Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (4)

Fatwa-fatwa tentang keharaman perilaku seks sesama pria (gay)

1) Fatwa Islamweb.net nomor 22549 tentang definisi liwath dalam syari’at

Definsi liwath (besar) di dalam syari’at adalah memasukkan kepala penis kedalam dubur laki-laki. Definisi ini disebutkan oleh penulis dalam kitab Al-Fawakih Al-Dawani dan selainnya. Kepala penis adalah bagian yang peka pada kemaluan laki-laki, dengannya dapat dicapai kelezatan (dalam berhubungan seks) dan letaknya di bagian depan penis.

Berdasarkan definisi liwath (besar) yang telah disebutkan di atas, maka jelaslah bahwa meraba dubur dari luar, meraba sekitar dubur, memasukkan sedikit dari ujung penis ataupun memasukkannya di antara kedua buah zakar tidaklah termasuk kedalam definsi liwath (besar) didalam syari’at. Namun bukan berarti perilaku-perilaku seks tersebut hukumnya halal, bahkan itu termasuk keharaman yang disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7)[1. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=22549].

2) Fatwa Islamweb.net nomor 166929 tentang tingkatan perilaku hina ‘liwath'[2. Kata liwath yang dimaksud disini adalah liwath dengan definisi umum yang sinonim dengan istilah gay, mencakup perilaku seks sesama pria, baik dengan sodomi dan non sodomi. Karena terdapat kata liwath dengan definisi khusus (liwath besar) yang dikenal dengan sodomi sesama pria, yang telah disebutkan dalam fatwa pertama. Liwath besar inilah yang dikenal dalam Syari’at bahwa ancaman bagi pelakunya adalah hukuman mati] (gay) dan pengharaman terhadap seluruh tingkatannya

Asy-Syarbini menjelaskan bahwa melihat dengan syahwat (nafsu) mutlak diharamkan, (tidak peduli) siapapun orang yang dilihat tersebut, baik orang yang memiliki hubungan mahram dengannya maupun selain mahram, asalkan bukan istrinya dan budak wanitanya.”

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa Imam Ahmad menerangkan

dalam sebuah riwayat Al-Atsram tentang seseorang yang memegang anak kecil perempuan, lalu mendudukkannya di pangkuannya dan menciuminya jika hal itu dilakukan dengan syahwat maka tidak boleh.

Ibnul Haaj dalam Al-Madkhal menjelaskan bahwa pelaku liwath itu ada tiga tingkatan :

Golongan Pertama

(Golongan laki-laki) yang menikmati (bernafsu) saat memandang (lelaki lainnya), maka ini (hukumnya) haram, karena memandang kepada amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot) dengan syahwat itu haram, menurut kesepakatan ulama. Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa hukum memandang tersebut tetap haram, walaupun tanpa syahwat (nafsu).

Golongan Kedua

(Golongan laki-laki) yang menikmati (bernafsu) saat saling bercumbu, bermesraan, memeluk dan lainnya, yang tidak sampai melakukan perbuatan keji (fahisyah/liwath) besar (sodomi).

Golongan Ketiga

Dan tingkatan yang ketiga adalah melakukan sodomi (fahisyah kubro/liwath besar)[3. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=166929].

3) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:

وكذلك مقدمات الفاحشة عند التلذذ بقبلة الأمرد ولمسه، والنظر إليه هو حرام باتفاق المسلمين.

“Demikian pula pendahuluan fahisyah (liwath besar) saat menikmati perbuatan mencium amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot), menyentuhnya dan memandangnya, maka (hukumnya) adalah haram, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.

Fatwa-fatwa Ulama dari berbagai madzhab tentang haramnya perilaku seks sesama wanita (lesbi)

1) Fatwa Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i rahimahullah

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan:

لا خلاف بين الفقهاء في أنّ السّحاق حرام لقول النّبيّ صلى الله عليه وسلم: السّحاق زنى النّساء بينهنّ. وقد عدّه ابن حجر من الكبائر.

Tidak ada perselisihan di antara ulama ahli fikih bahwa lesbi itu hukumnya haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lesbi adalah perzinahan diantara perempuan[4. Terdapat hadits yang semakna dengan hadits di atas, yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Abu Ya’la serta dihasankan oleh As-Suyuthi]. Ibnu Hajar menilai lesbi termasuk salah satu dosa besar[5. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=115052].

2) Fatwa Ibnu Qudamah Al-Hanbali rahimahullah

وَإِنْ تَدَالَكَتْ امْرَأَتَانِ , فَهُمَا زَانِيَتَانِ مَلْعُونَتَانِ ; لِمَا رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إذَا أَتَتْ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ , فَهُمَا زَانِيَتَانِ )

Jika ada dua wanita yang saling meraba (bersentuhan lesbi), maka keduanya berzina dan dilaknat. Hal ini berdasarkan riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda apabila ada wanita yang menyetubuhi wanita lain maka keduanya berzina[6. Hadis lemah (dhaif), disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dhaif al-Jami’, no: 282] (Al-Mugni: 9/59)[7. dinukil dari https://Islamqa.info/ar/21058].

3) Fatwa Ibnul Hammam AL-Hanafi rahimahullah

إذا أتت امرأة امرأة أخرى فإنهما يعزران لذلك

Jika seorang perempuan menyetubuhi perempuan lainnya, maka keduanya dihukum ta’zir[8. Ta’zir adalah sebuah bentuk hukuman dengan tujuan pemberian pelajaran kepada pelaku maksiat dan penetapan bentuk hukumannya dikembalikan kepada seorang imam/ hakim, sesuai dengan bentuk kriminalnya dan keadaan pelakunya], karenanya (Fathul Qadiir: 5/262).

4) Fatwa Al-Khurasy Al-Maliki rahimahullah

شرار النساء إذا فعل بعضهن ببعض ، وإنما في هذا الفعل الأدب باجتهاد الإمام

Perempuan-perempuan buruk adalah yang saling berhubungan seskx sesama jenis. Hukuman dari perbuatan tersebut adalah sesuai dengan keputusan seorang hakim (Diringkas dari Syarh Mukhtashar Khalil : 8/78).

5) Fatwa Al-Allamah Zakariya Al-Anshari Asy-Syafi’i rahimahullah

إن أتت امرأة امرأة عُزِّرتا

Jika seorang wanita menyetubuhi wanita lain, maka dihukum ta’zir (sesuai dengan keputusan hakim) (Asnal Mathalib: 4/126).

6) Fatwa Ibnu Abdil Barr rahimahullah

على المرأتين اذا ثبت عليهما السحاق : الأدب الموجع والتشريد

Dua orang wanita jika telah terbukti melakukan lesbi, maka dihukum dengan hukuman yang menyakitkan dan diusir (Al-Kaafii fi fiqhi Ahlil Madiinah : 2/1073)

7) Fatwa Ibnu Rusyd rahimahullah

هذا الفعل من الفواحش التي دل القرآن على تحريمها بقوله تعالى : {والذين هم لفروجهم حافظون} إلى قوله { العادون} ، وأجمعت الأمة على تحريمه ، فمن تعـدى أمر الله في ذلك وخالف سلف الأمة فيه كان حقيقا بالضرب الوجيع

Perbuatan (lesbi) ini merupakan salah satu perbuatan keji yang ditunjukan oleh Al-Qur`an berdasarkan firman Allah Ta’ala

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka, sampai firman-Nya (7) orang-orang yang melampaui batas.

Para ulama pun berijma’ (sepakat) atas pengharamannya. Maka barang siapa yang melampui batasan apa yang telah Allah perintahkan dan menyelesihi madzhab kaum muslimin dalam hal itu, maka layak untuk mendapatkan pukulan yang menyakitkan (Al-Bayan wat Tahshil: 16/323)[9. Fatwa ke-3 s/d ke-7 https://Islamqa.info/ar/185099].

8) Fatwa Islamweb.net nomor 28379  tentang Dalil-dalil keharaman lesbi”.

Markaz Fatwa Islamweb.net ditanya tentang seorang istri yang melakukan penyimpangan seksual lesbi dengan saudari suaminya.

Si istripun mendebat suaminya dengan beralasan bahwa tidak ada di dalam Al-Qur`an ayat yang menunjukkan keharaman lesbi.

Jawaban dari Markaz Fatwa Islamweb.net adalah sebagai berikut:

Tidak ada perselisihan di antara ulama tentang keharaman lesbi, bahkan banyak ulama menyatakan lesbi merupakan salah satu di antara dosa-dosa besar, maka tidak halal bagi wanita tersebut melakukan perbuatan lesbi itu. Dan kewajiban suami atau wali wanita tersebut untuk melarangnya dari perbuatan lesbi tersebut, tidak tinggal diam dan tanpa keraguan sedikitpun. Dan tidak pantas digubris ucapan wanita tersebut (yang menyatakan) bahwa tidak disebutkan pengharaman lesbi didalam Al-Qur`an, hal itu dikarenakan dua alasan.

Pertama:

Wanita itu bukanlah seorang yang memiliki kemampuan berijtihad (berfatwa) dalam masalah syari’at Islam sehingga (ia tidak pantas) mengucapkan ucapan tersebut ataupun ucapan yang semisalnya.

Maka (semestinya) orang yang berhak berfatwa hanyalah orang yang memilki keahlian khusus (ulama) dan bukan dari kalangan mereka (orang awam).

Kedua:

(Kenyataannya), terdapat dalil di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menyatakan pengharaman lesbi. Para ulama pun bersepakat atas pengharamannya, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Adapun dalil Al-Qur`an adalah firman Allah Ta’ala

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7).

Dengan demikian, wanita tersebut adalah seorang yang melampui batas, berdasarkan dalil Al-Qur`an. Sedangkan dalil As-Sunnah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Abu Ya’la, serta dihasankan oleh As-Suyuthi, dari Watsilah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

السحاق بين النساء زناً بينهن

Lesbi hakekatnya adalah perzinahan diantara perempuan

Oleh karena itulah, kewajiban suami tersebut adalah melarang istrinya dari perbuatan lesbi dan memberikan pelajaran kepadanya dengan sesuatu yang membuatnya jera untuk melakukan perbuatannya yang buruk. Suami tersebut juga wajib melarang saudarinya dari perbuatan yang keji tersebut (lesbi). Wallahu a’lam[10. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=28379].

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27589-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-4.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (3)

3. Kewajiban menundukkan pandangan terhadap hal-hal yang diharamkan

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

(30) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ …

(31) Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka…”(QS. An-Nuur: 30-31).

Berkut ini, penjelasan beberapa para ahli tafsir tentang kedua ayat tersebut.

  • Ulama ahli Tafsir, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa ayat di atas adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menahan pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan bagi mereka, maka tidak boleh mereka memandang kecuali kepada pandangan yang dihalalkan bagi mereka.
  • Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas katakanlah kepada mereka, yaitu orang-orang yang memiliki keimanan yang dapat mencegah mereka dari terjatuh kedalam perkara yang merusak keimanan, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dari memandang aurat (yang terlarang untuk dilihat), wanita asing (selain istri dan mahram) dan pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot yang dikhawatirkan timbul fitnah karena melihat mereka”  (Tafsir As-Sa’di).
    Beliau juga menjelaskan ayat yang artimya dan menjaga kemaluan mereka dari aktifitas bersetubuh (penetrasi) yang diharamkan, baik menyetubuhi kemaluan (wanita yang diharamkan) maupun menyetubuhi dubur atau tidak sampai itu (penetrasi). Dan (menjaga kemaluan dari) dipegang dan dilihat (oleh orang lain)” (Tafsir As-Sa’di).
  • Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan keterangan dari Abu Aliyah setiap ayat dalam Al-Qur`an tentang menjaga kemaluan, maksudnya adalah menjaganya dari zina dan sesuatu yang haram. Akan tetapi, pada konteks ayat ini, Allah memaksudkan menjega kemaluan adalah menutupinya, sehingga pandangan orang lain tidak mengarah kepadanya” (Tafsir Al-Baghawi).
  • Imam Mufassirin, Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah “dan menjaga kemaluan mereka” dari dilihat oleh orang yang tidak halal melihatnya, dengan menutupinya dari pandangan manusia”. (Tafsir Ath-Thobari).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa jika tiba-tiba seseorang melihat sesuatu yang haram tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari hadits Yunus bin Ubaid, dari ‘Amr bin Sa’id, dari Abu Zur’ah bin ‘Amr bin Jarir, dari kakeknya, Jarir bin Abdullah Al-Bajali radliyallaahu ‘anhu berkata,

سَأَلْتُ النبي صلى الله عليه وسلم عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja). Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar aku segera memalingkan pandanganku.

Dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كتب على ابن آدم حظه من الزنى، أدرك ذلك لا محالة. فزنى العينين: النظر. وزنى اللسان : النطق . وزنى الأذنين : الاستماع . وزنى اليدين : البطش . وزنى الرجلين: الخطي . والنفس تمنى وتشتهي ، والفرج يصدق ذلك أو يكذبه

“Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya[1. Sesuai dengan takdirnya, karena kesalahannya sendiri] . Zina kedua mata adalah dengan memandang,  zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan, zina kedua tangan adalah dengan memegang, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah, sedangkan hati berangan-angan dan bernafsu, dan kemaluan melaksanakan nafsu untuk berzina itu atau menolaknya”

Banyak dari kalangan ulama menyatakan, sesungguhnya mereka melarang seorang laki-laki dari menajamkan (mengkosentrasikan) pandangannya kepada pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot” (Tafsir Ibnu Katsir).

Ibnu Baththal menjelaskan hadits yang agung tersebut,

سُمِّيَ النَّظَر وَالنُّطْق زِنًا لأَنَّهُ يَدْعُو إِلَى الزِّنَا الْحَقِيقِيّ , وَلِذَلِكَ قَالَ ( وَالْفَرْج يُصَدِّق ذَلِكَ وَيُكَذِّبهُ

“Melihat dan berbicara (dalam perkara yang diharamkan) disebut ‘zina’ karena itu adalah sebab yang menjerumuskan kepada zina yang hakiki. Oleh karena itu beliau (Nabi Muhammad) bersabda (artinya) “Kemaluan melaksanakan nafsu untuk berzina itu atau menolaknya” (Fathul Bari).

Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan QS. An-Nuur: 30 dengan membawakan sebuah hadits yang menjelaskan salah satu bentuk pandangan yang dilarang dalam ayat tersebut. Dari Abdur Rahman bin Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, dari bapaknya, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي ثَوْبِ وَاحِدِ

Janganlah seorang pria melihat aurat pria lain, tidak pula seorang wanita melihat aurat wanita yang lain. Dan janganlah seorang pria berada dalam satu kain (selimut) dengan pria lain, dan tidak pula wanita berada satu kain (selimut) dengan wanita lain”[2. HR. Muslim].

Kesimpulan

Itulah beberapa penafsiran para ahli tafsir yang menunjukkan haramnya perbuatan yang banyak dilakukan oleh LGBT, yaitu berupa kemaksiatan (zina) mata!

Bukankah mayoritas perilaku seks LGBT menggunakan pandangan mata yang diharamkan? Bukankah perilaku seks gay dan lesbi banyak dilakukan dengan membuka aurat mereka dan merekapun saling melihatnya? Bukankah perilaku seks gay dan lesbi, kalaupun mereka saling memandang bagian tubuh pasangannya yang bukan aurat, sulit terhindar dari bernafsu dan bersyahwat?

Wahai LGBT, artikel selanjutnya adalah fatwa-fatwa ulama yang membantu anda  memahami dengan benar beberapa ayat yang sudah penyusun sampaikan.

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27567-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-3.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (2)

Ayat Al-Qur`an yang kurang dipahami kaum LGBT

1. Batasan penyaluran hasrat seksual yang halal

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7).

Di dalam ayat ini, Allah Ta’ala menjelaskan tentang batasan penyaluran hasrat seksual yang halal dan kapan dinyatakan hal itu melampui batasan syari’at sehingga menjadi haram.

Penyaluran hasrat seksual yang halal

Hal ini dapat diketahui dari QS. Al-Mu’minuun: 5 & 6, yaitu penyaluran hasrat seksual dalam bentuk seorang laki-laki menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri atau budak wanitanya. Lalu apakah yang dimaksud menjaga kemaluan? Ulama ahli Tafsir yang masyhur, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat tersebut. Maknanya adalah orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari yang haram, maka mereka tidak terjatuh kedalam perkara yang dilarang oleh Allah, berupa zina atau liwath serta tidak mendekati selain istri mereka yang Allah halalkan untuk mereka atau budak (wanita) mereka (Tafsir Ibnu Katsir: 4/6).

Dalam tafsir ayat yang lainnya, QS. An-Nuur: 30, beliau rahimahullah juga menjelaskan bahwa menjaga kemaluan bisa dalam bentuk mencegahnya dari zina, sebagaimana Allah berfirman (artinya) dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela (Al-Ma’aarij: 29-30), dan bisa pula dalam bentuk menjaga kemaluan dari pandangan (orang lain) (Tafsir Ibnu Katsir: 4/44).

Ahli Tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan QS. Al-Mu’minuun: 5 di atas. Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari zina. Termasuk bentuk kesempurnaan menjaga kemaluan adalah menjauhi apa yang mendorong kepadanya (zina) seperti memandang, memegang dan yang semisalnya (Tafsir As-Sa’di: 637).

Penyaluran hasrat seksual yang haram

Imam Mufassirin,  Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah menjelaskan QS. Al-Mu’minuun ayat tujuh di atas, bahwa barangsiapa yang mencari penyaluran hasrat seksual untuk kemaluannya pada selain istri dan budak (wanita)nya maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Beliau juga menjelaskan bahwa mereka melampaui batasan-batasan Allah, (yaitu) melebihi apa yang Allah halalkan untuk mereka (dengan beralih) kepada perkara yang Allah haramkan atas mereka” (Tafsir Ath-Thabari).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menerangkan ayat di atas, bahwa tidak halal menyalurkan hasrat seksual kemaluan kecuali kepada istri atau budak (wanita)nya dan tidak halal pula onani/masturbasi” (Ahkamul Quran: 1/195).

Abu Hayan Al-Andalusi rahimahullah menerangkan bahwa firman Allah yang artinya di balik itu mengacu pada zina, liwath, mensetubuhi binatang, dan onani/masturbasi. Makna di balik itu adalah di luar batas yang Allah tetapkan berupa (penyaluran hasrat seksual halal) terhadap istri dan budak wanitanya.” (Tafsir Al-Bahr Al-Muhith: 6/391).

Kesimpulan

Dari penjelasan para pakar Tafsir kaum muslimin tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa QS. Al-Mu’minuun: 5-7 itu menunjukkan bahwa:

  1. Menjaga kemaluan itu bukan hanya menjaganya dari penetrasi yang haram (sodomi dan zina) saja, namun juga mencakup menjaga dari seluruh penyaluran hasrat seksual yang haram. Contohnya: memandang, memegang atau yang semisalnya kepada selain istri dan budak wanitanya (Lihat: Tafsir As-Sa’di di atas).
  2. Penyaluran hasrat seksual yang halal adalah jika hasrat seksual pria disalurkan kepada istri dan budak wanitanya, dengan cara sesuai dengan batasan yang Allah tetapkan (Lihat: Tafsir Al-Bahr Al-Muhith di atas).  Dengan demikian, penyaluran hasrat seksual yang halal bagi seorang wanita hanyalah kepada suami yang sah, dengan cara sesuai dengan batasan yang Allah tetapkan.
  3. Penyaluran hasrat seksual yang haram adalah
  • Bagi laki-laki, jika disalurkan kepada selain  istri dan budak wanitanya, dengan cara apapun juga.
  • Bagi wanita, jika disalurkan kepada selain suami yang sah, dengan cara apapun juga.

Catatan:

Jika anda masih ragu terhadap kesimpulan ini, wahai LGBT. Silahkan simak fatwa-fatwa ulama yang selaras dengan kandungan QS. Al-Mu’minuun: 5-7, yang akan dikelaskan pada penjelasan-penjelasan kami selanjutnya, insyaallah.

2. Mendekati fawahisy itu haram

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

(151) Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian yaitu: janganlah kalian mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka, dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (untuk dibunuh) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepada kalian supaya kalian memahami(nya)” (QS. Al-An’aam:151).

Seorang ulama ahli Tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya) katakanlah kepada mereka yang mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian dengan pengharaman yang umum, mencakup setiap orang dan mengandung berbagai macam keharaman.

Dengan demikian, keharaman yang akan disebutkan pada kelanjutan ayat ini adalah berlaku untuk semua orang, termasuk bagi LGBT.

Lebih lanjut, syaikh Abdur Rahman As-Sa`di menjelaskan ayat yang artinya dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, yaitu dosa-dosa besar yang sangat menjijikkan (hina)[1. Dalam KBBI: keji/ke·ji/ a sangat rendah (kotor, tidak sopan, dan sebagainya); hina]. Larangan mendekati perbuatan-perbuatan keji (fawahisy) itu lebih mengena dari sebatas larangan melakukannya, karena sesungguhnya itu mengandung larangan melakukan pendahuluannya dan sarana-sarananya yang dapat menjerumuskan kedalam perbuatan-perbuatan keji (fawahisy) tersebut (disamping mengandung larangan terhadap fawahisy itu sendiri, pent.) (Tafsir As-Sa’di, hal. 302)

Seorang ulama senior, anggota komite fatwa dan ulama besar KSA, DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan ayat di atas, perhatikanlah firman Allah (artinya), dan janganlah kalian mendekati maka Allah tidak berfirman,  dan janganlah kalian melakukan perbuatan-perbuatan yang keji tetapi Allah berfirman, dan janganlah kalian mendekati karena hal itu mengandung larangan melakukan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kedalam maksiat. Jadi, Allah mengharamkan maksiat dan mengharamkan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kedalam kemaksiatan tersebut (I’anatul Mustafid : 1/45)

Beliau rahimahullah juga menjelaskan jika sebab-sebab (yang dapat menjerumuskan kedalam kemaksiatan) saja diharamkan, bagaimana lagi dengan kemaksiatan-kemaksiatan (fawahisy)nya? Tentu lebih diharamkan lagi (I’anatul Mustafid: 1/46)

Sebagaimana diketahui, sodomi yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ‘alaihis salam disebut dalam Al-Qur`an sebagai fahisyah (perbuatan keji). Allah Ta’ala berfirman,

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

“Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang keji itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” (Al-A’raaf: 80).

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh seorang gay, meski tanpa sodomi dan hanya “sekedar” bernafsu ketika memandang sesama jenis, berciuman, saling oral seks, saling meraba atau semisal itu, maka hukumnya haram, karena perilaku seks sesama jenis tersebut kebanyakannya dapat menjerumuskan pelakunya kedalam fahisyah sodomi.

Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan, demikian pula pendahuluan fahisyah (liwath besar) saat menikmati perbuatan mencium amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot), menyentuhnya dan memandangnya, maka (hukumnya) adalah haram, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin[2. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=29622].

Adapun perilaku seks sesama perempuan (lesbi), maka termasuk kedalam fawahisy di dalam ayat di atas, karena tafsir fawahisy pada ayat di atas -sebagaimana telah disebutkan- adalah dosa-dosa besar yang keji.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan QS.  Al-A’raaf: 33. Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi”, yaitu dosa-dosa besar yang menjijikkan dan buruk, karena (memang sangat) hina dan buruknya dosa-dosa tersebut, seperti zina, liwath dan sebagainya”.

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan bahwa  tidak ada perselisihan di antara ulama Ahli Fikih bahwa lesbi itu (hukumnya) haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa lesbi adalah perzinaan di antara perempuan[3. Terdapat hadits yang semakna dengan hadits di atas, yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Abu Ya’la serta dihasankan oleh As-Suyuthi]. Ibnu Hajar menilai lesbi itu termasuk salah satu dari dosa-dosa besar[4. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=115052].

Kesimpulan

Ayat yang disebutkan dalam QS. Al-An’aam: 151 ini, cukup menjadi dalil diharamkannya perilaku seks sesama jenis, baik gay maupun lesbi, walaupun bukan sodomi, jika ditafsirkan dan dipahami secara benar[5. Sudah dikenal dalam ilmu Ushul Tafsir, bahwa menafsirkan suatu ayat Al Qur’an, bisa dengan ayat yang lainnya, Al-Hadits maupun selain keduanya dari rujukan-rujukan dalam menafsirkan Al Qur’anul Karim]. Bagaimana lagi jika terdapat ayat yang lainnya yang menjadi dalil? Camkanlah!

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27554-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-2.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (1)

Setan dari kalangan jin dan manusia

Sobat! Meniti As-Shiraath Al-Mustaqiim memang tidak kosong dari ujian dan cobaan, halangan dan rintangan. Ketahuilah, setan -baik dari kalangan jin dan manusia-  tidaklah tinggal diam. Mereka terus berusaha memalingkan hamba-hamba Allah yang beriman dari jalan-Nya yang lurus. Berbagai jurus penyesatan mereka gunakan, mereka menampakan kebenaran sebagai kebatilan dan sebaliknya, pun mereka menghiasi kekufuran dan kemaksiatan agar nampak indah di pandangan kaum muslimin.

Para Nabi ‘alaihimush shalatu was salamu pun memiliki musuh, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Dan demikianlah, Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)” (QS. Al-An’aam: 112).

Iblis, pentolan para setan itu, sesungguhnya telah bertekad untuk menyesatkan manusia, Allah Ta’ala berfirman mengisahkan hal tersebut,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ

(16) Iblis menjawab “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,

ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

(17) kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat) (QS. Al-A’raaf: 16-17).

Ketahulah, bahwa musuh-musuh dakwah yang haq dan penebar syubhat batil itu merasa bangga dengan ilmu yang mereka miliki. Allah Ta’ala berfirman:

فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ

(83) Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan yang jelas, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu (QS. Ghaafir: 83)

Mereka sangka bahwa diri mereka memiliki ilmu yang patut dibanggakan dan mereka anggap alasan mereka itu ilmiah. Namun, sesungguhnya Allah telah menjelaskan bahwa setiap syubhat (kebatilan yang samar) dan alasan yang mereka gunakan untuk membantah kebenaran, semua itu tertolak dan sia-sia. Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا اسْتُجِيبَ لَهُ حُجَّتُهُمْ دَاحِضَةٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌµ

“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka alasan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras” (QS. Asy-Syuuraa: 16).

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa setiap orang yang membantah agama Allah dengan batil, dengan menebarkan syubhat kepada kaum muslimin, memang ia dikatakan memiliki hujah (alasan) bagi syubhat yang ditebarkan tersebut, namun hujahnya itu batil dan tertolak.

Kendatipun, alasan mereka itu jelas-jelas batil, tertolak dan sia-sia, namun kenyataannya, banyak orang yang masih tertipu dengan syubhat mereka. Tidak setiap orang memilih petunjuk Allah dan surga-Nya, bahkan banyak orang yang memilih kesesatan dan neraka-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَµ

(8) Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (QS. Faathir: 8).

Namun jangan bersedih hati, wahai sobat. Ketahuilah, bahwa tidak ada satupun syubhat dan alasan batil yang mereka sebarkan, melainkan di dalam Al-Qur`an Al-Karim pastilah ada jawabannya. Hal ini sebagaimana firman Allah berikut ini:

وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Tidaklah orang-orang musyrik itu datang kepadamu (membawa) hujjah (alasan), melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (QS. Al-Furqaan: 33).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat tersebut,

{ ولا يأتونك بمثل } أي : بحجة وشبهة { إلا جئناك بالحق وأحسن تفسيرا } أي : ولا يقولون قولا يعارضون به الحق ، إلا أجبناهم بما هو الحق في نفس الأمر ، وأبين وأوضح وأفصح من مقالتهم .

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) hujjah (alasan)” , maksudnya adalah hujjah dan syubhat “melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya”, maksudnya adalah tidaklah mereka mengatakan suatu ucapan yang dengan ucapan itu mereka menentang kebenaran, melainkan Kami membantah mereka dengan kebenaran dalam masalah itu dan dengan sesuatu yang lebih jelas, lebih terang serta lebih fasih dari ucapan mereka tersebut! (Tafsir Ibnu Katsir).

Syubhat kaum pendukung LGBT

Akhir-akhir ini, tersebar keyakinan batil dan pikiran sesat yang dibungkus retorika ilmiyah sehingga dikhawatirkan membingungkan kebanyakan kaum muslimin yang awam, karena samarnya hal itu bagi mereka. Inilah yang dikenal dengan istilah syubhat.

Isi syubhat yang dilancarkan pendukung LGBT tersebut adalah pernyataan bahwa tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengharamkan LGBT. Alasannya, karena ayat-ayat yang selama ini digunakan sebagai rujukan pengharaman LGBT adalah ayat-ayat Al-Qur`an yang bercerita tentang azab Allah terhadap umat Nabi Luth ‘alaihis salam yang melakukan sodomi.

Jadi, pendukung LGBT tersebut menyangka bahwa bukan perilaku seks sesama jenis (selain sodomi) yang dilarang, namun yang dilarang adalah praktek sodominya saja. Ringkas kata, konsekuensi pemahaman mereka adalah jika hanya sekedar praktek seks sesama jenis (gay maupun lesbi[1. Gay adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki. Sedangkan lesbi adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara perempuan dengan perempuan. (Fatwa MUI no. 57 thn. 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan)]) dalam bentuk -maaf- misalnya : sekedar bernafsu seks terhadap sesama jenis, berciuman, saling oral seks, saling meraba atau semisal itu, asalkan tanpa sodomi, maka itu boleh dan sah-sah saja, karena tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengharamkannya. Itulah syubhat mereka yang batil.

“Pertanyaan” yang layak dipertanyakan!

Jika di antara mereka melontarkan pertanyaan, mana ayat Al-Qur`an yang mengharamkan perilaku seks sesama jenis non sodomi (LGBT)[2. Istilah LGBT didefinisikan sebatas perilaku seks sesama jenis non sodomi, hal ini sesungguhnya hanya menurut sangkaan sebagian mereka saja! Mereka hendak mengeluarkan sodomi dari istilah LGBT! Padahal, bukankah kenyataannya sodomi itu sendiri sulit dipisahkan dari dunia hitam LGBT?!]”, maka, jika maksud pertanyaan tersebut adalah

sangkaan apabila tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengharamkan LGBT, maka menurut sangkaan mereka LGBT itu halal. Pertanyaan tersebut tidak benar. Mengapa? Karena, sumber hukum Fikih dalam Islam untuk menyatakan sesuatu itu halal atau haram, bukan hanya Al-Qur`an. Bukankah Wahyu Allah itu Al-Qur`anul Karim dan As-Sunnah (Hadits)?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَ لاَ إِ نٌي أٌوتيتُ الْكِتَا بَ وَ مِثْلَهُ مَعَهُ

Ingatlah, sesungguhnya aku diberi Al-kitab (Al-Qur`an) dan (diberi) yang semisal (yaitu As-Sunnah) bersamanya” (H.R. Abu Daud dan selainnya. Dishahihkan oleh Syekh Al-Albani).

Hal ini pun sesungguhnya telah dikenal di kalangan para ulama dalam pembahasan ilmu Ushul Fikih, bahwa sumber hukum Syari’at Islam ada empat, Al-Qur`an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas.

Jadi, jika terdapat satu hadits shahih saja yang menunjukkan haramnya LGBT, sebenarnya itu sudah cukup menjadi dasar penetapan hukum dalam Islam, seandainya pun tidak terdapat dalil yang langsung menunjukkan keharamannya di dalam Al-Qur`an -dalil tersebut sebenarnya ada.

Adapun tentang haramnnya perilaku seks sesama pria dengan sodomi (liwath besar), maka dalam artikel ini tidak diulas, karena sudah penyusun tulis di : https://muslim.or.id/27432-kaum-gay-inilah-wahyu-Allah-Taala-tentang-anda.html, dan pendukung penebar syubhat tersebutpun -alhamdulillah- telah mengakui haramnya perbuatan sodomi tersebut!

Perlu bukti ilmiah bahwa kaum Nabi Luth ‘alaihis salam tidak pernah melakukan pemanasan dalam berhubungan sesama jenis[3. Yaitu: perilaku seks sesama pria (gay) yang non sodomi, yang biasanya dilakukan sebagai pendahuluan untuk melakukan sodomi]

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa mereka menyatakan tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengharamkan LGBT, karena ayat-ayat yang selama ini digunakan sebagai rujukan pengharaman LGBT adalah ayat-ayat Al-Qur`an yang bercerita tentang azab Allah terhadap umat Nabi Luth ‘alaihis salam  yang melakukan sodomi (langsung masuk tanpa pemanasan).

Tanggapan:

Memang benar kaum Nabi Luth ‘alaihis salam yang dikisahkan itu melakukan praktek sodomi. Namun, untuk bisa memastikan bahwa mereka tidak pernah melakukan perilaku seks sesama jenis selain sodomi, walau hanya satu kalipun, maka klaim seperti ini perlu bukti ilmiah.

Karena memang suatu hal yang sulit ditemui di dunia nyata, bahwa sebuah kaum yang sedemikian maniaknya melakukan sodomi, tidak pernah mendahului, mengiringi ataupun menyudahi perilaku seks antar mereka dengan selain sodomi.

Sekali lagi, perlu bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa semua kaum Nabi Luth ‘alaihis salam hanya melakukan sodomi saja, sehingga mereka dimurkai oleh Allah hanya karena sodomi semata, tanpa diiringi melakukan perilaku seks selain sodomi (berciuman, meraba, bernafsu dengan sesama jenis, dan lain sebagainya) sama sekali. Seandainya terbukti secara ilmiah bahwa mereka hanya melakukan sodomi saja, masih tersisa pertanyaan bukankah anda mengakui keharaman sodomi, wahai kaum pendukung LGBT?

Lalu bukankah jika Allah mengharamkan suatu kemaksiatan, Allah juga mengharamkan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kepadanya? Ingatlah, bahwa Allah Ta’ala mengharamkan sodomi, dengan demikian Allah pun mengharamkan seluruh sebab yang dapat menjerumuskan seseorang kedalam sodomi tersebut.

Dan masalah keharaman suatu sarana yang menjerumuskan kepada perkara yang haram ini, telah ma’ruf di kalangan para ulama, ketika mereka rahimahumullah membahas suatu kaedah Fiqhiyyah yang mulia,

الوسائل لها أحكام المقاصد

“Sarana itu memiliki hukum sebagaimana hukum tujuan”.

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27545-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-1.html

Solusi Bagi Yang Tertimpa Penyakit LGBT

Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid

Soal:

Saya seorang Muslim yang multazim (berusaha istiqomah menjalankan agama). Dan saya masuk Islam sudah lama. Namun waktu kecil saya pernah mendapatkan pelecehan seksual, dan ini memberikan pengaruh pada diri saya dalam bergaul dengan wanita dan laki-laki. Ini adalah sesuatu yang ada dalam jiwa saya dan saya tidak tahu bagaimana melepaskannya. Saya tidak pernah melakukan maksiat ini (sodomi) secara terus-menerus, namun saya melakukannya kadang-kadang saja. Dan saya menyesal ketika melakukannya, karena saya tahu Allah tidak menyukai penyimpangan seksual ini. Yang jadi masalah adalah saya tidak dapat menolong diri saya sendiri. Saya sudah sering mencoba untuk mengubahnya namun tidak ada gunanya. Saya sudah meminta pertolongan kepada Allah, dan saya juga sudah mengakui hal ini kepada sebagian orang agar mereka bisa membantu saya, dan saya juga sudah pergi ke psikiater.

Saya mencintai Allah dan saya mencintai Islam, namun kelakukan saya bertentangan dengan kecintaan ini. Saya senantiasa mencoba untuk terus ber-taqarrub kepada Allah. Dan dengan tertimpanya saya dengan penyakit ini, saya jadi paham mengapa syariat memerintahkan pelaku homo untuk dibunuh. Semua teman saya adalah Muslim dan mereka multazim. Namun setan terus berusaha untuk menghancurkan iman saya dan juga iman teman-teman saya. Saya mohon bantuan dari anda dan memberitahu saya bagaimana solusinya walaupun saya memang diharuskan untuk pergi ke tempat tertentu karena saya tidak ingin terjerumus dalam dosa ini lagi. Dan saya juga tidak ingin membahayakan orang lain.

Jawab:

Alhamdulillah,

Saya akan memberitahukan anda 4 poin dan tidak akan menambahnya. Maka saya minta anda memperhatikannya dengan perlahan dan teliti. Empat poin ini adalah: mengenai hina dan kejinya perbuatan liwath (sodomi), akibat dan pengaruhnya terhadap kesehatan, penjelasan tentang kasih sayang Allah kepada orang yang bertaubat dan metode pengobatan bagi orang yang terkena penyakit tersebut.

1. Mengenai hina dan kejinya perbuatan liwath (sodomi)

Ibnul Qayyim menjelaskan tentang liwath:

“Ulama yang mendukung pendapat pertama (dan ini pendapat jumhur ulama dan lebih dari seorang ulama mengklaim bahwa ini ijma sahabat) mengatakan: tidak ada maksiat yang paling besar kerusakannya selain liwath. Tingkat kerusakannya di bawah kerusakan dari kekufuran (dan terkadang ia lebih besar kerusakannya dari pembunuhan) sebagaimana akan kami jelaskan insya Allah.

Para ulama tersebut mengatakan: Allah Ta’ala tidak pernah menguji suatu kaum di alam ini dengan perbuatan dosa besar sebelum kaum Nabi Luth. Dan Allah pun memberikan mereka hukuman dengan hukuman yang belum pernah ditimpakan kepada umat selain mereka. Dan Allah menggabungkan beberapa jenis hukuman kepada mereka: pembinasaan, bumi dibalik untuk menimpa mereka, ditenggelamkan ke bumi, dilemparkan dengan batu-batu dari langit, dihilangkan penglihatan mereka, mereka diadzab dengan adzab yang berlangsung terus menerus. Mereka pun mendapat siksaan yang tidak pernah ditimpakan kepada umat selain mereka. Itu dikarenakan fatalnya perbuatan kriminal ini (liwath). Sehingga hampir-hampir bumi pun bergoncang dari segala sisinya jika mengetahui hal ini, dan Malaikut pun lari ke ujung-ujung langit dan bumi jika melihatnya karena takut akan turunnya adzab kepada pelakunya sehingga mereka pun terkena adzab tersebut. Bumi pun menangis berteriak kepada Rabb-nya tabaaraka wa ta’ala. Gunung pun berhamburan dari tempat-tempatnya.

Seseorang dibunuh secara zalim itu lebih baik daripada ia melakukan liwath. Karena jika ia melakukan liwath, ia akan mati dalam keadaan jiwanya tidak akan ingin hidup lagi dengan keadaan tersebut. Adapun jika ia dibunuh secara zalim (tanpa pernah melakukan liwath) maka ia terbunuh dalam keadaan terzalimi dan syahid, yang terkadang ini bermanfaat baginya di akhirat”.

Ibnul Qayyim juga mengatakan:

“Para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga menerapkan hukuman bunuh tersebut (terhadap pelaku liwath). Tanpa ada perselisihan di antara mereka. Walaupun mereka berbeda pendapat mengenai cara menerapkan hukuman bunuhnya. Sebagian orang menyangka para sahabat berbeda pendapat mengenai apakah mereka dibunuh atau tidak, lalu mereka menyatakan bahwa masalah hukuman bunuh bagi pelaku liwath ini adalah masalah khilafiyah di antara para sahabat. Padahal ini adalah masalah yang ijma’ (konsensus) di antara para sahabat.

Baransiapa yang merenungkan firman Allah Ta’ala:

“ولا تقربوا الزنا إنه كان فاحشةً وساء سبيلاً

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra: 32).

Dan firman-Nya mengenai liwath:

أتأتون الفاحشة ما سبقكم بها من أحد من العالمين

Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” (QS. Al A’raf: 80).

Akan jelas baginya perbedaan di antara keduanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan isim nakirah ketika menyebut zina, padahal zina adalah perbuatan fahisyah yang paling buruk. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan isim ma’rifah ketika menyebut liwath. Ini artinya Allah menggabungkan semua makna dari fahisyah pada liwath.

Kemudian Allah mempertegas kefatalan perbuatan ini dengan mengabarkan bahwa belum ada kaum yang melakukannya sebelum mereka. Allah Ta’ala berfirman:

ما سبقكم بها من أحد من العالمين

yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu“.

Kemudian tambah dipertegas lagi dengan mengabarkan bahwa perbuatan tersebut dibenci oleh hati, memekakkan telinga, membuat orang sangat jijik, yaitu perbuatan bersenggamanya lelaki dengan lelaki, lalu menikahinya seperti menikahi wanita. Allah berfirman:

أئنكم لتأتون الرجال

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki“.

Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan lagi keburukan perbuatan ini bahwa perbuatan ini bertentangan dengan fitrah yang Allah berikan kepada lelaki. Perbuatan ini juga memutar-balikkan tabiat asal yang Allah tetapkan kepada lelaki, yaitu berupa syahwat kepada wanita. Mereka telah memutar-balikkan keadaan dan melawan fitrah serta tabiat asal mereka dengan berhubungan seksual dengan sesama lelaki, bukan dengan wanita. Oleh karena itu lah Allah memutar-balikkan bumi atas mereka dan Allah jadikan mereka tertelungkup oleh tanah. Demikianlah Allah membalikkan mereka. Dan mereka merasakan adzab tersebut secara berangsur di atas kepala mereka.

Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan lagi keburukan perbuatan ini dengan menyandangkan predikat israf kepada mereka, yaitu perbuatan melebihi batas. Allah Ta’ala berfirman:

بل أنتم قوم مسرفون

bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas“.

Maka renungkanlah apakah ada celaan yang demikian kerasnya atau mendekati hal itu pada perbuatan zina? Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan lagi keburukan perbuatan ini dengan firmannya:

ونجيناه من القرية التي كانت تعمل الخبائث

Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji” (QS. Al Anbiya: 74).

Lalu ditegaskan lagi dengan disifatinya perbuatan ini dengan 2 sifat yang merupakan puncak keburukan:

{ إنهم كانوا قوم سوء فاسقين } الأنبياء / 74

Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik” (QS. Al Anbiya: 74).

dan Allah menamai mereka dengan “mufsidin” (orang-orang yang berbuat kerusakan), melalui lisan Nabi mereka:

رب انصرني على القوم المفسدين

Luth berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu”” (QS. Al Ankabut: 30).

Dan menamai mereka dengan “zhalimin” (orang-orang zalim) melalui perkataan Malaikat kepada Ibrahim ‘alaihissalam:

{ إنا مهلكو أهل هذه القرية إن أهلها كانوا ظالمين } العنكبوت / 31

Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk negeri (Sodom) ini; sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al Ankabut: 31).

Maka renungkanlah adakah hukuman yang semisal dengan hukuman bagi perbuatan ini dan celaan yang semisal dengan celaan terhadap perbuatan ini?”

Ibnul Qayyim juga mengatakan:

“Hilanglah kelezatan, berakhir kerugian, terputuslah syahwat, mewariskan kepedihan. Bernikmat-nikmat hanya sejenak, namun diazab untuk waktu yang lama. Mereka menikmati kenikmatan yang berbahaya, akibatnya mendapatkan adzab yang pedih. Kharm syahwat telah memabukkannya. Tidaklah mereka terbangun kecuali di negeri kaum yang teradzab. Mereka tidaklah terbangun dan tergugah kecuali dalam keadaan berada di tempat yang binasa. Mereka pun menyesalinya dengan sangat menyesal di waktu yang sudah tidak bermanfaat lagi penyesalan. Mereka pun menangisi apa yang mereka lakukan dengan tangisan darah. Andai engkau melihat dari bawah hingga ke atasnya kaum ini, dari celah-celah wajah mereka keluar api ketika mereka berada dalam dekapan neraka Jahim. Dan yang mereka minum bukanlah air lezat melainkan gelas-gelas berisi air mendidih. Dan ketika mereka diseret di atas wajah-wajah mereka, dikatakan kepada mereka “rasakanlah akibat apa yang telah engkau perbuat!”

{ اصلوها فاصبروا أو لا تصبروا سواء عليكم إنما تجزون ما كنتم تعملون } الطور / 16 .

Masukklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan” (QS. At Thur: 16).

(dari Al Jawabul Kafi, hal 240 – 245, secara ringkas).

2. Akibat dan pengaruh liwath terhadap kesehatan

Dr. Mahmud Hijazi dalam kitabnya, Al Amradh Al Jinsiyyah wat Tanasiliyyah, ketika beliau menjelaskan sebagian bahaya kesehatan yang disebabkan oleh perbuatan liwath, beliau menyebutkan beberaa penyakit yang ditularkan melalui kelainan seksual liwath diantaranya:

  1. AIDS, yaitu hilangnya imunitas tubuh yang biasanya menyebabkan kematian
  2. Hepatitis
  3. Sipilis
  4. Kencing nanah
  5. Herpes
  6. Infeksi bakteri dibagian anal
  7. Tifoid
  8. Amebiasis
  9. Parasit intestinal
  10. Kutil dubur
  11. Scabies
  12. Kutu kemaluan
  13. Virus cytomegalic yang menyebabkan kanker bagian anal
  14. Granulomatosa pada limfatik reproduksi

3. Kasih sayang Allah kepada orang yang bertaubat 

Dari penjelasan di atas telah jelas buruk dan rusaknya perbuatan yang termasuk fahisyah ini, serta akibat berupa bahaya yang ditimbulkan bagi pelakunya. Walaupun demikian, pintu taubat terbuka lebar bagi mereka yang mau bertaubat. Dan Allah Ta’ala gembira dengan taubat mereka.

Renungkanlah firman Allah Ta’ala:

{ والذين لا يدعون مع الله إلهاً آخر ولا يقتلون النفس التي حرَّم الله إلا بالحق ولا يزنون . ومن يفعل ذلك يلق أثاماً . يضاعف له العذاب يوم القيامة ويخلد فيه مهاناً . إلا من تاب وآمن وعمل عملاً صالحاً فأولئك يبدل الله سيئاتهم حسنات وكان الله غفوراً رحيماً } الفرقان / 68 – 70 .

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Furqan: 68-70).

Ketika merenungkan firman Allah Ta’ala “maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan” pada ayat di atas, akan jelas bagimu betapa besar karunia Allah. Para ulama ahli tafsir menjelaskan dua makna dari tabdil (penggantian) dalam ayat ini:

  1. Digantinya sifat buruk dengan sifat baik, seperti digantinya kesyirikan dengan keimanan, digantinya zina dengan iffah dan ihshan, digantinya dusta dengan kejujuran, digantinya khianat dengan amanah, dst.
  2. Digantinya keburukan yang dilakukan dengan kebaikan di hari kiamat kelak.

Maka yang wajib bagi anda adalah bertaubat kepada Allah dengan taubat yang besar. Dan ketahuilah, dengan taubatnya anda kepada Allah, itu lebih baik bagi anda, bagi keluarga anda, bagi saudara anda dan bagi masyarakat secara keseluruhan.

Ketahuilah, hidup itu pendek, sedangkan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Jangan lupa bahwa Allah Ta’ala telah membinasakan kaum Luth dengan adzab yang belum pernah ditimpakan kepada umat selainnya.

4. Metode pengobatan bagi orang yang terkena penyakit tersebut

Adapun pengobatan untuk orang yang diberi cobaan dengan penyakit ini adalah:

1. Menjauhkan diri dari sebab-sebab yang memudahkan anda jatuh kepada maksiat tersebut atau mengingatkannya

Misalnya dengan menjauhkan diri dari:

  • Memandang wanita atau dari website-website
  • Berduaan dengan wanita atau dengan laki-laki
2. Selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat dalam perkara agama atau perkara duniawi

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

فإذا فرغت فانصب

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (QS. Al Insyirah: 7).

Jika anda telah selesai mengerjakan suatu hal dari perkara dunia, maka bersemangatlah untuk mengerjakan amalan akhirat seperti dzikir, tilawah Al Qur’an, menuntut ilmu agama, mendengar rekaman kajian yang bermanfaat.

Jika anda telah selesai mengerjakan suatu ketaatan, maka mulailah ketaatan yang lainnya. Jika anda telah selesai mengerjakan suatu amalan duniawi, maka mulailah amalan yang lainnya, begitu seterusnya. Karena jiwa itu jika tidak disibukkan dengan kebaikan, pasti akan disibukkan dengan kebatilan. Maka jangan biarkan jiwa anda memiliki celah atau waktu kosong yang membuat anda memikirkan perbuatan fahisyah tersebut.

3. Ketika anda merasakan kelezatan dari perbuatan ini ingat-ingatlah akibat yang akan ditimbulkan berupa penyesalan, rasa gelisah, bingung yang akan bercokol lama di hati anda.

Kemudian ingat-ingat juga adzab yang menunggu untuk menimpa pelaku perbuatan ini di akhirat. Lalu apakah logika anda memandang bahwa kelezatan yang akan hilang dalam beberapa waktu saja ini lebih didahulukan dari pada akibat yang ditimbulkannya berupa penyesalan dan adzab?

Dan bisa juga untuk menguatkan qanaah anda dari perbuatan ini dan menghilangkan keridhaan anda terhadapnya hendaknya anda baca kitab Ibnul Qayyim yang berjudul Al Jawabul Kafi liman Sa’ala ‘anid Dawa’ Asy Syafi. Beliau menulis kitab ini untuk orang yang keadaannya semisal dengan anda. Semoga Allah memberikan jalan keluar yang terbaik.

4. Orang yang berakal tidak akan meninggalkan sesuatu yang ia cintai kecuali demi sesuatu yang lebih ia cintai lagi atau karena takut terhadap suatu hal yang tidak disukai.

Dengan perbuatan fahisyah ini anda akan kehilangan banyak nikmat dunia dan akhirat, yaitu berupa kecintaan Allah kepada anda. Dan dengannya pula anda berhak mendapatkan kemurkaan Allah serta adzab dan hukuman dari-Nya. Maka gandengkanlah perasaan sesal atas kehilangan kebaikan yang hilang dari anda dengan perasaan takut mendapatkan keburukan dari perbuatan ini. Maka orang yang berakal pasti akan bisa memilah mana yang mesti didahulukan.

5. Dan yang paling dari semuanya, adalah doa dan meminta pertolongan dari Allah ‘Azza Wa Jalla agar Ia menghilangkan keburukan ini dari anda.

Dan bersemangatlah untuk berdoa di waktu-waktu dan keadaan-keadaan yang mustajab doa ketika itu, seperti ketika sujud, sebelum salam dalam shalat, sepertiga malam akhir, ketika turun hujan, ketika safar, ketika sedang puasa, ketika berbuka puasa.

Semoga Allah mengilhamkan petunjuk-Nya kepada anda, dan menerima taubat anda, dan menghilangkan keburukan dan akhlak yang buruk dari anda.

Wallahu ta’ala a’lam.

***

Sumber: https://islamqa.info/ar/27176

Penerjemah: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/27737-solusi-bagi-yang-tertimpa-penyakit-lgbt.html

Metode Terapi Penyakit Suka Sesama Jenis

Pendahuluan

Maha Suci Allah Yang telah setiap makhluk-Nya dengan berpasang-pasangan. Ketentuan ini berlaku pada seluruh makhluq-Nya, tidak terkecuali berbagai penyakit yang menimpa manusia. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan pula obatnya.

Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

(لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. )

“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)

Dalam setiap proses pengobatan, langkah pertama yang akan ditempuh oleh dokter atau tenaga medis adalah mengadakan diagnotis. Diagnotis bertujuan mengetahui penyebab penyakit yang sedang diderita. Dalam dunia medis moderen, diagnotis dapat ditempuh dengan berbagai cara, dimulai dari wawancara dengan pasient, hingga dengan test laboratoris dengan menggunakan tekhnologi canggih.

Dan dalam ilmu pengobatan yang diajarkan dalam syari’at, Islam telah memudahkan proses pengobatan dengan cara mengajarkan kepada umatnya hasil diagnotis yang benar-benar aktual. Allah Ta’ala yang menurunkan penyakit, telah mengabarkan kepada kita bahwa di antara penyebab datangnya penyakit adalah perbuatan dosa kita sendiri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri.” (QS. As Syura 30).

Abu Bilaad yang terlahir dalam keadaan buta bertanya kepada Al ‘Alaa’ bin Bader, bagaimana penerapan ayat ini pada dirinya, padahal ia menderita buta mata sejak dalam kandungan ibunya?

Jawaban Al ‘Ala’ bin bader sangat mengejutkan, ia berkata: “Itu adalah akibat dari dosa kedua orang tuamu.”([1])

Singkat kata, penyakit yang menimpa kita, tidak terkecuali penyakit suka sesama jenis sangat dimungkinkan adalah akibat dari perbuatan dosa, baik dosa yang kita lakukan atau yang dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitar kita.

Diagnosa:

Berikut beberapa perbuatan dosa atau kesalahan yang mungkin pernah dialami oleh orang yang dihinggapi penyakit suka sesama jenis atau juga LGBT :

1. Nama yang tidak menunjukkan akan identitas.

Di antara kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh kedua orang tua ialah memilihkan nama yang bagus untuk anaknya. Bukan sekedar bagus ketika didengar atau diucapkan. Akan tetapi bagus dari segala pertimbangan, dari makna, nilai sejarahnya. Di antara pertimbangan nama yang baik adalah dapat menunjukkan akan identitas, baik identitas agama ataupun jenis kelamin. Oleh karena itu banyak ulama’ yang mencela penggunaan nama-nama yang terkesan lembut bagi anak lelaki.

Ibnu Qayyim berkata, “Ada hubungan keserasian antara nama dan pemiliknya. Sangat jarang terjadi ketidak serasian antara nama dan pemiliknya. Yang demikian itu karena setiap kata adalah pertanda akan makna yang terkandung di dalamnya, dan nama adalah petunjuk akan kepribadian pemiliknya. Bila engkau merenungkan julukan seseorang, niscaya makna dari julukan tersebut ada padanya. Sehingga nama yang buruk adalah pertanda bahwa jiwa pemiliknya adalah buruk. Sebagaimana wajah yang buruk, pertanda bagi buruknya jiwa seseorang.”([2])

Oleh karena itu, bila orang yang ditimpa penyakit suka sesama jenis memiliki nama yang kurang menunjukkan akan jati dirinya, hendaknya segera merubah namanya, sehingga lebih menunjukkan akan jati dirinya sebagai seorang lelaki atau wanita.

2. Peranan pakaian dan perhiasan.

Islam melarang kaum lelaki untuk menyerupai kaum wanita, baik dalam pakaian, perhiasan, perilaku atau lainnya, dan demikian juga sebaliknya.

لَعَنَ النبي e الْمُخَنَّثِينَ من الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ من النِّسَاءِ وقال: (أَخْرِجُوهُمْ من بُيُوتِكُمْ). متفق عليه

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknati lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki, dan beliau bersabda: Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian.” (Muttafaqun’alaih)

Berdasarkanhadits ini, kaum lelaki dilarang untuk mengenakan pakaian dan perhiasan yang merupakan ciri khas kaum wanita, dan demikian juga sebaliknya. Sebagaimana kaum lelaki juga dilarang untuk menyerupai suara, cara berjalan, dan seluruh gerak-gerik kaum wanita, demikian juga sebaliknya.([3])

Oleh karena itu diharamkan atas kaum lelaki untuk mengenakan perhiasan emas dan pakaian yang terbuat dari sutra. Ini semua karena kedua hal itu merupakan perhiasan yang dikhususkan untuk kaum wanita.

(حرم لباس الحرير والذهب على ذكور أمتي وأحل لأناثهم) رواه الترمذي والنسائي وصححه الألباني

“Diharamkan pakaian sutra dan perhiasan emas atas kaum lelaki dari umatku dan dihalalkan atas kaum wanita mereka” (HR. At Tirmizy, An Nasa’i dan dishohihkan oleh Al Albani)

Para ulama’ menjelaskan hikmah dari larangan ini, bahwa perhiasan emas dan pakaian sutra dapat mempengarui kepribadian lelaki yang mengenakannya. Bahkan Ibnul Qayyim menyatakan bahwa biasanya orang yang mengenakan perhiasan emas atau pakaian sutra memiliki perilaku yang menyerupai perilaku kaum wanita. Kedua hal ini akan terus menerus melunturkan kejantanan lelaki yang mengenakannya, hingga pada akhirnya akan menjadi sirna, dan berubah menjadi kebancian. Oleh karena itu, pendapat yang lebih benar adalah: diharamkan atas orang tua untuk mengenakan kepada anak lelakinya perhiasan emas atau pakaian sutra, agar kejantanan anak tersebut tidak terkikis.([4])

Bukan hanya sebatas dalam penampilan belaka, bahkan ketika sedang sholat pun kaum lelaki dilarang untuk menyerupai wanita.

(يا أَيُّهَا الناس ما لَكُمْ حين نَابَكُمْ شَيْءٌ في الصَّلَاةِ أَخَذْتُمْ في التَّصْفِيقِ إنما التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ من نَابَهُ شَيْءٌ في صَلاتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ) متفق عليه

“Wahai sahabatku, mengapa ketika mendapatkan sesuatu ketika sedang sholat kalian bertepuk tangan. Sesungguhnya tepuk tangan hanya dibolehkan bagi kaum wanita. Barang siapa (dari kaum lelaki) mendapatkan sesuatu ketika sedang sholat, hendaknya ia mengucapkan : “Subhanallah”.” (Muttafaqun ‘alaih)

Syari’at untuk membedakan diri dari lawan jenis ini juga ditekankan kepada kaum wanita, sehingga mereka dilarang melakukan hal-hal yang menyerupai kaum lelaki dan dianjurkan untuk melakukan hal-hal yang selaras dengan kewanitaannya. Di antara hal yang dapat menunjukkan identitas kewanitaan seseorang ialah dengan cara merubah warna kuku jari jemarinya dengan hinna’.

عن عَائِشَةَ رضي الله عنها قالت: مَدَّتِ امْرَأَةٌ من وَرَاءِ السِّتْرِ بِيَدِهَا كِتَاباً إلى رسول اللَّهِ e، فَقَبَضَ النبي e يَدَهُ، وقال: (ما أَدْرِى أَيَدُ رَجُلٍ أو أيد امْرَأَةٍ) فقالت: بَلِ امْرَأَةٌ . فقال: (لو كُنْتِ امْرَأَةً، غَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ بِالْحِنَّاءِ).

Sahabat ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengisahkan: ada seorang wanita yang dari balik tabir menyodorkan secarik surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi pun memegang tangannya, dan beliau bersabda: “Aku tidak tahu, apakah ini tangan seorang lelaki atau wanita?” Wanita itu pun berkata: Ini adalah tangan wanita. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai engkau adalah benar-benar wanita, niscaya engkau telah mewarnai kukumu dengan hinna’.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i dan dihasankan oleh Al Albani)

3. Peranan Makanan Haram.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perangai dan kepribadian setiap manusia terpengaruh dengan jenis makanan yang ia konsumsi. Oleh karena itu, tidak heran bila orang yang memakan daging onta disyari’atkan untuk berwudlu, guna menghilangkan pengaruh buruk daging yang ia makan.

عن جَابِرِ بن سَمُرَةَ t أَنَّ رَجُلا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ e، أَأَتَوَضَّأُ من لُحُومِ الْغَنَمِ؟ قال: (إن شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فلا تَوَضَّأْ) قال: أَتَوَضَّأُ من لُحُومِ الإِبِلِ؟ قال: (نعم، فَتَوَضَّأْ من لُحُومِ الإِبِلِ). رواه مسلم

“Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Apakah kita diwajibkan berwudlu karena memakan daging kambing? Beliau menjawab: Engkau boleh berwudlu, dan juga boleh untuk tidak berwudlu”. Lelaki itu kembali bertanya: Apakah kita wajib berwudlu karena memakan daging onta? Beliau menjawab: “Ya, berwudlulah engkau karena memakan daging onta.” Riwayat Muslim.

Ibnu Taimiyyah berkata: “Orang yang berwudlu seusai memakan daging onta akan terhindar dari pengaruh sifat hasad dan berjiwa kaku yang biasa menimpa orang yang hobi memakannya, sebagaimana yang dialami oleh orang-orang pedalaman. Ia akan terhindar dari perangai hasad dan berjiwa kaku yang disebutkan oleh Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Imam Bukhary dan Muslim:

(إن الغلظة وقسوة القلوب فى الفدادين أصحاب الإبل وإن السكينة فى أهل الغنم)

“Sesungguhnya perangai kasar dan berjiwa kaku biasanya ada pada orang-orang pedalaman , para pemelihara onta, dan lemah-lembut biasanya ada pada para pemelihara kambing.”([5])

Bila demikian adanya, maka tidak diragukan lagi bahwa makanan yang nyata-nyata haram memiliki pengaruh buruk pada diri dan kepribadian pemakannya.

Dan di antara makanan haram yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, sehingga dijangkiti penyakit suka sesama jenis ialah daging babi dan keledai.

Ibnu Sirin berkata, “Tidaklah ada binatang yang melakukan perilaku kaum Nabi Luth selain babi dan keledai.”  ([6])

Bila seseorang membiasakan dirinya dan juga keluarganya memakan daging babi atau keledai, lambat laun, berbagai perangai buruk kedua binatang ini dapat menular kepadanya.

4. Peranan pergaulan & pendidikan.

Setiap kita pasti memiliki pengalaman tersendiri tentang peranan pergaulan dalam pembentukan jati diri dan perangainya. Sedikit banyak, cara pikir dan kesukaan kita terpengaruh oleh keluarga, teman bergaul atau masyarakat sekitar. Oleh karena itu, jauh-jauh hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar memilihkan kawan yang baik untuk anak-anak kita, sehingga terpengaruh oleh kebaikan mereka dan terhindar dari pengaruh buruknya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أنه كان يقول: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (ما من مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه، كما تنتج البهيمة بهيمة جمعاء، هل تحسون فيها من جدعاء) متفق عليه

“Dari sahabat Abu Hurairah rodiallahu’anhu, ia menuturkan: Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda: Tidaklah ada seorang yang dilahirkan melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah (muslim) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, atau nasrani, atau majusi. Perumpamaannya bagaikan seekor binatang yang dilahirkan dalam keadaan utuh anggota badannya, nah apakah kalian mendapatkan padanya hidung yang dipotong?” (Muttafaqun ‘alaih)

Sebagaimana Islam juga mengajarkan kita agar mulai memisahkan tempat tidur anak laki-laki dari tempat tidur anak wanita.

(مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عليها وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في الْمَضَاجِعِ)

“Perintahlah anak-anakmu untuk mendirikan sholat ketika mereka telah berumur tujuk tahun, dan pukullan bila enggan mendirikan sholat ketika telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Al Albany)

Pemisahan tempat tidur anak laki-laki dari tempat tidur anak wanita dapat menumbuhkan kesadaran pada masing-masing mereka tentang jati dirinya. Sehingga anak laki-laki mulai menyadari bahwa dirinya berlawanan jenis dengan saudarinya, demikian juga halnya dengan anak wanita. Dan sejalan dengan perjalanan waktu yang  disertai pendidikan yang baik, masing-masing dari mereka akan menjadi manusia yang berkepribadian lurus lagi luhur.

Di antara hal yang dapat memupuk subur jati diri anak-anak kita adalah dengan membedakan jenis permainan mereka. Melalui sarana permainan yang terarah dan mendidik, kita dapat menumbuhkan kesadaran pada masing-masing anak tentang jati dirinya. Di antara permainan yang dapat memupuk subur kepribadian anak wanita adalah boneka.

(كنت أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ في بَيْتِهِ وَهُنَّ اللُّعَبُ) متفق عليه

“Dahulu aku bermain boneka anak-anak di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Muttafaqun ‘alaih)

Para ulama’ menyatakan bahwa izin membuatkan boneka untuk anak-anak wanita yang masih kecil ini merupakan keringanan atau pengecualian dari dalil-dalil umum yang melarang kita dari membuat patung. Melalui sarana permainan ini, diharapkan anak-anak wanita kita mulai memahami jati dirinya dan juga peranan yang harus mereka lakukan, kelak ketika telah dewasa dan berkeluarga([7]) .

Dengan demikian, pergaulan, dan pendidikan memiliki peranan besar dalam pembentukan karakter dan cara pandang anak-anak kita. Sehingga kesalahan dalam pendidikan dan pergaulan dapat mengakibatkan hal-hal yang kurang terpuji di kemudian hari.

Pengobatan:

Bila melalui diagnosa di atas, kita dapat menemukan penyebab datangnya penyakit yang kita derita, maka pengobatan pertama yang harus dilakukan ialah dengan membenahi kesalahan dan bertobat dari kekhilafan.

Langkah kedua: Berdoa kepada Allah.

Saudaraku, ketahuilah bahwa perbuatan dosa dan khilaf dapat terjadi karena kita menuruti bisikan kotor, baik bisikan yang datang dari iblis atau dari jiwa yang tidak suci. Oleh karena itu, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memohon agar dikaruniai hati yang suci dan dijauhkan dari perilaku yang buruk :

(اللهم آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أنت خَيْرُ من زَكَّاهَا) رواه مسلم

“Ya Allah, limpahkanlah ketaqwaan kepada jiwaku dan sucikanlah. Engkau adalah sebaik-baik Dzat Yang Mensucikan jiwaku.” (HR. Muslim). Dan pada kesempatan lain, beliau berdoa:

(اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ). رواه الترمذي والحاكم والطبراني

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari akhlaq, amalan, dan hawa nafsu yang buruk.” (HR. At Tirmizy, Al Hakim, dan At Thabrani)

Mungkin ini salah satu hikmah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan kesucian batin (hati) untuk seorang pemuda yang datang kepada beliau  guna memohon izin untuk berzina:

“Sahabat Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan: “Ada seorang pemuda yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata: Ya Rasulullah! “Izinkanlah aku berzina.” Spontan seluruh sahabat yang hadir, menoleh dan menghardiknya, sambil berkata kepadanya: Apa-apaan ini! Mendengar ucapan sahabatnya itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mendekatlah”. Pemuda itu pun mendekat kepada beliau, lalu ia duduk. Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda kepadanya: “Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa ibumu? Pemuda itu menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa ibu-ibu mereka…… Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut, lalu berdoa: “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan lindungilah kemaluannya.” Sejak hari itu, pemuda tersebut tidak pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan untuk berbuat serong). ” (HR. Ahmad, At Thabrani, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albany)

Saudaraku, mohonlah kepada Allah agar jiwa anda disucikan, dan perangai anda diluruskan. Yakinlah bahwa bila anda bersungguh-sungguh dalam berdoa, terlebih-lebih ketika sedang sujud dan pada sepertiga akhir malam, pasti Allah akan mengabulkan.

(يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ ما لم يَعْجَل، يقول: دَعَوْتُ فلم يُسْتَجَبْ لي). متفق عليه

“Doa kalian pasti akan dikabulkan, selama ia tidak terburu-buru, yaitu dengan berkata: aku telah berdoa, akan tetapi tidak kunjung dikabulkan.” Muttafaqun ‘alaih

Langkah ketiga: Melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan jenis kelamin kita.

Di antara cara yang dapat kita tempuh untuk memupuk subur jati diri kita ialah dengan melakukan kegiatan yang selaras dengan diri kita. Misalnya dengan mengasuh anak kecil (keponakan, adik, atau lainnya), memasak, berdandan, menjahit, membuat karangan bunga, bagi kaum wanita. Atau mencangkul, olah raga angkat besi, bela diri, bertukang kayu, berenang, bagi kaum lelaki.

Dan hendaknya kita menjauhi segala perbuatan dan perilaku yang biasa dilakukan oleh lawan jenis.

Langkah keempat: Terapi hormon.

Salah satu metode pengobatan yang sekarang dikenal masyarakat  adalah dengan terapi hormon. Oleh karena itu, tidak ada salahnya bila orang yang menderita penyakit suka sesama jenis mencoba pengobatan dengan cara ini.

Akan tetapi sebelum ia mencoba terapi ini, seyogyanya ia terlebih dahulu berkonsultasi kepada tenaga medis yang berkompeten dalam hal ini, guna mengetahui sejauh mana kegunaannya dan juga meyakinkan bahwa pada seluruh prosesnya  tidak terdapat hal-hal yang diharamkan atau melanggar syari’at.

Langkah Kelima:  Besarkan Harapan dan kobarkan semangat.

Sebagaimana telah diisyaratkan di atas, bahwa masing-masing kita terlahir ke dunia dalam keadaan normal dan berjiwa suci, hanya karena pengaruh dunia luarlah kita mengalami perubahan.

(وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عن دِينِهِمْ) رواه مسلم

“Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi: Sesungguhnya Aku telah menciptakan seluruh hamba-Ku dalam keadaan lurus lagi suci, kemudian mereka didatangi oleh syetan dan kemudian syetanlah yang menyesatkan mereka dari agamanya.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa membesarkan harapan dan optimis bahwa segala penyakit yang kita derita dapat disembuhkan. Yakinlah bahwa penyakit yang kita derita adalah salah satu akibat dari ulah dan godaan syetan. Syetanlah yang telah menodai kesucian jiwa kita. Oleh karena itu, besarkan harapan, bulatkanlah tekad dan kobarkanlah semangat untuk merebut kembali kesucian jiwa kita dari belenggu syetan.

Saudaraku, ketahuilah, bahwa membaca Al Qur’an dengan khusyu’ dan penuh penghayatan adalah senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan perangkap syetan.

Dan di antara metode untuk menghindari perangkap syetan ialah dengan senantiasa menghadiri majlis-majlis ilmu, dan berusaha untuk senantiasa berada bersama-sama dengan sahabat yang baik.

(إن الشيطان مع الواحد ، و هو من الاثنين أبعد) رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني

“Sesungguhnya syetan itu bersama orang yang menyendiri, sedangkan ia akan menjauh dari dua orang.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani)

Semoga pemaparan singkat ini, dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti kepada kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Wallahu a’alam bisshowab.

Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi, MA

Sumber: https://muslim.or.id/3076-metode-terapi-penyakit-suka-sesama-jenis.html

Membenarkan LGBT Karena Alasan Takdir?

Fatwa Islamweb.net nomor 252112

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah pada Rasulullah, keluarga dan para sahabat beliau. Amma ba’du

Allah memiliki hikmah yang sangat agung dalam tiap syariat Islam dan dalam setiap takdirNya karena itu semua berasal dari ilmu dan hikmah yang kadang kita ketahui dan kadang tidak kita ketauhi. Dan seorang muslim tidak memiliki kewajiban apa-apa selain ridha dan pasrah. Allah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.

Jika seorang muslim telah ridha dan pasrah (pada ketetapan Allah) maka tidak masalah jika dia mencari hikmah (di balik takdir dan syariat Allah) supaya iman dan keyakinannya bertambah sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata, ‘Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.’ Allah berfirman, ‘Belum percayakah engkau?’ Ibrahim berkata, ‘Aku percaya, tetapi agar hatiku mantap.’” (QS. Al-Baqarah: 260)

Kehidupan ini adalah negeri ujian, di sinilah Allah menguji para hambaNya dengan kebaikan dan keburukan. Allah berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan”(QS. Al-Anbiya’: 35)

Sebagaimana Dia menciptakan kebaikan, Dia pulalah yang menciptakan keburukan. Segala sesuatu yang berada di dalam kerajaanNya tidak akan terjadi kecuali dengan izinNya. Sebagaimana difirmankan oleh Allah tabaraka wa ta’ala:

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan sesuai takdirnya.” (QS. Al-Qamar: 49)

Imam Muslim meriwayatkan di dalam kitab Shahih beliau sebuah riwayat dari Thawus bahwasanya beliau mengatakan:

Aku menjumpai sekelompok sahabat Rasulullah dan mereka mengatakan bahwa segala sesuatu itu terjadi berdasarkan takdir. Aku pula mendengar Abdullah bin Amr mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Segala sesuatu itu terjadi berdasarkan takdir hingga orang yang lemah dan orang yang cerdas’.”

Hal ini tidak serta merta bermakna bahwa Allah mencintai keburukan-keburukan yang diciptakanNya, bahkan Allah benci pada keburukan. Oleh karena itu Allah melarang dan mengharamkan melakukan perbuatan keji baik lahir maupun batin. Allah berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’.” (QS. Al A’raf: 33).

Allah juga berfirman:

وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya’. Katakanlah: ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji’. Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS. Al A’raf: 28).

Allah ta’ala telah menciptakan manusia dan melengkapkannya dengan berbagai perangkat kepahaman seperti pendengaran, penglihatan, dan hati. Allah berfirman:

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl: 78).

Berdasarkan hal ini, manusia memiliki pilihan antara mengerjakan kebaikan atau kejahatan. Allah berfirman:

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al Insan: 3)

FirmanNya yang lain:

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ

(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.” (QS. At Takwir: 28)

Umumnya, musibah-musibah ini dengan mudah menimpa seseorang manakala dia banyak berbuat keji dan mencondongkan hatinya kepada hal-hal tersebut sehingga hatinya menjadi rusak, fitrahnya menjadi merosot, dan selalu menginginkan perbuatan keji. Dengan begitu, dia telah membuka pintu kejahatan bagi dirinya sendiri. Allah berfirman:

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. Ash Shaff: 5)

Allah juga berfirman:

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

Di dalam hati mereka ada penyakit lalu Allah tambah penyakit mereka.” (QS. Al Baqarah: 10)

Jadi, orang-orang yang terjerumus dalam perilaku homoseks atau pun dalam maksiat apa saja sebenarnya sedang berada dalam musibah. Maka daripada menjadikan dirinya tawanan masa lalu dan berlarut-larut memikirkan takdir (padahal dia tidak berhak beralasan dengan takdir), lebih baik dia menatap masa depannya, melakukan berbagai upaya memperbaiki diri, memperbanyak merendahkan diri dan merasa hina di hadapan Allah agar Dia membantunya lepas dari maksiat ini. Dan Allah adalah Dzat yang Maha Mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan dan Maha Mengangkat bala. Sebagaimana Allah firmankan:

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62)

Tidak layak bagi dirinya untuk berputus asa atau bahkan sekedar mendengarkan omongan para penggembos semangat. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan semuanya mudah bagi Allah. Allah berfirman:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail: 5-7)

Dia juga berfirman:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut: 69)

Jika pada diri orang tersebut semata terdapat niat kecenderungan penyimpangan seksual (LGBT) maka tidak ragu lagi bahwa dia tidak sama dengan pelaku hubungan seks yang menyimpang atau korbannya. Kami tidak yakin ada seorang ulama pun yang menyamakan antara dua hal ini (orang yang semata berniat dengan yang benar-benar melakukan –pent.). Hadits-hadits mengenai hukuman sangat jelas dalam hal ini. Selain itu, amalan hati tidak diberi hukuman pidana. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam al Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

إن الله تجاوز لأمتي ما حدثت به أنفسها ما لم يتكلموا أو يعملوا به

Sesungguhnya Allah memaafkan umatku atas apa yang diniatkan oleh diri mereka selama mereka tidak mengucapkan atau melakukan apa yang mereka niatkan itu”

Akan tetapi, wajib untuk menghadang datangnya pikiran-pikiran yang kotor serta meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk karena terkadang setan itulah yang mendatangkan pikiran-pikiran kotor itu melalui bisikan-bisikannya. Akibat bisikan-bisikan setan, hati menjadi terbiasa akan pikiran-pikiran kotor sehingga orang tadi akhirnya melakukan perbuatan keji ini. Terjadilah hal yang menimbulkan penyesalan, padahal tidak ada waktu untuk menyesal.

Para ulama telah menjelaskan bahwa pidana untuk perbuatan zina dan sodomi tidak teranggap sampai adanya empat orang saksi.

Semisal syarat-syarat ini tidak harus disebutkan dalam setiap fatwa karena sudah merupakan hal yang dimaklumi bersama. Pun, hukuman pidana hanya berhak ditegakkan oleh penguasa dan tidak boleh ditegakkan atas seseorang kecuali jika telah pasti dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dia telah melakukan zina. Juga tidak wajib bagi siapa saja yang telah melakukan zina untuk mengangkat perkaranya kepada hakim agar dia diberi pidana. Namun, yang lebih utama baginya adalah bertobat dan tidak membuka aibnya.

Kita meminta kepada Allah agar memberikan keselamatan kepada seluruh kaum muslimin dari segala bala. Betapa bagusnya apa yang diajarkan Rasulullah kepada kita dalam zikir pagi dan sore. Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullah tidak pernah meninggalkan doa berikut ketika sore dan ketika pagi:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَ وْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ

Allahumma innii as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fid dunyaa wal aakhiroh. Allahumma innii as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fii diinii wa dun-yaya wa ahlii wa maalii. Allahumas-tur ‘awrootii wa aamin row’aatii. Allahummahfazh-nii mim bayni yadayya wa min kholfii wa ‘an yamiinii wa ‘an syimaalii wa min fawqii wa a’udzu bi ‘azhomatik an ughtala min tahtii.

Ya Allah, aku memohon kepadaMu ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon kepadaMu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan amankanlah aku rasa takut, jagalah aku dari arah depan arah belakangku, dari arah kanan dan kiriku, dan dari atasku. Aku berlindung dengan kebesaranMu agar aku tidak dibinasakan dari arah bawahku.’”

Waki’ mengatakan, “Maksudnya (dibinasakan dari arah bawah) adalah ditenggelamkan ke bumi”.

Perlu diperhatikan bahwa dengan tidak membuka diri sebagai orang yang memiliki kecenderungan homoseks, ini akan menjaga pelakunya dari banyak kejelekan dan menghilangkan dosa yang besar dari dirinya. Sehingga terdapat kebaikan dunia dan akhirat dengan tidak mengumbar aib homoseks. Dan barangsiapa yang mengumbar aibnya sendiri, maka jangan salahkan siapa-siapa selain dirinya sendiri. Imam al Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkah sebuah hadits dari Salim bin Abdullah bahwa beliau mengatakan telah mendengar Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang mengumbar aib dosanya. Sungguh termasuk sikap mengumbar aib semisal seseorang mengerjakan suatu perbuatan jelek di malam hari lalu di pagi harinya, dalam keadaan Allah telah menutupi perbuatan jeleknya itu, dia berkata pada temannya, ‘Wahai fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu’ Padahal Allah telah menutupi perbuatannya, akan tetapi dia singkap tutup yang Allah telah berikan itu di pagi hari.”

Demikian karena sikap mengumbar aib sendiri merupakan tanda tidak peduli dan sikap acuh tak acuh terhadap dosa baik dengan ucapan atau perbuatan. Oleh karena itu, dosanya pun menjadi bertambah besar.

Wallahu a’lam

***

Penerjemah: Miftah Hadi Al Maidani

Sumber: https://muslim.or.id/27509-membenarkan-lgbt-karena-alasan-takdir.html

Kaum Gay, Inilah Wahyu Allah Ta’ala Tentang Anda

Bismillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Gay adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki [1. Fatwa MUI no. 57 thn. 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan].

Salah satu aktifitas utama kaum gay dalam menyalurkan hasrat seksual mereka adalah sodomi (liwath), yang secara istilah Syar’i definisinya adalah memasukkan kepala dzakar /penis kedalam dubur pria lainnya [2. fatwa.islamweb.net]. Nah, perbuatan kaum gay jenis inilah yang menjadi pembahasan utama artikel kali ini.

Perbuatan sodomi (liwath) tersebut adalah perbuatan yang diharamkan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan Al-Ijma’.

Allah Ta’ala telah mengharamkan perbuatan sodomi ini di dalam Al Qur’an dan As-Sunnah, oleh karena itulah, para ulama bersepakat (Al-Ijma’) atas keharaman sodomi ini, sebagaimana hal ini disebutkan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah :

أجمع أهل العلم على تحريم اللواط ، وقد ذمه الله تعالى في كتابه ، وعاب من فعله ، وذمه رسول الله صلى الله عليه وسلم

Ulama bersepakat atas keharaman sodomi (liwath). Allah Ta’ala telah mencelanya dalam Kitab-Nya dan mencela pelakunya, demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mencelanya”[3. Al-Mughni 9/59].

Adapun dalil dari wahyu Allah, baik dalam Al Qur’an maupun As-Sunnah tentang perbuatan sodomi yang dilakukan oleh kaum gay tersebut, maka penyusun sebutkan di tengah-tengah penjelasan di bawah ini.

Inilah dalil dari Wahyu Allah tentang status pelaku sodomi yang dilakukan oleh kaum gay!

1. Perbuatan yang sangat hina dan menjijikkan!

Dalil tentang gay yang pertama adalah Firman Allah dibawah ini.

Allah Ta’alaberfirman :

{وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ}

Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” [Al-A’raaf: 80].

Dalam ayat yang agung ini, Allah Ta’ala menyebutkan bahwa perbuatan sodomi antar sesama pria, yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ‘alaihis salam, merupakan perbuatan fahisyah.

Sedangkan fahisyah adalah suatu perbuatan yang sangat hina dan mencakup berbagai macam kehinaan serta kerendahan.

Hal ini sebagaimana penafsiran ahli tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah, ketika beliau menjelaskan fahisyah dalam ayat ini,

الخصلة التي بلغت – في العظم والشناعة – إلى أن استغرقت أنواع الفحش

Perbuatan yang sampai pada tingkatanmencakup berbagai macam kehinaan, jika ditinjau dari sisi besarnya dosa dan kehinaannya!”. [Tafsir As-Sa’di]

Dan firman Allah Ta’ala :

{مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ}

…yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” [Al-A’raaf: 80].

Maksudnya : bahwa perbuatan sodomi yang telah dilakukan kaum Nabi Luth ‘alaihis salam tersebut, belumlah pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum mereka.

Hal ini disebabkan sodomi itu adalah perbuatan menyelisihi fitroh yang sangat menjijikkan, karena seorang laki-laki mensetubuhi dubur laki-laki lain, sedangkan di dalam dubur itu adalah tempat kotoran besar yang bau, kotor, jorok lagi menjijikkan! Sehingga pantaslah fitrah yang lurus pastilah menolaknya!

2. Perbuatan yang melampui batas!

Dalil tentang gay yang kedua adalah sebagai berikut.

Allah Ta’ala berfirman :

{إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ}

Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas. [Al-A’raaf: 81].

Pakar ilmu tafsir, Al-Baghawi rahimahullah, menjelaskan makna “musyrifiin (melampui batas) dalam ayat ini,

مجاوزون الحلال إلى الحرام

Melampui batasan yang halal (beralih) kepada perkara yang haram[Tafsir Al-Baghawi].

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata :

متجاوزون لما حده اللّه متجرئون على محارمه

Melampui batasan yang telah Allah tetapkan lagi berani melanggar larangan-Nya yang haram dikerjakan”. [Tafsir As-Sa’di].

3. Pelaku kriminal!

Allah Ta’ala berfirman :

{وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا ۖ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ}

Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kriminal itu. [Al-A’raaf: 80].

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala sebut kaum Nabi Luth ‘alaihis salam yang melakukan perbuatan sodomi tersebut dengan sebutan “para pelaku kriminal”!

Dengan demikian, mereka ini sesungguhnya layak untuk disebut “penjahat seksual”, karena telah melakukan kejahatan (kriminal) dalam menyalurkan hasrat seksual mereka ditempat yang terlarang.

4. Kaum perusak dan orang yang zhalim

Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Al-‘Ankabuut:

{قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ}

(30) (Nabi) Luth berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan adzab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu”.

{وَلَمَّا جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَىٰ قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُو أَهْلِ هَٰذِهِ الْقَرْيَةِ ۖ إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ}

(31) Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk negeri (Sodom) ini; sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zhalim“.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata :

فأيس منهم نبيهم، وعلم استحقاقهم العذاب، وجزع من شدة تكذيبهم له، فدعا عليهم و { قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ } فاستجاب اللّه دعاءه.

Maka Nabi mereka (Luth) putus asa terhadap (taubatnya) mereka, sedangkan beliaupun mengetahui bahwa kaumnya memang layak mendapatkan adzab dan beliau mengeluh (kepada Rabbnya) akan sikap mereka yang mendustakan diri beliau. Lalu beliaupun “Berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan adzab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu”, maka Allahpun mengabulkan do’a beliau

5. Pelaku sodomi itu dilaknat

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2915) dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

( لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، ثَلاثًا )

Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali ”. [Dihasankan Syaikh Syu’aib Al-Arna`uth].

Seseorang yang dilaknat oleh Allah, berarti dimurkai oleh-Nya, dan dijauhkan dari rahmat-Nya.

6. Pelaku sodomi dan pasangannya itu dihukum mati

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

( مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ )

Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya” [HR Tirmidzi dan yang lainnya, dishahihkan Syaikh Al-Albani]

7. Bertaubatlah! Janganlah Anda tenggelam dalam kemabukan cinta yang menjijikkan

Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Al-Hijr: 72, tentang demikian mabuknya kaum Nabi Luth ‘alaihis salam dalam kecintaan terhadap sodomi,

{لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ}

(72) (Allah berfirman): “Demi hidupmu (Nabi Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (dalam kecintaan terhadap sodomi)”.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata :

وهذه السكرة هي سكرة محبة الفاحشة التي لا يبالون معها بعذل ولا لوم

Kemabukan ini adalah kemabukan cinta terhadap perbuatan yang sangat hina itu, yang seiiring dengan tidak menggubris (tidak malu) terhadap cercaan dan celaan”.

Sangat pantas kaum gay di zaman Nabi Luth ‘alaihis salam tidak mempan peringatan, karena mereka sudah ‘tebal muka’ dan sirna rasa malu dari melakukan perbuatan yang menjijikkan tersebut, sehingga tidak tersisa bagi mereka kecuali datangnya siksa yang keras! Apakah siksa untuk mereka itu?

8. Allah pernah menyiksa pelaku sodomi dengan siksaan yang sangat mengerikan

Dalam QS. Al-Hijr: 73-76, Allah Ta’ala mengkabarkan tentang adzab yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth ‘alaihis salam , yaitu berupa siksaan yang sangat mengerikan,

{فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ}

(73) Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit.

{فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ}

(74) Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.

{إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ }

(75) Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.

Kaum gay ! Itulah akibat yang dirasakan oleh kaum yang tidak menaati Nabi mereka, telah sampai kepada mereka peringatan darinya, namun mereka enggan bertaubat dari kemaksiatan mereka tersebut.

Janganlah Anda -wahai kaum gay- mengikuti jejak kaum Nabi Luth ‘alaihis salam tersebut!

Kesimpulan

Sodomi (liwath) adalah salah satu bentuk kriminal yang paling berat dan termasuk dosa yang paling menjijikkan serta salah satu dosa besar, sehingga Allah pun menyiksa pelakunya dengan siksaan yang tidak ditimpakan kepada umat manapun!

Sodomi (liwath) merupakan penyakit yang menyimpang dari fitroh yang lurus, menunjukkan ketidakberesan akal pelakunya, lemahnya keimanannya dan dimurkai oleh Rabbul ‘alamin!

Semoga dalil tentang gay ini bisa menjadi peringatan untuk kita semua.

Nas`alullahas salamah wal ‘afiyah… Amiin.

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27432-kaum-gay-inilah-wahyu-allah-taala-tentang-anda.html

Argumen Madzhab Asy Syafi’i tentang Hadits Qunut Shubuh

SEJUMLAH pihak melakukan kritikan terhadap hujjah Madzhab Asy Syafi’i mengenai qunut shubuh. Salah satunya adalah hadits yang dijadikan sandaran dalam amalan qunut shubuh yang diriwayatkan oleh Anas Bin Malik. Berikut ini pemaparan para Huffadz Hadits yang menganut pendapat bahwa qunut shubuh disyari’atkan.

عَن أنس أَن النَّبِي – صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم – قنت شهرا يَدْعُو عَلَى قاتلي أَصْحَابه ببئر مَعُونَة (ثمَّ) ترك ، فَأَما فِي الصُّبْح فَلم يزل يقنت حَتَّى فَارق الدُّنْيَا.

Dari Anas Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasalam melakukan qunut selama satu bulan, berdoa (untuk keburukan) kepada para pembunuh para sahabat beliau di Bi’r Ma’unah, lalu beliau meninggalkannya, akan tetapi qunut waktu shubuh, maka beliau masih melakukan hingga wafat”

Hadits ini berada dalam Syarh Al Kabir (1/151). Hadits diriwayatkan Ad Daraquthni (2/39). Ahmad dalam Musnad (3/162), Hafidz Abu Bakar Khatib, dalam At Tahqiq Ibnu Al Jauzi (1/463), Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra (2/201).

Para Huffadz yang menshahihkan

Al Hafidz Ibnu Shalah:”Hadits ini telah dihukumi shahih oleh lebih dari seorang huffadz hadits, diantaranya: Abu Abdullah bin Ali Al Balkhi, dari para imam hadits, Abu Abdullah Al Hakim, dan Abu Bakar Al Baihaqi. (Lihat, Badr Al Munir, 3/624).

Al Hafidz Imam Nawawi mengatakan:”Hadits ini diriwayatkan oleh jama’ah huffadz dan mereka menshahihkannya”. Lalu menyebutkan para ulama yang disebutkan Ibnu Shalah, dan mengatakan,”Dan diriwayatkan Daraquthni melalui beberapa jalan dengan sanad shahih”. (Al Khulashah, 1/450-451).

Al Qurthubi dalam Al Mufhim :”Yang kuat diperintahkan oleh Rasulullah shalallhualaihi wasalam dalam qunut, diriwayatkan Daraquthni dengan isnad shahih” (Badr Al Munir, 3/624).

Hafidz Al Hazimi dalam An Nashih wa Al Mansukh:”Hadits ini shahih, dan Abu Ja`far tsiqah”. (Al I’tibar, 255)

Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani : Setelah menyebutkan penilaian para ulama terhadap Abu Jakfar, beliau mengatakan, “haditsnya memiliki syahid (penguat)” lalu menyebutkan hadits qunut shubuh yang diriwayatkan dari Al Hasan bin Sufyan. (Talhis Khabir, 1/443)

Pernyataan Al Hafidz Ibnu Hajar bahwa “haditsnya memiliki syahid” menunjukkan bahwa haditsnya hasan. Sehingga penulis Ithaf fi Takhrij Ahadits Al Ishraf menyatakan,”Ibnu Hajar menghasankan dalam Talhisnya”.

Di halaman yang sama Ibnu Hajar mengatakan,”Hadist riwayat Al Baihaqi…dan dishahihkan Hakim dalam Kitab Al Qunut”. (Talhis Khabir, 1/443).

Hafidz Al Iraqi:”Telah menshahihkan hadits ini Al Hafidz Abu Abdullah Muhammad bin Ali Al Bajili, Abu Abdullah Al Hakim dan Ad Daraquthni” (Tharh Tatsrib,3/289).

Perawi yang Disoroti dalam Hadits ini adalah Abu Ja`far Ar Razi

Pendapat Imam Ahmad

Bicara mengenai Abu Jakfar Ar Razi. Pendapat Imam Ahmad tentang Abu Jakfar, ada dua riwayat. Pertama. Diriwayatkan Hanbal dari Ahmad bin Hanbal,”Shalih hadits” (haditsnya layak). Kedua, dari Abdullah, anaknya,”Laisa bi qawi (tidak kuat). Al Hazimi dalam Nashih wa Manshuh mengatakan, “Riwayat pertama lebih utama (Al I’tibar, 256).

Pendapat Yahya bin Ma`in

Adapun penilaian Yahya bin Ma’in, ada beberapa riwayat:1, dari Isa bin Manshur, “Tsiqah”. 2, dari Ibnu Abi Maryam , “hadistnya ditulis, tapi ia sering salah”. 3, diriwayatkan Ibnu Abi Khaitsamah,”shalih”. 4, diriwayatkan oleh Mughirah,”tsiqah” dan ia salah ketika meriwayatkan dari Mughirah. Daruquthni mengatakan,”Dan hadits ini tidak diriwayatkan dari Mughirah”. 5, diriwayatkan As Saji “Shoduq wa laisa bimutqin ( hafalanya tidak valid)”

Periwayatan dari Yahya bin Ma’in lebih banyak ta’dilnya daripada tajrih.

Pendapat Ali bin Al Madini

Ali bin Al Madini: Ada dua riwayat darinya tentang Abu Jakfar. Salah satu riwayat mengatakan,”Ia seperti Musa bin Ubaidah, haditsnya bercampur, ketika meriwayatkan dari Mughirah dan yang semisalnya. Dalam riwayat yang berasal dari anak Ibnu Al Madini, Muhammad bin Utsman bin Ibnu Syaibah,”Bagi kami ia tsiqah”. Ibnu Al Mulaqqin mengatakan,”lebih utama riwayat dari anaknya (anak Ibnu Al Madini).

Pendapat Para Huffadz

Muhammad Bin Abdullah Al Mushili mengatakan,”Tsiqah”. Bin Ali Al Falash mengatakan,”Shoduq, dan dia termasuk orang-orang yang jujur, tapi hafalannya kurang baik”. Abu Zur’ah mengatakan,”Syeikh yahummu katisran (banyak wahm). Abu Hatim mengatakan,”Tsiqah, shoduq, sholih hadits”. Abnu Harash,”Hafalannya tidak bagus, shoduq (jujur)”. Ibnu ‘Adi,”Dia mimiliki hadits-hadits layak, dan orang-orang meriwayatkan darinya. Kebanyakan haditsanya mustaqim (lurus), dan aku mengharap ia la ba’sa bih (tidak masalah). Muhammad bin Sa’ad:”Dia tsiqah”, ketika di Baghdad para ulama mendengar darinya”. Hakim dalam Al Mustadrak,”Bukhari dan Muslim menghindarinya, dan posisinya di hadapan seluruh imam, adalah sebaik-baik keadaan”, di tempat lain ia mengatakan:”tsiqah”. Ibnu Abdi Al Barr dalam Al Istighna,”Ia (Abu Ja`far) bagi mereka (para ulama) tsiqah, alim dalam masalah tafsir Al Qur’an.. Ibnu Sahin menyebutnya dalam “Tsiqat”. Al Hazimi dalam Nasikh dan Mansukh,”Ini hadist Shahih, dan Abu Jakfar tsiqah”. Taqiyuddin Ibnu Daqiq Al Ied dalam Al Ilmam, setelah menyebutkan hadits, ia mengatakan,”Dalam isnadnya Abu Jakfar Ar Razi. Dan ia ditsiqahkan, lebih dari satu ulama. Nasai mengatakan,”Laisa bil Qawi” (ia tidak kuat hafalannya).

Demikianlah paparan Al Hafidz Ibnu Al Mulaqqin mengenai perkataan ulama jarh wa ta’dil mengenai Abu Ja’far Ar Razi. (lihat, Badr Al Munir, 3/623)

Kritik untuk Ibnu Al Jauzi 
Al Hafidz Ibnu Mulaqqin mengatakan, “Adapun Ibnu Al Jauzi menilai bahwa hadits ini mengandung `ilal dalam Al Ilal Al Mutanahiyah dan At Tahqiq mengenai Abu Ja’far ini untuk membela madzhabnya hanya menukil riwayat yang menjarh saja dan ini adalah bukanlah perbuatan yang baik. Ia hanya mencukupkan kepada riwayat siapa yang meriwayatkan dari pendhaifan dari Ahmad, Ibnu Al Madini Dan Yahya bin Ma’in. Dan ini bukanlah perbuatan orang yang obyektif”. (Badr Al Munir, 3/624)

Walhasil, meski status hadits qunut diperselisihkan keshahihannya dan pihak yang mendhaifkan hadits qunut memiliki argumen, namun pihak Asy Syafi’iyah juga memiliki argumen yang menunjukkan bahwa hadits qunut bukan hadits dhaif. Tentu dalam hal ini yang dibutuhkan umat adalah kedewasaan untuk saling menghargai satu sama lain tanpa memaksakan kehendak, dengan demikian ukhuwwah Islamiyah akan senantiasa terjaga. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam….

HIDAYATULLAH

Penjelasan Nama Allah “Ar-Rabb” (Bag. 4)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Tertutupnya pintu ketaatan

Di antara bentuk tarbiyah rabbani yang sangat bermanfaat bagi seorang mukmin adalah menutup pintu ketaatan untuk melindungi dan memeliharanya dari sombong, ujub, mengagumi dan menyanjung dirinya sendiri, atau silau terhadap prestasi ibadahnya kepada Allah Ta’ala. Ini hakikatnya adalah bentuk rahmat dan penjagaan dari Allah Ta’ala. Allah Mahatahu siapa di antara hamba-Nya yang jika dibukakan pintu ketaatan, dia akan menjadi ujub dan sombong.

Seorang pria bertanya kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Mengapa ketika aku meminta sesuatu kepada Allah Ta’ala, Dia mencegahku dari memperolehnya?”

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah menjawab, “Allah mencegahmu untuk memperolehnya itu hakikatnya merupakan anugerah. Sebab, Allah bukan mencegahmu karena kikir atau tidak punya apa yang kamu minta, dan bukan pula karena Dia sendiri memerlukannya atau membutuhkannya, tetapi Dia mencegahmu tidak lain karena kasih sayang-Nya kepadamu.”

Jika demikian halnya, maka pertanyaan yang muncul adalah “Manakah yang lebih baik bagi seorang hamba?” Misalnya apakah lebih baik dia mendirikan salat malam, lalu di pagi hari dia kagum dan membanggakan dirinya, ataukah lebih baik ia tidur dan di pagi hari menyesali kelalaiannya?

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,

“Anda tidur di malam hari (sehingga tidak salat malam) dan menyesal di pagi harinya adalah lebih baik daripada Anda salat malam dan di paginya Anda ‘ujub. Sebab, seorang yang ujub tidak akan pernah diterima amalnya.

Anda tertawa tetapi Anda mengakui dosa itu lebih baik daripada Anda menangis unntuk memamerkannya. Rintihan orang-orang yang berdosa sesungguhnya lebih dicintai Allah daripada lantunan zikir dari orang-orang yang bertasbih namun memamerkannya.”  (Tahdzib Madarijus Salikin, hal. 120).

Di sisi yang lain, Allah bisa jadi juga men-tarbiyah seseorang dengan ditutupnya pintu ketaatan baginya akibat dosa yang dia lakukan sehingga Allah beri kesempatan kepadanya untuk bertobat darinya. Karena ketaatan kepada Allah itu tidaklah terealisasi, kecuali dengan taufik dari Allah Ta’ala. Sedangkan kemaksiatan itu sebab penghalang mendapatkan taufik dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, sebagian penukilan dari salaf saleh mengaitkan dosa dengan ketidakberhasilan melakukan ketaatan.

Ini bentuk tarbiyah dari Allah bahwa Allah menampakkan kebaikan-Nya dalam pemberian-Nya serta menampakkan kekuasaan-Nya dalam pencegahan-Nya.

Bisa jadi Allah Ta’ala menganugerahkan kepadamu sesuatu, namun dengan cara mencegahmu dari sesuatu. Begitu pula sebaliknya, bisa jadi Allah mencegahmu dari sesuatu, namun dengan cara menganugerahkan kepadamu sesuatu. Dari sinilah kita sadar bahwa pencegahan itu hakikatnya pemberian!

Semua itu agar seorang mukmin benar-benar mengesakan Allah dalam rububiyyah, uluhiyyah, maupun nama dan sifat-Nya. Allah menghendakinya menjadi hamba-Nya yang murni tauhidnya dari kotoran kesyirikan, sekecil apapun.

Ada hamba Allah lainnya yang lebih mampu menunaikan ketaatan

Al-Mawardi rahimahullah adalah seorang ulama ahli fikih bermazhab Syafi’i sekaligus hakim masyhur di zamannya. Beliau memiliki kitab-kitab yang banyak. Di antaranya yang terkenal adalah Al-Ahkam As-Sulthaniyyah.

Dalam salah satu kitabnya, Adabud Dunya wad Diin,  ada kisah unik Al-Mawardi rahimahullah yang beliau kisahkan sendiri. Saat beliau telah selesai menulis kitab fikih tentang jual beli dengan mencurahkan kemampuan beliau merangkum dari banyak kitab ulama sehingga sampai menjadi karya yang sangat bagus. Bahkan beliau sendiri kagum terhadap bukunya tersebut, sampai merasa dirinya orang yang paling banyak mengkaji masalah jual beli tersebut.

Suatu hari datanglah dua orang badui ke majelis beliau menanyakan empat pertanyaan kasus jual beli di kampung mereka. Ternyata Al-Mawardi rahimahullah tidak bisa menjawab satupun darinya. Setelah beberapa lama ditunggu, akhirnya mereka berdua nyeletuk, ”Engkau tidak bisa menjawab pertanyaan kami, padahal Engkau syekh di majelis ini?!” Lalu, Al-Mawardi rahimahullah mengakui bahwa dirinya memang tidak bisa menjawab. Lalu, kedua orang tersebut pergi dan bertanya kepada orang yang ilmunya masih di bawah murid-murid beliau, namun ternyata ia bisa menjawabnya dengan cepat dan memuaskan kedua orang tersebut. Akhirnya, Al-Mawardi rahimahullah mengambil pelajaran dari kejadian tersebut dengan menyatakan bahwa hakikatnya dengan kejadian ini, Allah Ta’ala telah memberi taufik kepada beliau dan menegur beliau agar beliau merendahkan sifat ‘ujubnya. [1]

Nasihat besar bagi diri penulis dan seluruh da’i dan aktifis dakwah sunnah

Di antara bentuk tarbiyah Allah jenis ini adalah Allah menunjukkan keberlangsungan dakwah sunnah ini sama sekali tidaklah tergantung kepada orang tertentu, termasuk kita. Apabila kita tidak berada dalam barisan pembela dan pemakmur dakwah sunnah, maka Allah Mahamampu memilih orang lain yang akan menunaikan dakwah sunnah dalam bentuk yang lebih sempurna dan jauh lebih baik daripada apa yang telah kita lakukan.

Bukan dakwah sunnah yang membutuhkan kita, namun kitalah yang membutuhkan dakwah sunnah!

Merasa tidak istimewa di sisi Allah

Di antara bentuk tarbiyah Allah juga adalah memunculkan dalam hati hamba-Nya bahwa ia tidak istimewa di sisi-Nya dan tidak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari orang lain di sisi-Nya.

Mendapat musibah, kekurangan harta, jatuh ke dalam dosa, tidak dikabulkan doa, tidak dimudahkan rezeki, serta tidak dimudahkan dalam berbagai urusan kebaikan adalah perkara yang bertolak belakang dengan husnuzhan kepada diri sendiri, menyanjung diri, mengagumi, dan membangga-banggakan diri yang seolah-olah ia pasti wali Allah yang dijamin tidak takut dan tidak sedih!

Oleh karena itu, Allah terkadang menimpakan pada sebagian hamba-hamba-Nya yang beriman musibah, kekurangan harta, jatuh ke dalam dosa, tidak dikabulkan doa, tidak dimudahkan rezeki, serta tidak dimudahkan dalam berbagai urusan kebaikan agar mereka kembali mengakui kelemahan dan dosa-dosa. Di sisi lainnya, agar menguat di hati mereka kualitas tauhidnya dengan bertambah keyakinan mereka bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu,  Maha memiliki dan mengatur alam semesta ini sesuai dengan kehendak, kebijaksanaan, kebaikan, keadilan, dan ilmu-Nya. Allah memuliakan siapa yang Dia kehendaki dan merendahkan siapa yang Dia kehendakinya.

Ditakdirkan tidak terkenal

Di antara bentuk tarbiyah Allah atas seorang mukmin adalah ditakdirkannya tidak terkenal, dianggap oleh masyarakat tidak memiliki kedudukan penting, serta tidak berjasa.

Ibnu Rajab rahimahullah menyatakan bahwa tidak terkenal termasuk nikmat terbesar atas hamba-Nya yang beriman. Karena dengan demikian, hubungannya dengan Rabb-nya akan terjaga dengan baik, jauh dari perhatian makhluk sehingga tidak merusak hubungannya dengan Allah Ta’ala. Intinya, kehidupan rohaninya menjadi tentram, tidak tersandera dengan pujian manusia.

Ulama memperumpamakan ikhlas itu seperti bau wangi gaharu yang dibakar. Semakin ditutupi, maka semakin menebarkan bau wanginya. Sedangkan bau riya’ (pamer ibadah demi pujian) itu seperti asap kayu bakar. Memang asapnya menjulang tinggi, namun segera lenyap, dan menyisakan bau menyengat. Bahkan, bau wangi keikhlasan seseorang itu tetap menyebar sampai pun ia dimasukkan liang lahat yang dalam dan ditimbun dengan galian tanah yang tebal.

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan tentang bahayanya riya’ (pamer ibadah untuk dipuji) dalam Badi’ul Fawaid (3: 758) [2],

قلب من ترائيه بيد من أعرضت عنه , يصرفه عنك إلى غيرك ؛ فلا على ثواب المخلصين حصلت , ولا إلى ما قصدته بالرياء وصلت , وفات الأجر والمدح فلا هذا ولا ذاك !

“Hati orang yang Engkau riya’ kepadanya itu di tangan (Allah) yang Engkau berpaling dari-Nya. Allah memalingkan orang tersebut darimu kepada selainmu, sehingga Engkau tidak mendapatkan pahala orang yang ikhlas, serta Engkau juga tidak mendapatkan (pujian) yang Engkau cari dengan cara riya’. Jadi, terluputlah pahala dan pujian, sehingga tidak dapat keduanya.”

Allah Ta’ala berfirman tentang para rasul Allah Ta’ala ‘alaihimush-shalatu was-salamu,

وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنٰهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۗوَكَلَّمَ اللّٰهُ مُوْسٰى تَكْلِيْمًاۚ

“Dan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami kisahkan mereka kepadamu. Dan Allah berfirman langsung kepada Musa.

Allah Ta’ala men-tarbiyah sebagian mereka dengan ketidakterkenalan, namun ketidakterkenalan itu tidaklah mempengaruhi kedudukan mereka di sisi Allah, karena mereka tetap merupakan kelompok hamba Allah yang termulia, bahkan melebihi keutamaan para nabi Allah ‘alaihimus salam, karena mereka adalah para utusan Allah Ta’ala.

Ketidaksegeraan mendapat pertolongan Allah

Di antara bentuk tarbiyah Allah atas seorang mukmin adalah Allah tidak segera menolongnya dan tidak segera mengangkat musibah yang menimpanya. Tabiyah ilahi ini memiliki banyak faedah, di antaranya si hamba akan menemukan hakikat kelemahan dirinya dan ketergantungannya yang amat sangat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan menyadari ia sesungguhnya tidak mampu berbuat apa-apa untuk dirinya.

Faedah lainnya, ia akan segera meruntuhkan arogansi dan rasa ke-aku-an dalam kepemilikan. Seolah-olah semua kemampuan, ilmu, harta, dan fisik yang dimilikinya itu selalu bisa dia kerahkan sekehendak hatinya. Hal ini mengakibatkan kadar merendahkan diri, merasa butuh, serta rasa harapnya kepada Allah menjadi melemah, karena ke-aku-annya dan silau dengan kehebatannya serta arogansinya selama ini.

Tarbiyah Allah ini menuntun diri hamba tersebut agar tetap selalu merasa tidak bisa terlepas dari membutuhkan pertolongan Allah, meski sekejap pandangan mata, sehingga ibadah harap, takut, dan cintanya hanya untuk Allah Ta’ala semata serta hatinya bergantung hanya kepada Allah Ta’ala semata.

Barangsiapa yang ada hal ini semua dalam dirinya, maka akan meyakini bahwa saat Allah tidak segera mengangkat musibah dari dirinya dan tidak segera menolongnya, maka hakikatnya Allah meyayangi dirinya. Hal ini karena Allah menjaga hatinya agar selalu tergantung kepada Allah semata dan memberi kesempatan kepadanya agar selalu muhasabah terhadap dosa-dosanya serta segera bertobat darinya.

Wallahu a’lam.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

[Selesai]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/74836-penjelasan-nama-allah-ar-rabb-bag-4.html