Arab Saudi Luncurkan Pameran Virtual di Ka’bah

Kerajaan Arab Saudi meluncurkan pameran virtual di Ka’bah, situs paling suci umat Islam. Kegiatan ini diluncurkan bertepatan dengan kegiatan pembersihan tahunan tempat suci itu.

Pameran diluncurkan oleh Kepresidenan Umum Urusan Dua Masjid Suci. Tujuannya, untuk meningkatkan pengetahuan pengunjung tentang Ka’bah Suci yang bertempat di Masjidil Haram di Makkah.

“Pameran ini bertujuan untuk memperkaya pengalaman pengunjung dan menyoroti upaya kerajaan dalam melayani dua masjid suci dan merawat para jamaah,” kata Wakil Presiden untuk Urusan Pameran dan Museum Eng Maher Al Zahrani, dikutip di Gulf News, Rabu (17/8/2022).

Ia menambahkan, pada kesempatan pencucian Ka’bah, kegiatan pameran ini juga menampilkan beberapa alat yang digunakan dalam proses pencucian atau pembersihan.

Selasa (16/8/2022) pagi, Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman memimpin proses pembersihan Ka’bah untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari empat tahun, atas nama Raja Salman bin Abdul Aziz.

Dalam siaran yang dilakukan Al Ekhbariya TV, ditampilkan pewaris kerajaan yang tampak melakukan upacara pencucian dinding situs suci menggunakan air Zamzam suci, yang dicampur dengan air mawar.

Setibanya di Masjidil Haram, Pangeran Mohammad melakukan ritual mengelilingi Ka’bah dan doa tawaf, sebelum menuju ke dalam situs untuk memimpin upacara pencucian.

Kegiatan pembersihan dan pencucian Ka’bah ini mengikuti tradisi Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut dilakukan selama Muharram, bulan pertama tahun Hijriah Islam.  

Sumber:

https://gulfnews.com/world/gulf/saudi/saudi-arabia-launches-exhibition-on-holy-kaaba-1.89946617

IHRAM

Perempuan Penyintas 65 dan Kemerdekaan

Artikel ini akan membahas perempuan penyintas 65 dan kemerdekaan. Perempuan penyintas, merupakan tema yang ideal dalam momentum kemerdekaan Indonesia hari ini.

‘Di balik peristiwa politik, akan selalu ada cerita kemanusiaan yang samar-samar dibicarakan. Salah satu peristiwa politik sekaligus kemanusiaan yang seringkali luput dari perhatian saat peringatan kemerdekaan Indonesia yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus adalah terkait penyintas 1965, khususnya dari sudut pandang penyintas perempuan.

Upaya melawan amnesia sejarah dan mengingat kembali ini perlu, sebagaimana yang dikatakan oleh sastrawan Cekoslovakia, Milan Kundera, “Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa.”

Sejarah mencatat, jutaan rakyat Indonesia mati karena peristiwa 65. Kebanyakan dituduh sebagai komunis, kemudian ada yang dipenjara, dieksilkan, hingga dibon (dibunuh). Sementara, mereka yamg masih bertahan akan menjadi eksil atau eks-tapol.

Berdasarkan penelitian Triningsih dkk (2020), dijelaskan para eks-tapol (penyintas) masih mengalami tunduhan atas tindakan yang tidak pernah mereka lakukan sebagai pihak yang terlibat dalam Gerakan 30 September (G30S).

Telah ada beberapa kalangan yang mengupayakan rekonsiliasi untuk eks-tapol dengan beragam cara, khususnya cara-cara halus seperti seminar, diskusi, film, hingga musik yang didirikan oleh eks-tapol dan keluarganya bernama Dialita (Di Atas Lima Puluh Tahun).

Grup musik ini didirikan juga sebagai upaya dalam membangun rekonsililiasi bagi penyintas, terlebih bagi perempuan penyintas 65. Tulisan ini akan membahas terkait Dialita, yang meski telah “disakiti” oleh rezim di bawah negara masa itu, tak ada lagu bernada balas dendam yang dinyanyikan. Namun kebalikannya, Dialita menyanyikan lagu yang merayakan dan memuji Indonesia.

Paduan Suara Dialita

Suara denting piano dari musisi perempuan Frau (Leliani Hermiasih) mengalun sangat syahdu di bawah Pohon Beringin Soekarno, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 1 Oktober 2016. Frau malam itu mengiringi paduan suara yang berisi ibu-ibu para penyintas ’65 dan keluarganya yang bernama Dialita.

Dialita menyanyikan lagu dengan suara merdu, mereka terlihat sangat tegar. Malam itu, Dialita sedang melakukan launching album pertama mereka yang diberi judul besar “Dunia Milik Kita”. Debut album ini digarap oleh berbagai musisi dari Jakarta hingga Jogja.

Peluncuran tanggal 1 Oktober juga dipilih Dialita karena bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila, yang dalam sejarahnya tak bisa dilepaskan dari peristiwa G30S. Hari Kesaktian Pancasila dianggap sebagai hari pengingat gugurnya para pahlawan revolusi pada 30 September 1965.

Dalam konteks ini, Hari Kesaktian Pancasila dijadikan momentum negara untuk mempertahankan “ideologi” bangsa. (Baca juga: Sejarah Hari Lahir Pancasila).

Salah satu lagu yang dinyanyikan Dialita pada peluncuran hari itu berjudul “Ujian”. Penggalan liriknya berbunyi: “Dari balik jeruji besi, hatiku diuji, apa aku emas sejati, atau imitasi… Tiap kita menempat diri, jadi kader teladan, yang tahan angin tahan hujan. Tahan musim dan badai….” Lirik ini berkisah terkait perjuangan sebagai penyintas di balik penjara.

Iman mereka diuji dengan segala kejadian yang dialami di penjara, banyak dari mereka tidak bersalah tapi mengalami hukuman yang tidak sepatutnya. Selain itu, lagu-lagu Dialita lain yang menyuarakan terkait kehidupan pahit, getir, dan kehidupan di penjara seperti “Taman Bunga Plantungan” dan “Salam Harapan”.

Lagu-lagu yang Dialita buat, diciptakan dan ditulis sebelum tahun 1965. Namun setelah 65, lagu-lagu tersebut tidak terdengar lagi. Lagu yang tak pernah dinyanyikan itu disebut oleh Koordinator Dialita Uchikowati sebagai “lagu-lagu yang dibungkam”.

Lagu-lagu Dialita berisi tentang pesan-pesan persahabatan, perjuangan, kedamaian, hingga kebenaran sejarah. Karya Dialita juga menjadi sumbangsih bagi generasi berikutnya, membuat generasi muda menjadi lebih melek sejarah.

Bahkan ada yang mengatakan, sebagaimana yang ditulis Aris Setyawan dalam tulisannya di The Jakarta Post, lagu-lagu dari Dialita tidak memiliki hubungan atau koneksi politik. Seni yang ditampilkan Dialita menurut Aris menjadi media yang efektif dalam menyampaikan pesan, terlebih bagi generasi muda.

Dengan mendengarkan Dialita, seseorang akan terhubung dengan konteks sejarah yang lebih besar, yaitu tragedi 1965.

Para penyintas dan tahanan politik (tapol) mengalami hal-hal yang berat dalam hidup mereka. Seperti terpaksa meninggalkan suami/istri, anak, orangtua, dan keluarga besar. Para tapol tidak hanya mengalami tekanan dari segi mental saja, tapi juga sanksi sosial.

Mereka sering dikucilkan dan mendapat label yang berkaitan dengan peristiwa 65. Dampak dialami tidak hanya oleh generasi pertama, tapi juga generasi kedua dan ketiga. Dialita di sisi lain juga memberi harapan dan mimpi dari penyintas untuk bertemu dengan sanak saudara mereka kembali.

Kemerdekaan Bagi Penyintas

Dalam buku Magdalena Sitorus berjudul “Onak dan Tari di Bukit Duri” (Tanda Baca, 2021), diceritakan salah satu penyintas dan anggota Dialita bernama Utati. Utati juga merupakan bagian dari anggota Dialita.  Buku ini menceritakan bagaimana Utati yang juga istri dari penulis Koesalah Soebagyo Toer (adik Pramoedya Ananta Toer), sebagian besar masa tahanannya dihabiskan di Rutan Bukit Duri.

Bersama tahanan perempuan lainnya, Utati tinggal di penjara tanpa ada kepastian dari pengadilan. Utati dan penyintas lain direnggut “kemerdekaan” di berbagai hal, dari berbicara, berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya.

Padahal di penjara itu, Utati bersama kawan-kawannya sempat melaksanakan upacara bendera 17 Agustus sekaligus melakukan senam irama di halaman penjara. Bahkan saat melakukan senam irama dengan lagu baru berjudul “Indonesia Jaya” yang liriknya dibuat sendiri oleh Utati.

Penggalan lirik tersebut berbunyi: “Sinar mentari menghangati bumi. Bunga mekar mewangi. Hiasan suntingan ibu pertiwi. Indonesia tanahku yang jaya.”

Sementara itu, Dialita dibentuk dengan tujuan untuk membantu penyintas ’65 memperoleh kembali hak-hak mereka yang masih mendapatkan tindakan diskriminasi sosial dan pembatasan sebagai masyarakat sipil.

Dialita juga melakukan bantuan bagi sesama penyintas dengan menjual barang-barang bekas, dan menjalin solidaritas sosial dengan sesama penyintas.

Pada peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-77, makna “merdeka” tidak sepenuhnya hadir untuk penyintas. Padahal merdeka bagi penyintas ’65 tentu bukan sekadar seremonial maupun jargon merdeka.

Sementara masih banyak penyintas yang mengalami gangguan post-traumatic stress disorder (PTSD), tidak memiliki keluarga, tidak jelas kehidupan ekonominya, dan hidup dengan nyala mata redup dengan semakin bertambahnya usia.

Sementara di sisi lainnya, pembengkokan sejarah masih terjadi dan dimuseumkan menjadi prasasti-prasasti dan film-film terkait penyintas ’65 yang tak sepenuhnya benar.

Di ulang tahun Indonesia ke-77 yang bertema “Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat” yang dibuat dengan harapan rakyat bisa bangkit setelah peristiwa Covid-19, tentu tema ini juga relevan bagi penyintas. Negara perlu memberikan keadilan bagi korban kekerasan masa lalu. Negara dalam upaya mewujudkan itu bagi penyintas perlu memberikan perannya.

Di antaranya, memperbaiki kondisi kehidupan penyintas hingga mereka bisa puluh dan bangkit lebih kuat. Selain itu, penyintas juga diberi ruang aktif dan bisa bergotong royong berdampingan dengan masyarakat lain secara fleksibel dan dinamis, tidak ada diskriminasi di beberapa sektor.

Harapan ini tentunya seperti yang diserukan Dialita dalam lagunya:

“Meskipun kini hujan deras menimpa bumi… Penuh derita topan badai memecah ombak Untuk patria tembok tinggi memisah kita… Namun yakin dan pasti masa depan kan datang, kita pasti kembali….”

Demikian kisah terkait perempuan penyintas 65 dan kemerdekaan. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Agungkan Syiar Allah di Bulan Kemerdekaan, Bukan Kesyirikan!

Kemerdekaan yang merupakan rahmat dan anugerah daripada Allah dan perjuangan para ulama, maka sepatutnya menjauhkan dari kemaksiatan dan kesyirikan

SETIAP bulan Agustus, bangsa Indonesia punya gawe besar. Ya, sebuah waktu dimana seluruh anak bangsa ini serentak merayakan milad negerinya.

Masyarakay larut dalam hiruk-pikuk tujuh belasan yang sedikit banyak bisa mengalihkan sejenak perhatian rakyat Indonesia dari pelbagai keruwetan hidup dan isu nasional yang sedang terjadi, mulai dari rencana kenaikan harga mi goreng, intrik dukun lawan pesulap berambut tidak hitam, hingga drama pembunuhan aparat oleh atasannya.

Momentum bulan proklamasi  punya ciri khas yang sama setiap tahunnya. Seperti penyelenggaraan aneka jenis perlombaan, kegiatan baris-berbaris, karnaval, pawai hingga upacara, yang mana semua itu sah-sah saja sebagai bentuk rasa syukur dan kebahagiaan kita karena telah diberi nikmat berupa kemerdekaan.

Namun semua itu bukan tanpa catatan, sebab tidak bisa dipungkiri bahwa di balik momentum heroik tujuh belasan ada sisi negatif yang mirisnya selalu dilakukan setiap tahunnya. Yakni merayakan kemerdekaan dengan cara melanggar rambu-rambu syariah.

Seperti contoh pawai kemerdekaan dengan memakai kostum bencong-bencongan, melakukan lomba dengan tidak menghiraukan ikhtilat antar non-mahram, panggung hiburan yang tidak jarang menyuguhkan wanita yang memamerkan aurat dan sejenisnya yang mana semua itu jelas dilarang di dalam Islam.

Perlu diingat bahwa di dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan konstitusi bangsa Indonesia disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur. Artinya para pendiri bangsa ini adalah orang-orang yang memahami bahwasanya proklamasi negara yang akan mereka dirikan merupakan rahmat daripada Allah Swt lewat wasilah berupa tawakal (perjuangan) yang berdarah-darah selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Dan rahmat Allah tentu hanya diberikan bagi mereka yang berbuat baik bukan bagi yang bermaksiat kepada-Nya seperti yang tertera di dalam Al-Qur’an;

{ وَلاَ تُفْسِدُواْ فِى الأرض } بالشرك والمعاصي { بَعْدَ إصلاحها } ببعث الرسل { وادعوه خَوْفًا } من عقابه { وَطَمَعًا } في رحمته { إِنَّ رَحْمَتَ الله قَرِيبٌ مِّنَ المحسنين } المطيعين

“(Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi) dengan melakukan kemusyrikan dan perbuatan-perbuatan maksiat (sesudah Allah memperbaikinya) dengan cara mengutus rasul-rasul (dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut) terhadap siksaan-Nya (dan dengan penuh harap) terhadap rahmat-Nya. (Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik) yakni orang-orang yang taat.” (Lihat Tafsir Jalalain Surah Al A’raf : 56).

Kemerdekaan yang merupakan rahmat daripada Allah itu tentu tidak akan dianugerahkan jika para pendiri bangsa ini melakukan kemaksiatan dan kesyirikan. Maka sebagai generasi pewaris kemerdekaan tentunya kita wajib menjaga anugerah berupa rahmat itu dengan tidak berbuat maksiat di dalam mengisi kemerdekaan. Dan ini bisa dimulai dari tingkat paling sederhana seperti tidak melakukan kegiatan tujuh belasan dengan melaksanakan acara-acara yang melanggar syariat Allah.

Ketaatan kepada Syariat Allah itu wajib dilaksanakan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Karena sebagai hukum dasar tertulis atau konstitusi tertulis, UUD 1945 mengandung pengertian, bersifat mengikat, baik bagi penyelenggara negara, lembaga negara, lembaga kemasyarakatan, maupun seluruh warga negara. Maka konstitusi negara ini mengamanahkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar taat kepada hukum Allah sebagai wujud rasa syukur akan kemerdekaan bangsanya yang merupakan berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.

Bagi kalangan liberal yang alergi terhadap simbol-simbol yang berbau Islam, kita wajib mengingatkan agar mereka dan umumnya rakyat Indonesia paham bahwasanya bangsa ini memang tidak bisa lepas daripada simbol-simbol agama dan dalam hal ini tentunya didominasi oleh Islam. Sebab membicarakan Indonesia tanpa membicarakan Islam adalah bagaikan membahas ikan tanpa membahas air.

Ikan tanpa air maka akan mati karena ekosistem ikan adalah air. Sama dengan Indonesia, jangan pernah membahasnya tanpa membahas peran Islam di dalamnya.

Indonesia lahir dalam ekosistem umat Islam. Santri dan ulama adalah tokoh kunci di dalamnya. “Agama Muhammad,” tulis George Mc Turnan Kahin dalam karyanya,   Nationalism and Revolution in Indonesia, sebagaimana dikutip Bachtiar Effendi, bukan saja merupakan mata rantai yang mengikat tali persatuan, tapi juga merupakan simbol kesamaan nasib (in group) untuk menentang penjajah asing dan penindas yang berasal dari agama lain.

Bahkan mulai dari pemilihan waktu pembacaan teks proklamasi pun Bung Karno memutuskannya berdasarkan nilai-nila Islam. Kiai Haji Abdoel Moekti, pimpinan Persyarikatan Moehamadijah Madiun mengatakan kepada Bung Karno bahwa 17 Agustus 1945, Jumat Legi tanggal 9 Ramadhan 1364 H adalah waktu yang baik untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Karena jika tidak dibacakan pada waktu yang dimaksud maka bangsa ini baru akan menemui waktu bagus itu 300 tahun yang akan datang.

Dan untuk lebih memantapkan hati maka Bung Karno juga menemui Hadratus Syekh Hasyim Asyari pengasuh Pesantren Tebuireng guna mencari dukungan bagi proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dan Kiai Hasyim Asy’ari meyakinkan Bung Karno agar tidak perlu takut memproklamasikan kemerdekaan. (Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah jilid 2 Halaman 144).

Kepada Cindy Adams (1965), Bung Karno pernah menuturkan; “Tujuh belas angka suci. Pertama, kita di bulan suci Ramadan, waktu kita berpuasa sampai Lebaran. Mengapa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam memerintahkan 17 rakaat, bukan 10, atau 20 ? Karena kesucian angka 17 bukan buatan manusia,” kata Bung Karno. (Soekarno : Sang Penyambung Lidah Rakyat halaman 207).

Bahkan pasca kemerdekaan, Menteri Agama KH Wahid Hasyim bersama tokoh Islam Anwar Tjokro Aminoto memiliki gagasan untuk mendirikan Masjid nasional sebagai perwujudan rasa syukur atas kemerdekaan bangsa Indonesia. Dan pada tahun 1954, ide untuk membangun masjid nasional semakin matang dan akhirnya disampaikan kepada Presiden Soekarno.

Maka berdirilah masjid nasional kebanggaan bangsa Indonesia yang dinamakan Masjid Istiqlal alias kemerdekaan yang diambil dari bahasa Arab. Dari sini bisa disimpulkan bahwa para pendahulu kita adalah orang-orang yang sangat tahu bagaimana cara dan ekspresi mensyukuri kemerdekaan yang benar.

Yakni dengan cara mengagungkan syiar-syiar agama Allah agar rahmat Allah yang melandasi kemerdekaan bangsa ini tetap terpelihara karena barangsiapa yang bersyukur atas nikmat Allah maka Allah akan tambah nikmat tersebut. Habib Zein bin Ibrahim bin Smith di dalam kitabnya beliau mengatakan;

“Barangsiapa yang ridho dengan Islam sebagai agama (nya) maka hendaknya dia mengagungkan syi’ar-syiar Islam dan kesuciannya. Dan berusaha untuk menguatkannya, meneguhkannya, dan membuatnya kokoh, dengan melakukan apa yang diperintahkan Allah (dengan) melakukan ketaatan kepadaNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya (yakni tidak bermaksiat kepadaNya). Sesungguhnya orang-orang yang menyia-nyiakan perintah-perintah Allah yang melanggar batas-batas (larangan) Allah itu berpotensi besar mati dalam keadaan selain Islam (kafir). Telah berkata para orang arif, “Barangsiapa meremehkan adab akan dihukum dengan pengingkaran kepada sunah-sunah Nabi, barangsiapa meremehkan sunah-sunah Nabi akan dihukum dengan pengingkaran kepada hal-hal yang fardhu, barangsiapa meremehkan hal-hal fardhu akan dihukum dengan pengingkaran kepada iman, dan barangsiapa meremehkan kemaksiatan dan merasa ketagihan terhadapnya, dikhawatirkan kepadanya mati dalam keadaan jelek (su’ul khotimah). Dan itu semua adalah kesengsaraan dan pengkhianatan”. Ketahuilah wahai umat Islam sesungguhnya engkau jika keluar daripada dunia (mati) dan berada di atas Tauhid dan Islam maka engkau akan selamat daripada semua kejelekan dan memperoleh semua kebaikan untuk selamanya. Dan jika engkau keluar dari dunia (mati) dalam keadaan menyelisihi tauhid serta Islam maka engkau akan menyesal dengan penyesalan yang nyata dan binasa dengan sekuat -kuatnya. Allah berfirman wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.”

“Tidaklah mampu seorang manusia mematikan dirinya sendiri dalam keadaan Islam akan tetapi Allah telah menjadikan jalan bagi manusia untuk bisa mencapai keadaan itu yang mana jika mengambil jalan itu maka manusia itu sungguh telah mendatangi sesuatu yang ia berada di atasnya (Islam), yaitu dengan memilih kematian atas Islam, mencintainya dan mengharapkannya, senantiasa berdoa, dan memohon kepada Allah untuk dimatikan dalam keadaan Islam dan memperoleh ridho Nya. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa ridho Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam sebagai nabinya sungguh Allah benar-benar meridhoinya. Maka barangsiapa mati di atas keadaan itu sungguh dia telah mati di atas fitrah dan agama yang lurus yakni agama Nabi kita Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam dan di atas Milah Nabi Ibrahim Alaihis Salam yang mana Nabi Ibrahim berwasiat dengannya kepada anak cucunya dan Nabi Ya’qub Alaihis Salam bahwa sesungguhnya Allah telah memilih bagi kalian agama (Islam) maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan menjadi orang-orang Islam.” (Kitab Al Futuhatul Aliyah Fie Khutobil Minbariyah Lil Habib Zein bin Ibrahim bin Smith jilid 1 hal 12-13).

Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwasanya setiap orang yang mengaku beragama Islam wajib mengagungkan syiar-syiar serta kehormatan Islam serta berusaha menguatkan dan mengokohkannya. Jangan pernah sekali-kali meremehkannya karena bisa berakibat mati dalam keadaan su’ul khotimah dan kafir.

Padahal mati dalam keadaan Islam adalah hal yang sudah diwasiatkan secara turun-temurun oleh para Nabi termasuk oleh Nabi Ibrahim Alaihis Salam kepada anak cucunya (Ya’qub dan Bani Israel). Jika para pendahulu kita dahulu sudah sedemikian besarnya mengagungkan syiar-syiar Islam baik mulai dari pemilihan tanggal proklamasi dan sebagainya, maka kita di zaman ini juga wajib melakukan hal serupa dalam konteks yang sesuai.

Termasuk dalam hal paling sederhana yakni di acara tujuh belasan di tempat kita. Jangan sekali-kali merayakannya dengan bermaksiat yang artinya di satu sisi merendahkan syiar-syiar agama Allah.

Tugas kita sebagai generasi penerus tentunya adalah merawat ingatan akan hal ini agar bangsa ini tidak semakin jauh melenceng dari garis yang sudah digoreskan oleh para pendahulu kita. Jangan nodai jejak perjuangan leluhur kita dengan kemaksiatan di bulan kemerdekaan Indonesia ini dengan hal-hal yang tidak pantas.

Karena selain kurang ajar dan tidak beradab hal itu juga bisa membuat sedih para pejuang kemerdekaan di dalam kuburnya yang notabene sering kisah perjuangannya diteatrikalkan di atas panggung-panggung tujuh belasan konon demi mengenang jasa-jasa mereka. Wallahu A’lam Bis Showab.*

Oleh: Muhammad Syafii Kudo

Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan

HIDAYATULLAH

Menempuh Jalan Tobat

Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan, “Seorang yang berakal semestinya senantiasa merasa takut akibat dosa-dosa yang telah diperbuatnya, meskipun dia sudah bertobat darinya dan menangisinya. Aku lihat kebanyakan manusia sudah merasa tenang dan yakin bahwa tobatnya pasti diterima.

Seolah-olah mereka itu bisa memastikannya seratus persen. Padahal, hal itu hakikatnya adalah perkara gaib. Kemudian, seandainya dosanya itu memang sudah diampuni, maka perasaan malas untuk terus melakukannya (tobat) akan meliputinya. Hendaklah benar-benar waspada dari faktor-faktor yang menimbulkan kemalasan ini.

Perkara ini sedikit sekali diperhatikan oleh orang yang bertaubat dan orang yang berusaha untuk bersikap zuhud. Hal itu dikarenakan dia telah menganggap bahwasanya dosa-dosanya sudah pasti dimaafkan dengan tobat yang dianggapnya sudah tulus. Oleh sebab itu, apa yang saya sebutkan ini seharusnya mengingatkan untuk tetap bersikap waspada dari terjerumus dalam kemalasan itu.” (Shaidul Khaathir)

Permulaan dan puncak tobat

Sebagian ulama salaf mengatakan, “Sesungguhnya tobat itu ada permulaan dan ada titik puncaknya. Adapun permulaannya adalah bertobat dari dosa-dosa besar, kemudian dari dosa-dosa kecil, kemudian dari perkara-perkara makruh, kemudian dari perkara-perkara yang kurang utama, kemudian dari sikap merasa sudah banyak berbuat baik.

Kemudian dari pandangan bahwa dirinya sudah tulus dalam bertobat, kemudian dari segala bersitan hati yang muncul demi meraih selain keridaan Allah Ta’ala. Adapun titik puncaknya adalah bertobat setiap kali terlena dari menyaksikan kebesaran Tuhannya yang Mahatinggi serta supaya tidak terlena dari mendekatkan diri kepada-Nya walaupun barang sekejap.”

Dari apakah kita bertobat?

Saudaraku yang kusayangi! Ketahuilah, sesungguhnya dosa-dosa yang harus ditobati terbagi menjadi dua: dosa kecil dan dosa besar. Al-Kitab, As-Sunnah, dan ijma’ sudah menunjukkan adanya pembagian ini. Allah Ta’ala berfirman,

إِن تَجۡتَنِبُوا۟ كَبَاۤىِٕرَ مَا تُنۡهَوۡنَ عَنۡهُ نُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَیِّـَٔاتِكُمۡ 

Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang bagi kalian, niscaya Kami akan menghapuskan dosa-dosa kecil kalian.” (QS. An-Nisa’: 31)

Allah Yang Maha suci juga berfirman,

ٱلَّذِینَ یَجۡتَنِبُونَ كَبَـٰۤىِٕرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَ ٰ⁠حِشَ إِلَّا ٱللَّمَمَۚ 

Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar serta perbuatan-perbuatan keji, kecuali al-lamam.” (QS. An-Najm: 32)

Sedangkan yang dimaksud ‘al-lamam’ adalah dosa-dosa yang tingkatannya berada di bawah tingkatan dosa besar.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Salat lima waktu, salat Jumat yang satu hingga salat Jumat yang berikutnya, puasa Ramadan yang satu hingga puasa Ramadan yang berikutnya adalah menjadi penghapus bagi dosa-dosa yang terjadi di antara keduanya, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim)

Pembagian ini bukanlah berarti bahwa tobat yang wajib hanya dari dosa besar saja, karena bertobat dari dosa besar dan dosa kecil itu sama-sama wajibnya. Bahkan di dalam Sunnah terdapat peringatan keras agar tidak meremehkan perbuatan dosa-dosa kecil, yaitu dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Berhati-hatilah kalian dari dosa-dosa yang kelihatannya remeh, karena sesungguhnya apabila dosa-dosa kecil itu terus terkumpul pada diri seseorang, niscaya itu akan membuatnya binasa. Permisalannya ialah sebagaimana seseorang yang berada di sebuah padang kemudian datanglah serombongan orang-orang. Seorang demi seorang datang dengan membawa kayu bakar hingga terkumpullah menjadi tumpukan kayu bakar lalu mereka menyalakan api dan terbakar habislah segala hal yang dilemparkan ke dalamnya.” (HR. Ahmad, dengan sanad hasan)

Pelajaran penting

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa terkadang apabila dosa besar itu diiringi dengan rasa malu kepada Allah, rasa takut kepada-Nya, dan pelakunya menganggapnya sebagai dosa yang sangat besar, pada akhirnya keberadaan faktor-faktor itu menyebabkan perbuatannya digolongkan dalam golongan dosa-dosa kecil.

Namun, terkadang apabila dosa-dosa kecil diiringi dengan rasa malu yang sangat minim, tidak mau peduli, tanpa diikuti rasa takut, dan disertai sikap meremehkannya, maka hal itu justru dapat membuatnya tergolong pelaku dosa-dosa besar, bahkan bisa jadi mencapai tingkatan dosa besar yang tertinggi.

Oleh karenanya, maka berhati-hatilah (wahai saudaraku yang kusayangi) dari berbagai perbuatan dosa besar maupun dosa kecil. Waspadalah dari berbagai kejelekan yang turut mengiringi perbuatan dosa kecil sehingga dapat mendongkrak bahayanya sampai menempati timbangan dosa-dosa besar. Di antara bentuk kejelekan tersebut adalah:

Terus-menerus melakukan dosa kecil

Oleh sebab itulah, para ulama mengatakan, “Tidak ada dosa besar jika diiringi dengan istigfar. Dan tidak ada dosa kecil apabila dilakukan secara terus menerus.”

Menganggap kecil dosa dan meremehkannya

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu pernah berkata tentang hal ini sebagaimana sudah disebutkan di depan. Dalam hal ini pula, Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu mengatakan, “Sesungguhnya kalian ini akan melakukan berbagai macam perbuatan yang lebih remeh daripada sehelai rambut dalam pandangan kalian, namun sebenarnya hal itu kami anggap sebagai perkara yang dapat membinasakan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Merasa gembira dengan berbuat dosa kecil

Hal ini juga merupakan tanda begitu parahnya kelalaian, begitu kuat keinginan dirinya untuk berbuat maksiat, serta sangat dalam kebodohannya terhadap keagungan Allah Ta’ala.

Hal itu juga menunjukkan begitu bodohnya dirinya mengenai keburukan-keburukan yang timbul akibat perbuatan dosa, maksiat, dan bahayanya. Sehingga apabila kelalaiannya sudah sangat parah sampai mencapai taraf separah ini, niscaya hal itu mendorongnya untuk terus menerus mengerjakannya.

Sehingga, tertanamlah di dalam dirinya keinginan untuk terus berbuat menyimpang dan bertekad untuk mengulangi lagi kemaksiatan. Dan itu merupakan dosa baru lagi yang bisa jadi malah jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan dosanya yang pertama. Inilah salah satu hukuman perbuatan dosa yaitu terjadinya dosa lain yang lebih besar dari dosa sebelumnya.

Meremehkan kemurahan Allah dan kelembutan-Nya yang telah berkenan menutupi kejelekan kita

Seorang pelaku dosa kecil yang tidak melihat hukuman lahiriah yang timbul akibat dosanya, maka dia pun lupa diri karena tertutupinya dosa itu dari penglihatan manusia berkat karunia Allah. Kemudian dia menyangka bahwasanya Allah Ta’ala mencintai dan memuliakan diri-Nya. Padahal ‘si miskin’ ini tidak sadar bahwa sesungguhnya hal itu adalah kemurahan dari Allah agar dia mau bertobat kepada-Nya dan mau meninggalkan dosa-dosa yang telah dilakukannya.

Mengoyak tirai penghalang yang dianugerahkan Allah untuk menutupi dosanya, yaitu dengan cara sengaja menceritakannya (kepada orang lain)

Barangsiapa yang terjerumus dalam berbagai perbuatan dosa kecil dan Allah sudah menutupi hal itu, kemudian dia malah memperlihatkannya dan sengaja menceritakannya kepada orang lain, maka sesungguhnya dia telah melipatgandakan dosa kecilnya akibat dosa lain yang timbul sesudahnya. Karena apabila dia menceritakan dosanya itu bukan dalam bentuk penyesalan, atau bahkan diringi rasa bangga, hal itu justru akan mendorong orang lain yang mendengarkan ceritanya untuk ikut melakukan perbuatan dosa tersebut, meskipun hal itu tergolong dosa kecil.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Semua umatku akan dimaafkan, kecuali orang yang berbuat dosa secara terang-terangan. Dan termasuk tindakan berterus terang dalam berbuat dosa adalah apabila ada seseorang yang berbuat dosa pada malam harinya, kemudian Allah pun menutupinya, tetapi lantas pada pagi harinya dia justru menceritakannya kepada orang lain, ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah berbuat demikian dan demikian.’ Padahal di malam harinya dosanya telah ditutupi Allah. Akan tetapi, di pagi hari dia malah menyibak tirai yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedudukan pelaku dosa kecil sebagai orang yang menjadi panutan orang atau orang yang dikenal saleh

Orang semacam ini apabila melakukan dosa kecil secara sengaja dan disertai rasa sombong dan sengaja menentang dalil-dalil, maka terkadang dosa kecilnya ini justru membengkak menjadi dosa besar. Akan tetapi, apabila orang yang melakukannya karena didasari takwil, sedang dalam keadaan marah, atau sebab lain, maka dia bisa memperoleh ampunan, terlebih lagi apabila dia memiliki amal-amal saleh yang akan bisa menghapuskannya. (Al ‘Ibadaat Al Qalbiyah dengan ringkas)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77751-menempuh-jalan-taubat.html

Catatan kaki:

Tulisan ini diambil dari buku mungil ‘Ayyuhal Muqashshir Mata Tatuubu

Arab Saudi Hapus Visa Khusus Umrah, Ini Syarat Perjalanan Umrah Sekarang

Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi memutuskan menghapus syarat visa khusus untuk umrah. Hal itu menjadikan pemegang semua bentuk visa Saudi dapat melakukan umrah.

Pemerintah Saudi menyebut Langkah itu bertujuan untuk memudahkan birokrasi dan membuka kesempatan kepada lebih banyak pengunjung sesuai target Visi 2030.

Keputusan itu datang bersamaan dengan dimulainya musim umrah tahun ini dan sebagai bagian dari upaya untuk memfasilitasi ibadah, memberikan layanan berkualitas tinggi dan memperkaya pengalaman keagamaan para jama’ah, demikian siaran pers Kementerian Haji dan Umrah Saudi seperti dikutip Arabnews, Sabtu, (13/8/2022).

Direktur Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama Nur Arifin pun memebenarkan kabar tersebut. “Visa ziarah juga boleh melakukan umroh tentu sampai sana mengisi aplikasi Tawakkalna dan Eatmarna. Begitu juga dengan kunjungan Saudi Tourism boleh melakukan umroh, tentu ada paket-paket di sini pengisian Tawakkalna dan Eatmarna harus diisi,” jelasnya, Sabtu (13/8/2022), dilansir oleh Detikcom.

Untuk jama’ah dari Indonesia sendiri, Kementerian Agama menjelaskan, Indonesia juga masuk dalam daftar yang diizinkan bebas visa untuk melaksanakan ibadah umroh. Namun, di Indonesia memang masih ada regulasi tersendiri yang harus ditaati masyarakat.

“Kemarin (1 Agustus) kami sudah kunjungan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, bahwa Indonesia sudah diperbolehkan tapi Indonesia punya regulasi sendiri,” lanjut Arifin.

Regulasi di Indonesia mengatur bahwa jama’ah yang akan menjalankan ibadah umrah dan haji harus melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau travel umroh. Jadi, tidak bisa melakukan perjalanan secara mandiri.

Hal itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pasal 114, disebutkan bahwa perjalanan haji dan umrah di Indonesia harus diselenggarakan oleh PPIU Indonesia atau travel umrah.

Hanya saja, karena masuk negara yang diperbolehkan bebas visa ada aturan yang berubah. Prosesnya kali ini berubah jadi tidak lagi harus melalui provider visa di Indonesia. Jadi, PPUI kini bisa langsung bekerja sama dengan provider visa di Arab Saudi yang sudah diakui Kementerian Haji dan Umrah.

Regulasi jama’ah umroh dan haji masih perlu didampingi oleh PPIU, bertujuan untuk melindungi jemaah Indonesia. Termasuk untuk membimbing dari penginapan, transportasi, hingga bimbingan ibadahnya.

“Misalnya contoh kasus bepergian sendiri tidak ada paket-paketnya nanti di sana kebingungan hotelnya, perjalanan transportasinya, pembimbingan ibadahnya. Supaya masyarakat yang belum paham perjalanan belum paham bimbingan ibadahnya maka di Indonesia difasilitasi travel umrah,” ungkapnya.

HIDAYATULLAH

6 Cara Bersedekah walau Anggaran Terbatas

Apa yang dapat dilakukan untuk bersedekah ketika kita tidak memiliki uang atau harta? Ternyata, ada cara bersedekah walau anggaran terbatas.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

“Setiap kebaikan adalah sedekah.”  (Al-Bukhari)

Banyak orang ingin bersedekah kepada orang miskin dan mereka yang membutuhkan, tetapi kemampuan keuangan kadang menimbulkan hambatan. Namun, nyatanya, ada banyak cara tanpa biaya yang dapat membantu kita untuk beramal.

Cara bersedekah walau anggaran terbatas

Berikut cara bersedekah walau anggaran terbatas:

1 Menjadi relawan – Sumbangkan waktu Anda

Banyak organisasi amal sangat bergantung pada upaya sukarelawan. Menjadi sukarelawan adalah cara yang layak untuk berkontribusi pada komunitas Anda dan membantu mereka yang membutuhkan, dan ini bisa sama berharganya dengan sumbangan uang tunai.

2 Bantu Seseorang

Jika Anda memiliki keahlian khusus — seperti menulis, memasak, atau fotografi — pikirkan untuk menawarkan layanan Anda secara pro bono. Banyak badan amal, nirlaba, dan kelompok advokasi memiliki kebutuhan khusus tetapi tidak mampu membayar staf yang berdedikasi.

3 Donor darah – Itu selalu dibutuhkan

Mendonorkan darah adalah cara yang bagus untuk memberi kembali kepada komunitas Anda karena itu selalu dibutuhkan. Lebih penting lagi, donasi Anda dapat membantu menyelamatkan nyawa seseorang .

4 Sumbangkan barang-barang Anda

Banyak badan amal dan nirlaba menerima barang-barang yang disumbangkan, termasuk pakaian, sepatu, furnitur, dan mobil. Jika Anda memiliki beberapa barang tak terpakai, pertimbangkan untuk memberikannya untuk tujuan yang baik daripada membuangnya.

5 Siapkan penggalangan dana

Anda dapat mengumpulkan dana untuk amal dalam banyak cara—dengan mengorganisir koleksi lokal, membagikan tujuan favorit Anda di media sosial, atau berpartisipasi dalam jalan-jalan yang disponsori.

Menyiapkan penggalangan dana melalui media sosial atau platform online juga merupakan cara yang baik.

6 Jadikanlah setiap tindakan Anda sebagai amal

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: Rasulullah ﷺ bersabda,

“Pada setiap sendi manusia, ada sedekah, pada setiap hari ketika matahari terbit: berlaku adil di antara dua orang adalah sedekah, dan membantu seseorang mengendarai hewan atau memuat barang bawaannya di atasnya adalah sedekah; dan perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah menuju (masjid) sholat adalah sedekah, dan menghilangkan hal-hal yang merugikan dari jalan adalah sedekah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim) []

SUMBER: ABOUT ISLAM

Pasar Pariwisata Haji Saudi Bernilai 350 Miliar Dolar pada 2032

Pasar pariwisata haji Arab Saudi ditargetkan mencapai CAGR +7 persen selama sepuluh tahun ke depan. Hal ini disampaikan menurut laporan baru dari Future Market Insights.

Pasar tersebut diperkirakan mencapai pendapatan pariwisata sebesar 150 miliar dolar AS tahun ini. Berdasarkan jalur pertumbuhan yang diproyeksikan, angka ini akan meningkat menjadi 350 miliar dolar AS pada tahun 2032.

Ibadah haji merupakan ziarah keagamaan tahunan Muslim ke Makkah, kota paling suci bagi umat Islam dan rumah bagi banyak arsitektur spektakuler. Ibadah ini dilakukan setiap tahun oleh jutaan orang dari pasar domestik dan internasional.

Di samping daya tarik umum kota sebagai tujuan wisata Muslim, ziarah haji adalah kewajiban agama wajib bagi sebagian Muslim, yang mampu. Haji dilakukan setidaknya sekali dalam seumur hidup.

Dilansir di Moodie Davitt Report, Senin (15/8), Kota Makkah terletak 70km (43 mil) dari Jeddah di Laut Merah, di sebuah lembah sempit 277m (909 kaki) di atas permukaan laut.

Akibat menyebarnya pandemi Covid-19, hanya 60.000 jamaah haji yang diizinkan yang memasuki Makkah pada 2021. Tetapi, melihat Arab Saudi yang pulih dengan cepat dari krisis, pengunjung luar negeri kini diizinkan memasuki Kerajaan dalam jumlah besar.

Pertumbuhan pariwisata yang diproyeksikan sebagian didorong oleh inisiatif Saudi Vision 2030. Visi Saudi merupakan kerangka kerja strategis yang sangat ambisius, yang digaungkan untuk mengurangi ketergantungan Kerajaan pada minyak dan mendiversifikasi ekonominya.

“Ini (Visi Saudi) akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan pariwisata haji,” tulis Future Market Insights dalam laporannya.

Banyak pekerjaan sedang dilakukan untuk membangun infrastruktur perhotelan di dalam dan sekitar Makkah, sebagai tuan rumah pariwisata haji. Salah satunya adalah Hotel Abraj Kudai, yang saat ini sedang dibangun.

Ketika pembangunan ini selesai, akomodasi itu akan menjadi hotel terbesar di dunia. Bangunan tersebut terdiri dari cincin 12 menara (terpisah antara akomodasi bintang empat dan lima) setinggi 45 lantai.

Hotel ini menyediakan 10.000 kamar tidur, 70 restoran dan empat helipad di atap. Juga, akan ada lima lantai untuk penggunaan tunggal keluarga kerajaan Saudi.

Menurut laporan yang sama, disampaikan pangsa pasar pariwisata haji terutama ditempati oleh negara-negara Asia Pasifik dan Afrika. Mayoritas umat Muslim bermigrasi dari berbagai negara ke wilayah ini.

Eropa juga disebut-sebut merupakan pasar sumber pariwisata haji yang kuat. Peziarah Muslim bepergian dalam jumlah besar dari negara-negara seperti Inggris, Turki, Albania, Azerbaijan, Bosnia dan Herzegovina, serta Kosovo. 

IHRAM

Fatwa MUI Tentang Uang Elektronik Syariah

Berikut fatwa MUI tentang uang elektronik Syariah. Alat pembayaran berupa uang elektronik yang diterbitkan oleh bank maupun lembaga selain bank saat ini semakin berkembang di Indonesia.

Masyarakat Indonesia juga memerlukan penjelasan mengenai ketentuan dan batasan hukum terkait uang elektronik dari segi Syariah. DSN-MUI menetapkan fatwa tentang Uang Elektronik Syariah untuk dijadikan pedoman.

Ketentuan Umum

Dalam fatwa MUI tentang uang elektronik ini yang dimaksud dengan:

  1. Uang elektronik (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur berikut:
  • diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
  • jumlah nominal uang disimpan secara elektronik dalam suatu media yang teregistrasi;
  • jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan; dan
  • digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.
  1. Uang elektronik syariah adalah uang elektronik yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
  2. Jumlah nominal uang elektronik adalah jumlah nominal uang yang disimpan secara elektronik yang dapat dipindahkan karena keperluan transaksi pembayaran dan/atau transfer dana.
  3. Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan uang elektronik.
  4. Pemegang uang elektronik adalah pihak yang menggunakan uang elektronik.
  5. Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggungjawab atas pengelolaan sistem dan/atau. jaingan antar anggotanya yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi uang elektronik yang kerja sama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang:
  • melakukan kerja sama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi dari uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak selain acquirer yang bersangkutan; dan
  • bertanggungjawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang.
  1. Pedagang (merchant) adalah penjual barang danJatau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari Pemegang.
  2. Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik.
  3. Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan bertanggunglawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.
  4. Agen Layanan Keuangan Digital (LKD) adalah pihak ketiga yang bekerjasama dengan penerbit dan bertindak untuk dan atas nama penerbit dalam memberikan layanan keuangan digital.
  5. Akad wadi’ah adalah akad penitipan uang dari pemegang uang elektronik kepada penerbit dengan ketentuan pemegang uang elektronik dapat mengambil/menarik/menggunakan kapan saja sesuai kesepakatan.
  6. Akad qardh adalah akad pinjaman dari pemegang uang elektronik kepada penerbit dengan ketentuan bahwa penerbit wajib mengembalikan uang yang diterimanya kepada pemegang kapan saja sesuai dengan kesepakatan.
  7. Akad ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran atau upah.
  8. Akad ju’alah adalah akad untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh//ju’l tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
  9. Akad wakalah bi al-ujrah adalah akad wakalah dengan imbalan (ujrah).
  10. Biaya layanan fasilitas uang elektronik adalah biaya yang dikenakan penerbit kepada pemegang berupa:
  • biaya penggantian media uang elektronik untuk penggunaan pertama kali atau penggantian media uang elektronik yang rusak atau hilang;
  • biaya pengisian ulang (top up) melalui pihak lain yang bekerjasama dengan penerbit atau menggunakan delivery channel pihak lain;
  • biaya tarik tunai melalui pihak lain yang bekerjasama dengan Penerbit atau menggunakan delivery channel pihak lain; dan/atau
  • biaya administrasi untuk uang elektronik yang tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu.
  1. Riba adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi (al-amwal al-ribawiyah) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak.
  2. Gharar adalah ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya.
  3. Maysir adalah setiap akad yang dilakukan dengan tujuan yang tidak jelas, dan perhitungan yang tidak cermat, spekulasi, atau untung-untungan
  4. Tadlis adalah tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolah-olah obyek akad tersebut tidak cacat.
  5. Risywah adalah suatu pemberian yang bertujuan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya, membenarkan yang batil dan menjadikan sesuatu yang batil sebagai sesuatu yang benar.
  6. Israf adalah pengeluaran harta yang berlebihan.
Ketentuan Hukum

Uang elektronik boleh digunakan sebagai alat pembayaran dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini.

Ketentuan terkait Akad dan Personalia Hukum

  1. Akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadi’ah atau akad qardh.
  • Dalam hal akad yang digunakan adalah akad wadi’ah, maka berlaku ketentuan dan batasan akad wadi’ah sebagai berikut:
  1. Jumlah nominal uang elektronik bersifat titipan yang dapat diambil/digunakan oleh pemegang kapan saja;
  2.  Jumlah nominal uang elektronik yang dititipkan tidak boleh digunakan oleh penerima titipan (penerbit), kecuali atas izin pemegang kartu;
  3. Dalam hal jumlah nominal uang elektronik yang dititipkan digunakan oleh penerbit atas izin pemegang kartu, maka akad titipan (wadiah) berubah menjadi akad pinjaman (qardh), dan tanggung jawab penerima titipan sama dengan tanggung jawab dalam akad qardh.
  4. Otoritas terkait wajib membatasi penerbit dalam penggunaan dana titipan dari pemegang kartu (dana float)
  5. Penggunaan dana oleh penerbit tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.
  • Dalam hal akad yang digunakan adalah akad qardh, maka berlaku ketentuan dan batasan akad qardh sebagai berikut:
  1. Jumlah nominal uang elektronik bersifat hutang yang dapat diambil/digunakan oleh pemegang kapan saja.
  2. Penerbit dapat menggunakan (menginvestasikan) uang hutang dari pemegang uang elektronik.
  3. Penerbit wajib mengembalikan jumlah pokok piutang Pemegang uang elektronik kapan saja sesuai kesepakatan;
  4. Otoritas terkait wajib membatasi penerbit dalam penggunaan dana pinjaman (utang) dari pemegang kartu (dana float).
  5. Penggunaan dana oleh penerbit tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.
  6. Di antara akad yang dapat digunakan penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang elektronik (prinsipal, acquirer, Pedagang (merchant), penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai akhir) adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
  • Dalam hal akad yang digunakan akad ijarah, maka berlaku ketentuan dan batasan akad ijarah sebagaimana terdapat dalam DSN-MUI Nomor: 112/DSN-MUI1/IX/I7 tentang Akad Ijarah.
  • Dalam hai akad yang digunakan akad ju’alah, maka berlaku ketentuan dan batasan akad ju’alah sebagaimana terdapat dalam DSN-MUI Nomor: 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju’alah.

MUI/IX/2017 tentang Wakalah bi al-Ujrah.

  1. Di antara akad yang dapat digunakan antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital adalah akad ijarah, akad Ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
  • Dalam hal akad yang digunakan akad ijarah, maka berlaku ketentuan dan batasan akad ijarah sebagaimana terdapat dalam DSN-MUI Nomor: 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang ntang Akad Ijarah.
  • Dalam hal akad yang digunakan akad ju’alah, maka berlaku ketentuan dan batasan akad ju’alah sebagaimana terdapat dalam DSN-MUI Nomor: 62/DSN-MUI/XII/2007 tentatg Akad Ju’alah.
  • Dalam hal akad yang digunakan akad wakalah bi al-ujrah, maka berlaku ketentuan dan batasan akad wakalah bi al-ujrah sebagaimana terdapat dalam DSN-MUI Nomor: 113/DSN-MUI/IX/2017 tentang Wakalah bil al-Ujrah.

Ketentuan Biaya Layanan Fasilitas

Dalam penyelenggaraan uang elektronik, penerbit dapat mengenakan biaya layanan fasilitas uang elektronik kepada pemegang dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Biaya-biaya lay’anan fasilitas harus berupa biaya riil untuk mendukung proses kelancaran penyelenggaraan uang elektronik; dan
  2. Pengenaan biaya-biaya iayanan fasilitas harus disampaikan kepada pemegang kartu secara benar sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan dan Batasan Penyelenggaraan dan Penggunaan Uang Elektronik

Penyelenggaraan dan penggunaan uang elektronik wajib terhindar dari :

  1. Transaksi yang ribawi, gharar, maysir, tadlis, risywah, dan israf:, dan
  2. Transaksi atas objek yang haram atau maksiat.

Ketentuan Khusus

  1. Jumlah nominal uang elektronik yang ada pada penerbit harus ditempatkan di bank syariah.
  2. Dalam hal kartu yang digunakan sebagai media uang elektronik hilang maka jumlah nominal uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang.

Penyelesaian Perselisihan

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika teriadi perselisihan di antara para pihak. maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ketentuan Penutup

Fatwa MUI tentang uang elektronik syariah, yang berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan akan diubah serta disempurnakan sebagaimana mestinya jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan.

Berikut fatwa MUI tentang uang elektronik Syariah. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Memberi Nama Anak dengan Nama-Nama Nabi

Bismillah.

Di balik nama ada harapan dan doa untuk si buah hati. Banyak orang tua yang memberi nama anaknya dengan nama para nabi. Ada Isa, Yusuf, Daud, Muhammad, dan yang lainnya. Nama Nabi kita yang mulia, tampaknya menjadi nama nabi yang paling banyak dipakai di mana-mana saat ini. Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bercerita,

 وُلِدَ لِرَجُلٍ مِنَّا غُلَامٌ فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، فَقَالَ لَهُ قَوْمُهُ : لَا نَدَعُكَ تُسَمِّي بِاسْمِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَانْطَلَقَ بِابْنِهِ حَامِلَهُ عَلَى ظَهْرِهِ فَأَتَى بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،

فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ ، وُلِدَ لِي غُلَامٌ فَسَمَّيْتُهُ مُحَمَّدًا فَقَالَ لِي قَوْمِي : لَا نَدَعُكَ تُسَمِّي بِاسْمِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،

فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَسَمَّوْا بِاسْمِي وَلَا تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي ، فَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ أَقْسِمُ بَيْنَكُمْ

Ada seorang yang anaknya baru lahir, kemudian diberi nama Muhammad. Masyarakat menanggapi,

‘Kami keberatan dengan nama anakmu yang sama dengan nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’

Seraya menggendong putranya, si sahabat ini datang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

‘Ya Rasulullah, saya punya anak yang saya beri nama dengan Muhammad. Kemudian masyarakat berkomentar, ‘Kami keberatan dengan nama anakmu yang sama dengan nama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menanggapi,

تَسَمَّوْا بِاسْمِي وَلَا تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي ، فَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ أَقْسِمُ بَيْنَكُمْ

Silahkan kalian memberi nama dengan namaku, tetapi jangan kalian berkunyah dengan kunyahku. Saya adalah Qosim (pembagi). Aku membagikan rahmat Allah di tengah kalian.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Alhamdulillah, sebenarnya ini fenomena yang bagus. Menamai anak dengan nama para nabi dapat mendekatkan anak dan menumbuhkan cinta mereka kepada para nabi. Kemudian pula, sebagai harapan agar sang anak bisa berakhlak dan berguna sebagai berkah yang ada pada kehidupan para nabi.

Perlu kita ketahui bahwa nama para nabi adalah sebaik-baik nama sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah,

لَمَّا كَانَ الْأَنْبِيَاءُ سَادَاتِ بَنِي آدَمَ ، وَأَخْلَاقُهُمْ أَشْرَفَ الْأَخْلَاقِ ، وَأَعْمَالُهُمْ أَصَحَّ الْأَعْمَالِ ، كَانَتْ أَسَمَاؤُهُمْ أَشْرَفَ الْأَسْمَاءِ ، وَلَوْ لَمْ يَكُنْ فِي ذَلِكَ مِنَ الْمَصَالِحِ إِلَّا أَنَّ الِاسْمَ يُذْكَرُ بِمُسَمَّاهُ ، وَيَقْتَضِي التَّعَلُّقَ بِمَعْنَاهُ : لَكَفَى بِهِ مَصْلَحَةً ، مَعَ مَا فِي ذَلِكَ مِنْ حِفْظِ أَسْمَاءِ الْأَنْبِيَاءِ وَذِكْرِهَا ، وَأَنْ لَا تُنْسَى، وَأَنْ تُذكِّر أَسَمَاؤُهُمْ بِأَوْصَافِهِمْ وَأَحْوَالِهِمْ

“Di saat para nabi adalah tokohnya bani Adam. Akhlak mereka adalah akhlak terbaik. Amalan mereka adalah amalan terbaik. Maka, nama mereka adalah nama terbaik. Andai tidak ada manfaat di balik penamaan dengan nama mereka, kecuali mengingatkan kepada sang nabi dan menjadikan hati dekat dengan nabi,
maka cukuplah ini sebagai manfaat. Ditambah lagi ada manfaat, yaitu menjaga nama para nabi dan mengenangnya selalu, agar tidak dilupakan, agar nama – nama dan sejarah mereka disebut di tengah masyarakat.” (Zadul Ma’ad, 2: 312)

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis : Ahmad Anshori, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77777-memberi-nama-anak-dengan-nama-nama-nabi.html

Kekayaan yang Sejati

Kenikmatan dan rasa cinta terhadap harta hakekatnya adalah ilusi. Allah SWT berfirman, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS Ali Imran ayat 14)

Dalam Surah lain, Allah SWT mengingatkan kecintaan seseorang terhadap harta. Allah SWT berfirman, “Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan. Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-baris, dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu.” (QS Al Fajr ayat 20-23)

Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan ihwal kekayaan yang sejati. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Kekayaan itu bukan soal keberlimpahan harta benda dunia, melainkan kekayaan yang sejati adalah kekayaan jiwa.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari hadits tersebut, diketahui bahwa kekayaan sejati bukanlah kekayaan yang membawa seseorang pada kesombongan dan membuatnya merendahkan orang lain. Sebab hal ini jauh dari prinsip-prinsip syariat.

Kekayaan sejati yang sesuai tuntunan syariat bukanlah keberlimpahan harta duniawi tetapi kekayaan jiwa. Bukan dengan berlimpahnya harta atau uang. Seseorang yang miskin jiwa adalah orang selalu ingin memperbanyak harta karena ketamakannya, padahal semuanya telah dia miliki. Dengan sikap seperti ini, maka dia ibarat orang yang miskin.

Banyak dari mereka yang telah diberikan harta yang berlimpah, tetapi tidak mengambil manfaat darinya. Akibatnya, ia terus-menerus sibuk memperbanyak harta, tidak peduli dari mana asalnya. Dia cemas pada hidupnya, sehingga menjadi kikir dan hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli orang lain. Orang seperti ini sama saja menjalani kemiskinan dengan rasa takut dan cemas.

Adapun orang dengan kekayaan jiwa, dia ridha atas ketetapan Allah SWT. Sebab ia menyadari kekayaan itu bukan karena banyaknya harta. Dia lebih percaya pada apa yang dimiliki Allah SWT daripada apa yang ada di tangannya. Ia menggunakan harta sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT.

IHRAM