antara semua manusia. Telah kuhalalkan bagimu semua hal yang kuharamkan pada umumnya anak Adam!”

Sesudah itu, Syekh Abdul Qadir berkata lantang, “Pergilah kau, wahai makhluk terkutuk! Engkau hanyalah iblis yang tidak hentinya menjerumuskan manusia.”

Seketika, sinar terang benderang tadi berubah menjadi gelap pekat.Nada suara yang sama mengatakan,”Wahai Abdul Qadir! Sudah puluhan orang ahli ibadah kusesatkan dengan cara demikian. Namun, engkau mengetahui siapa diriku dengan ilmu pengetahuanmu tentang Allah dan juga fikihmu. Kalau bukan lantaran ilmu, tentu aku dapat menyesatkanmu, seperti yang terjadi pada 70 abid yang telah kutemui.”

Dengan ilmu, pintu kesesatan tertutup rapat. Mengutip kitab At- Targib wat Tarhib, Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana yang diri wayatkan Imam Daruquthni. “Tidaklah Allah disembah dengan suatu ibadah yang lebih utama daripada memahami agama. Satu orang yang memahami agama itu lebih berat (bobotnya) bagi setan dibandingkan dengan menyesatkan seribu orang ahli ibadah. Dan, segala sesuatu itu ada tiangnya. Pilar agama Islam adalah ilmu.”

sumber : Islam Digest

KHAZANAH REPUBLIKA

Heboh Soal Gelar Habib, Begini Kata Abi Quraish Shihab

Sedang ramai dibincangkan warganet, serba-serbi takrif gelar habib, memunculkan kontra dimana-mana. Lantas siapa sebenarnya habib itu? Mari kita telisik gelar habib menurut Profesor Quraish Shihab 

Dinukil dari kanal YouTube Najwa Shihab berjudul “Gaduh soal Gelar Habib, Ini Kata Abi Quraish Shihab”. Najwa mengawali definisi habib dengan menjelaskan bahwa habib adalah orang yang memiliki garis keturunan dengan Rasulullah.

Abi Quraish menjawab bahwa hal serupa sudah pernah diungkap oleh Buya Hamka, dan itu memang ada di Indonesia. Sebagaimana ratu Inggris memiliki garis keturunan, Nabi Muhammad juga memiliki garis keturunan. Meskipun ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut garis keturunan Nabi SAW.

Ada istilah Ahlu Bait (keluarga), al-Qurba, kerabat atau istilah lainnya. Namun disebut garis keturunan Nabi SAW secara umum adalah anak cucu beliau melalui Sayyidah Fathimah dan Ali bin Abi Thalib. 

Tentu ada yang menyoal, seharusnya garis keturunan itu dari laki-laki bukan dari Sayyidah Fathimah? Abi Quraish pun menjawab bahwa Nabi menjadikan itu dari Fathimah, karena Nabi Isa pun dinamai Putra Maryam. Orang-orang Yahudi pun banyak yang tidak mengakui orang Yahudi kecuali kalau memiliki garis keturunan wanita bukan laki-laki. 

Menurut Abi bahwa garis keturunan Nabi Muhammad SAW benar adanya, dan itu terpelihara. Maka jika orang menyoal tentang apa yang menjadi buktinya garis keturunan Nabi SAW? Bukti yang paling kongkret  tersebut adalah sejarah. 

Dimana-mana bisa ditemui. Misalkan saja di Iran, garis keturunan Nabi atau bukan dapat dilihat dari pakaiannya bersorban hitam. Namun bukan itu yang diinginkan oleh para penyandang gelar habib.

Abi Quraish melanjutkan bahwa mereka yang bergelar habib itu tidak ingin menjadikan adanya garis keturunan ini sebagai wujud keistimewaan yang melebihi batas kewajaran. Dalil yang berkaitan yaitu Q.S An-Nisa [4] ayat 32;

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ 

yang berarti “Dan janganlah saling iri menghendaki apa keistimewaan orang itu anda miliki pula” 

Banyak yang tidak tahu bahwa keistimewaan itu punya konsekuensi serta kewajiban. Kalau kewajiban itu tidak terpenuhi maka garis keturunan yang dimilikinya maka tidak ada artinya. Contoh Nabi Nuh, bergaris keturunan dari Nabi Adam. Nabi Nuh mengatakan bahwa anakku (Kanan) termasuk keluargaku. Q.S Hud [11] ayat 46 yang berbunyi:

فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي

Artinya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku”

Tapi apa jawab Allah? Seperti dalam Q.S Hud [11] ayat 46 yang berbunyi:

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ 

yang artinya “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik“

Dari kejadian ini kemudian garis keturunan itu terpelihara dan ikut terpelihara pula sifat-sifat baik didalamnya. Karena adanya pengaruh fisik dan psikis orang tua kepada anaknya. Menurut Abi ada buku yang menjudul Child Beetwen Heredity and Education yang menjelaskan bahwa ada pengaruh dari ayah, kakek dan sebagainya. Sehingga ini ada keistimewaannya. 

Abi Quraish melanjutkan bahwa di Indonesia ini ada orang-orang khusus yang memiliki garis keturunan Nabi Muhammad SAW, dan sampai saat ini masih terpelihara, ada sebuah kantor khusus yang mengurus hal ini. Memang agama sudah memerintahkan untuk memelihara keturunan itu tapi apakah memenuhi sifat-sifat yang sesuai dengan itu?

Para keturunan Nabi yang datang ke Indonesia mayoritas dari Hadramaut, yang sebelumnya dibawa oleh kakek-kakeknya dari Irak dan berhijrah kesana. Mengapa berhijrah? Apakah untuk mencari nafkah? Tentu saja tidak, Abi Quraish menjelaskan bahwa asal mereka adalah kaya raya, sedang kondisi Hadramaut sendiri gersang. Tapi alasan kedatangannya adalah untuk mengajarkan agama dan mempersatukan masyarakat. 

Dari beberapa putranya yang melanjutkan misi dakwah ini berlanjut sampai kepada sosok yang di kenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam. Dimana dia dianggap sebagai sosok pembeda, orang-orang mengistilahkannya sebagai sosok yang mematahkan pedang. Al-Faqih al-Muqaddam mengatakan ”kami tidak akan melakukan kekerasan apapun dan kami berdakwah dengan akhlaq yang baik”.

Dari keturunan Al-Faqih al-Muqaddam inilah yang sebagian lainnya datang ke Indonesia bukan dengan maksud untuk mencari nafkah, tapi justru menyebarkan islam tanpa menggunakan pedang maupun kekerasan. Dimana mereka tidak bisa berbahasa daerah (bahasa Jawa, Sunda, bahkan bahasa Indonesia). Tapi bagaimana bisa mempengaruhi masyarakat melalui akhlaq? 

Inilah yang akhirnya berlanjut, mereka berdakwah di Indonesia tanpa mengenal kekerasan, bahkan sampai meninggalkan keluarganya. Mereka menganggap orang Indonesia sebagai ahwal (saudara ibu) dan dari sinilah mereka melanjutkan garis keturunan dengan menikahi pribumi dan akhirnya lahir garis keturunan Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. 

Abi Quraish menegaskan bahwa seharusnya yang memiliki garis keturunan inilah yang harusnya menyebarkan islam, berdakwah, mengikuti jalur kakek-kakeknya yaitu yang menyebarkan toleransi, yang menyebarkan akhlaq. Namun yang terjadi saat ini itu hanya sebagian kecil yang memberikan noda sehingga menjadi citra negatif. Dan disambut oleh yang lainnya sehingga menjadi suatu keributan. 

Beliau melanjutkan bahwa boleh saja bersyukur dan berbangga memiliki garis keturunan Nabi Muhammad SAW tapi tidak usah ditonjolkan, melainkan yang boleh ditonjolkan adalah akhlaq dan kebaikan serta keramahtamahan. Sehingga jika ada yang saling tuduh, saling bertengkar dan saling memaki satu sama lain ini bukannya tidak menggambarkan ajaran para leluhur, juga tidak mencerminkan ajaran Islam. 

Hendaknya gelar habib itu bukan kita yang menyebarkannya kepada orang lain, atau gelar apapun itu, seperti “saya habib, saya professor, saya doktor”. Cukup dari kegiatanmu orang mengatakan “oh wajar jadi professor, ini wajar jadi doktor, ini wajar jadi habib”. Abi juga mengutip dari Sayyid Abdullah al-Haddad “Jangan kenakan pakaian kebesaran habib kalau akhlaqmu tidak mencerminkan, karena ini akan berdampak negatif buruk”

Najwa kemudian bertanya kembali apakah habib memiliki tugas? Abi pun menjawab, tentu saja habib punya tugas yaitu menampakan akhlaq yang luruh, sebab Nabi tidak diurus kecuali menyempurnakan akhlaq. Sedang fungsi habib adalah, pertama teladan. kedua, menyelesaikan problem bukan penyebab masalah. 

Habib artinya mencintai dan dicintai. Kalau hanya mau di cintai tapi tidak mau mencintai itu bukan habib tegas Abi Quraish. Habib harus mencintai masyarakat, mencintai tempat dia tinggal, dan itu tercermin dari perlakuan yang baik. Jika menegur dengan teguran yang baik, bukan memaki atau menyerang. Inilah yang di gambarkan para leluhur habib. 

Alahkah banyaknya keturunan Nabi yang tidak dikenal sebagai habib, lebih dikenal raden, raja dan sebagaimanya, seperti Imam Bonjol itu namanya Abdullah Shahab. Begitu pula walisongo. Mereka membuktikan kecintaannya kepada masyarakat, kepada tempat dia tinggal. 

Demikian yang Abi Quraish Shihab mengenai gelar habib. Meskipun singkat semoga bermanfaat. Wallahu a’lamu.

BINCANG SYARIAH

Persiapkan Haji, 71 Persen Calon Jamaah Sudah Vaksinasi Covid-19 Dosis Lengkap

Persiapkan Haji, 71% Calon Jamaah Sudah Vaksinasi Covid-19 Dosis Lengkap srab.

Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) Haji dr. Budi Sylvana menyebut 71 persen calon jamaah haji telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap. Angka ini diambil dari data total jamaah yang sudah melakukan pelunasan, sebanyak 158.871 orang.

“Dari data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan (Siskohatkes) hari ini, jumlah jamaah haji yang sudah di vaksinasi Covid-19 lengkap sebanyak 114.204 (71,88%) dari total jamaah yang sudah melunasi sebanyak 158.871,” kata dia saat dihubungi Republika, Senin (14/2).

Ia menyebut, sembari menunggu keputusan lebih lanjut dari Kementerian Agama terkait keputusan haji, Kementerian Kesehatan secara simultan juga melakukan persiapan. Persiapan di bidang kesehatan haji menggunakan skenario pemberangkatan 100 persen kuota, atau sebanyak 221.000 orang.

Salah satu persiapan yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan kesehatan jamaah haji. Terkait kondisi jamaah dengan risiko tinggi (risti), ia menyebut juga diperlukan pemeriksaan kesehatan ulang.

“Semua jamaah tetap harus dilakukan pemeriksaan kesehatan ulang untuk menentukan status istithaahnya. Pemeriksaan sedang menunggu kepastian kuota,” ujar dia.

Lebih lanjut, ia menyebut jumlah jamaah haji yang telah di vaksinasi meningitis tahun 2020 – 2021 disebut sebanyak 126.556 orang atau 62,04 persen. Rencananya, mereka akan kembali melakukan vaksinasi pada 2022 ini.

Untuk membantu memantau kesehatan jamaah haji selama rangkaian ibadah berlangsung, Kementerian Kesehatan disebut telah melakukan perekrutan tenaga kesehatan haji sebanyak 1.829 orang.

Persiapan lain yang dilakukan adalah menyiapkan sarana prasarana operasional kesehatan haji di Arab Saudi. Sejauh ini, pihaknya telah menetapkan tiga gedung RS/KKHI, berikut 25 kendaraan ambulan dan operasional.

“Terakhir, kami juga menyiapkan obat-obatan dan perbekalan kesehatan,” katanya.  

IHRAM

Potensi Kenaikan Biaya Haji tak Terhindarkan

Potensi kenaikan biaya haji tahun ini tidak dapat terhindarkan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Panitia Kerja (panja) Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) 1443 H / 2022 M, Ace Hasan Syadzily.

“Potensi kenaikan tidak terhindarkan, kita tahu biaya perjalanan umroh ada kenaikan, haji akan mengalami kenaikan. Jumlahnya masih dibahas dengan Kemenag (Kementerian Agama) dengan Panja DPR RI,” kata Ace pada Senin (14/2).

Ace mengatakan, Panja harus mempersiapkan kemungkinan jika pemerintah Saudi memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk memberangkatkan calon jamaah haji. Panja disebut membuat berbagai skenario dan skema perjalanan yang selama ini diterapkan pemerintah Saudi.

“Asumsinya kalau proses persiapan haji secara normal, seharusnya normal 5 Juni sudah berangkat. Menarik garis itu, kami harus mempersiapkan terutama biaya perjalanan ibadah haji tahun ini,” ucap Ace.

Ace melanjutkan, panja akan menetukan biaya haji yang harus dibayar dan biaya yang berasal dari dana optimalisasi haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Kemudian juga disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia.

“Pertama menyediakan alat-alat pencegah kesehatan, masker, karantina, PCR, Swab, bagi para calon sebelum dan kepulangan. Semua kami bahas jika kemungkinan diberikan, sudah siap memberangkatkan calon jamaah haji,” kata dia.

Ace mengatakan, biaya perjalanan akan diumumkan apabila ada kepastian keberangkatan haji. “Mudah-mudahan ada ruang bagi calon jamaah haji untuk pelunasan BPIH,” kata dia. 

IHRAM

Prioritaskan Doa Khusyuk

Islam menjelaskan kepada kita tentang waktu dan tempat mustajab saat berdoa. Banyak dalil sahih yang menyebutkan secara khusus tentang hal itu. Waktu dan tempat mustajab saat berdoa itu seperti pada sepertiga malam, antara azan dan ikamah, waktu sahur, waktu berbuka puasa, saat melakukan safar, ketika sujud dalam salat, waktu sore di hari Jumat, saat turun hujan, serta beberapa tempat; seperti padang Arafah dan lainnya.

Selaku hamba Allah Ta’ala yang beriman, kita tentu meyakini dengan sepenuh hati bahwa memang benar waktu-waktu tersebut adalah saat yang tepat untuk berdoa. Pertanyaannya adalah, doa apa yang seharusnya kita panjatkan agar segera dikabulkan oleh Allah? Tentu kita bebas memohon apa saja yang kita inginkan, asalkan tidak mendoakan keburukan. Namun, prioritaskanlah doa agar Allah Ta’ala memberikan kekhusyukan bagi kita dalam salat.

Salat adalah hal yang fundamental

Salat adalah perkara yang sangat penting dan agung dalam Islam. Salat adalah salah satu pondasi, dari 5 (lima) pondasi dalam Islam. Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima (tonggak): syahadat laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasullullah, menegakkan salat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan” (HR. Bukhari no. 8).

Salat juga merupakan pembeda antara seorang muslim dan kafir. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ’anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إن بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة

“Sesungguhnya (pembatas) bagi seseorang antara kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan salat” (HR. Muslim no. 82).

Amalan yang pertama kali dihisab di hari akhir adalah salat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا

“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya. Apabila salatnya baik, maka ia telah beruntung dan berhasil. Dan apabila salatnya berantakan, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika ditemukan kekurangan dalam salat wajibnya, Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki salat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari salat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya” (HR. Tirmidzi no. 413 dan An-Nasa’i no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadis ini sahih).

Allah Ta’ala telah menegaskan kepada kita bahwa salat adalah perkara yang pokok untuk ditegakkan. Selain itu, salat juga dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Allah Ta’ala berfirman,

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Bacalah Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan ketahuilah mengingat Allâh (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45).

Saudaraku, lihatlah betapa agungnya kedudukan salat dalam Islam sebagai pokok yang fundamental. Sehingga penting bagi kita untuk memperkaya ilmu tentang salat secara menyeluruh. Salat bukan hanya sekedar menunaikan kewajiban, tetapi juga membedakan kita dengan orang kafir. Selain itu, kita juga harus memprioritaskan perkara pertama yang dihisab di hari kiamat yaitu salat. Salat juga dapat membantu kita terhindar dari perbuatan keji dan mungkar yang dapat menghantarkan kita kepada azab Allah Ta’ala.

Pentingnya khusyuk dalam salat

Sebagaimana kita ketahui bahwa syarat diterimanya amal ibadah adalah ikhlas dan ittiba’ (melaksanakannya sesuai petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam). Maka selanjutnya penting bagi kita untuk melaksanakan amal ibadah secara khusyuk, terutama ibadah salat.

Kata khusyuk beberapa kali disebut dalam ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

وَيَخِرُّونَ لِلۡأَذۡقَانِ يَبۡكُونَ وَيَزِيدُهُمۡ خُشُوعٗا

“Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyu” (QS. Al-Isra’: 109).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

لَوۡ أَنزَلۡنَا هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلࣲ لَّرَأَیۡتَهُۥ خَـٰشِعࣰا مُّتَصَدِّعࣰا مِّنۡ خَشۡیَةِ ٱللَّهِۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَـٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ یَتَفَكَّرُونَ

“Sekiranya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir” (QS. Al-Hasyr: 21).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah menafsirkan makna خاشعا pada ayat di atas sebagai “rasa takut”. Sedangkan Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan bahwa makna خاشعا tersebut adalah “lunak dan tunduk”. Maksud secara sederhananya adalah hendaklah kita fokus dalam menghadirkan rasa tunduk, takut, dan kerendahan hati saat beribadah menghadap Allah Ta’ala.

Ingatlah bahwa Allah Ta’ala telah memberikan pujian kemenangan bagi orang-orang yang beriman dengan keberhasilannya menggapai kekhusyukan dalam salatnya. Hal ini seharusnya semakin memicu semangat dan gairah kita untuk berusaha meraih kekhusyukan dalam setiap melaksanakan ibadah salat. Allah Ta’ala berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya” (QS. al-Mu’minuun: 1-2).

Keberuntungan bagi orang yang khusyuk juga sangatlah besar. Kebahagiaan bagi mereka yang bisa khusyuk dalam salatnya adalah diampuni dosa-dosanya, dihapus kesalahan-kesalahannya, dan ditulis salatnya pada timbangan kebaikannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ

“Tidaklah seorang muslim mendapati salat wajib, kemudian dia menyempurnakan wudu, khusyuk, dan rukuknya, kecuali (salatnya) akan menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa besar; dan ini (berlaku) untuk sepanjang masa” (HR. Muslim).

Berdoalah untuk mendapatkan anugerah khusyuk

Mampu melaksanakan ibadah khususnya salat dengan khusyuk adalah anugerah yang sangat istimewa dari Allah Ta’ala. Kita beryukur karena kita dijauhkan dari bisikan-bisikan setan khinzib yang menggoda kita saat salat. Bisikan-bisikan tersebut membuat fokus kita saat salat terpecah sehingga hilanglah kekhusyukan dalam salat. Parahnya hal ini sering dialami oleh sebagian besar muslimin yang melaksanakan salat.

Dari Abul ‘Alaa bahwa ‘Utsman bin Abil ‘Ash mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasullullah, sesungguhnya setan mengganggu salat dan bacaanku, ia menggodaku.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda,

ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خِنْزِبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا ». قَالَ فَفَعَلْتُ ذَلِكَ فَأَذْهَبَهُ اللَّهُ عَنِّى

‘Itu adalah setan, ia disebut dengan khinzib. Jika Engkau merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan tersebut. Kemudian meludahlah ke sebelah kirimu sebanyak tiga kali.’ ‘Utsman kemudian melakukan seperti itu, lantas Allah mengusir setan itu darinya” (HR. Muslim no. 2203).

Oleh karena itu, hal pertama dan utama yang perlu kita lakukan untuk mengendalikan kekhusyukan dalam salat adalah berdoa. Memohon kepada Allah Ta’ala agar dianugerahi kekhusyukan dalam setiap melaksanakan ibadah, baik salat ataupun ibadah yang lainnya. Manfaatkan waktu-waktu dan tempat-tempat mustajab yang telah ditetapkan dalam syariat untuk memanjatkan doa-doa mulia. Prioritaskanlah munajat kepada Allah untuk diberikan anugerah kekhusyukan dalam salat.

Wallahua’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/72348-prioritaskan-doa-khusyuk.html

Wajibnya Mewujudkan Shalah (Kebaikan) dan Ishlah (Perbaikan)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada kita di dalam Al-Qur’an untuk mewujudkan kebaikan dalam diri kita sendiri dan perbaikan pada lingkungan dan masyarakat di sekitar kita. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

“Dan Rabb-mu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya adalah orang-orang yang berbuat perbaikan.” (QS. Hud: 117)

Perhatikan bahwa dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berfirman وأهلها صالحون (sedang penduduknya adalah orang-orang yang berbuat kebaikan), akan tetapi Allah berfirman وأهلها مصلحون (sedang penduduknya adalah orang-orang yang berbuat perbaikan). Itulah perbedaan antara shalah (kebaikan) dengan ishlah (perbaikan). Jika seseorang adalah orang yang berbuat kebaikan, maka dia adalah seorang yang shalih. Akan tetapi, jika dia tidak hanya berbuat kebaikan, tetapi juga berbuat perbaikan terhadap orang lain dan lingkungannya, maka dia tidak hanya seorang yang shalih, tetapi juga seorang yang mushlih. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam ayat di atas bahwa suatu negeri tidak akan dibinasakan oleh Allah selama penduduknya berbuat perbaikan, yaitu selama mereka tidak hanya menyimpan amalan kebaikan untuk diri mereka sendiri. (Lihat At-Ta’liq ‘Ala Al-Qawa’id Al-Hisan, karya Syekh Muhammad ibn Shalih Al-’Utsaimin, kaidah ke-45, hlm. 196.)

Bisa jadi seseorang bertanya, “Bagaimana dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهْتَدَيْتُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tidaklah orang yang sesat itu akan memberikan madharat kepadamu jika kamu telah mendapat petunjuk.” (QS. Al-Ma’idah: 105)?”

Secara zahir, ayat ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesesatan orang yang sesat itu tidak akan membahayakan kita, sehingga dapat disimpulkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu bukanlah suatu kewajiban. Akan tetapi, ini adalah pemahaman yang salah, berdasarkan hadis berikut ini.

Dari Qais ibn Abi Hazim rahimahullah, bahwa Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata,

يا أيها الناس إنكم تقرءون هذه الآية وتضعونها على غير مواضعها: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ}، وإني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (إن الناس إذا رأوا الظالم فلم يأخذوا على يديه أوشك أن يعمهم الله بعقاب منه)

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini dan meletakkannya pada tempat yang bukan semestinya, ‘Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tidaklah orang yang sesat itu akan memberikan madharat kepadamu jika kamu telah mendapat petunjuk.’ (QS. Al-Ma’idah: 105) Sesungguhnya aku mendengar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya manusia jika melihat seseorang yang berbuat kezaliman lalu tidak mencegahnya, maka ‘adzab Allah akan menimpa mereka semua.’” [Hadis sahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4338) dan At-Tirmidziy (no. 2168)]

Demikian pula, dalam Surah Al-Ma’idah ayat 105 di atas, perhatikan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman إذا اهتديتم (jika kamu telah mendapat petunjuk). Termasuk dalam hidayah atau petunjuk ini adalah mewujudkan ishlah atau perbaikan, yaitu dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan kata lain, ketika seseorang tidak mendakwahkan kebenaran, memerintahkan kebaikan, dan melarang kemungkaran, padahal dia sebenarnya mampu untuk melakukan hal tersebut, maka itu berarti dia bukanlah orang yang mendapat petunjuk. Adapun jika dia tidak mampu mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, tetapi dia telah berusaha mengubahnya dengan lisannya, yaitu dengan dakwah yang hak dan nasihat yang baik, maka barulah pada saat itu amalan kesesatan dan kemungkaran yang dilakukan oleh orang lain tersebut tidak akan membahayakannya. (Lihat Hasyiyah Musnad Imam Ahmad, karya As-Sindiy, 1: 13)

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita taufik untuk bisa menjadi orang yang tidak hanya shalih, tetapi juga mushlih, tidak hanya mewujudkan shalah, tetapi juga mewujudkan ishlah.

Penulis: Dr. Andy Octavian Latief, M.Sc.

Sumber: https://muslim.or.id/72266-wajibnya-mewujudkan-shalah-kebaikan-dan-ishlah-perbaikan.html

12 Tata Cara Salat Subuh, Ada Perbedaan dengan Salat Lain?

Tata cara salat subuh sejatinya sama dengan pelaksanaan salat fardhu lima waktu lainnya. Hanya saja, menurut Mazhab Syafi’i, ada penambahan bacaan doa Qunut setelah salat subuh.

Salat subuh dimulai sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbitnya matahari sebanyak 2 rakaat. Mengutip Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat tulisan dari Ahmad Sarwat, fajar sendiri merupakan cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk Timur dan muncul beberapa saat sebelum matahari terbit.

Hal ini dilandasi pada sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:

“Siapa yang mendapatkan satu rakaat salat subuh sebelum terbit matahari, maka ia telah mendapati salat subuh,” (HR Bukhari).

Uraian tata cara salat subuh sendiri pun sudah pernah dicontohkan oleh Rasululullah SAW. Berikut ini tata cara lengkapnya yang dirangkum dari penjelasan Ustadz Khalili Amrin Ali al-Sunguti dalam buku Mudah dan Cepat Hafal Semua Bacaan Salat.
12 tata cara salat subuh dan bacaannya


1. Membaca Niat dan Takbiratul Ihram

Bacaan niat dibaca dengan posisi berdiri tegak, menghadap kiblat, dilanjutkan dengan mengucap takbiratul ihram. Berikut bacaan niat salat subuh dan takbiratul ihram:

أُصَلِّى فَرْضَ الصُّبْح رَكَعتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لله تَعَالَى

Bacaan latin: “Ushalli fardlon shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati adaa-an lillahi ta’aala”

Artinya: “Aku niat melakukan sholat fardu Subuh 2 rakaat, sambil menghadap kiblat, saat ini, karena Allah ta’ala”

Kemudian takbiratul ihram yang dapat dilafalkan adalah sebagai berikut:

اللهُ أكْبَرُ

Bacaan latin: “Allahu Akbar.”

Artinya: Allah Maha Besar

2. Berdiri Bersedekap

Setelah takbiratul ihram dilanjutkan dengan bersedekap. Posisi ini, tangan kanan diletakkan pada punggung telapak tangan, pergelangan, atau hasta kiri. Sementara posisi tangan di dada atau di bawah dada.


3. Membaca Iftitah

Ada sejumlah pilihan bacaan doa iftitah yang diriwayatkan Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Berikut bunyi bacaannya,

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Bacaan latin: Allahumma baaid baynii wa bayna khotoyaaya kamaa baa’adta baynal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii min khotoyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas. Allahummagh-silnii min khotoyaaya bil maa-iwats tsalji wal barod.

Artinya: “Ya Allah, jauhkan lah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan embun.”

Atau, umat muslim juga dapat melafalkan doa ini yang diamalkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan hadist yang dinarasikan oleh Abu Daud,

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ

Bacaan latin: Allahu akbar kabiiro, allahu akbar kabiiro, allahu akbar kabiiro, walhamdulillahi katsiiro, walhamdulillahi katsiiro, walhamdulillahi katsiiro, wa subhanallahi bukrotaw washilaa, wa subhanallahi bukrotaw washilaa, wa subhanallahi bukrotaw washilla a’udzu billahi minasy syaithooni min nafkhihi, wa naftshihi, wa hamzih.

Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Aku berlindung kepada Allah dari tiupan, bisikan, dan godaan setan.”


4. Membaca Surat Al Fatihah dan Surat dalam Al Quran

Tata cara salat subuh selanjutnya adalah membaca surat Al Fatihah dan surat-surat Al Quran. Menurut keterangan hadits, ada sejumlah surat yang kerap dibaca Rasulullah SAW saat menunaikan ibadah salat subuh.

Surat-surat yang dimaksud adalah surat Qaaf ayat 1-40, surat As Sajdah ayat 1-30, surat Al Insan ayat 1-31, surat Al Kafirun ayat 1-6, dan surat Al Ikhlas ayat 1-4. Salah satu haditsnya adalah sebagai berikut:

عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ في صَلاَةِ الْفَجْرِ يَوْمَ الجُمُعَةِ: {{الم *}{تَنْزِيلُ}} [السجدة: 1 ـ 2] ، و{{هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ}} [الإنسان: 1] . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Artinya: “Dalam salat subuh pada hari Jumat, Nabi SAW biasa membaca surat ‘alif laam miim, tanziilul’ (surat As Sajdah) dan surat ‘hal ataa ‘alal insaanihiinum minad dahri’ (surat Al Insan), sementara pada salat Jumat beliau biasa membaca surat Al Jumu’ah dan surat Al Munaafiquun,” (HR Muslim).


5. Rukuk

Secara etimologi, rukuk artinya membungkukkan kepala dan punggung bersamaan dengan tangan memegang lutut. Berikut ini bacaan saat rukuk:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ

Bacaan latin: Subhaana robbiyal ‘adziimi wabihamdih (sebanyak 3 kali)

Artinya: “Maha suci Tuhan yang Maha Agung serta memujilah aku kepada-Nya.”

Tata cara salat subuh berikutnya, klik selanjutnya

6. I’tidal

Bangun dari rukuk dan berdiri tegak yang disebut dengan i’tidal. Gerakan i’tidal dilakukan dengan tuma’ninah sambil membaca:

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

Bacaan latin: Sami’allaahu liman hamidah

Artinya: “Allah maha mendengar terhadap orang yang memujinya.”

Setelah berdiri tegak, lalu membaca berikut ini:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

Bacaan latin: Robbanaa lakal hamdu mil us samawaati wamil ul ardhi wamil u maa syi’ta min syain ba’du.

Artinya: “Ya Allah tuhan kami, bagimu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh sesuatu yang engkau kehendaki sesudah itu.”


7. Sujud

Setelah i’tidal, tata cara salat subuh kemudian dilanjutkan dengan sujud. Posisi ini dapat diartikan sebagai meletakkan sebagian dahi yang terbuka ke tanah atau tempat salat.

Kemudian, ketika hendak turun dari posisi i’tidal, diiringi dengan membaca takbir. Pada posisi sujud dilanjutkan dengan membaca:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

Bacaan latin: Subhaana robbiyal a’la wabihamdih (sebanyak 3 kali)

Artinya: “Maha Suci Tuhan yang Maha Tinggi serta memujilah aku kepadanya.”


8. Duduk di Antara Dua Sujud

Posisi duduk di antara dua sujud dilakukan dengan duduk iftirasy. Rincinya, duduk di atas kaki kiri yang terlipat dan menegakkan kaki kanan dengan jari-jari dalamnya menekan tanah agar tetap menghadap kiblat. Berikut bacaan duduk di antara dua sujud:

رَبِّ اغْفِرْ لِى وَارْحَمْنِى وَاجْبُرْنِى وَارْزُقْنِى وَارْفَعْنِى

Bacaan latin: Robbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii wa’aafinii wa’fu ‘annii

Artinya: “Ya Allah ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku, cukupkanlah segala kekurangan dan angkatlah derajatku, berilah rizki kepadaku, berilah aku petunjuk, berilah kesehatan kepadaku dan berilah ampunan kepadaku.”


9. Melakukan Sujud Kedua dan Rakaat Kedua

Pelaksanaan maupun bacaannya sama dengan sujud yang pertama sebelumnya. Namun, setelah sujud, dilanjutkan dengan berdiri lagi untuk melanjutkan rakaat kedua.

Rakaat kedua inilah yang kemudian langsung diwajibkan membaca surat Al Fatihah dan surat dalam Al Quran. Pada rakaat kedua ini, tidak disunnahkan lagi untuk membaca doa iftitah sebagaimana rakaat pertama.

Setelah membaca surat-surat Al Quran, gerakan salat subuh dilanjutkan dengan melakukan rukuk dan i’tidal seperti sebelumnya.
Baca juga:
Tata Cara Salat Dhuha dan Doanya untuk Membuka Rezeki Setiap Hari


10. Doa Qunut

Menurut Mazhab Syafi’i, ada tambahan bacaan dalam rakaat yaitu, doa qunut setelah melafalkan bacaan i’tidal. Berikut bacaan doa qunut salat subuh:

اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّ مَاقَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Bacaan latin: Allahummah dini fi man hadait, wa ‘afini fiman ‘afait, wa tawallani fi man tawallait, wa barik li fi ma a’thait, wa qini syarra ma qadhait, fa innaka taqdhi wa la yuqdha ‘alaik, wa innahu la yazillu man wa lait, wa la ya’izzu man ‘adait, tabarakta rabbana wa ta’alait, fa lakal hamdu a’la ma qadhait, wa astagfiruka wa atubu ilaik, wa shallallahu ‘ala sayyidina muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Artinya: “Ya Allah tunjukanlah aku sebagaimana mereka yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kesehatan kepadaku sebagaimana mereka yang telah Engkau berikan kesehatan. Peliharalah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau lindungi. Berikanlah keberkahan kepadaku pada apa yang telah Engkau berikan. Selamatkanlah aku dari bahaya kejahatan yang telah Engkau tentukan. Engkaulah yang menghukum dan bukan dihukum. Tidak hina orang yang Engkau jadikan pemimpin. Tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi. Bagi-Mu segala pujian di atas apa yang Engkau tentukan. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-MU. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan karunia atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.”


11. Duduk Tasyahud Akhir

Khusus untuk salat subuh, tidak perlu dilakukan duduk tasyahud awal seperti salat fardhu lainnya. Pasalnya, pelaksanaan salat subuh hanya dilakukan 2 rakaat.

Posisi tasyahud akhir dilakukan dengan duduk tawaruk, yakni posisi kaki kanan tegak lurus dan kaki kiri berada di bawah menyilang. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas paha dalam keadaan terbuka.

Di sisi lain, tangan kanan mengenggam, kecuali jari telunjuk diacungkan sebagai isyarat pada bacaan, ‘asyhadu anlaa ilaaha illallaah’. Berikut bacaan lengkapnya:

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ , أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ , اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Bacaan latin: At tahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thoyyibaatulillaah. as salaamu’alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wabarakaatuh, assalaamu’alaina wa’alaa ibaadillaahishaalihiin. asyhaduallaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammad rasuulullaah.

allaahumma shalli’alaa muhammad, wa’alaa aali muhammad. kamaa shallaita alaa ibraahiim wa alaa aali ibraahiim. wabaarik’alaa muhammad wa alaa aali muhammad. kamaa baarakta alaa ibraahiim wa alaa aali ibraahiim, fil’aalamiina innaka hamiidum majiid.

Artinya: “Ya Allah, limpahi lah rahmat atas keluarga Nabi Muhammad, seperti rahmat yang Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahi lah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya, seperti berkah yang Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, Engkau lah Tuhan yang sangat terpuji lagi sangat mulia diseluruh alam.
12. Mengucapkan Salam

Terakhir, tata cara salat subuh adalah mengucapkan salam. Menurut mazhab Malikiyyah dan Syafi’iyyah, hukumnya fardhu untuk mengucap salam sebagai tanda keluar dari salat dengan membaca:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

Bacaan latin: Assalaamu alaikum wa rahmatullah

Artinya: “Semoga keselamatan dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu.” (rah/nwy)

Baca artikel detikedu, “12 Tata Cara Salat Subuh, Ada Perbedaan dengan Salat Lain?” selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5938799/12-tata-cara-salat-subuh-ada-perbedaan-dengan-salat-lain.