3 Rukun Ibadah yang Terlupakan

PERKARA penting dalam beribadah adalah dengan memperhatikan rukun-rukunnya. Tidak sebatas rukun fisik melainkan ada rukun ibadah hati. Seperti sholat misalnya, rukun fisik yang diketahui ada 13, yakni dimulai dari niat hingga salam. Namun pernahkah kita memperhatikan rukun ibadah hati yang menjadi ruh sholat itu sendiri.

Ibadah dilakukan bukan semata untuk rutinitas melainkan menjadi sebuah kebutuhan. Begitupun amalan lainnya seperti haji, zakat, puasa dan sebagainya juga demikian adanya .

Ibadah hati akan menentukan iman seseorang. Karena jika ibadah sekedar fisik belum tentu sampai menjadikan seseorang beriman. Islam saja ternyata tidak cukup menjadikan orang sholih.

Melainkan sampai juga pada derajat iman. Bukankah rukun Islam hanya sebatas amalan fisik, sementara rukun iman adalah ibadah hati. Termasuk juga cabang iman itu sendiri. Taubat, ikhlas, sabar, tawakal dan yang lainnya termasuk pada pembahasan iman.

Rukun Ibadah yang Terlupakan, 3 Pilar

Ulama mengelompokkan rukun ibadah hati mempunyai 3 pilar yakni raja’ (berharap kepada Allah), khauf (takut kepada Allah) dan mahabbah (cinta kepada Allah).

Seseorang beribadah dengan raja’ akan menumbuhkan harapan kepada Allah, berharap ibadahnya diterima, berharap surga, rahmat atau ridho Allah.

Begitupun saat khauf dihadirkan dalam hati, tentu akan muncul rasa takut jika ibadahnya tidak diterima, takut dengan azab Allah dan semua ketakutan yang dimuarakan kepada Allah.

Rukun Ibadah yang Terlupakan, Ibadah Menjadi Nikmat

Adapun mahabbah, adalah rukun tertinggi yang Allah anugerahkan kepada orang yang dikehendakiNya.

Membuat ibadah yang dilakukan terasa nikmat, dia merasakan halawatul iman atau manisnya iman. Bahkan ketika diuji dengan hal yang tak disukaipun terasa nikmat.

Raja’, khauf dan mahabbah ini ibarat seorang pedagang, budak dan kekasih. Seorang pedagang berbuat karena mengharapkan keuntungan. Sementara seorang budak berbuat karena ada rasa takut kepada majikannya. Adapun seorang kekasih berbuat karena cinta dan sayangnya kepada kekasihnya.

Rukun Ibadah yang Terlupakan, Tidak Bisa Dipisahkan

Namun suatu keniscayaan bahwa ketiga rukun ibadah ini tidak bisa dipisahkan.

Sebagaimana ulama mengatakan bahwa raja’dan khauf itu seperti kedua sayap burung sedangkan mahabbah adalah kepalanya.

Seorang wajib menghadirkan rasa harap, takut dan cinta kepada Allah supaya ibadahnya akan menjadi bernilai di sisi Allah.

Wallahu a’lam bi showab. []

ISLAMPOS

Fatwa Ulama: Ketika Meninggalkan Rukun Salat

Pertanyaan:

Apakah hukum meninggalkan rukun salat?

Jawaban:

Jika meninggalkan rukun salat secara sengaja, maka salatnya batal. Salat menjadi batal karena semata-mata meninggalkan rukun salat (dengan sengaja, pent.). Adapun jika meninggalkan rukun salat karena lupa, maka dia harus kembali ke posisi rukun salat yang terlupa tersebut. Misalnya, seseorang lupa ruku’, kemudian dia (langsung) sujud ketika selesai membaca bacaan salat (ketika berdiri). Dia baru ingat ketika sujud kalau dia belum ruku’, maka wajib baginya untuk berdiri (lagi), kemudian ruku’, kemudian menyempurnakan salatnya. Wajib baginya untuk kembali ke rukun salat yang dia tinggalkan tersebut (karena lupa, pent.), selama dia belum sampai ke rukun yang dia lupa tersebut pada rakaat kedua (rakaat berikutnya). Adapun jika sudah sampai ke rukun yang terlupa tersebut pada rakaat kedua (misalnya baru ingat kalau di rakaat pertama belum ruku’,  pent.), maka rakaat kedua tersebut statusnya adalah sebagai pengganti rakaat sebelumnya yang dia meninggalkan rukun salat (karena lupa, pent.).

(Contoh), seandainya dia (lupa) tidak ruku’, lalu bersujud, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua, kemudian ingat kalau belum ruku’, maka wajib baginya untuk berdiri dan ruku’. Kemudian dia meneruskan salat dan menyempurnakannya. Adapun ketika dia tidak ingat kalau tidak ruku’ kecuali setelah dia ruku’ pada rakaat berikutnya, maka rakat kedua (rakaat berikutnya) tersebut statusnya adalah menggantikan rakaat sebelumnya yang dia lupa tidak ruku’.

Demikian pula, jika seseorang lupa belum sujud kedua, kemudian dia langsung berdiri setelah sujud pertama. Ketika dia membaca (surat), dia ingat kalau dia belum sujud kedua dan juga belum duduk di antara dua sujud, maka wajib baginya untuk kembali lagi untuk duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kedua, dan menyempurnakan salatnya. Bahkan, seandainya dia tidak ingat kalau dia lupa belum sujud kedua dan belum duduk di antara dua sujud kecuali setelah ruku’ (di rakaat berikutnya), maka wajib baginya untuk turun, duduk di antara dua sujud,  dan sujud, lalu meneruskan salatnya. Adapun kalau dia tidak ingat belum sujud kedua di rakaat pertama kecuali setelah dia sampai pada duduk di antara dua sujud di rakaat kedua, maka rakaat kedua tersebut statusnya adalah sebagai pengganti rakaat pertama, sehingga dia dianggap baru mendapatkan satu rakaat.

Dan pada semua kondisi lupa mengerjakan rukun salat, atau dalam semua kondisi yang kami sebutkan di atas sebagai contoh, wajib baginya untuk sujud sahwi, karena adanya “tambahan” dalam salat dengan perbuatan tersebut. Sehingga sujud sahwi dilakukan setelah salam. Hal ini karena jika sujud sahwi dilakukan karena adanya tambahan, maka tempatnya adalah setelah salam sebagaimana ditunjukkan oleh sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

***

@Rumah Kasongan, 30 Muharram 1444/ 28 Agustus 2022

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78147-fatwa-ulama-ketika-meninggalkan-rukun-salat.html

Hukum Menikah Bagi Pria Impoten

Salah satu tujuan seseorang untuk menikah adalah karena merasa kesepian dan ingin mendapatkan teman bicara. Hal ini kerap terjadi bagi seseorang yang impoten. Meskipun dia tidak bisa menyalurkan hasratnya kepada perempuan, dalam dirinya masih ada keinginan untuk menikah lantaran ingin mendapatkan teman bicara dan lain sebagainya. Lantas, bagaimanakah hukum menikah bagi pria impoten?

Dalam litratur kitab fikih, seseorang disunnahkan untuk menikah apabila ada keinginan dalam dirinya untuk melakukan senggama dan dia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pernikahan seperti membayar mahar, nafkah dan lain sebagainya.

Sebagaimana dalam keterangan keterangan kitab Fathul qorib, halaman 112 berikut,

 )والنكاح مستحب لمن يحتاج إليه) بتوقان نفسه للوطء ويجد أهبته كمهر ونفقة، فإن فقد الأهبة لم يستحب له النكاح

Artinya : (Nikah disunnahkan bagi seseorang yang membutuhkannya) Dengan adanya keinginan dalam dirinya untuk melakukan senggama dan dia memiliki biaya nikah seperti mahar dan nafkah. Apabila dia tidak dapat memberikan biaya nikah maka tidak disunnahkan baginya untuk menikah”

Apabila syarat diatas terpenuhi, maka syariat memperbolehkan seseorang untuk menikahi perempuan sampai batasan empat orang istri. Tetapi, apabila seseorang menikah karena ada kebutuhan lain seperti menikahnya orang gila untuk faktor kesembuhan, atau juga seperti halnya seseorang yang impoten, maka dia hanya diperbolehkan untuk menikahi satu orang perempuan saja. 

Hal ini tentunya terjadi dengan adanya kerelaan dari pihak istri untuk menikah dengan seseorang yang berkebutuhan khusus tersebut.

Sebagaimana dalam lanjutan keterangan kitab Fathul Qorib, halaman 112 berikut;

 )ويجوز للحر أن يجمع بين أربع حرائر) فقط إلا أن تتعين الواحدة في حقه كنكاح سفيه ونحوه مما يتوقف على الحاجة

Artinya : “Dan diperbolehkan bagi laki-laki merdeka untuk mengumpulkan diantara empat orang perempuan merdeka saja kecuali dia hanya tertentu untuk menikahi satu orang perempuan saja, seperti nikahnya orang yang safih dan semisal orang yang menikah karena adanya kebutuhan. ”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa, seseorang yang menikah karena kebutuhan khusus, semisal seorang yang impoten hanya diperbolehkan menikahi satu orang perempuan saja. Hal ini dengan syarat dia dapat memenuhi biaya pernikahan dan telah mendapatkan kerelaan dari istrinya.

Demikian penjelasan mengenai hukum menikah bagi pria impoten. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

6 Pesan Ayah pada Putrinya

HARI ini, melepas si anak perempuan nomor 1, ke Bandung. Tahun ini, Allah izinkan ia masuk Sastra Indonesia UPI.  Saya, sebagai bapaknya, seperti biasa, memberikan pesan padanya. Setidaknya ada enam pesan saya padanya:

Pesan pertama: Apapun kondisimu, jangan pernah tinggalkan manset dan kaos kakimu. Jangan pernah kamu pendekkan jilbabmu. Bantulah ayah untuk meringankan semua hal tentangmu di hadapan Allah SWT kelak.

Pesan kedua: Kamu datang ke tempat ini dengan cara amat yang luar biasa. Kamu tidak datang dengan kondisi sangat lapang, namun juga tidak sempit. Selayaknya lah kamu turut bersyukur, dan menjadikan kamu di tempat ini berarti. Terutama untuk dirimu sendiri.

Pesan ketiga: Jagalah senantiasa kehormatanmu sebagai seorang wanita. Kamu harus ingat, bahwa kamu akan dipertemukan dengan apa yang kamu cari di manapun kamu berada.

Pesan keempat: Sekarang kamu berada di salah satu masdar keilmuan di dunia ini. Yang sebelumnya tidak pernah kamu dapatkan di Purwakarta. Berusahalah untuk menggapai prestasi tinggi. IPK kamu harus bagus. Sebagus-bagusnya. Itu menunjukkan salah satu keseriusan kamu menuntut ilmu.

Pesan kelima: Kamu jangan diam. Bergabunglah dengan orang-orang, dengan banyak kegiatan mahasiwa, teater, klub baca, atau apapun itu. Karena, bergeraknya kamu di tempat kamu ini, akan memperkaya jiwa kamu, akan membuka cara bertindak kamu dalam menghadapi orang-orang. Kamu akan menemui banyak orang berbeda di sini. Kenalilah mereka. Belajarlah banyak dari mereka, karena setiap orang yang datang dalam hidupmu, dia akan memberimu 2 hal: jika bukan anugerah, maka dia akan jadi pelajaran.

esan keenam: Jangan pernah meninggalkan doa untuk kami, kedua orang tuamu. Sungguh, kami juga sangat membutuhkan doa-doa darimu.

Saat kami beranjak kembali pada Purwakarta, Masjid Daarut Tauhid yang tak pernah sepi, satu pelukan hangat dari si anak perempuan, tertinggal di baju kemejaku. []

ISLAMPOS

Hukum Mendatangi Dukun dan Perbedaanya dengan Kiai

Bagaimana hukum mendatangi dukun dan perbedaannya dengan kiai. Menurut KBBI (kamus besar Indonesia), dukun adalah orang yang mengobati, menolong orang sakit, memberi jampi-jampi, guna-guna dan lain sebagainya.

Perbendaharaan kata dukun tidak sampai disitu, dalam KBBI dibagi macam-macam istilah dukun seperti; dukun beranak, dukun bayi, dukun calak, dukun klenik dan lain sebagainya. 

Namun dukun yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu istilah yang pengertiannya lebih dekat dengan tukang sihir. Menjorok pada disiplin ilmu hitam yang bertentangan dengan syariat Islam. Berbeda dengan seorang kiai yang memiliki kelebihan atas pertolongan Allah Swt. 

Perlu di garis bawahi, sebab dalam istilah masyarakat kita antara dukun dan kiai sama-sama memiliki kelebihan, namun disamaratakan dengan sebutan “orang pintar”. Padahal antara dukun dan kiai memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

Perbedaan Dukun dan Kiai 

Nampaknya kita harus mengetahui perbedaan antara dukun dan kiai. Perbedaan yang sangat mencolok antar keduanya adalah dalam sisi keilmuanya, amaliyahnya, dan gurunya. Seorang dukun disiplin ilmu yang ia geluti adalah ilmu yang berhaluan hitam. Sebagaimana sihir yang dalam kurun sejarahnya diindikasikan, setan sebagai penyebarnya. Dukun telah menjadikan setan sebagi guru, ia berkawan dan bersekutu dengan makhluk yang paling terkutuk tersebut. 

Lebih lanjut bisa kita lihat amaliyah yang dilakukan oleh dukun yang tidak sesuai dengan syariat agama, bahkan bertentangan dan melanggar garis ketentuan agama. Lebih miris lagi seorang dukun tega melakukan sesuatu yang bersimpangan dari norma kemanusiaan maupun agama demi mewujudkan ilmunya. 

Di sisi lain seorang kiai disiplin ilmu yang ia pegangi adalah ilmu agama. Kemampuan yang ia miliki bersumber dari Allah Swt. entah itu berupa karamah atau keyakinannya yang terlalu tinggi kepada Allah Swt. Amaliyah yang ia lakukan juga sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh agama. 

Biasanya kiai memiliki amaliyah yang jarang dilakukan oleh orang pada umumnya seperti; puasa Daud, puasa mutih, wirid-wirid tertentu, shalat malam dan lain sebagainya. Maka wajar jika kiai memiliki keistimewaan, sebab ia memiliki amalan khusus untuk mendekatkan diri kepada tuhanya. 

Jadi jelas sekali perbedaan antara dukun dan kiai, diharapkan kita pandai menilai “orang pintar” tersebut sebagai dukun atau kiai. Tidak kala pentingnya juga kita pandai menilai ai benar-benar kiai atau dukun yang berkedok agama atau penipu yang berkedok dukun. 

Hukum Mendatangi Dukun dalam Islam

Terkait hukum mendatangi dukun, dalam kitab Faidul Qadir Syekh Abdurrauf al-Munawi mengatakan, jika seseorang meyakini seorang dukun mengetahui hal-hal gaib tanpa perantara apapun maka orang tersebut dianggap kafir. Hal tersebut disandarkan hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 

مَنْ اَتَى عِرَافًا اَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا اُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barang siapa yang mendatangi araaf atau kahin (dukun) dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan Muhammad (H.R. Ahmad).

Ibnu Taimiyah memberi pengertian bahwa kata araaf dan kahin dalam hadis diatas adalah nama yang sama yang mengandung arti dukun. (Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Risalah pada Hukum Sihir dan Perdukunan, hal. 6). 

Al-Munawi melanjutkan statement-nya, jika seseorang tadi mempercayai pengetahuan dukun tentang perkara gaib melalui perantara jin yang mencuri pendengaran dari malaikat maka tidak sampailah kafir. (Abdurrauf al-Munawi, Faidul Qadir, juz 6 hal. 23). 

Sebagian ulama mengartikan kafir disini tidak mengindikasikan kufur hakiki (tidak Islam atau keluar dari Islam). Namun kafir dalam konteks tersebut adalah mengingkari ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw; karena ia mempercayai dukun mengetahui hal-hal gaib, bahkan meramal apa yang akan terjadi nanti. (Asrifin An-Nakhrawie, Sihir & Klenik Perdukunan, hal. 116).   

Selain dihukumi kafir, Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim memaparkan sebuah hadis bahwa seorang yang mendatangi dukun dan bertanya kepadanya, lalu mempercayainya, maka salat seseorang tersebut tidak diterima oleh Allah selama 40 hari. Diriwayatkan oleh Abu Huraira, Rasulullah Saw. pernah bersabda: 

مَنْ اَتَى عِرَافًا فَسَاَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةَ اَرْبَعِيْنَ يَوْمًا 

Barang siapa mendatangi Araaf (tukang tenung) lalu menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak akan diterima salatnya selama empat puluh hari (H.R. Muslim). 

Maksud dari hadis ini adalah salatnya tidak mendapat pahala selama 40 hari. Status salatnya tetap sah dan tidak wajib mengqadha, Imam Nawawi mengibratkan seperti salatnya seseorang menggunakan barang hasil ghasab. (Imam an-Nawawi, Syarah Muslim, juz. 8 hal. 190). 

Ajaran Islam secara tegas menyatakan bahwa tidak ada manusia satu pun di bumi yang mengetahui alam gaib, atau meramal hal yang akan terjadi nanti. Pernyataan tersebut sudah ditegaskan oleh Allah lewat firmanya Q.S. al-Jin [72]: 26-27: 

عٰلِمُ الۡغَيۡبِ فَلَا يُظۡهِرُ عَلٰى غَيۡبِهٖۤ اَحَدًا, اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰى مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّهٗ يَسۡلُكُ مِنۡۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهٖ رَصَدًا

(Dialah Allah) yang mengetahui yang gaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu kecuali kepada para rasul yang diridhai-nya. Maka sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakang

At-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat ini menegasakan hanya Allah yang mengetahui alam gaib, dan Allah menghendaki memperlihatkan hal-hal gaib kepada orang pilihanya seperti para nabi dan rasul melalui wahyu, juga hamba-hamba nya yang saleh melalui ilham (Jami’ul Bayan, juz 7 hal. 275). 

Kesimpulanya, semua jenis perdukunan yang bertentangan syariat Islam haram kita percayai. Kalaupun ada seseorang mengaku mengetahui hal-hal gaib, maka perlu dicermati lagi kepribadiannya, apakah ia orang saleh atau ia orang yang punya kepentingan tertentu. 

Demikian penjelasan terkait hukum mendatangi dukun dan perbedaanya dengan mendatangi kiai. Semoga bermanfaat.  Wallahu alam.

BINCANG SYARIAH

8 Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh

SHALAT subuh memiliki banyak rahasia dan keutamaan. Apa rahasia dan keutamaan Shalat Subuh ini?

Jika Muslim memahami pentingnya sholat subuh, pasti banyak orang yang akan terus menjalankannya. Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ علَى المُنَافِقِينَ صَلَاةُ العِشَاءِ، وَصَلَاةُ الفَجْرِ، ولو يَعْلَمُونَ ما فِيهِما لأَتَوْهُما ولو حَبْوًا

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi seorang munafik adalah shalat isya’ dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya sekalipun dengan merangkak.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Shalat Subuh memiliki beberapa rahasia yang jika kita konsisten menjalankannya maka akan mendapat keberkahannya.

Berikut delapan rahasia dan keutamaan shalat subuh yang diungkap Alquran dan hadis:

1- Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh: Keutamaan Shalat Subuh: Shalat Subuh disaksikan malaikat

Dalam alquran Al-Isra ayat 78 dijelaskan:

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

“Laksanakanlah shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula shalat) Subuh. Sungguh, shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”

Mengomentari ayat tersebut, Abu Bakar Ibn al-Araby mengatakan bahwa, Allah SWT mengistimewakan shalat Subuh dari keseluruhan shalat. Inilah mengapa dalam ayat tersebut Allah bersumpah atas waktu Subuh.

2- Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh: Shalat Subuh setara dengan shalat sepanjang malam

3- Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh:  Selalu dalam lindungan Allah SWT dan Allah telah menjaminnya

4- Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh:  Orang yang melaksanakan shalat Subuh termasuk dalam kelompok yang wajahnya bercahaya saat di Hari Kiamat

Shalat Subuh merupakan sumber dari segala sumber cahaya di hari kiamat. Di hari itu, semua sumber cahaya di dunia akan padam. Matahari akan “digulung”. Ibadahlah yang akan menerangi pelakunya.

BACA JUGA: 6 Cara Mudah Bangun Shubuh

5- Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh: Orang yang shalat dijamin dapat masuk surga

Dalam hadits Rasulullah ﷺ riwayat Abu Musa Al-Asy’ari disebutkan:

مَن صَلَّى البَرْدَيْنِ دَخَلَ الجَنَّةَ

“Barangsiapa yang shalat dua waktu yang dingin maka akan masuk surga.” (HR Al Bukhari).

Dua waktu yang dingin itu adalah shalat Subuh dan shalat Ashar.

6- Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh: Disebutkan secara terhormat oleh para malaikat

Orang yang shalat Subuh disebutkan secara terhormat oleh malaikat dengan meninggikan nama-nama orang yang sholat Subuh kepada Allah SWT

7- Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh:  Allah SWT kelak akan memberikan pahala yang melebihi keindahan dunia dan isinya

Ini sebagaimana telah disebutkan dalam satu riwayat Imam at-Turmudzi, ”Dari Aisyah ra telah bersabda Rasulullah ﷺ:

رَكْعَتَا الفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَما فِيهَا

“Dua rakat shalat Fajar pahalanya lebih indah dari pada dunia dan isinya.”

8- Rahasia dan Keutamaan Shalat Subuh: Mendapat keberkahan

Shalat subuh adalah bentuk dari bangun di waktu pagi. Sementara waktu pagi adalah waktu penuh keberkahan.

اللهم بارِكْ لأمتي في بكورها، وكان إذا بعث سَرِيَّةً أو جيشًا بعثهم أولَ النهارِ، قال : وكان صخرٌ تاجرًا فكان يبعثُ في تجارتِه أولَ النهارِ فأثْرَى وكثُرَ مالُه

Dari Sokhr Bin Wida’ah Al-Ghamidy, bahwa Rasulullah bersabda, “Ya Allah Berkahi Umatku di waktu paginya.” Oleh karenanya kebiasaan Nabi jika mengutus pasukan perang, beliau utus di pagi hari.” Dan sahabat Sokhr Alghamidy adalah seorang pedagang, maka beliau mengirim atau membuka dagangannya di pagi hari. Akhirnya beliau menjadi kaya dan banyak harta. []

SUMBER: MAWDOO3

Ahli Tauhid: Takut Syirik dan Mendakwahkan Tauhid (Bag. 1)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Siapakah ahli tauhid itu?

Setiap muslim dan muslimah yang sah keislamannya adalah ahli tauhid (orang yang bertauhid). Sehingga ahli tauhid itu sinonim dengan muslim dan muslimah. Hanya saja, kadar tauhid pada diri seorang muslim dan muslimah itu bertingkat-tingkat, ada yang sempurna, ada pula yang tidak. Dan setiap dosa yang diperbuat oleh seseorang itu bisa mengotori tauhid seseorang, bahkan bisa sampai meniadakannya.

Bahaya syirik

Tauhid adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam kekhususan-Nya, yaitu perbuatan (rububiyyah) Allah, hak Allah untuk diibadahi (uluhiyyah), serta nama dan sifat Allah (al-asma` was shifat).

Sedangkan lawan dari tauhid adalah syirik. Syirik terbagi menjadi dua macam:

Pertama: Syirik besar, yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam kekhususan-Nya (dalam rububiyyah, uluhiyyah, serta al-asma` was shifat). Syirik besar termasuk pembatal keislaman (kekafiran). Sehingga, jika pelakunya tidak bertaubat sampai mati, maka ia kekal selamanya di neraka. Wal‘iyadzu billah.

Kedua: Syirik kecil, yaitu segala yang dilarang dalam syariat yang dalam nash (dalil) disebut dengan nama syirik dan menjadi sarana yang menghantarkan kepada kesyirikan besar. Syirik kecil ini tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, karena tidak sampai ada unsur menyamakan selain Allah dengan Allah dalam kekhususan-Nya. Namun, syirik kecil termasuk dalam dosa besar yang terbesar sesudah syirik akbar (dan setingkatnya).

Jadi, syirik itu sangat berbahaya. Apabila itu syirik akbar, maka ia menggugurkan seluruh amal saleh pelakunya dan mengeluarkannya dari Islam. Adapun syirik kecil, meskipun hanya menggugurkan amal yang menyertainya dan tidak mengeluarkannya dari Islam, namun syirik kecil itu termasuk dosa besar yang terbesar sesudah syirik akbar (dan setingkatnya).

Mengapa syirik demikian ditakuti oleh ahli tauhid?

Syirik adalah dosa terbesar

Allah Ta’ala berfirman,

وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang terbesar.’”  (QS. Luqman: 13)

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ dalam kitab Tafsir-nya. Beliau rahimahullah berkata, “Yaitu kezaliman yang terbesar.”

Pelaku syirik besar tidak diampuni oleh Allah jika mati dalam kondisi belum bertobat dan pelakunya tersesat dengan kesesatan yang jauh sekali

Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan Allah (dengan sesuatu), maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.” (QS. An-Nisa’: 116)

Maksud ayat ini adalah bahwa pelaku syirik besar itu tidak diampuni oleh Allah jika mati dalam kondisi belum bertobat darinya. Karena dalam surah Az-Zumar ayat 53, Allah Ta’ala berfirman bahwa Allah Ta’ala mengampuni semua dosa-dosa hamba-Nya jika ia bertaubat. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا

“Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa-dosa.” (QS. Az-Zumar: 53)

Ayat ini untuk orang yang bertobat sebelum ditutupnya pintu tobat.

Pelaku syirik besar, apabila mati dalam kondisi tidak bertaubat, maka gugurlah seluruh amalan ibadahnya

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ اُوْحِيَ اِلَيْكَ وَاِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَۚ لَىِٕنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ‘Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang merugi.’” (QS. Az-Zumar: 65)

Pelaku syirik besar, apabila mati dalam kondisi belum bertobat, maka kekal selamanya di neraka

Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ

“Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن مَاتَ وهْوَ يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ

“Barangsiapa mati dalam keadaan ia menyembah selain Allah, maka ia masuk ke dalam neraka.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menunjukkan ancaman yang menakutkan bagi pelaku syirik besar dengan menjelaskan akibat yang diperolehnya dan tempat kembali baginya. Bahwa barangsiapa yang menyembah, beribadah kepada selain Allah dan tidak bertobat sampai mati, maka ia masuk neraka dan kekal selamanya di dalamnya. Ini menunjukkan wajibnya kita takut terhadap syirik.

Syirik besar atau kecil, pelakunya diancam neraka

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من لقي الله لا يشرك به شيئًا دخل الجنة، ومن لقيه يشرك به شيئًا دخل النار‏

“Barangsiapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan dia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan dia melakukan kesyirikan, maka dia akan masuk neraka.” (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan barangsiapa yang mati dengan membawa dosa syirik (baik besar maupun kecil), maka terancam masuk neraka (baik kekal ataupun tidak). Hal ini mengharuskan ahli tauhid untuk takut terhadap kesyirikan, apapun bentuknya, karena cakupan syirik di dalam hadis ini umum, yaitu baik syirik besar maupun syirik kecil.

Ancaman masuk neraka bagi pelaku syirik adalah pelaku syirik besar kekal di neraka jika mati dalam kondisi belum bertobat. Adapun pelaku syirik kecil, jika masuk neraka, maka tidak kekal, bahkan ada kemungkinan Allah Ta’ala ampuni dosa pelakunya.

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78070-takut-syirik-dan-mendakwahkan-tauhid-bag-1.html

Cara Mengimani Wujud Allah Ta’ala

Keimanan dengan wujud Allah merupakan salah satu dari bagian yang wajib diimani dari bagian rukun iman yang pertama, yaitu iman kepada Allah. Dijelaskan oleh Syekh Shalih Al-‘Ushaimi hafizhahullah dalam Syarah Tsasalatul Ushul karya beliau,

“Kadar wajib dari keimanan kepada Allah adalah iman tentang adanya wujud Allah dan bahwasanya Allah adalah Tuhan semesta alam yang berhak diibadahi dan memiliki berbagai nama dan sifat yang sempurna.” (Syarah Tsalatsatul Ushul Li Syaikh Al-‘Ushaimi, hal. 55)

Demikian juga, hal yang sama disampaikan oleh Syekh Abdullah Al-Fauzan dalam Hushulul Ma’mul,

“Iman kepada Allah mengandung empat unsur wajib, yaitu: 1) iman terhadap adanya Allah, 2) iman kepada rububiyah Allah, 3) iman kepada uluhiyah Allah, dan 4) iman bahwa Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna.” (Husulul Ma’mul Fii Syarhi Tsalatsatil Usul, hlm. 142)

Oleh karena itu, jika seseorang mengaku beriman kepada Allah, haruslah terpenuhi dalam keyakinannya tentang empat hal di atas. Jika hilang salah satunya atau tidak terpenuhi, maka iman kepada Allah tidak sah.

Seluruh manusia telah bersepakat, kecuali yang menyimpang, bahwasanya mengetahui adanya wujud Allah tidak dapat dicapai dengan cara melihat wujud-Nya tatkala kita di dunia. Hal ini berdasarkan firman Allah,

وَلَمَّا جَاۤءَ مُوسَىٰ لِمِیقَـٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِیۤ أَنظُرۡ إِلَیۡكَۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِی وَلَـٰكِنِ ٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡجَبَلِ فَإِنِ ٱسۡتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوۡفَ تَرَىٰنِیۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلۡجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكࣰّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقࣰاۚ فَلَمَّاۤ أَفَاقَ قَالَ سُبۡحَـٰنَكَ تُبۡتُ إِلَیۡكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُؤۡمِنِینَ

Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, (Musa) berkata, ‘Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.’ (Allah) berfirman, ‘Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu. Jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala), niscaya engkau dapat melihat-Ku.’ Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, ‘Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.’” (QS. Al-A’raf: 143)

Selain dari ayat di atas, juga terdapat hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda,

تَعَلَّمُوا أنَّهُ لَنْ يَرَى أحَدُ مِنْكُمْ رَبَّهُ حَتَّى يَمُوْتَ

Ketahuilah oleh kalian, bahwasanya salah seorang di antara kalian tidak akan dapat melihat Tuhannya sampai kalian meninggal (mati).” (HR. Muslim no. 169)

Hadis di atas menceritakan bahwa mustahil bagi seorang hamba ketika masih hidup di dunia untuk melihat Allah Ta’ala. Oleh karena itu, cara (metode) untuk mengimani adanya (wujud) Allah bagi seorang hamba adalah melalui beberapa metode berikut ini.

Pertama: Mengetahui wujud Allah dengan cara sam’iyyat

Yaitu bergantung dengan adanya kabar dari wahyu. Kabar dari wahyu ini diperoleh melalui dakwah para nabi dan rasul. Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Ta’ala,

وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِیۤ إِلَیۡهِ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّاۤ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ

Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan Kami mewahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya’: 25)

Pendapat pertama ini adalah jalan ahlussunnah waljamaah dalam menetapkan eksistensi wujud Tuhan. Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa maksud mereka dalam hal ini hanyalah dalam aspek perincian. Mereka tidak memaksudkan pembatasan sahnya iman terhadap wujud Allah hanya berdasarkan dalil wahyu semata. Akan tetapi, mereka juga menetapkan bahwa ada dalil telaah akal yang telah menjadi fitrah bagi manusia, yaitu sengan cara tafakkur terkait penciptaan Allah. Dalil telaah akal/ logika ini menegaskan bahwa penciptaan dan pengaturan alam semesta yang begitu sempurna menunjukkan bahwa ada Tuhan yang Mahakuasa atas semua yang terjadi dan tercipta di alam semesta.

Kedua: Mengetahui wujud Allah dengan dalil ilham

Dalil ilham ini akan dilakukan ketika seorang itu telah menjadi mukallaf (balig dan berakal). Dia harus mencari ilham pengetahuan tentang wujud Allah, bukan menggunakan dalil wahyu maupun dalil telaah akal (logika). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan dari kalangan sufi dan syi’ah. Cara untuk mendapatkan ilham pengetahuan yang sempurna, tingkat keyakinan bahwa Allah itu ada adalah dengan berpaling dari kesibukan-kesibukan dunia dan sangat perhatian terhadap zikir, riyadhah (dengan taat syariat dan perbaikan akhlak), penyucian hati, dan khalwat (menyendiri untuk fokus sibuk beribadah) sampai nanti turun ilham tersebut.

Ketiga: Mengetahui wujud Allah dengan melalui metode telaah akal (logika)

Dalil telaah akal ini terbagi menjadi dua, a) telaah akal versi ahlussunnah waljamaah; dan b) telaah akal versi para ulama kalam.

Telaah akal versi ahlussunnah waljamaah

Adapun telaah akal versi ahlussunnah dapat kita namai dengan telaah akal yang syar’i karena berdasarkan bukti-bukti logis mengenai wujud Allah, baik yang dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadis, maupun dengan cara tafakkur dan tadabbur pikiran terkait ayat-ayat Allah kauniyah (penciptaan makhluk). Salah satu contoh dalil telaah akal ini dalam Al-Qur’an adalah firman Allah,

ٱلَّذِینَ یَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِیَـٰمࣰا وَقُعُودࣰا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَیَتَفَكَّرُونَ فِی خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلࣰا سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali ‘Imran: 191)

Dalam ayat lain, Allah juga memerintahkan untuk memikirkan dan merenungi ayat-ayat kauniyyah Allah yang besar dari kerajaan alam semestanya,

أَوَلَمۡ یَنظُرُوا۟ فِی مَلَكُوتِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا خَلَقَ ٱللَّهُ مِن شَیۡءࣲ وَأَنۡ عَسَىٰۤ أَن یَكُونَ قَدِ ٱقۡتَرَبَ أَجَلُهُمۡۖ فَبِأَیِّ حَدِیثِۭ بَعۡدَهُۥ یُؤۡمِنُونَ

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala apa yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya waktu (kebinasaan) mereka? Lalu berita mana lagi setelah ini yang akan mereka percayai?” (QS. Al-A’raf: 185)

Dalil telaah akal (logika) yang syar’i menurut ahlussunnah ini dapat berupa beberapa dalil-dalil turunan yang banyak, di antaranya:

Pertama: Dalil penciptaaan

Dalil penciptaan ini berdasarkan bukti terciptanya makhluk setelah sebelumnya tidak ada dan merupakan bukti yang pasti adanya Yang Mahapencipta. Hal ini karena kaidah logika bahwa sesuatu yang dicipta itu pasti ada yang mencipta. Atau, keberadaan dan lenggengnya sesuatu yang dicipta itu bergantung kepada yang menciptakannya. Hal ini selaras dengan yang Allah Ta’ala firmankan agar orang-orang musyrik berpikir terkait penciptaan mereka,

أَمۡ خُلِقُوا۟ مِنۡ غَیۡرِ شَیۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَـٰلِقُونَ

Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. Ath-Thur: 35)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan dalam Tafsir-nya terkait ayat di atas,

وهذا استدلال عليهم، بأمر لا يمكنهم فيه إلا التسليم للحق، أو الخروج عن موجب العقل والدين، وبيان ذلك: أنهم منكرون لتوحيد الله، مكذبون لرسوله، وذلك مستلزم لإنكار أن الله خلقهم.

وقد تقرر في العقل مع الشرع، أن الأمر لا يخلو من أحد ثلاثة أمور:

إما أنهم خلقوا من غير شيء أي: لا خالق خلقهم، بل وجدوا من غير إيجاد ولا موجد، وهذا عين المحال.

أم هم الخالقون لأنفسهم، وهذا أيضا محال، فإنه لا يتصور أن يوجدوا أنفسهم

فإذا بطل [هذان] الأمران، وبان استحالتهما، تعين [القسم الثالث] أن الله الذي خلقهم، وإذا تعين ذلك، علم أن الله تعالى هو المعبود وحده، الذي لا تنبغي العبادة ولا تصلح إلا له تعالى.

Ayat tersebut adalah bukti (hujjah) atas mereka yang tidak ada yang bisa dilakukan oleh mereka kecuali hanya dengan menerima kebenaran ayat ini atau mereka memilih untuk keluar dari konsekuensi aksiomatis akal dan agama (bahwa mereka itu tercipta, bukan mencipta). Penjelasannya sebagai berikut,

Ketika mereka (orang-orang musyrik) mengingkari ketauhidan Allah dan mendustakan rasul Allah, maka hal ini berkonsekuensi bahwasanya mereka mengingkari bahwa Allah telah menciptakan mereka (karena yang mencipta itulah yang berhak disembah).

Telah terpatri dalam aksiomatis logika akal dan agama bahwasanya hakikat penciptaan makhluk itu tidak terlepas dari tiga kemungkinan:

Pertama: Mereka (makhluk) tercipta tanpa ada yang mencipta sama sekali, maka tidak ada sang Pencipta yang menciptakan mereka (makhluk). Bahkan, mereka tercipta tanpa ada peristiwa penciptaan dan pelaku yang menciptakan mereka. Gambaran kemungkinan pertama ini nyata kemustahilannya.

Kedua: Merekalah yang menciptakan diri mereka sendiri. Gambaran kedua ini juga mustahil karena tidak mungkin dapat dibayangkan bahwa mereka sendirilah yang menciptakan diri mereka sendiri.

Jika dua kemungkinan gambaran di atas adalah batil (tertolak) dan telah jelas kemustahilannya, maka tersisalah  kemungkinan ketiga yaitu,

Ketiga: Allahlah yang menciptakan mereka (para makhluk). Jika telah terbukti pilihan terakhir ini, maka berkonsekuensi tidak boleh tidak bahwa sesembahan yang benar (haq) adalah Allah semata yang seluruh ibadah tidak diperkenankan diserahkan dan tidak sah, kecuali hanya untuk Allah Ta’ala semata.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 781)

Kedua: Dalil beragamnya dan berubah-ubahnya kondisi makhluk

Dalil ini merupakan salah satu bukti bahwa ada Yang Mahamengatur alam semesta ini dengan segala keberagaman dan berubah-ubahnya sifat dari makhluk. Salah satu uraian yang menarik dibawakan oleh Ibnul Qayyim tentang dalil ini. Beliau rahimahullah berkata,

“Termasuk ayat-ayat (adanya Allah), adalah bumi ini dijadikan memiliki banyak jenis dan beragam sifat dan manfaat, padahal tanah-tanah tersebut berdekatan dan bersinggungan. Tanah yang ini lunak dan yang itu keras dan saling berdekatan dan bersinggungan. Tanah ini dapat ditumbuhi tanaman dan yang itu tidak dapat ditumbuhi tanaman juga saling berdekatan dan bersinggungan. Tanah yang ini adalah tanah liat dan bersinggungan dengan tanah berpasir. Tanah yang ini bersifat keras dan tanah yang itu lembek saling bersinggungan pula. … Tanah yang ini datar dan yang itu penuh dengan perbukitan dan gunung-gunung. Tanah yang ini tidak bisa gembur, kecuali dengan hujan. Dan ada tanah yang jika terkena hujan malah tidak gembur. Dan ada pula tanah yang tidak akan baik, kecuali jika diairi dengan air sungai. Maka Allah menurunkan hujan di tempat yang jauh lalu mengalir melewati sungai-sungai sehingga dapat menjangkau tanah tadi. Sungguh betapa indahnya dan cukup satu ayat dari ayat-ayat tadi menunjukkan bahwa Allah itu ada, yang sifat dan perbuatan-Nya sempurna, dan menunjukan atas kebenaran para rasul-Nya.”

Ibnu Katsir rahimahullah juga menjelaskan tentang uraian yang semisal dengan berkata,

“Siapa saja yang merenungkan ciptaan yang ada di bumi maupun di langit dan perbedaan bentuk, warna, karakter, fungsi, dan peletakannya pada ukuran dan kadar yang pas, maka akan mengetahui kekuatan Penciptanya dan sifat bijaksana, keilmuan, keteraturan, dan kebesaran kekuasaannya-Nya. Diceritakan dari Ar-Razi dari Imam Malik rahimahullah bahwasanya Harun Ar-Rasyid bertanya kepada Imam Malik tentang adanya wujud Allah. Maka, beliau menjawab dengan keberagaman bahasa, suara, dan nada intonasi manusia.

Selain itu, diceritakan juga dari Imam Asy-Syafii bahwa beliau ditanya tentang adanya wujud Allah. Beliau rahimahullah menjawab, “Satu jenis daun tuut (satu jenis pohon) memiliki satu rasa. Apabila daun ini dimakan oleh ulat, maka akan keluar ibraisam (jenis sutra). Sedangkan jika dimakan oleh lebah, maka akan keluar madu. Sementara apabila dimakan oleh kambing, unta, dan hewan ternak, maka akan keluar berak dan kotoran. Kemudian, apabila dimakan oleh rusa, maka akan menghasilkan minyak kasturi. Padahal seluruh hasil tadi berasal dari satu jenis daun yang sama.”

Ketiga: Dalil kefakiran makhluk

Setiap makhluk tidak boleh tidak membutuhkan makhluk yang lain. Bahkan, layaknya menjadi syarat kehidupan di antara mereka. Kemudian setiap makhluk juga tidak dapat melakukan sesuatu dengan sendirinya. Melakukan sesuatu dengan sendirinya tanpa ada bantuan pihak lain merupakan kekhususan yang dimiliki oleh Allah. Oleh karena itu, adanya sifat butuhnya makhluk kepada sesuatu yang lain merupakan bukti bahwa ada Yang Mahakaya di antara semua makhluk yang ada. Hal ini dikarenakan tidak disebut fakir, kecuali ada yang Mahakaya yang menjadi tempat bergantung seluruh yang fakir. Allah Ta’ala berfirman,

ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ

Allah tempat meminta segala sesuatu.” (QS. Al-Ikhlas: 2)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata,

اللهُ الصَّمَدُ؛ أي: المقصود في جميع الحوائج؛ فأهل العالم العلوي والسفلي مفتقرون إليه غاية الافتقار، يسألونه حوائجهم، ويرغبون إليه في مهمَّاتهم؛ لأنه الكامل في أوصافه، العليم الذي قد كمل في علمه، الحليم الذي قد كمل في حلمه، الرحيم الذي كمل في رحمته، الذي وسعت رحمته كل شيء، وهكذا سائر أوصافه.

Allah adalah tempat bergantung seluruh makhluk, maksudnya adalah tempat bergantung seluruh makhluk dalam setiap hajat-hajat mereka. Maka, seluruh makhluk yang berada di langit dan di bumi membutuhkan Allah dengan kondisi sangat membutuhkan (pertolongan-Nya). Mereka (makhluk) meminta agar dilancarkan urusan-urusan mereka dan menggantungkan harapan kepada-Nya dalam perkara-perkara yang penting dari mereka. Semua ini karena Allah Mahasempurna dalam segala sifat-sifat-Nya. Dia adalah Yang Mahamengetahui yang sempurna pengetahuan-Nya. Dia adalah Yang Mahalembut yang sempurna kelembutan-Nya. Dia adalah Yang Maha Penyayang yang sempurna kasih sayang-Nya. Dia adalah yang Mahaluas rahmat-Nya, dan begitu pula sifat-sifat Allah yang lain.” (Taisiru Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 896-897)

Keempat: Dalil penciptaan yang sempurna

Alam semesta dengan kebesaran dan kebagusannya itu cocok dengan keberadaan manusia. Alam semesta ini layaknya telah dipersiapkan untuk kelangsungan hidup dan eksistensi seluruh makhluk dengan sangat cocok dan pas. Maka, keselarasan dan kesesuaian dari alam semesta ini secara aksiomatis melahirkan keyakinan adanya Sang Pencipta dan kesempurnaan-Nya. Hal ini karena tidak mungkin adanya alam semesta yang sempurna penciptaannya ini terjadi hanya kebetulan dan tanpa kesengajaan saja. Allah Ta’ala berfirman,

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِی خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ۝  ٱلَّذِی جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فِرَ ٰ⁠شࣰا وَٱلسَّمَاۤءَ بِنَاۤءࣰ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَاۤءِ مَاۤءࣰ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَ ٰ⁠تِ رِزۡقࣰا لَّكُمۡۖ فَلَا تَجۡعَلُوا۟ لِلَّهِ أَندَادࣰا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 21-22)

Allah Ta’ala juga berfirman pada ayat lain,

ٱلَّذِیۤ أَحۡسَنَ كُلَّ شَیۡءٍ خَلَقَهُۥۖ وَبَدَأَ خَلۡقَ ٱلۡإِنسَـٰنِ مِن طِینࣲ

Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.” (QS. As-Sajdah: 7)

Itulah beberapa hal yang terkait dengan dalil-dalil yang paling terlihat dalam kehidupan kita terkait adanya wujud Allah. Oleh karena itu, semoga dari berbagai pelajaran di atas akan semakin menguatkan dan mengingatkan kita semuanya terkait pentingnya mengimani wujud Allah, berikut juga dengan seluruh sifat-sifat-Nya yang sempurna. Mengingat sangat penting pada hari ini dan zaman ini, banyak dari kalangan-kalangan yang memusuhi Islam mencoba untuk memasukkan karaguan ke dalam umat Islam mengenai kebenaran agama ini, bahkan membuat bingung tentang eksistensi wujud Allah sebagai Tuhan semesta alam. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: Sakti Putra Mahardika

Catatan kaki:

Diringkas dari Kitab Al-Fawaid Al-Masthurah karya Dr. Kamilah Al-Kawari, hlm. 21-32 cetakan Dar Ibnu Hazm.

Referensi tambahan:

Taisir Al-Karim Ar-Rahman karya Syekh Abdurrahman As-Sa’di cetakan Dar Ibnu Hazm.

Husulul Ma’mul Fii Syarhi Tsalatsatil Usul karya Syekh Dr. Abdullah Al-Fauzan cetakan Dar Ibnu Al-Jauzi.

Syarah Tsalatsatul Ushul Li Syaikh Al-‘Ushaimi

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78068-cara-mengimani-wujud-allah-taala.html

Ingin Dosa Diampuni dan Terlepas dari Bahaya? Baca Ini Selepas Jum’at

Ingin dosa diampuni dan terlepas dari bahaya? Maka baca surah  Al-Ikhlas, Mu’awwidzatain dan Al-Fatihah setelah shalat Jum’at. Itulah keutamaan membaca amalan setelah shalat Jum’at. 

Sebagai kalam Allah, al-Qur’an tentunya memiliki banyak sirr, rahasia serta keutamaan yang tidak memiliki batas.

Hanya orang-orang yang memiliki kapabilitas tertentu saja yang dapat menafsiri al-Qur’an dan itupun musti disandarkan serta dinisbatkan kepada hadits Nabi Muhammad sebagai bayan (penjelas al-Qur’an).

Setiap ayat yang terkandung di dalamnya memiliki manfaat dan keutamaan tersendiri ketika membacanya. Bahkan dalam suatu kondisi ada ayat-ayat al-Qur’an tertentu yang dianjurkan dibaca ketika kondisi tertentu untuk memperoleh tujuan tertentu.

Salah satunya ialah pembacaan surat al-Ikhlas, mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Nas) dan al-Fatihah yang disunnahkan dilaksanakan setelah selesai shalat Jum’at yang memiliki beberapa keutamaan.

Keutamaan Membaca Amalan Setelah Shalat Jum’at

Syekh Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitabnya “Nur al-Lam’ah fi Khasais al-jumuat” hal 65 menyebutkan beberapa keutamaan membaca surat al ikhlas, al muawwizatain, dan al-fatiha setelah melaksanakan shalat Jum’at:

Pertama, majlisnya akan dijaga dari mara bahaya hingga Jum’at berikutnya. Sebagaimana yang djelaskan oleh Abu Ubaid dan Ibnu al-Dhurais dalam Fadhail al-Qur’an berikut:

أخرج أبو عبيد وابن الضريس في فضائل القرأن عن أسماء بنت أبي بكر قالت: “من صلى الجمعة ثم قرأ بعدها قل هو الله أحد والمعوذتين والحمد سبعا سبعا حفظ من مجلسه ذلك إلى مثله”

Abu Ubaid dan Ibnu al-Dhurais dalam Fadhail al-Qur’an mengeluarkan hadits yang diriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakar, berkata: “Barangsiapa melaksanakan shalat Jum’at kemudian setelahnya ia membaca surat al-Ikhlas (Qul huwaLlahu ahad). 

Kemudian dilanjutkan dengan membaca mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Nas) dan al-Fatihah sebanyak tujuh kali (dari setiap suratnya) maka majlisnya akan dijaga hingga Jum’at berikutnya”.

Kedua, dileburnya dosa di antara dua Jum’at dan akan dijaga (dari melakukan dosa).

وأخرج سعيد بن منصور عن مكحول قال: “من قرأ فاتحة الكتاب والمعوذتين وقل هو الله أحد سبع مرات يوم الجمعة قبل أن يتكلم كفر عنه ما بين الجمعتين وكان معصوما”

Sa’id bin Manshur mengeluarkan hadits dari Makhul, berkata: “Barangsiapa membaca al-Fatihah, mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Nas) dan al-Ikhlas (Qul huwaLlahu ahad) sebanyak tujuh kali pada hari Jum’at (setelah shalat Jum’at) sebelum ia membicarakan (hal dunia) maka akan dilebur dosa di antara dua Jum’at dan ia akan dijaga dari melakukannya”.

Ketiga, akan dijaga hartanya beserta anak-anaknya sampai Jum’at berikutnya. Sebagaimana Humaid bin Zanjawih dalam Fadhail al-A’mal meriwayatkan sebagai berikut: 

وأخرج حميد بن زنجويه في فضائل الأعمال عن ابن شهاب قال: “من قرأ قل هو الله أحد والمعوذتين بعد صلاة الجمعة حين يسلم الإمام قبل أن يتكلم سبعا سبعا كان مضمونا هو وماله وولده من الجمعة إلى الجمعة”

Humaid bin Zanjawih dalam Fadhail al-A’mal mengeluarkan hadits dari Ibnu Syihab, berkata:

“Barangsiapa membaca al-Ikhlas (Qul huwaLlahu ahad) dan mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Nas) setelah shalat Jum’at setelah Imam salam sebelum berbicara (hal dunia) sebanyak tujuh kali setiap suratnya maka ia, hartanya serta anaknya berada dalam tanggungan (dijaga) dari Jum’at  tersebut hingga Jum’at berikutnya”.

Dari ketiga riwayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan keutamaan membaca surat-surat tersebut dengan memenuhi beberapa syarat yaitu: membacanya sebanyak tujuh kali untuk setiap suratnya, membaca sebelum membicarakan persoalan dunia.

Dalam redaksi lain dari riwayat Anas bin Malik terdapat syarat lain yaitu “sebelum menekuk kakinya” atau dalam artian belum berubah dari posisinya saat shalat.

Demikian, keutamaan membaca amalan surat al-Ikhlas, muawwidzatain dan al-Fatihah setelah shalat Jum’at. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Tidak Ada Satupun Manusia Sempurna, Jangan Umbar Aib Saudara

Kita harus  menyadari bahwa tak ada satupun manusia yang tak memiliki dosa, entah itu orang lain ataupun diri kita sendiri. Alasannya karena sebaik-baiknya manusia tetap memiliki hawa nafsu dan juga ada setan yang sudah berjanji akan menjerumuskan manusia dalam kesesatan.

Manusia bukanlah malaikat yang dijamin tidak akan pernah melakukan kesalahan dan berbuat maksiat terhadap Allah. Tentu malaikat adalah satu-satunya makhluk yang akan selalu taat akan apapun yang di perintahkan Allah. Rasulullah bersabda, “Jikalau kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menggantikanmu dengan suatu kaum yang pernah berbuat dosa, hingga mereka memohon ampunan dan Allah mengampuni mereka,” (HR. Muslim).

Artinya tak akan ada manusia yang luput dari dosa, namun sayangnya terkadang ada mansusia yang justru gemar mengumbar kesalahan orang lain dan dijadikan bahan perbincangan atau ghibah. Bahkan di era digital seperti sekarang ini, banyak sekali kita lihat orang yang dengan sengaja memposting sebuah kesalahan bahkan aib dari manusia lain untuk dikonsumsi oleh publik.

Padahal bisa saja pelaku dosa tersebut sudah bertaubat dari dosa yang ia lakukan, namun kita justru malah mengumbar aib saudara kita sendiri yang sudah mengakui kesalahannya dan sedang memperbaiki diri. Perintah Allah untuk tidak mengumbar aib dan keburukan yang dilakukan orang lain.

Saat itu, ketika salah satu sahabat Rasulullah Salman al Farisi selesai makan ia langsung tidur dengan mendengkur. Kelakuan Salman diketahui orang lain dan menjadi bahan pergunjingan, hingga akhirnya aib tersebut tersebar luas. Atas kejadian tersebut Allahpun menurunkan sebuah ayat, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat:12).

Aib adalah sesuatu yang ada pada diri seseorang yang sifatnya buruk atau tidak menyenangkan. Karena itu, sudah semestinya aib harus ditutup rapat-rapat dan tak boleh disebarkan. Meski bukan sejenis hoaks, namun aib sesuatu yang buruk sehingga tak boleh diketahui orang lain.

Banyak kejadian yang cukup menyita perhatian, ialah hal tentang perselingkuhan yang banyak tersebar dalam aplikasi tiktok dan apapun yang berbau perselingkuhan bisa di pastikan menjadi trending. Masyarakat yang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi justru heboh membicarakannya bahkan mencela serta terlalu banyak berkomentar dengan menerka-nerka saja.

Padahal mereka yang sedang sibuk berkomentar dan menghakimi bisa saja terjerumus dalam dosa yang sama karena ada faktor kagum terhadap dirinya sendiri, sombong dan mensucikan diri. Tentu ini bentuk kesombongan yang nyata dan sangat merendahkan orang lain.

Apabila seorang manusia mampu menjelek-jelekkan manusia lainnya yang telah melakukan dosa, maka bisa jadi ia akan melakukan dosa tersebut juga. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus Salikin, 1: 176)

Manusia memang bisa menilai perilaku manusia lainnya, dengan apa yang Nampak bathil dan apa yang haq, mana yang haram dan mana yang halal. Namun, sebagai manusia kita tidak bisa menghakimi hati seseorang karena tak ada satupun manusia yang berhak menghakimi manusia lainnya. Karena penghakiman yang dilakukan oleh manusia kepada manusia lainnya termasuk dalam suul adab atautidak memiliki tata krama kepada Allah.

Lantas siapakah kita, sampai kita berani menghakimi orang lain yang jelas dalam diri kita juga tak lepas dari dosa. dan besar kecilnya sebuah dosa, hanya Allahlah yang berhak menilainya. Karena sejatinya Allahlah sang pemilik kehidupan.

ISLAM KAFFAH